B. Faktor Predisposisi
Perkembangan, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.Biologis, penyakit kronis yang menyebabkan klien
tidak mampu melakukan perawatan diri.Kemampuan realitas turun, klien dengan
gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak
pedulian dirinya dan lingkungan yang termasuk perawatan diri. Social, kurang
dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan, situasi lingkungan
mempengaruhi kemampuan dalam merawat diri.
C. Faktor Presipitasi
Kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemasa, lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu parawatan diri.
Objektif
5. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
6. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana tindakan keperawatan untuk klien
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
a. Mengkaji kemampuan klien melakukan klien perawatan diri meliputi mandi/
kebisahan diri, berpakaian/berhias, makan. Serta BAB/BAK secara mandiri.
b. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
B. Faktor Predisposisi
1. Diagnosa Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko bunuh diri
adalah antipatip, implusif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri di antaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
C. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan pada stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Factor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Risiko bunuh diri.
b. Bunuh diri.
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah kronis.
5. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.
ISOLASI SOSIAL
B. Faktor Predisposisi
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan social. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan social yang nantina akan dapat menimbulkan masalah.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan social. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasaan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan
oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota
kelurga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenakit kronis, dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan social.
4. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya
gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal.
C. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh factor internal dan
eksternal seseorang. Faktor sterss prestisipasi dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stersor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasina. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
D. Tanda dan Gejala
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak mempehatikan kebersihan diri
5. Tidak ada atau kurang berkomunikasi verbal
6. Mengisolasi social
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makanan dan minuman terganggu
9. Retensi urin dan fesef
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energy (tenaga)
12. Rendah diri
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
3. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Isolasi social
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Koping keluarga tidak efektif
f. Intoleransi aktivitas
g. Defisit perawatan diri
h. Risiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
4. Data yang Perlu Dikaji
Masalah Data yang perlu dikaji
keperawatan
Isolasi social Subjetif
Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perwat dan
meminta untuk sendiri
Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
Tidak mau berkomunikasi
Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah,
atau teman dekat
Objektif
Kurang spontan
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
Asupan makan dan minuman terganggu
Retensi urin dam feses
Aktivitas menurun
Kurang berenergi atau bertenaga
Rendah diri
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur
5. Diagnosa Keperawatan
Isolasi social
B. Rentang Respon
C. Proses Halusinasi
1. Fase Pertama
Pasien merasa senang karena seperti ada yang mengajak bicara atau melihat
sesuatu. Pasien menikmati kondisinya.
2. Fase Kedua
Pasien mulai merasa terganggu. Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.
Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda tanda vital (denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah), kadang menyalahkan orang lain, mulai
merasa cemas.
3. Fase Ketiga
Pasien sulit membedakan yang benar-benar ada dan yang berupa bayangan,
bahkan pasien sudah dikuasai oleh halusinasinya. Pasien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi danmenyerah pada halusinasi tersebut. Disini
pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegankan terutama jika akan berhubungan ddengan orang lain, pasien mulai
marah-marah.
4. Fase Keempat
Tingkat berat. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
D. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari
klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi:
1. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2. Faktor Sosialkultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
3. Faktor biokimia
Mempunai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethtranferase (DMP).
4. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
E. Faktor prestisipasi
Faktor prestisipasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya.
Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama tidak diajak berkomunikasi objek yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepi
terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
3. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Risiko Tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga Diri Rendah
5. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepi sensori :Halusinasi
LAPORAN PENDAHUUAN
WAHAM
B. Jenis Waham
1. Waham Kebesaran
Meyakini bahwa dirinya memiliki kekuasaan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu, akan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
3. Waham Nihilistik
Meyakini dirinya sudah tidak ada lagi di dunia, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
4. Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
5. Waham Curiga
Meyakini ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederainya, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
6. Waham Siar Pikir
Keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun ia
tidak pernah mengungkapkan pikirannya kepada orang tersebut.
7. Waham Kontrol Pikir
Keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan diluar dirinya yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
8. Waham Sisip Pikir
Keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke dalam pikirannya,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
C. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal
ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi,
klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham .
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atropi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbik.
D. Faktor presipitasi
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan kopping untuk menghindari kenyataan yang
meneyenangkan.
3. Masalah Keperawatan
A. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan proses piker : waham
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
Objektif :
Klien terus berbicara tentang kemampuan yang
dimilikinya
Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
5. Diagnosa keperawatan
Perubahan proses pikir : waham kebesaran
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
1. Kasus (diagnosa utama)
Perilaku kekerasan
B. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang
factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Teori Biologik
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. System limbik
sangat terlibat dalam memnstimulus timbulnya perilaku bermusuhan dan
respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan
bahwa berbagai neurtransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolon, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat implus agresif. Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin
serta penurunana serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal
merupakan factor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku
agresif pada seseorang.
C. Faktor prestisipasi
1. Internal adalah semua factor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya
percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain
2. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dan
lain-lain.
3. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefetif
5. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Faktor Predisposisi
1. Penolakan orang tua.
2. Harapan orang tua yang tidak realistis.
3. Kegagalan yang berulang kali.
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal.
5. Ketergantungan pada orang lain.
6. Ideal diri tidak realistis
C. Faktor Presipitasi
Faktor prestisipasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktifitas. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis ini
dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptif.Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.Dalam tinjauan life
span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya
sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima
dalam kelompok.
3. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Harga diri rendah kronis
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi social
d. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
e. Risti perilaku kekerasan
Objektif
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimistis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi
Berkurang selera makan
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis
c. Membantu klien agar dapat memilih atau menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan. Tindakan keperawatan ang dapat dilakukan adalah:
1) Mendiskusikan dengan klien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan klien lakukan sehari-hari.
2) Bantu klien menetapkan aktivitas yang dapa dilakukan secara mandiri.
Tentukan aktivitas-aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dan
bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat klien.
3) Melatih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a) Mendiskusikan dengan klien untuk menetapkan urutan kegiatan (ang
sudah dipilih klien) yang akan dilatihkan
b) Bersama klien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan klien
c) Berikan dukungan dan pujian yang nyata pada setiap kemajuan yang
diperlihatkan klien
4) Membantu klien agar dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuannya
Untuk mencapai tujuan dari tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat
melakukan hal-hal berikut
a) Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
b) Beri puian atas aktivitas atau kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas
d) Menyusun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama klien dan
keluarga
e) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
setelah melaksanakan kegiatan
f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan
klien