Anda di halaman 1dari 7

Nama Peserta : dr.

Andi Nadya Febriama


Nama Wahana: RSUD Kota Makassar
Topik : Sindroma Steven Jonshon
Tanggal ( Kasus) : 5/05/2016
 Nama Pasien : An. G
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 1 th 3 bulan
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Hj. A. Rahmawati Malik
Tempat presentasi : RSUD Kota Makassar
Obyek Presentasi : Dokter Internsip Makassar
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
pasien datang diantar oleh orang tuanya dengan kaadaan terdapat ruam erosis diseluruh
tubuh pasien sejak 2 hari yang lalu, riwayat demam (+) seminggu yang lalu, pasien
berobat di Puskesmas ± 5 hari yang lalu dan diberi obat puyer. Demam pasien
menurun, pasien berhenti meminum obat, 1 hari sebelum rumah sakit pasien
meminum kembali obat puyer tersebut tidak lama kemudian muncul bintik-bintik
kemerahan dseluruh tubuh dan mukosa mulut dan bibir.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan mengobati penyakit demam berdarah dengue
Bahan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan:
Cara Diskusi Presentasi E-mail Pos
Membahas: dan diskusi
Data Pasien Nama : Tn.C
Nama Klinik IGD RSUD Kota Makassar
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
pasien datang diantar oleh orang tuanya dengan kaadaan terdapat ruam erosis diseluruh
tubuh pasien sejak 2 hari yang lalu, riwayat demam (+) seminggu yang lalu, pasien
berobat di Puskesmas ± 5 hari yang lalu dan diberi obat puyer. Demam pasien
menurun, pasien berhenti meminum obat, 1 hari sebelum rumah sakit pasien
meminum kembali obat puyer tersebut tidak lama kemudian muncul bintik-bintik
kemerahan dseluruh tubuh dan mukosa mulut dan bibir.BAB : Biasa
BAK : Lancar
1. Riwayat pengobatan : Riwayat konsumsi obat puyer dari puskesmas
2. Riwayat kesehatan/ penyakit : Riwayat alergi obat tidak jelas dan os belum pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya..
3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien..
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : CM
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 88x/menit
 Frekuensi Nafas : 22 x/ menit
 Suhu : 37,90 C

Status Generalisata
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, konjungtivitis (+/+), sekret (+/+)
 Mulut : sulit dibuka, mukosa mulut basah (+), edema (+), mukosa eritema (+), krusta
kehitaman (+).
 Kulit : Turgor kulit tidak baik, hiperemis (+), bula (+),erosi (+), krusta (+).

Thoraks
Paru
 Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
 Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
Abdomen
 Inspeksi : Tidak tampak membuncit, hiperemis (+), bula (+), krusta (+)
 Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

Status Lokalisata
Lokasi : Seluruh tubuh
Ruam : vesikel eritematosa (+), bula eritematosa (+), plak eritematosa (+), erosi (+), krusta
(+).

Laboratorium:
Tanggal 5 mei 2016
Hb : 8,7 gr/dl
Leukosit : 18.300/mm3
Trombosit : 404.000/mm3
Hematokrit : 27, 3%
Nautrofil : 60,7 %
LED : 131 mm/H
Daftar Pustaka :
1. Ariyanto Harsono. Sindroma Steven Johson : Diagnosis dan Penatalaksanaan. Divisi
Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya
2. Journal Medications as Risk Factors of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis in Children: A Pooled Analysis. At :
http://pediatrics.aappublications.org/content/123/2/e297.full
3. Journal Recurrence and Outcomes of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis in Children. At : http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/723
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Sindrom Steven Johson
2. Mengetahui penyebab Sindrom Steven Johson
3. Mengetahui penanganan Sindrom Steven Johson

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif
pasien datang diantar oleh orang tuanya dengan kaadaan terdapat ruam erosis diseluruh
tubuh pasien sejak 2 hari yang lalu, riwayat demam (+) seminggu yang lalu, pasien
berobat di Puskesmas ± 5 hari yang lalu dan diberi obat puyer. Demam pasien
menurun, pasien berhenti meminum obat, 1 hari sebelum rumah sakit pasien
meminum kembali obat puyer tersebut tidak lama kemudian muncul bintik-bintik
kemerahan dseluruh tubuh dan mukosa mulut dan bibir.BAB : Biasa
BAK : Lancar
2. Obyektif :
Pemeriksaan Fisis
Status Generalis: Sakit sedang/ Gizi cukup/ Sadar
Status Vitalis:
TD: 110/70 mmHg P : 22 kali/menit
N : 88 kali/menit S : 37,9o C
Status Lokalis:
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, konjungtivitis (+/+), sekret (+/+)
 Mulut : sulit dibuka, mukosa mulut basah (+), edema (+), mukosa eritema (+), krusta
kehitaman (+).
 Kulit : Turgor kulit tidak baik, hiperemis (+), bula (+),erosi (+), krusta (+).

Thoraks
Paru
 Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
 Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
Abdomen
 Inspeksi : Tidak tampak membuncit, hiperemis (+), bula (+), krusta (+)
 Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

Pemeriksaan Penunjang:
Tanggal 5 mei 2016
Hb : 8,7 gr/dl
Leukosit : 18.300/mm3
Trombosit : 404.000/mm3
Hematokrit : 27, 3%
Nautrofil : 60,7 %
LED : 131 mm/H
3. Assesment:
 Dari hasil anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien masuk RS dengan keluhan
utama tampak ruam kemerahan pada seluruh tubuh pasien sejak 2 hari yang lalu,
setelah minum obat puyer dari rumah sakit, riwayat demam (+)
 Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan terdapat vesikel eritematosa (+), bula
eritematosa (+), plak eritematosa (+), erosi (+), krusta (+) diseluruh tubuh. Pada mulut
ditemukan mukosa mulut basah (+), edema (+), mukosa eritema (+), krusta kehitaman
(+). Mata : konjungtivitis (+/+), sekret (+/+).
 Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan WBC
 Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka dapat
disimpulkan diagnosa pasien adalah Sindroma Steven Johnson
Pendekatan Diagnosis
Sindroma Steven Johnson

Sindroma Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh
trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SSJ
sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya
sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Sekitar 50% penyebab SSJ adalah obat.
Peringkat tertinggi adalah obat-obat Sulfonamid, -lactam, imidazol dan NSAID, sedangkan
peringkat menengah adalah quinolon, antikonvulsan aromatik dan alopurinol. Beberapa faktor
penyebab timbulnya SSJ diantaranya: infeksi (virus herpes simplex, dan Mycoplasma
pneumoniae), makanan (coklat), dan vaksinasi. Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar
X) rupanya berperan sebagai pencetus (trigger). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas
walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Oleh karena
proses hipersensitiftas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi: 1) kegagalan fungsi kulit
yang menyebabkan kehilangan cairan, 2) stres hormonal diikuti peningkatan resistensi
terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria, 3) kegagalan termoregulasi, 4) kegagalan
fungsi imun, dan 5) infeksi.

Manifestasi Klinis
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk, pilek, nyeri menelan,
nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan
kombinasi gejala tersebut. Setelah itu akan timbul lesi di:
 Kulit; berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh
tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula kurang dari 10% disebut Steven
Johnson Syndrome, 10-30% disebut Steven Johnson Syndrome-Toxic Epidermolysis
Necroticans (SJS-TEN), lebih dari 30% Toxic Epidermolysis Necroticans (TEN).
Sekitar 80% penyebab TEN adalah obat.
 Mukosa (mulut, tenggorokan dan genital); berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
perdarahan dan krusta berwarna merah,
 Mata; berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak
mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea.

Diagnosis
Diagnosis Sindroma Steven Johnson 90% berdasarkan klinis. Jika disebabkan oleh obat, ada
korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya gejala. Diagnosis ditujukan terhadap
manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan
faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan
pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan
darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat
lesi, dan pemeriksaan histopatologik biopsy kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat
dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan
eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan
dapat dideteksi adanya circulating immune complex. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik
tak ada. Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya
diagnosis.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama adalah menghentikan obat yang diduga sebagai penyebab SSJ,
sementara itu kemungkinan infeksi herpes simplex dan Mycoplasma pneumoniae harus
disingkirkan. Selanjutnya perawatan lebih bersifat simtomatik.
 Antihistamin dianjurkan untuk mengatasi gejala pruritus / gatal bias dipakai feniramin
hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5
mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari, diphenhidramin
hidrokloride (Benadril) 1mg/kg BB tiap kali sampai 3 kali per hari. Sedangkan untuk
setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2–5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; >6
tahun: 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.
 Blister kulit bisa dikompres basah dengan larutan larutan burowi.
 Papula dan makula pada kulit baik intak diberikan steroid topikal, kecuali kulit yang
terbuka.
 Pengobatan infeksi kulit dengan antibiotika. Antibiotika yang paling beresiko tinggi
adalah _-lactam dan sulfa jangan digunakan. Untuk terapi awal dapat diberikan
antibiotika spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder menggunakan
antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan
tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin 8-16 mg/kg/hari secara intravena,
diberikan 2 kali/hari.
 Kotikosteroid: deksametason dosis awal 1mg/kg BB bolus intravena, kemudian
dilanjutkan 0,2-0,5 mg/kg BB intravena tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih
kontroversi. Beberapa peneliti menyetujui pemberian kortikosteroid sistemik beralasan
bahwa kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit, mempercepat konvalesensi,
mencegah komplikasi berat, menghentikan progresifitas penyakit dan mencegah
kekambuhan. Beberapa literatur menyatakan pemberian kortikosteroid sistemik dapat
mengurangi inflamasi dengan cara memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa
lipokortin, menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid dapat meregulasi
respons imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin. Mereka yang tidak setuju
pemberian kortikosteroid berargumentasi bahwa kortikosteroid akan menghambat
penyembuhan luka, meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal sepsis,
perdarahan gastro-intestinal dan meningkatkan mortalitas. Faktor lain yang harus
dipertimbangkan yaitu harus tappering off 1-3 minggu. Bila tidak ada perbaikan dalam
3-5 hari, maka sebaiknya pemberian kortikosteroid dihentikan. Lesi mulut diberi
kenalog in orabase.
 Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0.5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3, 4,
dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam
proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS.
Perawatan konservatif ditujukan untuk:
 Perawatan lesi kulit yang terbuka, seperti perawatan luka bakar. Koordinasi dengan
unit luka bakar sangat diperlukan.
 Terapi cairan dan elektrolit. Lesi kulit yang terbuka seringkali disertai pengeluaran
cairan disertai elektrolit.
Alimentasi kalori dan protein secara parenteral. Lesi pada saluran cerna menyebabkan
kesulitan asupan makanan dan minuman. Pengendalian nyeri. Penggunaan NSAID beresiko
paling tinggi sebaiknya tidak digunakan untuk mengatasi nyeri.
4. Rencana Penatalaksanaan
 IVFD ½ DAD 20 tpm (mikro drips)
 Inj. Dexamethason 0,4 ml/ IV/ 8 jam
 Inj. Gentamicin 20 mg/ IV/ 12 jam
 Histapan 12,5 mg + Prodnison ¼ tab  dtd pulf 3x1
 Salep hidrocortison
 Salep gentamicin
 Salep kenalog untuk bibir
 Cefadroxyl syr 2x ¾ cth

Makassar, 6 Februari 2016

PESERTA, PENDAMPING,
(dr. Andi Nadya Febriama ) (dr. Hj. A. Rahmawati Malik)

Anda mungkin juga menyukai