Anda di halaman 1dari 26

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keputihan

2.1.1. Definisi Keputihan

Keputihan atau fluor albus atau leukorea atau vaginal discharge merupakan

istilah yang menggambarkan keluarnya cairan dari organ genitalia atau vagina yang

berlebihan dan bukan darah (Sibagariang, 2015). Menurut Kusmiran (2013),

keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar di luar biasanya dari liang vagina

baik berbau atau tidak, serta disertai adanya rasa gatal setempat. Menurut Monalisa,

dkk, (2012), keputihan terbagi dua macam, yaitu:

a. Keputihan Fisiologis

Keputihan fisiologis merupakan cairan yang terkadang berupa lendir atau

mukus dan mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan

keputihan patologis banyak mengandung leukosit. Keputihan fisiologis terjadi pada

perubahan hormon saat masa menjelang dan sesudah menstruasi, sekitar fase sekresi

antara hari ke 10-16 siklus menstruasi, pada saat terangsang, hamil, kelelahan, stres,

dan sedang mengkonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB, serta atrofi vulvo

vagina (hipoestrogenisme) pada menopause.

b. Keputihan Patologis

Merupakan cairan eksudat dan mengandung banyak leukosit. Cairan ini terjadi

akibat reaksi tubuh terhadap luka (jejas). Luka (jejas) ini dapat diakibatkan oleh
10

infeksi mikroorganisme seperti jamur (Candida albicans), parasit (Trichomonas),

bakteri (E.coli, Staphylococcus, Treponema pallidum). Keputihan patologis juga

dapat terjadi akibat benda asing yang tidak sengaja atau sengaja masuk ke dalam

vagina, neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma ganas.

2.1.2. Patogenesis Keputihan

Keputihan merupakan keadaan yang terjadi secara fisiologis dan dapat

menjadi keputihan yang patologis karena terinfeksi kuman penyakit. Sekresi vagina

fisiologis terdiri atas lendir serviks (transudat dari epitel skuamos vagina) dan sel

skuamos vagina yang terkelupas. Suasana area vagina normal ditandai dengan adanya

hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus (flora normal) dengan flora

endogen lainnya, estrogen, glikogen, pH vagina, dan metabolit lainnya. Lactobacillus

acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang bersifat toksik terhadap bakteri

patogen. Adanya pengaruh estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen,

laktobasilus (Döderlein) dan produksi asam laktat mengatur pH vagina sekitar 3,8-4,5

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Pada kondisi tertentu, pH

vagina bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik (lebih

basa) mengakibatkan kuman penyakit mudah berkembang dan hidup subur serta

menginfeksi vagina (Monalisa, 2012)

2.1.3. Etiologi Keputihan

Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada :

1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira sepuluh hari. Hal ini dikarenakan adanya

pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
11

2. Saat menarche karena pengaruh estrogen yang meningkat.

3. Rangsangan saat koitus terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina

4. Saat masa ovulasi adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut

rahim.

5. Kehamilan menyebabkan peningkatan mukus servik yang padat sehingga menutup

lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.

6. Penggunaan kontrasepsi hormonal atau mengubah metode kontrasepsi (Monalisa,

2012).

Keputihan patologis dapat disebabkan beberapa hal berikut ini, yaitu :

I. Infeksi

a. Infeksi Jamur

Infeksi jamur terjadi jika ada kelainan flora vagina (misalnya penurunan

laktobasil) dan 80-95% disebabkan oleh Candida albicans. Gejala yang biasanya

muncul adalah keputihan kental seperti keju, bewarna putih susu, rasa gatal, dan

sebagian melekat pada dinding vagina akibatnya terjadi kemerahan dan

pembengkakan pada mulut vagina. Infeksi kandida tidak dianggap sebagai penyakit

menular seksual dan dapat timbul pada wanita yang belum menikah. Kelompok

resiko khusus yang rentan mengalami kandidiasis adalah penderita diabetes mellitus,

pengguna kontrasepsi oral, pemakai antibiotika dan obat kortikosteroid yang lama,

dan wanita hamil. Selain itu, keputihan yang disebabkan kandida bisa disebabkan

menurunnya kekebalan tubuh seperti penyakit-penyakit kronis, serta memakai

pakaian dalam yang ketat dan terbuat dari bahan yang tidak menyerap keringat.
12

2. Bakteri

a. Gardnerella vaginalis

Bakteri ini terdapat kira-kira 30% dalam flora vagina wanita normal.

Mikroorganisme ini merupakan bakteri batang gram negatif yang biasanya ditemukan

bersamaan dengan bakteri anaerob (misalnya Bakteriodes dan Peptokokus). Bakteri

ini menyebabkan peradangan vagina tidak spesifik, biasanya membentuk clue cell

(bakteri yang mengisi penuh sel-sel epitel vagina). Menghasilkan asam amino yang

akan diubah menjadi senyawa amin, berbau amis, dan berwarna keabu-abuan. Gejala

yang ditimbulkan ialah fluor albus yang berlebihan dan berbau disertai rasa tidak

nyaman di perut bagian bawah.

b. Gonokokus

Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe yang disebabkan oleh bakteri

Neisseria gonorrhoe dan sering terjadi akibat hubungan seksual. Gejala yang

ditimbulkan ialah keputihan yang bewarna kekuningan atau nanah dan rasa nyeri saat

berkemih.

c. Klamidia trakomatis

Disebabkan oleh bakteri intraseluler obligat, Chlamydia trachomatis dan

sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan menjadi penyakit menular seksual.

Infeksi biasanya ditandai dengan munculnya keputihan mukopurulen, seringkali

berbau dan gatal. Organisme ini paling baik dideteksi dengan asam amino terkait

enzim dalam uji antibodi monoklonal terkonjugasi dengan floresen.


13

3. Parasit

Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trichomonas vaginalis.

Trikomonas berbentuk seperti buah pir, terdapat flagela uniseluler dapat diamati

bergerak di sekitar daerah yang berisi banyak leukosit pada sediaan basah. T.

Vaginalis hampir selalu merupakan infeksi yang ditularkan secara seksual. Sumber

kuman seringkali berasal dari pria dan terdapat di bawah preputium atau dalam uretra

atau uretra bagian prostat. Tetapi penularan trikomonas dapat juga melalui pakaian,

handuk, atau karena berenang. Gejala yang ditimbulkan ialah fluor albus yang encer

sampai kental, bewarna kuning kehijauan, dan kadang-kadang berbusa disertai bau

busuk, serta terasa gatal dan panas.

4. Virus

Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin,

seperti kondiloma, herpes, HIV/AIDS. Kondiloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil

yang sangat banyak dan sangat berbau. Sedangkan infeksi virus herpes bentuknya

seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal,

dan terasa panas. Infeksi virus dapat memicu terjadinya kanker mulut rahim.

2. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan

Seperti pada fistel vesikovaginalis atau rektovaginalis akibat cacat bawaan,

cedera persalinan dan radiasi.

II. Benda asing

Misalnya tertinggalnya kondom, pesarium pada penderita hernia atau prolaps

uteri dapat merangsang sekret vagina berlebihan.


14

III. Neoplasma jinak dan kanker

Pada neoplasma jinak maupun ganas dapat ditemukan leukorea atau keputihan

bila permukaan sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat genitalia.

Gejala yang ditimbulkan ialah cairan yang banyak, berbau busuk disertai darah tak

segar.

IV. Menopause

Kadar hormon estrogen pada saat menopause menurun sehingga vagina kering

dan mengalami penipisan, ini mengakibatkan mudah luka dan disertai infeksi.

V. Fisik

Akibat penggunaan alat kontrasepsi IUD (intra uterine device), trauma pada

genitalia, dan pada pemakaian tampon.

VI. Iritasi

a. Sperma, pelicin, kondom

b. Sabun cuci dan pelembut pakaian

c. Deodorant dan sabun

d. Cairan antiseptik untuk mandi

e. Pembersih vagina

f. Kertas tisu toilet yang tidak bewarna

g. Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat

2.1.4. Pencegahan Keputihan

Menjaga kebersihan organ genitalia dan sekitarnya merupakan salah satu

upaya pencegahan keputihan, yaitu dengan:


15

1. Pola hidup sehat meliputi diet seimbang, waktu istirahat yang cukup, tidak

mengkonsumsi alkohol dan rokok, mengendalikan stress, dan menjaga berat

badan tetap ideal dan seimbang.

2. Jika sudah memiliki pasangan, setialah terhadap satu pasangannya.

3. Selalu menjaga kebersihan daerah genitalia agar tidak lembab dan tetap kering,

misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat dan

tidak ketat. Biasakan mengganti pembalut pada waktunya untuk mencegah

perkembangbiakan bakteri.

4. Memperhatikan pakaian diantaranya dengan mengganti celana dalam yang

dipakai bila sudah terasa lembab dengan yang kering dan bersih, menggunakan

pakaian dalam dari bahan katun karena katun menyerap kelembaban dan menjaga

agar sirkulasi udara tetap terjaga.

5. Membasuh vagina dengan cara yang benar yaitu dari depan ke belakang tiap kali

selesai buang air kecil ataupun buang air besar.

6. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat

mengganggu keseimbangan flora normal vagina. Jika perlu, sebelum

menggunakan cairan pembersih vagina, sebaiknya dikonsultasikan ke dokter.

7. Hindari penggunaan bedak talkum, tisu, atau sabun dengan pewangi pada daerah

genitalia (vagina) karena dapat mengakibatkan iritasi.

8. Jangan membiasakan meminjam barang-barang yang mempermudah penularan

misalnya peminjaman alat mandi. Bila menggunakan kamar mandi umum


16

terutama kloset duduk harus hati-hati, hindari duduk di atas kloset atau dengan

mengelapnya terlebih dahulu.

9. Jangan mengkonsumsi jamu-jamuan untuk mengatasi keputihan, konsultasikan ke

dokter terlebih dahulu (Kusmiran, 2013).

2.1.5. Penatalaksanaan Keputihan

Penatalaksanaan keputihan sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk

menghindari komplikasi sekaligus untuk menyingkirkan adanya penyebab lain seperti

kanker leher rahim yang memiliki gejala keputihan berupa sekret encer, bewarna

merah muda, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk (Monalisa,

2012).

Penatalaksanaan keputihan dilakukan tergantung pada penyebabnya.

Umumnya obat-obatan untuk mengatasi penyebab dan mengurangi keluhan. Misalnya

diberikan obat golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan

metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat yang

diberikan dapat berupa sediaan oral (berupa pil, tablet, kapsul), sediaan topikal seperti

krim yang dioleskan, dan uvula yang dimasukkan ke dalam liang vagina. Pada

penderita yang sudah memiliki pasangan, sebaiknya pasangannya juga diberi

pengobatan, serta diberi anjuran untuk tidak berhubungan seksual selama dalam

pengobatan (Djuanda, 2015).


17

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pemeriksaan spesimen basah yaitu dengan melakukan pemeriksaan swab vagina

dan ditetesi dengan NaCl 0,9% dan atau KOH 10% kemudian dilihat di bawah

mikroskop (Monalisa, 2012).

2. Pemeriksaan sampel urin

3. Sitologi atau kultur sekret vagina

4. Kultur urin untuk melihat adanya infeksi bakteri

5. Pewarnaan gram

6. Test Amin/Whiff test

7. Penilaian pH cairan vagina

8. PCR (Polymerase Chain Reaction) dan Ligase Chain Reaction

9. Pap Smear

2.1.7. Komplikasi Keputihan

Keputihan dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti:

1. Terjadinya infeksi pada saluran berkemih dan abses kelenjar bartholin.

2. Jika ibu hamil mengalami keputihan akibat infeksi trikomonas dapat

mengakibatkan kelahiran prematur.

3. Infeksi yang menyebar ke atas atau ke organ reproduksi seperti endometrium,

tuba fallopi, dan serviks menyebabkan terjadinya penyakit inflamasi pada panggul

(PID) yang sering menimbulkan infertilitas dan perlengketan saluran tuba yang

memicu terjadinya kehamilan ektopik (Monalisa, 2012).


18

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Keputihan Pada Remaja Putri

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)

A. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah seseorang

melakukan suatu pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan tejadi

melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa, raba, dan

pengecapan. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan

telinga.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkat-tingkatan yang ada.

Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek yaitu

aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan sikap

seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek di

ketahui maka menimbulkan sikap makin positif terhadap obyek tesebut

(Notoadmodjo, 2015).

B. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoadmodjo, 2015), tahap pengetahuan di dalam domain kognitif

terdiri dari 6 tingkat, yaitu:


19

1. Tahu (Know)

Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(Recal ) terhadap yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan

yang telah di terima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,

dan sebagainya. Dalam konteks atau kondisi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat di
20

lihat dari penggunaan kata kerja seperti: pengelompokan, membedakan dan

sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada misal: dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang telah ada.

C. Cara Pengukuran Pengetahuan

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang telah ada.

Menurut Arikunto (2006) bahwa pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari

kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di atas. Sedangkan

kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan

dengan skoring yaitu:


21

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 % – 100 %

b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 % – 75 %

c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 55 % (Machfoed, 2010)

Menurut hasil penelitian Sari 2012 di SMA Negeri I Seunuddon Aceh Utara

dari 72 responden, yang berpengetahuan kurang sebanyak 39 orang (54,2%) dan dari

72 responden, yang mengalami kejadian keputihan pada remaja putri sebanyak 40

orang (55,6%). Dan dari penelitian Mokodongan 2015 pada 4 SMA di Manado dan

Kotamobagu, 41 responden (64,1%) berpengetahuan buruk tentang keputihan.

Sejalan dengan penelitian Setyorini 2014 di SMKN 3 Purworejo, tentang hubungan

tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan kejadian keputihan pada remaja putri,

dari 200 responden ditemukan 74 reponden (30,8%) berpengetahuan kurang dan 59

responden (33,5%) diantaranya mengalami keputihan.

2.2.2. Menjaga Kebersihan Vagina

A. Pengertian dan Fungsi Vagina

Vagina adalah organ yang berbentuk tubulus dengan panjang 8-10 cm, terdiri

dari kanal fibromuskular panjang yang dilapisi oleh membran mukus yang bermula

dari bagian eksterior tubuh hingga ke serviks uterus. Berfungsi sebagai organ

kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi. Di dalam vagina ditemukan selaput

dara. Merupakan saluran muskulo-membranasea (otot-selaput) yang menghubungkan

rahim dengan dunia luar. Bagian ototnya berasal dari otot levator ani dan otot sfingter

ani (otot dubur) sehingga dapat dikendalikan dan dilatih. Dinding vagina mempunyai

lipatan sirkuler (berkerut) yang disebut rugae. Dinding depan vagina berukuran 9 cm
22

dan dinding belakangnya 11 cm. Selaput vagina tidak mempunyai kelenjar sehingga

cairan yang selalu membasahi berasal dari kelenjar rahim atau lapisan dalam rahim.

Sebagian dari rahim yang menonjol pada vagina disebut porsio (leher rahim). Vagina

(saluran senggama) mempunyai fungsi penting:

1. Sebagai jalan lahir bagian lunak,

2. Sebagai sarana hubungan seksual,

3. Saluran untuk mengalirkan lendir dan darah menstruasi (Pribakti, 2012).

B. Anatomi Organ Reproduksi Luar Wanita

Gambar 2.1 Anatomi Organ Reproduksi Luar Wanita


23

Secara garis besar, organ reproduksi wanita dikelompokkan menjadi dua

bagian, yaitu bagian luar (genitalia eksterna) dan bagian dalam (genitalia interna).

Jalan masuk vagina disebut introitus, merupakan bagian dari vulva atau bagian luar

alat kelamin. Bagian luar dari sistem reproduksi wanita meliputi:

1. Labia mayora (bibir luar kemaluan). Bagian samping kanan atau kiri dari

mons veneris disebut labia majora yang secara harfiah artinya bibir besar.

Bagian ini merupakan lipatan kulit luar vagina yang berambut. Bagian ini

berfungsi untuk menutupi organ-organ genitalia di dalamnya dan menjaga

kelembapan vagina bagian luar. Bagian ini akan mengeluarkan cairan pelumas

pada saat menerima rangsangan seksual.

2. Labia minora (bibir dalam kemaluan). Di antara lipatan labia majora terdapat

labia minora atau bibir kecil. Labia minora akan menebal karena terisi darah

selama terjadi senggama. Bagian ini merupakan lipatan kulit vagina yang

terletak di bagian dalam vagina dan tidak berambut. Fungsinya adalah untuk

menutupi organ-organ di dalamnya. Bagian ini merupakan bagian erotic yang

terdiri atas berbagai saraf sensorik dan sangat peka.

3. Clitoris. Bagian ini terletak di tengah labia minora, dan berupa lipatan kulit.

Bagian ini sangat peka karena memiliki banyak serabut saraf. Inilah bagian

yang paling sensitif dalam menerima rangsangan seksual. Klitoris dibungkus

oleh sebuah lipatan kulit yang disebut preputium.

4. Lubang vagina. Bagian ini berupa rongga yang menghubungkan antara rahim

dan dunia luar. Bagian ini terletak di antara lubang saluran kencing dan anus
24

(dubur). Lubang pada vagina disebut introitus dan daerah berbentuk separuh

bulan di belakang introitus disebut forset. Jika ada rangsangan, dari saluran

kecil di samping introitus akan keluar cairan (lendir) yang dihasilkan oleh

kelenjar bartolin.

5. Hymen (selaput dara). Bagian ini merupakan jaringan tipis berbentuk cincin

yang terletak pada mulut lubang vagina. Bagian ini dapat sobek saat seorang

wanita melakukan hubungan seks pertama kali. Karena itulah, banyak orang

mengaitkan selaput dara dengan virginitas seorang wanita. Yang perlu

diketahui adalah selaput dara ini tidak hanya dapat robek akibat hubungan

seks saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang lain, misalnya

terjatuh, melakukan olahraga yang rumit, seperti senam lantai, berkuda, dan

lain-lain. Saat selaput dara robek, biasanya terjadi sedikit pendarahan, tetapi

ada juga yang tidak. Kondisi tersebut berhubungan dengan tingkat kekenyalan

otot selaput dara. Selaput dara ini sebenarnya tidaklah tertutup sama sekali,

sehingga masih memungkinkan sebuah jari atau tampon dimasukkan tanpa

merobeknya. Pada beberapa wanita, selaput dara ini bahkan sangat elastis

sehingga masih tetap utuh meskipun telah beberapa kali melakukan

senggama. Bahkan setelah selaput dara robek terkadang masih ada lapisan

tipis yang tersisa di sekeliling lubang vagina. Di belakang selaput dara ini

terletak bagian dalam dari vagina. Pada seorang gadis yang belum melewati

masa pubertas, panjangnya hanya 2,5-5,0 cm yakni ketika produksi hormon

estrogen dimulai dan ukuran panjang vagina bertambah.


25

6. Pubic hair (rambut kemaluan). Bagian yang paling menonjol dari vulva

disebut mons veneris atau bagian kelamin yang berambut. Bagian ini berupa

rambut yang tumbuh pada kulit yang menyelimuti tulang pubik (tulang

kemaluan). Rambut ini mulai tumbuh saat seorang perempuan memasuki

masa pubertas. Fungsinya adalah untuk menjaga kelembapan di sekitar

vagina. Selain itu, rambut tersebut juga berfungsi untuk menjaga kesehatan

alat kelamin, yaitu untuk merangsang pertumbuhan bakteri baik. Bakteri

tersebut dapat melawan bakteri jahat. Rambut-rambut tersebut juga

bermanfaat menghalangi masuknya benda-benda asing kecil yang mungkin

masuk ke dalam vagina dan dapat menjaga alat kelamin agar tetap hangat,

juga melindungi alat kelamin dari gesekan. Di sisi lain, rambut kelamin

tersebut dapat menjadi sarang kuman dan jamur. Oleh karena itu, dibutuhkan

perawatan yang benar pada rambut tersebut (Pribakti, 2012).

C. Kebersihan vagina

Menjaga kesehatan organ reproduksi berawal dari menjaga kebersihan diri,

termasuk menjaga kebersihan vagina yang bertujuan agar vagina tetap bersih, normal,

sehat dan terhindar dari kemungkinan adanya penyakit, termasuk keputihan. Daerah

vagina mudah terserang bakteri sehingga mudah mengalami infeksi. Adapun cara

yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan vagina adalah:

1. Membasuh vagina dari arah depan ke belakang dengan hati-hati,

menggunakan air bersih setelah buang air kecil, buang air besar dan mandi.

2. Mengganti pakean dalam, minimal 2 kali sehari.


26

3. Pada saat menstruasi, menggunakan pembalut yang berbahan lembut,

menyerap dengan baik, tidak mengandung bahan yang dapat membuat

alergi (parfun atau gel) dan merekat dengan baik pada celana dalam.

Mengganti pembalut minimal 4-5 kali dalam sehari untuk menghindari

pertumbuhan bakteri.

4. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina.

5. Menggunakan celana dalam yang bersih, kering dan terbuat dari bahan

katun.

6. Menghindari menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk

mengeringkan vagina.

7. Mencukur rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang

berlebihan di daerah alat kelamin. Sebaiknya rambut kemaluan dicukur

minimal 2 minggu, maksimal 40 hari sekali. Hal ini dilakukan untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan di sekitar vagina. Rambut kemaluan

sebaiknya tidak dicabut, untuk menghindarkan timbulnya iritasi dan

penyakit kulit di daerah tersebut (Imron, 2012).

Menurut hasil penelitian Mariyatul (2011), tentang faktor-faktor yang

melatarbelakangi kejadian keputihan pada siswi SMP Negeri 1 Tambakboyo Tuban.

Diperoleh data dari 103 responden ditemukan sebagian besar tidak menjaga menjaga

kebersihan vagina dengan benar yaitu sebanyak 59 siswi (57,28%), seluruhnya

mengalami keputihan dan terdapat 22 responden (37,29%) diantaranya mengalami

keputihan patologis. Sejalan dengan penelitian Kursani (2013) tentang faktor-faktor


27

yang mempengaruhi terjadinya flour albus (keputihan) pada remaja putri di SMA

PGRI Pekanbaru tahun 2013. Diperoleh data dari 125 responden terdapat 45

responden (36%) yang tidak menjaga kebersihan organ kewanitaannya, seluruhnya

mengalami keputihan dan terdapat 5 responden (11,1%) mengalami keputihan

patologis.

2.2.3. Sabun Pembersih Vagina

A. Definisi Pembersih Vagina

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina.

Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu pathogen dan laktobasillus

(bakteri baik), jika keseimbangan ini terganggu bakteri laktobasillus akan mati dan

bakteri pathogen agan tumbuh subur dan salah satu faktor pemicu ketidakseimbangan

adalah penggunaan sabun pembersih vagina yang terlalu sering. Sangat banyak

pilihan produk pembersih vagina ini dipasaran, bahkan hampir setiap hari ada iklan

bermunculan yang menawarkan khasiat ampuh produk pembersih vagina.

Pembersih vagina pada umumnya banyak mengandung senyawa kimia

seperti senyawa petroleum, syntetic chemical, petrochemical (chemicals hamful) yang

dapat merusak kulit dan lingkungan. Sabun memiliki beberapa defisi tergantung

seberapa besar yang dibutuhkan. Secara teknis sabun adalah hasil reaksi kimia antara

fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewani dan

nabati.

Sabun pembersih vagina adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci

dan membersihkan daerah kewanitaan yang bekerja dengan bantuan air. Sedangkan
28

surfaktan merupakan singkatan dari surface active agents, bahan berupa gas ataupun

cairan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan untuk mempermudah

penyebaran dan pemerataan. Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi yaitu hidrolisis

lemak menjadi asam lemak dan gliselor dam kondisi basa. Penggunaan sabun bisa

mengganggu keseimbangan pH vagina (Suryandari, 2013).

B. Klasifikasi Sabun Pembersih Vagina

Tersedia banyak produk pembersih vagina dengan bermacam-macam merk

dipasaran, dari sekian banyak yang beredar rata-rata memiliki tiga bahan dasar :

a. Provide lodine, bahan ini merupakan anti infeksi untuk terapi jamur dan

bakteri. Efek samping penggunaan produk berbahan ini adalah dermatitis

kontak sampai reaksi alergi berat.

b. Kombinasi lactoserum dan asam laktat (lactic acid), laktoserum berasal dari

hasil fermentasi susu sapi yang mengandung senyawa laktat, lactose dan

nutrisi yang diperlukan untuk ekosistem vagina. Sedangkan asam laktat

berfungsi untuk menjaga keseimbangan pH vagina(3,5 – 5,5).

c. Ekstrak daun sirih (piper betle, L), efektif digunakan sebagai antiseptik,

membasmi jamur Candida Albicans dan mengurangi sekresi cairan vagina

(Suryandari, 2013).

Menurut Kosswig (2013), sabun pembersih vagina dapat diklasifikasikan

berdasarkan kandungan bahan kimia, kandungan antiseptik dari bahan alami dan

berdasarkan konsistensi cairan.


29

a. Varian sabun pembersih vagina berdasarkan kandungan bahan kimia:

1. Mengandung perfume (pewangi)

2. Mengandung pewarna

3. Mengandung menthol

4. Mengandung Sodium Laureth Sulfate (SLS), surfaktan bunsur pembuat

busa.

b. Varian sabun pembersih vagina berdasarkan antiseptik dari bahan alami:

1. Daun sirih

2. Daun kemangi

3. Daun pandan

4. Kunyit

5. Manjakani

c. Varian sabun pembersih vagina berdasarkan konsistensi cairan:

1. Pekat

2. Cair

C. Akibat Penggunaan Sabun Pembersih Vagina

Flora normal di dalam vagina membantu menjaga keseimbangan pH vagina,

pada keadaan normal pH vagina 3,5 – 5,5. Keseimbangan pH vagina dapat terganggu

karena pemakaian sabun pembersih vagina yang mengandung anti septik.

Ketidakseimbangan dapat memicu tumbuh suburnya jamur dan bakteri yang

mengakibatkan infeksi yang akhirnya menyebabkan keputihan yang berbau, gatal dan

menimbulkan ketidaknyamanan. Pemakaian sabun yang terus-menerus semakin


30

mengikis flora normal, sedangkan bakteri pathogen semakin mudah masuk dan

berkembang di liang vagina. Pada kondisi yang semakin parah dapat menyebabkan

radang panggul, bahkan salah satu pemicu kanker serviks (Prawirohardjo, 2011).

Membersihkan daerah vagina yang baik adalah dengan membasuh

menggunakan air bersih. Satu hal yang harus diperhatikan dalam membasuh vagina

adalah dengan teknik yang tepat yaitu dari arah depan ke belakan, hindari

penggunaan vaginal douche/ sabun pembersih vagina karena dapat mengganggu

keseimbangan pH vagina (Suryandari, 2013).

Menurut penelitian, Triyani, R, 2013 di SMPN 1 Salatiga dari 135 responden

terdapat 82 responden (60,7%) menggunakan sabun pembersih vagina, dan dari 82

responden yang menggunakan sabun pembersih vagina terdapat 72 responden

(53,3%) yang mengalami keputihan.

2.2.4. Pantyliner

Pemakaian panty liner merupakan salah satu faktor predisposisi timbulnya

keputihan. Pantyliner (pantliner, panty shield) merupakan salah satu jenis pembalut

wanita yang digunakan pada saat diluar periode menstruasi. Pantyliner memiliki

susunan yang sama dengan pembalut ketika menstruasi namun ukurannya lebih tipis.

Pemakaian pantyliner bertujuan untuk menyerap cairan vagina, keringat, bercak

darah, sisa darah menstruasi dan terkadang juga dipakai sebagai penyerap urin bagi

wanita inkontinensia (Kosswig, 2015)

Berdasarkan penelitian Farage, pantyliner meningkatkan populasi

Eubacterium species di vagina dan menurunkan jumlah Lactobacillus species di


31

vagina sebagai flora normal. Pemakaian pantyliner juga dapat mentransfer flora

intestinal seperti Eschericia coli ke dalam vagina dan pemakaian pantyliner non

breathable dapat meningkatkan risiko Kandidiasis.

Laporan dermatitis kontak alergi akibat pemakaian pantyliner tetap ada.

Biasanya masalah alergi tersebut terkait dengan dermatosis vulva, infeksi vulva dan

akibat hipersensitifitas terhadap parfum, bahan perekat maupun bahan penyusun

lainnya pada pantyliner (Kosswig, 2015)

Hasil penelitian Persia 2015 tentang Hubungan Pemakaian Pantyliner dengan

Kejadian Fluor Albus pada Siswi SMA di Kota Padang didapatkan bahwa lebih dari

separuh responden yang memakai pantyliner mengalami fluor albus (69,2%) dan

80% diantaranya mengganti pantyliner <2 kali perhari. Sejalan dengan penelitian

Mariza 2014 tentang analisis faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian flour

albus pada siswi SMPN di wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar

lampung, dari penelitian tersebut diperoleh data 11 (4,2%) responden yang

menggunakan pantyliner dalam kategori tidak baik 72,7% responden diantaranya

mengalami keputihan.

A. Klasifikasi Pantyliner

Menurut Kosswig (2013), pantyliner dapat diklasifikasikan berdasarkan

kandungan bahan kimia yang dimilikinya, yaitu:

1. Mengandung perfume (pewangi)

2. Mengandung menthol

3. Mengandung perfume dan menthol


32

2.3. Remaja Putri

2.3.1. Definisi Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh ke arah

kematangan. Menurut WHO, remaja adalah periode usia antara 12 sampai 24 tahun,

sedangkan menurut Depkes RI batasan usia remaja ialah antara 10 sampai 19 tahun

dan belum kawin. Menurut BKKBN usia remaja yaitu 10 sampai 19 tahun, suatu

periode pematangan organ reproduksi, yang sering disebut masa pubertas. Masa

remaja atau adolescence merupakan masa transisi yang ditandai adanya perubahan

fisik, psikis, dan emosi. Pada masa ini terjadi perubahan fisik (organobiologik) yang

cepat dan tidak seimbang dengan perubahan psikis (kejiwaan), oleh karena itu

diperlukan perhatian khusus, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya.

Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-

sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam

masyarakat orang dewasa. Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa

remaja.

2.3.2. Klasifikasi Remaja

Masa remaja dapat dikelompokkan menjadi :

a. Masa Praremaja (Remaja awal)

Dikatakan remaja awal adalah 12-15 tahun. Masa ini berlangsung hanya

dalam waktu singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja

sehingga sering kali disebut dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka

bekerja, pesimistik, dan sebagainya.


33

b. Masa Remaja (Remaja Madya)

Dikatakan remaja madya adalah 16-18 tahun. Pada masa ini mulai tumbuh

dalam arti remaja dorongan untuk hidup kebutuhan akan adanya teman yang dapat

memahami, dan menolongnya, teman yang turut merasakan suka dukanya. Pada masa

ini, sebagai masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang dapat bernilai,

pantas dijunjung dan dipuja-puja sehingga masa ini masa merindu dan ini merupakan

gejala remaja.

c. Masa Remaja Akhir

Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja

menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 19-22 tahun.  Pada masa ini

terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan

dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan

proses pembentukan orientasi masa depan. Pada masa ini terjadinya proses peralihan

dari masa remaja ke masa dewasa. Jadi masa ini merupakan masa penutup dari masa

remaja. Masa ini tidak berlangsung lama, oleh karena itu dengan kepandaiannya,

seseorang yang dalam waktu relatif singkat telah sampai ke masa dewasa.
34

2.4. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, kerangka konsep menerangkan tentang faktor-faktor

yang memengaruhi kejadian keputihan pada siswi MTsN Batang Toru Kabupaten

Tapanuli Selatan tahun 2017

Variabel Independent Variabel Dependent

1. Pengetahuan

2. Kebersihan Vagina
Kejadian Keputihan
3. Penggunaan Sabun Pembersih Vagina

4. Penggunaan Pantyliner

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian

Keputihan pada Siswi MTsN Batang Toru Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2017

2.5. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan terhadap kejadian keputihan

2. Ada hubungan menjaga kebersihan vagina terhadap kejadian keputihan

3. Ada hubungan penggunaan sabun pembersih vagina terhadap kejadian

keputihan

4. Ada hubungan penggunaan pantyliner terhadap kejadian keputihan

Anda mungkin juga menyukai