Anda di halaman 1dari 15

PUPILLARY REACTION

ANATOMI DAN FISIOLOGI LINTASAN PUPIL


Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)
mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur
intracranial. Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi :
a) Mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina
b) Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis
c) Meningkatkan keadalaman focus
Diameter pupil normal pada adaptasi gelap adalah 4,5 - 7 mm, sedangkan pada adaptasi
terang adalah 2,5 – 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang dari 3 mm,
dan pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh
beberapa faktor yang meliputi umur, status emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina,
jarak melihat jauh atau dekat, dan besarnya usaha akomodasi.
Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-sel di retina
dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi lintasan parasimpatis
dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus frontalis (kewaspadaan)
dan lobus oksipitalis (akomodasi).
Fungsi pupil tergantung dari integritas lintasan pupillomotor yang terdiri dari :
1) Reseptor retina
2) Akson sel-sel ganglion di nervus opticus
3) Khiasma opticum
4) Traktus opticus
5) Brachium colliculus superior
6) Daerah pretektal mesensefalon
7) Neuron-neuron penghubung dari pretektal ke nucleus Edinger-Wetphal
8) Serabut saraf eferen parasimpatis yang berjalan bersama dengan N III
9) Lintasan simpatis sejak dari hipotalamus posterior sampai muskulus dilator pupil.

1
Lintasan Aferen
Sel-sel reseptor aferen adalah berasal dari sel-sel ganglion kecil di retina, yang mengirim
serabut pupil-omotoris aferen bersama serabut visual (20% pupilomotor dan 80% visual).
Serabut pupilomotoris juga mengalami hemidikusasio di khiasma opicum, kemudian berjalan
di dalam traktus optikus tetapi tidak berakhir di korpus genikulatum laterale. Serabut
pupilomotoris aferen ini memisahkan diri dari serabut visual dan memasuki mid brain (otak
tengah, mesensefalon), lewat brachium kolikulus superior dan bersinaps di nucleus pretektalis
sepihak (ipsilateral). Masing-masing nucleus pretektalis mengirim neuron ke nucleus Edinger-
westphal (yang merupakan subnukleus N III), baik ipsilateral maupun kontralateral. Ini
penting untuk memahami mekanisme refleks cahaya pupil direk dan indirek.
Lintasan Eferen
Terdiri atas lintasan eferen parasimpatis dan simpatis
 Lintasan Eferen Parasimpatis
Serabut eferen parasimpatis pupil nerasal dari nucleus Edinger Westphal, dan
keluar dari batang otak bersama N III sampai fisura orbitalis superior, kemudian
ikut cabang inferior untuk menuju ganglion siliaris dan terjadi pergantian neuron
disini, lalu menuju muskulus siliaris (untuk akomodasi), dan muskulus sfingter
pupil untuk miosis.
 Lintasan Eferen Simpatis
2
Lintasan eferen simpatis bermula dari hipotalamus posterolateralis, lalu berakhir
di pusat siliospinalis budge di medulla spinalis, berakhir di ganglion servikalis
pada bifurcation karotis. Serabut postganglioner darisini berjalan mengikuti
arteria karotis interna dan di sinus kavernosus memisahkan diri dari a.carotis
interna dan bergabung dengan N V-1 (oftalmicus) masuk ke orbita lewat fissura
orbitalis superior, lalu menuju muskulus dilator pupil.

Dengan demikian patologi pupil sangat luas dan meliputi keadaan patologi mata, di
intracranial, dan daerah dada dan leher. Pada adanya kelainan pupil demikian perlu dicari adanya
kelainan lain pada mata serta ada tidaknya tanda dan gejala neurologis yang menyertai. Beberapa
patologi pupil yang penting akan di bahas pada referat ini.
Patologi pupil yang akan dibahas adalah :
1. Afferent Pupillary Defect (APD)
2. Adie’s Syndrome
3. Argyll Robertson Pupil
4. Sindrom Horner
5. Anisokoria

1. AFFERENT PUPILLARY DEFECT (APD)

Salah satu penilaian terpenting yang harus dilakukan pada pasien yang mengeluhkan
penurunan pengelihatan adalah menentukan apakah keluhan tersebut disebabkan oleh masalah
pada mata (misalnya katarak) atau oleh masalah nervus opticus yang cenderung lebih serius.
Bila terdapat suatu lesi di nervus opticus, refleks pupil terhadap cahaya (baik refleks
langsung di mata yang dirangsang dan refleks konsensual di mata sebelahnya) kurang kuat
saat mata yang sakit dirangsang dibandingkan saat mata yang normal dirangsang. Fenomena
ini disebut defek pupil afferent relative (Relative Afferent Pupillary Defect, RAPD) atau
sering dikenal dengan Marcus-Gunn Pupil. Fenomena ini juga akan positif bila terdapat suatu
lesi besar di retina atau lesi berat di makula. Katarak yang padat sekalipun tidak mengganggu
respon pupil. Penyebab penurunan pengelihatan unilateral tanpa defek pupil aferen termasuk
gangguan refraksi, kekeruhan media selain katarak, seperti kekeruhan kornea atau perdarahan

3
vitreus, ambliopia, penurunan pengelihatan fungsional. Pada lesi di brachium colliculus
superioris, dapat terjadi defek pupil aferen relative dengan fungsi pengelihatan yang normal.
Penyebab
Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD) dapat terjadi karena berbagai penyebab,
namun tidak ada yang menyebabkan hilangnya persepsi pengelihatan secara total :
1) Central Retinal Artery occlusion (CRAO)
2) Central Retinal Vein occlusion (CRVO)
3) Optic Atrophy
4) Marked retinal detachment
5) Anterior Ischemic Optic Neuropathy (AION)
6) Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO)
7) Asymmetric Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
8) Optic Neuritis
Diagnosis
Diagnosis RAPD adalah dengan “Tes Ayun Cahaya” atau “Swinging Flashlight Test”.
Dilakukan dengan cara memnerikan cahaya pada mata pada ruangan yang agak gelap,
menggunakan penlight terang dengan cahaya yang terfokus. Pada saat tes, pasien diharuskan
memfiksasi pengelihatan pada satu target untuk menghindari akomodasi. Cahaya yang
diberikan harus langsung sesuai pada axis mata untuk mengiluminasi pupil yang satu dengan
yang lainnya. Tes ayun cahaya didiamkan selama 3 – 5 detik tiap mata dan harus dilakukan
bergantian.

 Hasil Tes Ayun Cahaya Pada Mata Normal :

4
 Hasil Tes Ayun Cahaya pada RAPD :

Misalnya pada adanya neuritis optic mata kanan yang ringan, maka serabut aferen
pupilomotor akan mengalami gangguan ringan. Refleks pupil direk mata kanan lebih lemah
dibanding refleks indirek (mata kiri disinari dan mata kanan pupilnya menyempit). Jadi mata
kanan mengalami defek aferen relative, sedangkan eferen ke mata kanan maupun kiri adalah
normal. Pada mata kiri aferennya adalah normal dan eferen kedua mata juga normal.
Defek pupil aferen relatif terjadi karena lesi ringan nervus opticus unilateral atau defek
kedua nervus opticus tetapi asimetris, artinya yang satu lebih berat dari yang lain. Defek
aferen relative dapat ditunjukkan sebagai berikut : Misalnya mata kanan mengalami defek
relative (lebih berat) daripada mata kiri. Mula-mula mata kanan disinari sehingga pupil kanan
mengecil. Kemudian lampu senter dengan segera dipindahkan ke kiri dan ternyata pupil kiri

5
masih dapat dikecilkan lebih lanjut. Kalau lampu senter dari mata kiri ini segera dipindahkan
ke kanan, maka pupil mata kanan mengalami dilatasi.
Defek pupil aferen absolut adalah istilah yang digunakan bila tidak ada refleks pupil
terhadap cahaya pada mata yang buta total (amaurotik). Penyinaran mata yang normal akan
tetap menimbulkan respon langsung di mata tersebut dan respons konsensual di mata yang
buta tadi.

Suatu defek pupil aferen tetap dapat diketahui bila satu pupil tidak terlihat, akibat
penyakit kornea, atau tidak dapat merespons akibat kerusakan struktural atau kerusakan pada
persarafannya, mis., kelumpuhan nervus ketiga, dengan melakukan pemeriksaan pada pupil
yang normal.

2. ADIE’S SYNDROME

6
Definisi
Sindrom Adie, kadang-kadang dikenal sebagai sindrom Holmes-Adie atau Adie's
Tonik Pupil, adalah gangguan neurologis yang mempengaruhi pupil dan sistem saraf
otonom. Hal ini ditandai oleh satu mata dengan pupil yang lebih besar dari normal dan
mengalami konstriksi perlahan dalam cahaya terang (pupil tonik), bersama dengan tidak
adanya refleks tendon dalam, biasanya pada tendon Achilles.
Penyakit ini dinamai sesuai dengan ahli neurologi Inggris William John Adie. Hal
ini disebabkan oleh kerusakan serat-serat postganglionik dari persarafan parasimpatis
mata, biasanya oleh infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan peradangan, dan
mempengaruhi pupil dari mata dan sistem saraf otonom.
Epidemiologi
Kondisi ini terjadi paling sering pada wanita pada dekade kedua atau ketiga (2.6:1
dominan perempuan) dan mungkin berhubungan dengan hilangnya reflex tendo lutut,
tetapi tidak ada komplikasi neurologis lainnya. Rata-rata usia onset adalah 32 tahun.
Gejala dan Tanda
Sindrom Adie hadir dengan tiga gejala ciri khas, yaitu setidaknya satu pupil
abnormal melebar (mydriasis), hilangnya refleks tendon dalam dan diaforesis (keringat
berlebihan). Tanda-tanda lain mungkin termasuk hyperopia karena paresis akomodatif,
fotofobia dan kesulitan membaca.
Sindrom ini dimulai secara bertahap pada satu mata, dan sering berkembang untuk
melibatkan mata yang lain. Pada awalnya, hanya dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon dalam pada satu sisi tubuh, tapi kemudian ke sisi lainnya. Gejala pada mata dan
refleks mungkin tidak akan muncul pada waktu yang sama. Orang dengan HAS juga
dapat berkeringat berlebihan, kadang-kadang hanya pada satu sisi tubuh. Beberapa
individu juga akan memiliki kelainan kardiovaskular. Gejala HAS dapat muncul sendiri,
atau dalam hubungan dengan penyakit lain dari sistem saraf, seperti sindrom Sjogren atau
migrain.

Karakteristik dari Sindrom pupil tonik


1. Midriasis relative dalam pencahayaan terang

7
2. Reaksi cahaya lemah hingga tidak ada reaksi
3. Konstriksi perlahan terhadap pemberian sinar yang lama
4. Dilatasi yang perlahan setelah pemberian sinar
5. Palsi pada sfingter iris
6. Cacat akomodasi
7. Pupil mengerut dengan Mecholyl 2,5%, pilocarpine 0,125%
8. Berhubungan dengan berkurangnya refleks tendon dalam

Pada sindrom Holmes-Adie pupil, pasien secara tiba-tiba mengalami


dilatasi pada satu pupil yang dapat berhubungan dengan penglihatan kabur, sebagian
karena dilatasi pupil, tetapi juga karena paresis akomodasi di sisi itu.
Lokasi lesi mungkin berada pada ganglion siliary. Serat parasimpatis baik untuk
akomodasi dan sfingter pupil terganggu. Ini adalah lesi perifer pada sebagian saraf ketiga
yang jinak dan tidak perlu dikhawatirkan.
Pada pemeriksaan, pupil ditemukan melebar. Pemeriksaan reaksi pupil biasanya
menunjukkan reaksi yang lemah terhadap cahaya. Dilatasi pupil juga jauh lebih lambat
dibandingkan dengan mata yang satunya.
Hal ini jelas penting untuk membedakan antara sindrom Holmes-Adie yang jinak dan
keadaan penekanan saraf ketiga yang lebih serius, misalnya aneurisma pada sirkulus
Willisi. Akomodasi dan reaksi pupil terpengaruh dalam kedua kasus tersebut tetapi lesi
saraf ketiga biasanya dikaitkan dengan parese dari otot luar mata. Perbedaan penting
antara dampak dari kedua keadaan diatas adalah bahwa lesi saraf ketiga mempengaruhi
suplai saraf parasimpatis praganglionik sedangkan lesi pada ganglion siliary di
postganglionik menyebabkan meningkatnya kepekaan reseptor otot sfingter terhadap
asetilkolin. Sensitivitas denervasi dari pupil dapat ditunjukkan dengan memberikan satu
tetes dari analog asetilkolin, metacholine klorida 2,5% (Mecholyl), ke dalam konjungtiva,
pupil yang myotonik akan mengecil.

8
Etiologi
HAS dianggap hasil dari infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan peradangan
dan kerusakan neuron di ganglion ciliary, yang merupakan area otak yang mengontrol
gerakan mata, dan ganglion tulang belakang, area otak yang terlibat dalam respon sistem
saraf otonom.
Diagnosis
Uji klinis dapat menunjukkan parese sfingter iris atau pergerakan vermiformis iris.
Tonik pupil dapat menjadi lebih kecil (miotik) dari waktu ke waktu yang disebut sebagai
"little old Adie's".
Pengujian dengan dosis rendah (1/8%) pilocarpine dapat menyempitkan pupil
tonik karena supersensitivity denervasi kolinergik. Pupil yang normal tidak akan
mengalami konstriksi dengan dosis encer dari pilocarpine. CT scan dan MRI mungkin
berguna dalam pengujian diagnostik fokus refleks hypoactive.
Tatalaksana
Dokter mungkin meresepkan kacamata baca untuk mengkompensasi gangguan
penglihatan di mata yang terkena, dan tetes pilocarpine dipakai 3 kali sehari untuk
mengobati pupil yang melebar. simpatektomi Thoracic, adalah pengobatan definitif yang
melibatkan gangguan pada saraf simpatik yang berat.

9
Prognosis
Sindrom Adie tidak mengancam kehidupan. Dengan demikian, tidak ada angka
kematian yang berkaitan dengan kondisi ini, namun hilangnya refleks tendo dalam adalah
permanen dan mungkin semakin progresif.
Beberapa gejala gangguan tersebut dapat berlanjut. Bagi kebanyakan orang,
pilocarpine tetes dan kacamata akan memperbaiki penglihatan.

3. ARGYLL ROBERTSON PUPIL

Argyll Robertson pupil, merupakan pupil yang berespon menjadi miosis saat
berakomodasi namun gagal bereaksi terhadap cahaya langsung, telah dijelaskan dalam
literature medis selama lebih dari satu abad. Reaksi pupil ini merupakan cara sederhana untuk
memastikan keutuhan dari jalur saraf optik dan ini adalah tanda dari gangguan neurologis
seperti neurosifilis, neurosarcoidosis dan multiple sclerosis.
Sejarah Perspektif
Douglas Argyll Robertson lahir di Edinburgh, Skotlandia pada tahun 1837. Robertson
mendapatkan gelar medisnya dari St. Andrews University pada tahun 1857. Dia belajar
ophthalmology di praha, Cekoslovakia, dan bekerja di Berlin, Jerman dengan ophtalmologis
Von Graefe.
Kontribusi pertama kali Robertson dalam ophtalmologi ditandai pada tahun 1863, saat
dia melaporkan efek kacang Calabar pada mata. Zat aktif pada kacang Calabar adalah
physostigmine, suati kolinesterase inhibitor. Robertson menunjukkan efek antagonis kacang
Calabar terhadap atropine, dan zat aktif ini menjadi obat pertama terhadap glaucoma.
Robertson pertama kali menjelaskan tentang Argyll Robertson pupil pada laporan kasus
dari pasien dengan penyakit spinal pada tahun 1863. Sepuluh bulan setelah ia
mempublikasikan laporan kasus pertamanya, Robertson kembali mempublikasikan empat
kasus yang mirip. Meskipun tidak adanya respon pupil terhadap cahaya pada pasien penyakit
spinal telah dilaporkan sebelumnya, Robertson adalah orang yang pertama kali menyadari
bahwa pupil masih bereaksi dengan stimulus melihat dekat.
Robertson yakin hal yang lesi yang menyebabkan hal ini dapat ditemukan di cervival
sumsum tulang belakang, dan dia menamakan kelainan ini sebagai spinal miosis. Selama

10
hamper tiga decade setelah Robertson menjelaskan spinal miosis, gangguan seperti tabes
dorsalis, paresis umum dan lues susunan saraf pusat akhirnya ditemukan dan terkait dengan
spectrum yang menjadi satu yaitu neurosifilis. Pupil Argyll Robertson menjadi penanda
umum yang patognomonik terhadap neurosifilis, dan tanda ini telah ditemukan pada penyakit
susunan saraf pusat yang lain.

Patofisiologi
Pada Pupil Argyll Robertson, pupil lebih baik berespon pada akomodasi disbanding
dengan stimulus terhadap cahaya, ini dikarenakan lesi yang terjadi terdapat pada lokasi jaras
refleks cahaya yang relatif dorsal atau pada lokasi jaras refleks dekat yang relatif lebih
ventral. Penyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh berbagai
lesi pada midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi dan demielinisasi.

Gejala Klinis
Pupil tidak bereaksi baik terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik. Sebagian
besar kasus Argyll Robertson bersifat bilateral dan pupil biasanya irregular. Gambaran
karakteristik sindrom Argyll Robertson adalah:
- Fungsi visual utuh
- Harus ada penyakit sifilis yang menyertai
- Refleks cahaya menurun
- Miosis
- Bentuk pupil irregular
- Bilateral, asimetrik
- Atrofi iris

11
4. SINDROM HORNER

Sindrom horner disebabkan oleh suatu lesi di jaras simpatis, bias di bagian sentralnya,
yang berjalan dari hipotalamus posterior melalui batang otak ke korda spinalis bagian atas
(C8-T2); atau di bagian praganglionnya, yang keluar dari korda spinalis dan bersinaps di
ganglion servikalis (stelata) superior; atau di bagian pascaganglionnya, dari ganglion
servikalis superior melalui pleksus karotikus dan divisi oftalmikus nervus trigeminus, yang
masuk ke dalam orbita. Serat-serat simpatis kemudian mengikuti cabang nasiciliaris divisi
oftalmikus nervus trigeminus dan nervus ciliaris longus ke iris dan mempersarafi otot muller
dan dilator iris. Kelumpuhan otot dilator iris menyebabkan miosis, yang tampak lebih jelas
pada cahaya suram. Pematangan melanosit di iris seorang bayi tergantung pada persarafan
simpatis; dengan demikian, bila terdapat lesi simpatis kongenital, iris jadi kurang berpigmen
(tampak lebih biru). Kelumpuhan otot Muller menimbulkan proptosis.
Pada sindrom yang lengkap dijumpai :
1) Miosis unilateral,
2) Ptosis parsial
3) Enofthalmus karena celah mata yang agak menyempit
4) Tidak adanya keringat di wajah dan leher ipsilateral. Wajah berkeringat normal pada
lesi pascaganglion karena serat-serat pascaganglion ke wajah untuk pengeluaran
keringat mengikuti arteri karotis eksterna dan bukannya arteri karotis interna.
Sindrom Horner sentral dapat disebabkan infark batang otak, khususnya infark medulla
lateral (sindrom Wallenberg), siringomielia, atau tumor korda servikalis. Sindrom Horner
12
praganglionik dapat disebabkan oleh servikal rib, fraktur vertebra servikalis, lesi di apeks
paru-terutama karsinoma bronkogenik (sindrom pancoast) atau cedar pleksus brachialis.
Sindrom Horner pascaganglionik dapat disebabkan oleh diseksi arteri karotis, tumor dasar
tengkorak atau sakit kepala cluster. Lokalisasi sindrom horner sentral dan praganglionik
umumnya jelas, sesuai ciri-ciri klinis yang menyertainya. Serangan akut sindrom horner yang
nyeri dan terisolasi, terutama dengan riwayat trauma leher dalam waktu dekat atau disertai
dengan nyeri di leher atau rahang, perlu segera diperiksakan untuk mencari adanya diseksi
karotis, yang dapat menyebabkan stroke akibat thrombosis dan emboli. Sindrom Horner yang
berkaitan dengan nyeri kronik pada wajah, terutama bila disertai dengan kelumpuhan nervus
kranialis kelima, keenam, ketiga, keempat, atau kedua, perlu diperiksakan adanya tumor di
dasar tengkorak.

Uji farmakologik dengan kokain topical di saccus conjunctivalis dapat membedakan


sindrom horner, yang pupilnya tidak berdilatasi, dari anisokor fisiologik. Dapat juga
digunakan apraclonidine topical, yang menyebabkan dilatasi pupil mata yang sakit tetapi tidak
mendilatasi pupil normal. Uji dengan menggunakan tetes hidroksiamfetamin dapat
membedakan lesi sentral dan praganglionik dari pascaganglionik, tetapi zat ini sulit didapat.

5. ANISOKORIA
Anisokoria adalah ketidaksamaan lebar pupil antara kedua mata. Anisokosia esensial atau
anisokoria simpleks atau anisokoria sentral, yaitu lebar pupil mata kanan dan kiri tidak sama,
tetapi perbedaannya hanya kecil (kurang dari 1 mm) dan refleks cahaya maupun refleks
melihat dekat adalah normal. Keadaan demikian disebabkan oleh pengendalian yang asimetris
pada nucleus Edinger-Westphal.
Anisokoria patologis terjadi karena adanya defek eferen parasimpatis atau simpatis pada
satu mata. Pada adanya kebutaan satu mata tidak terjadi anisokoria sebab mata yang sehat
akan memberikan impuls aferen yang sama kuat ke kedua mata, jadi defek aferen tidak
menimbulkan anisokoria dan anisokoria disebabkan oleh defek eferen.

KESIMPULAN

13
Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)
mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur
intracranial.
Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-sel di retina
dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi lintasan parasimpatis
dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus frontalis (kewaspadaan)
dan lobus oksipitalis (akomodasi).
Patologi pupil sangat luas dan meliputi keadaan patologi mata, di intracranial, dan daerah
dada dan leher. Pada adanya kelainan pupil demikian perlu dicari adanya kelainan lain pada mata
serta ada tidaknya tanda dan gejala neurologis yang menyertai. Beberapa patologi pupil yang
penting adalah : Afferent Pupillary Defect (APD), Adie’s Syndrome, Argyll Robertson Pupil,
Sindrom Horner, Anisokoria.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Vaughan, Daniel G, dkk. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Widya Medika.
2010.
2. Hartono. Sari Neurooftalmologi. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2006.
3. Slamovitz, T. L,MD. Glaser, J.S,MD. Neuro-Oprhtalmology. The Pupils and
Accomodation. 2nd Edition. Lippincott Company. Pennsylvania. 1990.

4. Bethesda, MD. 20892. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Office of
Communications and Public Liaison. September 27, 2010.
http://www.ninds.nih.gov/disorders/holmes_adie/holmes_adie.htm
5. Crick, R.P., Khaw, P.T. A Textbook of Clinical Ophtalmology. Neurology. 3 rd Edition.
World Scientific Publishing Co. London. 2003.
6. Gerhard K. Lang, M. D. A Short Textbook of Ophtalmology. Thieme Stuttgart. New
York. 2000.

15

Anda mungkin juga menyukai