Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MANDIRI

INFERTILITAS

Oleh :

Jesiandra Isabel M Wagiu


18014101056

Masa PJJ : 11 Mei 2020 – 14 Juni 2020

Supervisor Pembimbing :

dr. Suzanna Patricia Mongan, SpOG-K

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU
MANADO
2020
INFERTILITAS

Infertilitas merupakan salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terjadi ada usia
subur, dimana terjadi ketidakmampuan untuk mengandung sampai melahirkan bayi hidup setelah
satu tahun melakukan hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi
apapun atau setelah memutuskan untuk mempunyai anak. Infertilitas merupakan kondisi medis
yang mempunyai efek tidak hanya secara medis bagi penderitanya, tapi juga secara psikologi
terutama pada wanita. Wanita seringnya menjadi menderita karena beban hal ini, apalagi ada
budaya-budaya tertentu yang menganggap wanita merupakan sumber masalah bagi pasangan
infertil.
Kegagalan pasangan suami istri (pasutri) dalam memperoleh keturunan, disebabkan oleh
masalah pada pria dan atau wanita. 40 persen kesulitan mempunyai anak terdapat pada wanita,
40 persen pada pria, dan 20 persen pada keduanya. Anggapan bahwa kaum wanitalah yang lebih
bertanggung jawab terhadap kesulitan mendapakat anak adalah kurang tepat. WHO juga
memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1 sari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas, dan
setiap tahun muncul sekitar 2 juta pasangan infertil.
Disebut infertilitas primer jika seorang wanita yang telah berkeluarga belum pernah
mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan
kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan, Sedangkan tidak terdapat kehamilan
dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha
berhubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah
hami, dikenal dengan sebutan infertilitas sekunder.
Penyebab infertilitas dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 33,3 % masalah terkait pada
wanita, 33,3 % pada pria dan 33,3% disebabkan oleh factor kombinasi. Penyebab dari pihak
wanita diantaranya masalah vagina yaitu vaginitis, masalah di serviks yaitu servitis, uterus, tuba
dan masalah di ovarium yaitu kista ovarium. Penyebab dari pihak pria diantaranya
spermatogenesis abnormal, kelainan anatomi, ejakulasion retrofrade,stress, infeksi menular,
asupan alcohol dan nikotin berlebih, factor pekerjaan serta ketidakmampuan sperma melakukan
penetrasi ke sel telur. Penyebab dari pihak kombinasi adalah penyebab yang ditimbulkan apabila
kedua suami istri sama-sama memiliki faktor penyebab terjadinya infertilitas.
DEFINISI
Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh

suami yang mampu menghamilinya. Sedangkan, Infertilitas adalah kondisi ketidakmampuan untuk
mengandung sampai melahirkan bayi hidup setelah satu tahun atau 12 bulan dalam
melakukan hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun
atau setelah memutusukan untuk mempunyai anak.
infertilitas adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan psikologis, ekonomi,
medis yang mengakibatkan trauma, stres, terutama dalam rangkaian sosial seperti kita,
dengan penekanan kuat pada hubungan anak.
Pasangan infertil dapat diartikan sebagai pasangan yang telah menikah dan
melakukan hubungan seksual selama satu tahun namun belum berhasil hamil. Dan syarat
untuk menjadi hamil adalah uterus dan endometrium normal, anatomi dan fungsi tuba
normal, siklus mentruasi normal, hasil analisis sperma normal, serta kemampuan melakukan
hubungan seksual normal

Tipe Infertilitas

Infertilitas dibagi menjadi dua :

. 1)  Infertilitas primer Merupakan keadaan dimana istri belum berhasil hamil walaupun
bersenggama teratur dan di hadapkan kepada kemungkinan hamil selama 12 bulan
berturut-turut.

. 2) Infertilitas sekunderMerupakan keadaan dimana istri pernah hamil tetapi tidak berhasil
hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

A. Faktor Penyebab Infertilitas


Faktor penyebab terjadinya infertilitas dibagi menjadi beberapa kelompok besar
yaitu sebagai berikut :
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu:
1. Faktor wanita :
 Gangguan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering
kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh
wanita infertil. Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan menjadi:

a. Gangguan Hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya
gangguan ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari
keseimbangan yang kompleks dari interaksi hormon-hormon. Selain
itu hormonal dipengaruhi oleh psikologis, sering ditemukan Semakin
berat stres infertilitas yang dialami perempuan infertil yang menjalani
fertilisasi in vitro akan meng- hambat maturasi oosit yaitu
menghasilkan banyak oosit tidak matur sehingga menghasilkan angka
fertilisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang meng- alami
stres ringan dan sedang. stres akan berpengaruh pada aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal sehingga mengganggu fungsi reproduksi
.

b. Scar pada ovarium


Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Sebagai
contoh, adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista
ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga folikel tidak
dapat menjadi matur dengan benar dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga
dapat berakibat seperti ini.

c. Menopause prematur
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ini
mempengaruhi ovulasi.
a. Masalah Folikel
b. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)
Pada penyakit ini, tubuh memproduksi hormon androgen yang terlalu
banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan
resistensi insulin dan obesitas.

 Gangguan Tuba
Gangguan Tuba sumbatan yang terjadi pada tuba dapat terjadi
akibat semua infeksi.penyakit abnormal, riwayat penyakit abdominal,
riwayat operasi, kehamilan ektopik, kelainan kongenital.Penyakit tuba
terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi,
mulai dari adesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi.

a. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya
ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan inflamasi pada
tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai contoh adalah
hydrosalphing, sebuah kondisi dimana tuba fallopi menjadi tertutup pada kedua
ujungnya sehingga cairan terkumpul dituba.
b. Penyakit Abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah
apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi pada cavum
abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi yang dapat berakibat timbulnya
skar dan penutupan saluran tuba.
c. Riwayat Operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya
kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb terjadinya
adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur tidak dapat melewatinya.
d. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba,
sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.
e. Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat dilahirkan
dengan tuba yang abnormal.

 Lendir Serviks atau faktor serviks


Beberapa wanita memiliki antibodi terhadap sperma sehingga
seringkali sperma tidak dapat melewati kanalis servikalis pada saat ovulasi
sekalipun. Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma
yang masuk ke dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus
untuk melindunginya dari keasaman vagina dan membantunya bergerak
masuk kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mukus ini
dapat menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel
telur. Pada beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung
antibodi anti sperma, yang juga dapat mengganggu sperma.

 Gangguan Uterus
Terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu transpor sperma
dan keadekuatan implantasi sel telur yang sudah dibuahi. Faktor ini
termasuk fibroid uterus, polip uterus atau bentuk uterus yang abnormal.
Uterus dapat berupa uterus bikornuatum atau mungkin memiliki sputum
dan semua faktor ini dapat menghambat implantasi atau mengakibatkan
angka keguguran tinggi. Tuberculosis dan infeksi kronis lain dapat
mempengaruhi endometrium sehingga mencegah terjadinya implantasi.
 Endometriosis
Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas,
diperkirakan 20-40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada
endometriosis berat terjadi distorsi anatomi dari adnexa, menghalangi atau
mencegah penangkapan ovum sesudah ovulasi, gangguan pertumbuhan
oosit atau embryogenesis dan penurunan reseptivitas atau kemampuan
menerima endometrium. Pada endometriosis ringan terjadi gangguan
implantasi, defek imunologi dan penurunan kualitas oosit karena
terganggunya proses folikulogenesis Dan pada kenyataannya, 30-40%
pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum uteri, yang paling
sering terjadi pada cavum pelvis, termasuk ovarium. Diagnosis pasti dari
penyakit ini hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat
uterus, tuba fallopi, ovarium, dan peritoneum pelvis secara langsung.
Gejala pada endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama,
banyak dan nyeri, bercak premenstrual, perdarahan rectal, dan urgensi
urin.

2. Faktor Pria :

Sekitar 33,3 % infertilitas berasal dari faktor suami, sehingga pemeriksaan


pada suami penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas.
Abnormalitas semen, terutama disebabkan oleh kelainan produksi sperma oleh
testis.

Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan


urogenital bawaan dan dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu
skrotum (varikokel), gangguan endokrin, kelainan genetik dan faktor imunologi.
Pada 60-75% kasus, tidak ditemukan adanya faktor penyebab (infertilitas
idiopatik pria). Pria seperti ini biasanya datang tanpa ada riwayat yang berkaitan
dengan masalah kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium endokrin memiliki temuan yang normal. Pada Analisis
semen ditemukan penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan
motilitas (asthenozoospermia) dan banyak bentuk morfologi yang abnormal
(teratozoospermia). Kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan
sebagai sindrom oligoastheno teratozoospermia atau sindrom OAT.

Penyebab kondisi ini umumnya tidak diketahui, tetapi bisa disebabkan


oleh infeksi yang terjadi sebelumnya, merokok atau meminum minuman keras
yang berlebihan atau mungkin akibat stress biasa. Varikokel pada pria juga salah
satu penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya
dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh
darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma. . Penyebab lain juga bisa
disebabkan kelainan anatomi, ejakulasion retrograde, faktor pekerjaan serta
ketidakmampuan sperma melakukan penetrasi ke sel telur.

Gambar 1. morfologi spermtozoa

Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada impotensi,
penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat melakukan koitus. Penyebab impotensi
sendiri bermacam-macam, bisa karena penyakit DM, hiperprolaktinemia, atau riwayat
pembedahan sebelumnya, atau mungkin juga faktor psikologis.

Tabel 1. Persentase Etiologi Infertilitas pada Pria

3. Faktor Kombinasi :

Penyebab yang ditimbulkan apabila kedua suami istri sama sama memiliki
faktor penyebab terjadinya infertilitas.

4. Faktor dalam pasangan :

a. Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi,
posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.

b. Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang
dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma.
Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu
testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.

c. Posisi
infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma
dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di
saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena
itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.
Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di
bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma
dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita
berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada
sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.

Pemeriksaan infertilitas
Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang berpotensi dapat
menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium
khusus atau studi pencitraan. Pada pasangan infertil, pendekatan diagnosa secara sistematis diperlukan
untuk evaluasi diagnostik infertilitas.

1. Faktor Wanita
 Faktor ovulasi
Untuk melihat bagaimana fungsi ovulasi seorang wanita, riwayat menstruasi
merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan siklus reguler antara 25-35 hari dan ada
gejala premenstrual ternyata lebih dari 95% bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui
terjadinya ovulasi ada beberapa tes sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran
serum progesteron dan pembuatan grafik suhu basal tubuh.
Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak digunakan. Pada
tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesteron setelah terjadi ovulasi. Spesimen darah
diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi reguler 28 hari. Adanya serum progesteron
lebih dari 3 mg/ml menunjukkan telah terjadi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi
negative palsu karena perlu pengambilan spesimen darah pada waktu yang tepat.
Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara tidak langsung
kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek termogenik. Peningkatan
hormon progesteron setelah terjadi ovulasi akan meningkatkan suhu basal tubuh 0,3 o-0,6o
C yang biasanya berlangsung selama 11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal
tubuh ini dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur. Pengukuran pertama dilakukan
pada hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan adanya ovulasi
namun kurang akurat untuk memastikan waktu terjadinya ovulasi.
Selain kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation predictor
kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi adanya peningkatan LH
yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan urin pasien untuk mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan
perubahan warna pada indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari
ke sepuluh setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan
warna indikator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai adalah urin
pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan ini juga bisa didapatkan
LH pada urin yang persisten selama satu bulan penuh, ini biasanya menunjang untuk
dicurigai PCOS.

 Faktor serviks
Infertilitas karena faktor serviks biasanya disebabkan oleh kelainan produksi
mukus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan mukus serviks. Secara
umum, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan postcoital test (PCT). PCT dilakukan
sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang
dilakukan tes diminta untuk melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes.
Setelah itu wanita kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mukus
serviksnya. Lendir kemudian ditempatkan pada kaca slide dimana spinnbarkheitnya
(stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga dihitung per bidang high power
mikroskopis. Namun PCT ini tidak direkomendasikan oleh American Society for
Reproductive Medicine, karena 3 alasan, yaitu:
1. Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak prediktif.
2. Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang menyebabkan
infertilitas.
3. Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang tidak dapat
dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan faktor serviks dalam infertilitas.

 Faktor tuba dan uterus


Kelainan uterus seperti mioma submukosa dan polip endometrium dapat
menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk kelainan tuba merupakan
penyebab paling sering terjadinya infertilitas. Penyakit yang paling sering pada kelainan
tuba adalah pelvic inflammatory disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual
yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Penyakit
yang melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan histerosalfingogram
(HSG). HSG merupakan suatu studi pencitraan yang menggunakan pewarna radioopak
untuk melihat kavitas uterus dan tuba fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data
yang menyebutkan bahwa fluoroskopi juga dapat berefek sebagai terapeutik pada
infertilitas yang tak diketahui, terutama bila menggunakan pewarna radioopak dengan
bahan dasar minyak. Prosedur pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah
menstruasi berhenti untuk memastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil dan
untuk meminimalisasikan aliran balik darah menstruasi.
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah adanya infeksi
pelvis iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID. Pada wanita ini
sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju endap darahnya terlebih
dahulu, dan bila didapatkan peningkatan maka pemeriksaan dengan HSG harus ditunda
terlebih dahulu. Dan bila LED nya normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan
memberikan antibiotik profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari
dengan dosis 2x100 mg/hari.
Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu dengan
pertubasi. Pertubasi. Atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka
gas akan mengalir bebas ke dalam kavn peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari catatan
tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau
tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg, maka dikatakan ada sumbatan
tuba, kalau naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya dianggap paten. Tanda
lain yang menyokong patensi tuba adalah terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis
tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti “bunyi jet” atau nyeri bahu segera
setelah pasien dipersilahkan duduk sehabis pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan
gas di bawah difragma.

 Faktor peritoneum / endometriosis


Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut meberikan
kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis ditemukan ada sekitar 25%-40%
wanita yang infertil, yang jumlahnya kira-kira 10 kali dari populasi umum. Dalam hal ini,
laparoskopi bisa dilakukan untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostik
lain gagal.

Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan Pada Wanita
 Obat-obatan
Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobati
wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur. Adapun jenis-
jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah:
1. Anti-Estrogen
Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya ovulasi
pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat
digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak diketahui dan PCOS. Clomifen
bekerja dengan berkompetisi dengan hormon estrogen untuk menempati reseptornya
di otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit maka
tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen dan hal
ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam pembuluh darah.
Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang
berisi sel telur, dan tinginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur dari
folikel matur dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk
membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar 70%-
80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen sitrat.

2. Gonadotropin
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam
ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa jenis
sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas, antara lain:
a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH alami yang
diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopause yang mempunyai
kadar hormon tinggi.
b. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang berasal dari
purifikasi urin wanita postmenopause.
c. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH yang
diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.
d. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang diproduksi di
laboratorium menggunakan teknologi DNA.
Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang digunakan
untuk merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur. Pemberian gonadotropin
jenis ini dilakukan ketika kita sudah mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur
dan berisi sel telur didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USG
ovarium. Obat-obat tersebut adalah:
a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai aktivitas biologi
yang sama dengan LH, walaupun juga mengandung FSH. Hormon ini
diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil.
b. rhCG (recoombinant human chorionic gonadotropin) yang dihasilkan dari
teknologi DNA dilaboratorium.
c. uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang diekstraksi dan
dipurifikasi dari urin wanita postmenoause.
d. rLH

3. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil


GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit selama
fase folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara pulsatil dari
hipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk
mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui pompa yang dipasang
pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan memberikan dosis
kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang ditempatkan dibawah
kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal ini bisa menimbulkan infeksi dan
alergi akibat pemasangan jarum tersebut.

4. Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist)

5. Dopamin Agonist
Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan hormon
prolactin yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa disebut
hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan mencegah terjadinya
ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan terjadinya menstruasi yang tidak
teratur dan bahkan hingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti
bromokroptin dan cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan
menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.

6. Aromatose Inhibitor
Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada wanita
postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar estradiol dalam sirkulasi
dan mengurangi umpan balik negatif yang menstimulasi peningkatan sekresi dari
kelenjar pituitari dan sebagai akibatnya akanmeningkatkan kerja ovarium. Jenis obat
penghambat aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole.

 Terapi Pembedaan
Operasi atau dilakukannya pembedaan merupakan pilihan terapi apabila
didapatkan beberapa kelainan tuba, PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus.
Terapi bedah untuk infertilitas antara lain:
1. Ovarian Drilling
Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi
dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian drilling
atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan PCOS yang
resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian drilling dilakukan
secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian beberapa insisi kecil
dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas atau laser. Proses ini akan
membantu kelainan hormon dan memicu terjadinya ovulasi.

2. Pembedahan pada tuba fallopi


Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai
macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis
kerusakannnya.
a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG menggunakan
sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterus
sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks.
b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi yang
diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area. Salpingolisis
dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi dengan memotong
perlengketan tersebut, biasanya menggunakan electrosurgery dengan memakai
elektrokauter.
c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru pada
tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun laparoskopi.
Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi
pada tuba fallopi.
d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil
jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung tuba
yang terpotong tersebut.
e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif terbatas.
Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter melalui penutupan
tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan dipandu fluoroskopi.

 Penatalaksanaan Pada Pria

1. Air mani abnormal


Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-turut
hasilnya tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita hanya bisa
memberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada saat-saat subur istri
untuk meningkatkan persentasi terjadinya pembuahan.

2. Varikokel

Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan. Menurut


MacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria dengan varikokel,
sekalipun hormon-hormonnya normal. Varikokelektomi hampir selalu dianjurkan
untuk semua varikokel dengan penurunan motolitas spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria
dengan varikokel yang dioperasiakan mengalami perbaikan dalam motilitas
spermatozoanya.
3. Infeksi

Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan
testis sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi, infeksi yang
terjadi kronik mungkin hanya akan menurunkan kualitas sperma, dan masih dapat
diperbaiki menjadi seperti semula. Air mani yang selalu mengandung banyak
leukosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri pada waktu ejakulasi, nyeri
punggung bagian bawah, patut diduga karena infeksi kronik traktus genitalis.
Antibiotika yang terbaik adalah yang akan terkumpul dalam traktus genitalis dalam
konsentrasi yang besar, seperti eritromisin, tetrasiklin, dan kotrimoksazole.

4. Defisiensi Gonadotropin

Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin pada pria


juga dapat menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang terjadi. Pria dengan
defisiensi gonadotropin bawaan sering kali mengalami pubertas yang terlambat.
Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan pemberian preparat hormon
seperti LH dan FSH, ataupun GnRH.

5. Hiperprolaktinemia

Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel yang


mengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani biasanya normal atau
sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin dilaporkan dapat
memperbaiki spermatogenesisnya.

Assisted Reproductive Technology


1. Intrauterine Insemination (IUI)

IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalam uterus. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yang melewati serviks menuju uterus. Prosedur
ini dilakukan bersamaan dengan waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik
ini, sang wanita harus mempunyai uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini digunakan pada wanita
yang mempunyai kelainan mukos serviks, endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.
Gambar 2. Intrauterine Insemination

2. In Vitro Fertilisation (IVF)

IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien juga termasuk
mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk memproduksi lebih banyak sel telur. Ketika
sel telur sudah terbentuk, sel telur tersebut akan diambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan
dicampur dengan sperma dilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya agar sperma
dapat membuahi sel telur dan membentuk embrio. Embrio tersebut kemudian akan diletakkan didalam
uterus wanita menggunakan sebuah tabung plastik melalui vagina dan serviks. Kemudian setelah
embrio dimasukkan diperlukan beberapa tambahan hormon untuk membantu implantasi embrio, dalam
hal ini progesteron dan hCG. IVF merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengan
kerusakan tuba, infertilitas yang tak diketahui, endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki.

Gambar 3. In Vitro Fertilization

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT)

Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel telur dan sperma
pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada IVF. Sel telur dan sperma kemudian
dicampur dan langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara laparoskopi
melalui insisi kecil pada abdomen, atau dengan menggunakan kateter kecil melalui serviks. Dengan
cara ini memungkinkan sperma secara natural membuahi sel telur di tuba fallopi. Untuk itu tuba fallopi
sang wanita haruslah sehat. Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFT dilakukan dengan cara yang sama,
tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopi adalah dalam bentuk zigot bukan sel telur dan sperma
seperti pada GIFT. Kedua teknik ini sekarang sudah tergantikan dengan IVF sehingga jarang
dillakukan. Dengan teknik ini persentase terjadinya kehamilan lebih tinggi sedikit daripada dengan
teknik IVF, namun prosedur pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien.

Gambar 4. Cara melakukan GIFT

Gambar g.4 ZIFT

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu tekknik reproduksi

buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung ke sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini

dilakukan dengan menggunakan jarum mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini kemudian

ditempatkan di dalam uterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini berguna untuk pasangan yang tidak
berhasil dengan IVF, atau bila kualitas sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI

mempunyai angka fertilisasi yang tinggi namun angka terjadinya kehamilan hampir sama dengan

teknik IVF.7

Gambar 5. ICSI

Prognosis

Prognosis terjadinya keamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan

kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita

dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu

menurun dengan cepat.

Fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap golongan umur pria

pproporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari enam bulan meningkat dengan meningkat dengan

meningkatnya frekuensi senggama.

Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa pemakaian

kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan Amerika Serikat dengan kesimpulan bahwa 25% akan hamil

dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama, 80% dalam 12 bulan

pertama, dan 90% dalam 18 bulsn pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil,

makin turun prognosis kehamilannya.


Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan infertile dapat membawa kehamilan kepada lebih dari

50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10%-20% pasangan yang belum diketahui etiologinya.

Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, misalnya

dengan inseminasi buatan donor atau mengangkat anak (adopsi).

REFERENSI

1. Hendarto,Hendy. Stress Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In

Vitro. Majalah Obsetri & Ginekologi Vol.23. No 1 Januari-April 2015 : 17-21.

2. Saraswati, Andini. Infertility. Artikel Review, J Majority Vol.4 No.5 Februari 2015.

3. Trisnawati, Yuli. Analisis Kesehatan Reproduksi Wanita Ditinjau Dari Riwayat Kesehatan

Reproduksi Terhadap Infertilitas di RS Margono Soekardjo Tahun 2015. Jurnal kebidanan

Vol.VII No.02 Desember 2015.

4. Sharma, Asha. Male Infertility; Evidences, Risk Factors, Causes, Diagnosis and

Management in Human. Imed Pub Journals, Annals Of Clinical And Laboratory Research

Vol.05 No.3:188 2017.


5. Setiyono. Pengaruh Tingkat Stress dan Kadar Kortisol Dengan Jumlah Folikel Dominan

Pada Penderita Infertilitas Yang Menjalani Fertilisasi In Vitro. Majalah Obsetri &

Ginekologi Vol. 23 No.3: 128-132 September-Desember 2015.

6. Christiani, Ninik. Hipnotherapi Sebagai Prespejtif Komplementer dan Pengobatan Alternatif

Untuk Kasus Infertilitas. Prosiding Seminar Nasional Kebidanan dan Call Of Paper No.282-

289 2016.

7. D Santi, A R M Granata, M Simoni. FSH Treatment Of Male Idiopathic Infertility Improves

Pregnancy Rate: A Meta-Analysis. Endocrine Connections No.1-13 25 June 2015.

Anda mungkin juga menyukai