Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUGAS OBSERVASI

DI PANTI REHABILITASI NAPZA PONDOK MAHABAH


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan dalam
Rehabilitasi Pengguna NAPZA
Dosen Pengampu : Ns. Asmadi, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Hilma Aini Nurul Hikmah (CKR0160134)


2. Aura Aulia Salsabila (CKR0170121)
3. Ayu alviyani (CKR0170122)
4. Dini Amelia (CKR0170126)
5. Dini Sugihartati (CKR0170127)
6. Evvy Khoerunnisa (CKR0170130)
7. Fitri Dwi Aldianti (CKR0170132)
8. Husnul Hasanah (CKR0170135)
9. Irsal Fauziansyah (CKR0170140)
10. Lina Marlina (CKR0170142)
11. Lusi Sulistia (CKR0170144)
12. Muhammad Lutfi (CKR0170145)
13. Nurul Hidayah (CKR0170150)
14. Ringga Anjaya (CKR0170154)
15. Rubi Mahrunizal (CKR0170158)
16. Susan Susanti (CKR0170161)
17. Wika Puspita Dewi (CKR0170166)
Program Studi/Reg : S1-Keperawatan/C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2019-2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tentang
kajian/observasi di Panti Rehabilitasi Pondok Bukit Mahabah.
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa,
khususnya dalam pelajaran keperawatan. Makalah ini disusun dari berbagai
sumber yang mempunyai relevansi yang sangat erat dengan pendidikan
keperawatan yang diambil dari buku dan media elektronik.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan-masukan
baik berupa kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
penyusunan makalah yang akan datang. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kuningan, 03 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR······························································· i
DAFTAR ISI·········································································· ii
BAB I PENDAHULUAN··························································· 1
1.1 Latar Belakang Masalah·························································· 3
1.3 Rumusan Masalah································································· 3
1.4 Metode Penulisan·································································· 4
1.5 Manfaat Penulis···································································· 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS··················································· 5
2.1 Pengertian NAPZA································································ 5
2.2 Jenis-Jenis NAPZA······························································· 5
2.3 Berdasarkan Efeknya Terhadap Perilaku······································· 8
2.4 Macam-macam Narkoba yang ada di Masyarakat···························· 8
2.5 Tingkat Pemakaian NAPZA····················································· 12
2.6 Penyalahgunaan NAPZA························································· 12
2.7 Kelompok Penyalahguna Narkoba·············································· 13
2.8 Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA········································ 14
2.9 Dampak Penyalahgunaan NAPZA ············································· 17
BAB III PEMBAHASAN··························································· 19
3.1 Hasil Wawancara Dengan Klien Rehabilitasi································· 19
BAB IV PENUTUP·································································· 22
4.1 Kesimpulan········································································· 22
4.2 Saran················································································ 22
DAFTAR PUSTAKA································································ 23
LAMPIRAN··········································································· 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Narkoba di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan (dalam waktu operasi dan untuk
penenang), akan tetapi di sisi lain penyalahguanaan narkoba dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan
tanda pengendalian dan pengawasan yang tepat dan ketat. Penyalahgunaan
Narkoba dewasa ini sudah sangat kompleks dan menimbulkan banyak
permasalahan. Dimana permasalahan penyalahgunan narkoba dan peredaran
gelap narkoba menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dan
berdampak pada hilangnya suatu generasi muda. Konsumsi narkoba bemula
dari rasa penasaran sehingga ingin mencoba, ikut teman, stres, pelarian atau
motif lainnya, yang pada akhirnya membuat generasi muda ketagihan pada
narkoba. Berdasarkan data hasil survei yang dilakuakan oleh BNN jumlah
penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 3.376.115
orang. Proporsi jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia yaitu 14,49%
merupakan pecandu bukan suntik, 59,53% coba pakai, 27,25% teratur pakai
dan 1,73% adalah pecandu suntik.
Pecandu narkoba seingkali mengalami stres dan berpikir negatif karena
merasa tertekan oleh apa yang dihadapunya, sehingga sulit untuk mencapai
kesembuhan. Berdasarkan hal tersebut, akan lebih baik jika kepada para
pecandu ditanamkan sikap pantang menyerah terhadap keadaan yang sedang
dihadapi. Banyak dampak yang dialami oleh penyalahguna napza sehingga
diperlukannya program rehabilitasi, rehabilitasi merupakan suatu rangkaian
proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu dengan tujuan melepaskan
dari ketergantungan napza hingga dapat menikmati kehidupan bebas tanpa
napza.
Dengan rehabilitasi, penyalahguna narkoba yang mengikuti rehabilitasi
dapat disembuhkan dan dapat dikembalikan keberfungsian sosilanya ke dalam
lingkungan masyarakat selayaknya. Membangun karakter, sifat, sikap,
perilaku dan membrikan keterampilan-keterampilan bagi mereka sebagai

1
modal untuk berintekraksi maupun bekerja di sekto-sektor usaha ysng
bersangkutan dengan keahliannya.
Praktek rehabilitasi terhadap pasien penyalahguna narkoba ini harus
meliputi terapi tingkah laku, terapi medis, terapi keagamaan atau kombinasi
dari semua terapi tersebut. Tingkat keberhasilan dari setiap terapi yang
diberikan tidak selalu memberi hasil yang sama bagi setiap orang. Oleh karena
itu, setiap proses rehabilitasi harus selalu dievaluasi dan dikaji kembali
efektivitasnya. Dari sekian banyak metode yang digunakan dalam setiap panti
rehabilitasi, terdapat salah satu metode yaitu metode terapi komunitas atau
Therapeutic Community. Metode pemulihan yang digunakan adalah
penggabunngan anatara terapi komunitas dengan 12 langkah Narcotics
Anonymous (NA).
Therapeutic Community merupakan metode terapi yang dilakukan
dengan cara membiasakan pasien untuk hidup berkelompok bersama dalam
suatu komunitas atau lingkungan tertentu. Terapi komunitas adalah suatu
metode rehabilitasi sosial dengan sekelompok orang yang memiliki prinsip
interpersonal yang cukup tinggi sehingga mampu mendorong orang lain untuk
belajar berinteraksi di suatu komunitas. Terapi komunitas memiliki lima fase
pelaksanaan yaitu fase orientasi, Core treatment phase, pre-reentri phase,
reentry phase, dan aftercare phase. Terapi komunitas terdari dari staff yang
pernah mengalami rasa sakit dan memiliki perilaku yang timbul akibat
ketergantungan dngan narkoba, namun telah mampu dan mengetahui cara
mengatasinya.
Sedangkan 12 langkah Narcotics Anonymous (NA) adalah model 12
langkah program untuk kecanduan obat setelah Alcoholic Anonymous (AA).
NA merupakan sebuah program pemulihan spiritual dari penyakit kecanduan.
12 langkah dari program NA didasarkan pada prinsip-prinsip rohani, tiga
diantaranya adalah kejujuran, keterbukaan pikiran, dan kemauan. Program ini
berorientasi kelompok, dan didasarkan pada 12 langkah dan 12 tradisis yang
diadaptasi dari Alcoholic Anonymous (AA). NA menjelaskan kecanduan
sebagai penyakit progresif dan belum bisa disembuhkan yang mempengaruhi
setiap bidang kehidupan seorang pecandu seperti fisik, mental, emosi dan

2
spiritial. Terapi komunitas yang diberikan pada klien atau residen diharapkan
akan meningkatkan salah satu faktor internal yang juga mempengaruhi proses
pemulihan residen.
Pengendalian emosi dan perbaikan psikologi dalam terapi komunitas
dapat mengembangkan persepsi yang positif mengenai diri residn pada aspek
identitas personal yaitu dapat menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang
jernih dan dapat mengendalikan diri. Suasana kekeluargaan yang diciptakan
pada terapi komunitas akan membuat residen atau klien memiliki rasa
dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain, sehingga tingkah laku yang
ditimbulkannya pun menjadi tidak egois dan peduli terhadap orang lain, hal
tersebut adalah wujud dari aspek identitas sosial dan penilaian sosial.
Pengembangan intelektual dapat membentuk aspek tingkah laku personal
seperti kemampuan perencanaan depan, pada aspek penilaian keluarga yatu
memahami orang-orang terdekatnya terutama keluarga dan teman-teman di
rumah rehabilitasi. Sedangkan segi spiritual, dengan program NA klien dapat
mengembangkan hubungan baik dengan Tuhan, memiliki kendali normal yang
baik pada diri, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosilanya, hal tersebut merupakan wujud dari aspek identitas moral etik, aspek
penilaian moral etik dan aspek penilaian sosial.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengetahui tentang gambaran pelaksanaan penanggulangan napza
menggunakan metode Therapeutic Community pada Panti Rehabilitasi
Narkoba Pondok Mahabah yang terdapat di Desa Puncak Sari,Cingambul
Kabupaten Majalengka
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pelaksanaan penanggulangan napza menggunakan
metode Therapeutic Community pada Panti Rehabilitasi Narkoba Pondok
Mahabah yang terdapat di Desa Puncak Sari,Cingambul Kabupaten
Majalengka
1.3 Tujuan Observasi

3
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan penanggulangan napza
menggunakan metode Therapeutic Community pada Panti Rehabilitasi
Narkoba Pondok Mahabah yang terdapat di Desa Puncak Sari, Cingambul
Kabupaten Majalengka
1.4 Manfaat Observasi
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan informasi pengetahuan mengenai cara
penanganan atau penanggulangan penyalahgunaan napza dengan metode
terapi komunitas.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Akademis
Secara akademis observasi ini berguna untuk bahan
pertimbangan atau referensi dalam rangkan mengembangkan konsep-
konsep, teori-teori, terutama model pemecahan masalah program
Terapi Komunitas.
2. Bagi Tempat Observasi
Hasil laporan observasi ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan bagi lembaga tersebut, khususnya tentang peningkatan
kualitas korban penyalahgunaan napza dengan metode terapi
komunitas. Agar dapat lebih meningkatkan mutu dan kualitas dalam
memberikan pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan
napza.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan,
yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik,
psikis, dan sosial.
NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja
pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.

2.2 Jenis-jenis NAPZA


NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan,

5
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari “cengkraman”-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika
dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan
golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah: narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika golongan II adalah: narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah: narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein dan turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan
oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
a. Golongan I adalah: psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Golongan II adalah: psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.

6
c. Golongan III adalah: psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal,
buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
d. Golongan IV adalah: psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
3. Bahan Adiktif Lainnya
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
a. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh
obat/zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
 Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
 Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
 Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput).
b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah
gunakan, antara lain: Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
c. Tembakau: Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas
di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi
pintu masuk penyalahgunaan.
d. NAPZA lain yang lebih berbahaya
Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan
sebagai berikut :

7
1) Sama sekali dilarang: Narkotika golongan I dan Psikotropika
Golongan I.
2) Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
3) Diperjual belikan secara bebas: lem, thinner dan lain-lain.
4) Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

2.3 Berdasarkan Efeknya Terhadap Perilaku Yang Ditimbulkan NAPZA


1. Golongan Depresan (Downer) adalah jenis NAPZA yang berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya
merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak
sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw,
kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti
cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper) adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat
pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk
golongan ini adalah: Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
3. Golongan Halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali
menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini
termasuk: Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
4. Golongan Entaktogen adalah termasuk stimulan yang telah dimodifikasi
yang juga memiliki sifat-sifat halusinogen
5. Golongan Kanabinoid termasuk kelompok unik yang mempengaruhi
reseptor tertentu pada otak.
2.4 Macam-macam Narkoba yang Terdapat di Masyarakat
1. OPIOIDA
Opioida dibagi dalam tiga golongan besar yaitu :
a. Opioida alamiah (opiat): morfin, cpium, kodein
b. Opioida semi sintetik : heroin/putauw, hidromorfin
c. Opioida sintetik : meperidin, propoksipen, metadon

8
Nama jalannya putauw, ptw, black heroin, brown sugar. Heroin yang
murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin yang tidak murni
berwarna putih keabuan. Dihasilkan dari cairan getah opium poppy yang
diolah menjadi morfin kemudian dengan proses tertentu menghasil
putauw, dimana putauw mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.
Opioid sintetik yang mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.
Opiat atau opioid biasanya digunakan dokter untuk menghilangkan rasa
sakit yang sangat (analgetika kuat). Berupa pethidin, methadon, Talwin,
kodein dan lain-lain.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian timbul rasa
ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan
sipemakai akan kehilangan rasa percaya diri hingga tak mempunyai
keinginan untuk bersosialisasi. Mereka mulai membentuk dunia mereka
sendiri. Mereka merasa bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering
melakukan manipulasi dan akhirnya menderita kesulitan keuangan yang
mengakibatkan mereka melakukan pencurian atau tindak kriminal lainnya.
2. KOKAIN
Kokain mempunyai dua bentuk yaitu: kokain hidroklorid dan free
base. Kokain berupa kristal putih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut
dari free base. Free base tidak berwarna/putih, tidak berbau dan rasanya
pahit.
Nama jalanan dari kokain adalah koka, coke, happy dust, charlie,
srepet, snow salju, putih. Biasanya dalam bentuk bubuk putih. Cara
pemakaiannya: dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang
mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan
penyedot deperti sedotan. Atau dengan cara dibakar bersama tembakau
yang sering disebut cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi
bentuk padat untuk dihirup asapnya yang populer disebut freebasing.
Penggunaan dengan cara dihirup akan berisiko kering dan luka pada
sekitar lubang hidung bagian dalam.

9
Efek rasa dari pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar,
kehilangan nafsu makan, menambah rasa percaya diri, juga dapat
menghilangkan rasa sakit dan lelah.
3. KANABIS
Nama jalanan yang sering digunakan ialah: grass, cimeng, ganja dan
gelek, hasish, marijuana, bhang. Ganja berasal dari tanaman kanabis
sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ganja terkandung tiga zat utama
yaitu tetrehidro kanabinol, kanabinol dan kanabidiol.
Cara penggunaannya adalah dihisap dengan cara dipadatkan
mempunyai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek rasa dari
kanabis tergolong cepat, pemakai cenderung merasa lebih santai, rasa
gembira berlebih (euforia), sering berfantasi. Aktif berkomonikasi, selera
makan tinggi, sensitif, kering pada mulut dan tenggorokan.
4. AMPHETAMINES
Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa
tahun 1887, dan dipasarkan tahun 1932 sebagai obat. Nama jalannya :
seed, meth, crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya ada yang
berbentuk bubuk warna putih dan keabuan, digunakan dengan cara
dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya diminum dengan air.
Ada dua jenis amfetamin :
a. MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar
tahun 1980 dengan nama Ekstasi atau Ecstacy.
Nama lain : xtc, fantacy pils, inex, cece, cein
Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart,
snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul
b. Methamfetamin ice, dikenal sebagai SHABU. Nama lainnya shabu-
shabu. SS, ice, crystal, crank.
Cara penggunaan : dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil
dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca
yang dirancang khusus (bong)

10
5. LSD (Lysergic acid)
Termasuk dalam golongan halusinogen, dengan nama jalanan : acid,
trips, tabs, kertas. Bentuk yang bisa didapatkan seperti kertas berukuran
kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar,
ada juga yang berbentuk pil, kapsul. Cara menggunakannya dengan
meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit
sejak pemakaian dan hilang setelah 8-12 jam.
Efek rasa ini bisa disebut tripping. Yang bisa digambarkan seperti
halusinasi terhadap tempat. Warna dan waktu. Biasanya halusinasi ini
digabung menjadi satu. Hingga timbul obsesi terhadap halusinasi yang ia
rasakan dan keinginan untuk hanyut didalamnya, menjadi sangat indah
atau bahkan menyeramkan dan lama-lama membuat paranoid.
6. SEDATIF-HIPNOTIK (BENZODIAZEPIN)
Digolongkan zat sedatif (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur).
Nama jalanan dari Benzodiazepin: BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.
Pemakaian benzodiazepin dapat melalui : oral,intra vena dan rectal.
Penggunaan dibidang medis untuk pengobatan kecemasan dan stres serta
sebagai hipnotik (obat tidur).
7. SOLVENT / INHALANSIA
Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup. Contohnya :
Aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tiner,uap
bensin. Biasanya digunakan secara coba-coba oleh anak dibawah umur
golongan kurang mampu/ anak jalanan.
Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala terasa berputar, halusinasi
ringan, mual, muntah, gangguan fungsi paru, liver dan jantung.
8. ALKOHOL
Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia.
Diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian.
Dari proses fermentasi diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari
15%, dengan proses penyulingan di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol
yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%.

11
Nama jalanan alkohol : booze, drink. Konsentrasi maksimum alkohol
dicapai 30-90 menit setelah tegukan terakhir. Sekali diabsorbsi, etanol
didistribisikan keseluruh jaringan tubuh dan cairan tubuh. Sering dengan
peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang akan menjadi euforia,
mamun sering dengan penurunannya pula orang menjadi depresi.
2.5 Tingkat Pemakaian NAPZA
1. Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang
tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian
pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap
lebih berat.
2. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use): yaitu pemakaian
NAPZA dengan tujuan bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai.
Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, namun sebagian lagi
meningkat pada tahap yang lebih berat.
3. Pemakaian Situasional (situasional use): yaitu pemakaian pada saat
mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan,
dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan
tersebut.
4. Penyalahgunaan (abuse): yaitu penggunaan salah satu atau beberapa jenis
NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
5. Ketergantungan (dependence use): yaitu keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah
NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya
dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
syamptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya
sehari-hari secara “normal”.

2.6 Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya

12
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan
untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada
obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-
tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati,
2009) :
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan
mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisik.
2.7 Kelompok Penyalahgunaan NARKOBA
1. Coba Pakai adalah mereka yang pakai narkoba kurang dari 5 kali dalam
setahun terakhir dari saat survei.
2. Teratur Pakai adalah mereka yang pakai narkoba sebanyak 5 sampai 49
kali dalam setahun terakhir dari saat survei.
3. Pecandu Bukan Suntik adalah mereka yang pakai narkoba lebih dari 49
kali dalam setahun dari saat survei.
4. Pecandu Suntik adalah mereka yang pakai narkoba dengan cara suntik
berapapun jumlahnya dalam setahun terakhir dari saat survei.

13
2.8 Faktor Resiko Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), karakteristik individu dan faktor kesempatan.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik.
Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko
alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan
keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua
yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian.
Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya
adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga
tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi pagi
dan pulang hingga larut malam. Ke mana anak harus berpaling?
Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang
biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu
luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri

14
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak
hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang
menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas
ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam
pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini
memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan
sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman kelompoknya.
Marlatt dan Gordon (1980) dalam penelitiannya terhadap para
penyalahguna NAPZA yang kambuh, menyatakan bahwa mereka kembali
kambuh karena ditawari oleh teman-temannya yang masih menggunakan
NAPZA (mereka kembali bertemu dan bergaul). Kondisi pergaulan sosial
dalam lingkungan yang seperti ini merupakan kondisi yang dapat
menimbulkan kekambuhan. Proporsi pengaruh teman kelompok sebagai
penyebab kekambuhan dalam penelitian tersebut mencapai 34%.
4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah
mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan
kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional
menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah
anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).

15
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004) proporsi
penyalahguna NAPZA tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun
(54%).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga.
Hasil penelitian Prasetyaningsih (2003) menunjukkan bahwa
pendidikan penyalahguna NAPZA sebagian besar termasuk kategori
tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi umum bahwa semakin tinggi
pendidikan, semakin mempunyai wawasan/pengalaman yang luas dan
cara berpikir serta bertindak yang lebih baik. Pendidikan yang rendah
memengaruhi tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat
penting tentang NAPZA dan segala dampak negatif yang dapat
ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk
berkembang menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang
sempit.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data
bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
d. Faktor Kesempatan
Ketersediaan dan kemudahan memperoleh NAPZA juga dapat
dikatakan sebagai pemicu.Saat ini Indonesia merupakan sasaran empuk
bagi sindikat Narkoba internasional untuk mengedarkan barang
tersebut, yang pada gilirannya menjadikan zat ini dengan mudah
diperoleh.

16
2.9 Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila
pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat. Contohnya:
1) Ganja: pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3) Alkohol: menimbulkan banyak komplikasi, misalnya: gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung
dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan
seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul : infeksi,
emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril : Akan terjadi infeksi,
berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru : Misalnya dalam keadaan tidak sadar
diberi minum.
e. Akibat tidak langsung : Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol
atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien : Terjadi kurang gizi, penyakit kulit,
kerusakan gigi dan penyakit kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan
sindrom amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat
menimbulkan depresi sampai bunuh diri.

17
3. Terhadap kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah.
Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang
berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat
pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan
toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan
memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai
perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya
terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan
intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif (Alatas, dkk,
2006).

18
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil Wawancara dengan Klien Rehabilitasi
Nama responden : An. I
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 17 Tahun
Asal : Gorontalo
Masuk ke Panti Rehabilitasi Narkoba Pondok Mahabah yang terdapat di
Desa Puncak Sari,Cingambul Kabupaten Majalengka sejak bulan Juni 2018
dibawa oleh orang tua tanpa sepengatahuan klien. Pertama kali masuk panti
rehabilitasi karena merasa sudah dikucilkan oleh masyarakat dan dibenci oleh
keluarga. Keinginan untuk sembuh muncul setelah klien tinggal dipanti karena
rasa menyesal dalam diri sendiri. Dahulu sebelum aktif memakai narkoba,
klien memiliki banyak kawan. Ia juga masih berstatus siswa kelas 6 sekolah
dasar di Gorontalo.
Klien mengatakan bahwa ia merupakan pengguna cap tikus.
Menurutnya, cap tikus memiliki efek enakdan merasa tenang. Cap tikus
tersebut digunakan saat klien merasa ingin. Klien juga mengatakan bahwa ia
sering mengkonsumsi cap tikus bersama teman-temannya tetapi tidak menutup
kemungkinan juga mengkonsumsi di rumah saat sedang sendirian.
Dampak negatif dari penggunaan alcohol yang ia rasakan adalah ia
lebih cepat sensitif dan sering memberontak. Bahkan hampir membunuh
ibunya, sedangkan dampak positif yang ia rasakan adalah setelah meminum ia
merasa tenang.
Menurut klien, memperoleh alkohol sangat mudah. Akses lebih mudah
klien dapatkan melalui temannya. Awal ia mendapatkan alcohol adalah karena
memang lingkungan hidupnya kurang baik dan pengawasan orang tua yang
kurang diperhatikan. Orangtua sudah mengetahui bahwa anak nya sering
mengkonsumsi alcohol, namun saat anak nya bertindak tidak wajar bahkan
hampir membunuh orang tuanya, akhirnya yang bertindak adalah masyarakat
setempat hingga klien diusir dari lingkungan. Klien mengatakan bahwa pada
bulan Juli tahun 2019 ia diajak oleh orang tua nya untuk jalan-jalan, padahal

19
itu hanyalah alasan orang tuanya agar anaknya bersedia dibawa ke tempat
rehab yang berbasis spiritual dengan harapan anaknya bisa berhenti minum
alcohol dan bisa besikap lebih baik. Awal berada di tempat rehab, klien
mengatakan bahwa ia merasa tidak betah dan selalu memberontak. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, klien mulai bisa menerima keadaan dan
sedikit demi sedikit sikap klien berubah menjadi lebih baik dan menyadari
segala kesalahannya. Klien mengatakan ia belum siap kembali ke masyarakat
karena merasa belum percaya diri dan takut akan stigma masyarakat disana.
Rehabilitasi yang dilakukan di Pondok Mahabbah ini lebih kepada rehabilitasi
rohani, untuk memperbaiki perilaku agar tidak kembali menjadi pecandu
minuman keras. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan ditempat rehabilitasi ini
misalnya pada pagi hari melakukan renungan bersama mentor, kemudian
mendengarkan khutbah dari kaset baik audio maupun video pada sore hari,
ada juga waktu untuk tidur siang pada pukul 12.00 sampai pukul 15.00.
Selebihnya semua pasien yang ada disana bebas melakukan aktivitas sesuai
keinginan namun tetap berada dalam pengawasan pengurus pondok. Ada juga
kegiatan untuk bersih-bersih rumah yang dilakukan oleh pasien sesuai dengan
jadwal piket yang telah ditetapkan. Program untuk sembuh dari Pondok
Mahabbah ini adalah selama masa terapi spiritual pasien diberikan edukasi
mengenai konsep Ilmu Karya Guna yaitu pasien diajarkan bagaimana
memproduksi suatu barang yang memiliki nilai guna yaitu membuat kerajinan
tangan berupa perabot rumah tangga yang terbuat dari anyaman bambu
(boboko). Indikator sembuh ditetapkan oleh mentor yang mendampingi.
Fasilitas yang ada di Pondok Mahabbah juga lumayan lengkap, ada
mushola yang bisa dipakai oleh para pasien untuk beribadah, kolam renang
dan lapangan futsal untuk hiburan juga ada. Para mentor serta pasien lain juga
memperlakukan klien dengan baik, sehingga sosialisasi yang terjalin sangat
baik. Pada awal masuk ke Pondok Mahabbah ini, banyak tantangan yang
dihadapi oleh klien diantaranya seperti jauh dari orang tua dan harus
menyesuaikan dengan lingkungan yang baru serta orang-orang baru. Namun
seiring berjalannya waktu, tantangan tersebut dapat diatasi oleh klien.

20
Peraturan yang ditetapkan di Pondok Mahabbah ini misalnya, seluruh
pasien dilarang membawa dan menggunkan barang elektronik, dan juga
dilarang membawa uang. Pihak keluarga juga dapat menjenguk keluarganya
yang menjalani rehabilitasi di rumah damai ini, atau pasien sendiri yang
diberikan dispensasi untuk pulang ke rumah masing-masing, tentunya dengan
pertimbangan para mentor dan staff di Pondok Mahabbah.
Panti rehabilitasi Pondok Mahabbah ini berdiri sendiri nanun tetap ada
kerjasama dengan BNN dan rumah sakit tetapi tidak dalam bentuk MOU. Jadi,
jika ada pasien yang membutuhkan pengobatan medis, mereka akan di rujuk
ke rumah sakit. Pasien juga dapat melakukan konsultasi dengan psikiater jika
memang diperlukan, karena Pondok Mahbbah ini juga menyediakan fasilitas
tersebut.
Pesan dari klien adalah jangan sekali-kali mencoba untuk mengikuti
jejaknya mengkonsumsi minuman keras, karena menurutnya setelah seseorang
menjadi pecandu minuman keras maka selama masa hidupnya ia akan merasa
tidak puas jika tidak mengkonsumsinya dan akan menyesal di akhir. Rasa dan
sensasi dari minuman keras akan melekat dimemori otak kita dan sulit untuk
dihilangkan. Apalagi era sekarang remaja pergaulannya sangatlah bebas.
Bijaklah dalam memilih kawan dan batasi pergaulan sehari-hari. Sibukkan diri
dengan kegiatan positif dan jangan mau jika diajak terjerumus ke dalam dunia
gelap. Membuat orang tua kecewa dan merusak kesehatan serta mental.

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).

4.2 Saran
Diharapkan agar para remaja jangan pernah untuk mencoba-coba
menggunakan narkotika dan memilih pergaulan yang baik, serta memiliki
kegiatan-kegiatan yang positif, berolahraga ataupun mengikuti kegiatan-
kegiatan organisasi yang memberikan pengaruh positif baik.
Diharapkan juga kepada para orang tua dan masyarakat untuk tidak
mengucilkan atau menghindari pemakai narkotika, sebaiknya dirangkul dan
diajak untuk rhebilitasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

BNN. (2017). Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi Tahun


2017. Jurnal Health, II(1), 83–88. https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104
Nasution, H. H., Lubis, W. H., & Sudibrata, A. (2014). Penyalahgunaan Napza,
3(1), 1–21.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38090/Chapter%20II.pdf?
sequence=4

23
LAMPIRAN

24
25

Anda mungkin juga menyukai