Anda di halaman 1dari 169

UNIVERSITAS INDONESIA

GRID CONNECTED INVERTER UNTUK PENERAPAN


PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

SKRIPSI

MARIO REINZINI
0806455326

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JUNI 2012

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

GRID CONNECTED INVERTER UNTUK PENERAPAN


PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

MARIO REINZINI
0806455326

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JUNI 2012

ii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Mario Reinzini


NPM : 0806455326

Tanda tangan : ……………………


Tanggal : 12 Juni 2012

iii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Mario Reinzini
NPM : 0806455326
Program Studi : Teknik Elektro
Judul Skripsi : Grid Connected Inverter untuk Penerapan pada Sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Ir. Feri Yusivar M.Eng (………………………)

Penguji : Dr. Abdul Halim M.Eng (………………………)

Penguji : Dr. Ir. Ridwan Gunawan MT (………………………)

Ditetapkan di : ………………………………

Tanggal : ………………………………

iv

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, proses penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan dari mata kuliah Skripsi
yang terdapat dalam kurikulum program studi Teknik Elektro, Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

(1). Dr. Ir. Feri Yusivar M.Eng, selaku dosen pembimbing, serta dosen-dosen
lainnya, yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penulisan skripsi ini;

(2). Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan berupa
dukungan moral maupun material;

(3). Teman-teman seperjuangan di Departemen Teknik Elektro, terutama Nanda


Gustianto, Arief Noor Rahman, Beng Tito, Samuel Guswindo dan Wuri
Listyarini, selaku rekan kerja saya;

(4). Sebastian Anthony, Fredric Varian Otto, Ivan Gumulia, Dian Susanti, Monika
Hendrawan, Alexandrina Vicky, Cinthia Aliwarga, Amelia Hartono dan Caroline
Dewi yang selalu memberikan semangat dan dukungan; dan juga bagi pihak-pihak
lain yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap agar Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini juga
dapat memberikan manfaat yang nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
masa yang akan datang.

Depok, 12 Juni 2012

Mario Reinzini

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini :

Nama : Mario Reinzini …..


NPM : 0806455326 …..
Program Studi : Teknik Elektro …..
Departemen : Teknik Elektro …..
Fakultas : Teknik …..
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

GRID CONNECTED INVERTER UNTUK


PENERAPAN PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : ………………………………….
Pada tanggal : ………………………………….

Yang menyatakan,

( Mario Reinzini )

vi

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


ABSTRAK
Nama : Mario Reinzini …..
Program Studi : Teknik Elektro …..
Judul : GRID CONNECTED INVERTER UNTUK
PENERAPAN PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA SURYA

Sistem grid-connected inverter untuk penerapan pada pembangkit listrik tenaga


surya, diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif selain mengandalkan
layanan jaringan listrik. Dengan sistem ini maka akan dapat diperoleh dan
kemudian dianalisa dari dinamika sistem yang muncul. Sistem grid-connected
inverter yang dibangun merupakan sistem yang terdiri dari model sel surya -
rangkaian boost converter - inverter - beban - jaringan listrik. Algoritma
Maximum Power Point Tracker (MPPT), algoritma Phase Locked Loop (PLL)
dan current control merupakan metode kendali yang digunakan dalam sistem ini.
Melalui rancangan sistem grid-connected inverter ini kemudian dilakukan
simulasi untuk memperlihatkan respon sistem ketika sel surya memberikan suplai
ke beban; maupun ketika sel surya dalam keadaan grid-connected. Sistem grid-
connected dengan metode kendali MPPT belum dapat memberikan arus suplai
dan tegangan yang sefasa, namun algoritma MPPT yang diterapkan telah mampu
mencari titik kerja optimal dari sel surya pada kondisi lingkungan yang bervariasi,
namun demikian sistem grid-connected dengan metode kendali PLL dan current
control telah dapat menghasilkan arus suplai dan tegangan yang sefasa.

Kata kunci : grid-connected inverter, MPPT, ICM, PLL, current control.

vii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


ABSTRACT
Name : Mario Reinzini …..
Study Program : Electrical Engineering
Title : GRID CONNECTED INVERTER FOR APPLICATION
ON SOLAR POWER PLANT

Grid-connected inverter system for solar power application expected to become an


alternative energy source in addition to relying on electricity network services.
Through this system we will be able to obtain a detail model and then analyzed
the dynamics of the system itself. Grid-connected inverter system consist of :
solar cells - a series boost converter - inverter - load - the electricity grid.
Maximum Power Point Tracker algorithm (MPPT) algorithm Phase Locked Loop
(PLL) and the current control is a control method used in this system. This grid-
connected inverter system then simulated to demonstrate the system’s response
when the solar cells supply the load; as well as solar cells in grid-connected. Grid-
connected systems with MPPT control methods have not been able to provide
supply current and voltage are in phase, but the MPPT algorithm has been able to
find the optimal point of the solar cells on the various environmental conditions,
however, grid-connected system with PLL and current control methods control
has been able to produce current and voltage are in phase supply.

Keywords : grid-connected inverter, MPPT, ICM, PLL, current control.

viii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR PERSAMAAN .................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Pembatasan Masalah ................................................................................. 3
1.4 Tujuan........................................................................................................ 3
1.5 Metodologi Penulisan ................................................................................ 4
1.6 Sistematika Penulisan................................................................................ 4
BAB 2 DASAR TEORI ......................................................................................... 6
2.1 Metode Grid-Connected Inverter pada Penerapan Sel Surya.................... 6
2.2 Phase Locked Loop (PLL) dan Current Control....................................... 7
2.3 Sel Surya (Photovoltaic) ......................................................................... 12
2.3.1 Cara Kerja Sel Surya ................................................................... 12
2.3.2 Karakteristik Sel Surya ................................................................ 14
2.3.3 Modul Sel Surya .......................................................................... 19
2.4 Maximum Power Point Tracker (MPPT) ................................................ 19
2.5 Rangkaian Boost Converter .................................................................... 21
2.6 Sinyal Pulse Width Modulation............................................................... 25
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM GRID-CONNECTED INVERTER
UNTUK PENERAPAN PADA SEL SURYA ................................................... 27
3.1 Perancangan Sistem Grid-Connected Inverter ........................................ 27
3.2 Model Kendali Sistem Grid-Connected Inverter .................................... 29
3.3 Model Sel Surya ...................................................................................... 31
3.3.1 Kurva Karakteristik I-V dan P-V Model Sel Surya KC50T ........ 32
3.3.2 Persamaan Keluaran Model Sel Surya ........................................ 37
3.4 Model Kombinasi dari Sistem Grid-Connected Inverter ........................ 38
3.5 Algoritma MPPT dengan Metode Incremental Conductance Method .. 101
3.5.1 Penentuan Nilai Komponen pada Rancangan Rangkaian Grid-
Connected Inverter ................................................................................ 103
3.5.2 Pengendali Integral-Proporsional (I-P) dan Pembentukan Sinyal
PWM 104
3.5.3 Uji Coba Algoritma MPPT dengan Metode ICM ..................... 106
3.6 Algoritma Phase Locked Loop dan Current Control ............................ 112

ix

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISIS .................................................. 113
4.1 Letak Pole Sistem Photovoltaic Grid-Connected Inverter ................... 113
4.2 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma MPPT ... 118
4.3 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma MPPT,
Algoritma PLL dan Current Control .................................................... 129
4.4 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma PLL dan
Current Control ..................................................................................... 138
BAB 5 KESIMPULAN ...................................................................................... 145
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 147
LAMPIRAN ....................................................................................................... 149

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konfigurasi Metode Grid-connected Inverter .................................... 6
Gambar 2.2 Skema PLL dan Current Control ........................................................ 8
Gambar 2.3 Prinsip Kerja Sel Surya ..................................................................... 13
Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Sel Surya .......................................................... 14
Gambar 2.5 Kurva Karakteristik I-V dan P-V Sel Surya ...................................... 18
Gambar 2.6 Rangkaian Boost Converter ............................................................... 21
Gambar 2.7 Rangkaian Boost Converter saat switch tertutup ............................... 22
Gambar 2.8 Rangkaian Boost Converter saat switch terbuka ............................... 23
Gambar 2.9 Sinyal PWM ...................................................................................... 26
Gambar 2.10 Pembentukan Sinyal PWM.............................................................. 26
Gambar 3.1 Rancangan Sistem Grid-Connected Inverter ..................................... 28
Gambar 3.2 Rancangan Sistem Grid-Connected Inverter dengan Pengendali...... 30
Gambar 3.3 Simulasi Model Sel Surya ................................................................. 32
Gambar 3.4 Karakteristik Model Sel Surya .......................................................... 33
Gambar 3.5 Kurva P-V Model Sel Surya KC50T untuk 1 Modul Sel Surya........ 34
Gambar 3.6 Kurva I-V Model Sel Surya KC50T untuk 1 Modul Sel Surya ........ 35
Gambar 3.7 Kurva P-V Model Sel Surya KC50T untuk 15 Modul Sel Surya...... 36
Gambar 3.8 Kurva I-V Model Sel Surya KC50T untuk 15 Modul Sel Surya....... 36
Gambar 3.9 Mode Kombinasi 1 ............................................................................ 42
Gambar 3.10 Mode Kombinasi 2 .......................................................................... 43
Gambar 3.11 Mode Kombinasi 3 .......................................................................... 45
Gambar 3.12 Mode Kombinasi 4 .......................................................................... 47
Gambar 3.13 Mode Kombinasi 5 .......................................................................... 49
Gambar 3.14 Mode Kombinasi 6 .......................................................................... 50
Gambar 3.15 Mode Kombinasi 7 .......................................................................... 52
Gambar 3.16 Mode Kombinasi 8 .......................................................................... 54
Gambar 3.17 Mode Kombinasi 9 .......................................................................... 57
Gambar 3.18 Mode Kombinasi 10 ........................................................................ 58
Gambar 3.19 Mode Kombinasi 11 ........................................................................ 60
Gambar 3.20 Mode Kombinasi 12 ........................................................................ 62
Gambar 3.21 Mode Kombinasi 13 ........................................................................ 65
Gambar 3.22 Mode Kombinasi 14 ........................................................................ 66
Gambar 3.23 Mode Kombinasi 15 ........................................................................ 68
Gambar 3.24 Mode Kombinasi 16 ........................................................................ 70
Gambar 3.25 Mode Kombinasi 17 ........................................................................ 72
Gambar 3.26 Mode Kombinasi 18 ........................................................................ 73
Gambar 3.27 Mode Kombinasi 19 ........................................................................ 75
Gambar 3.28 Mode Kombinasi 20 ........................................................................ 77
Gambar 3.29 Mode Kombinasi 21 ........................................................................ 79
Gambar 3.30 Mode Kombinasi 22 ........................................................................ 81
Gambar 3.31 Mode Kombinasi 23 ........................................................................ 83
Gambar 3.32 Mode Kombinasi 24 ........................................................................ 85
Gambar 3.33 Mode Kombinasi 25 ........................................................................ 87
Gambar 3.34 Mode Kombinasi 26 ........................................................................ 88
Gambar 3.35 Mode Kombinasi 27 ........................................................................ 90
Gambar 3.36 Mode Kombinasi 28 ........................................................................ 92
Gambar 3.37 Mode Kombinasi 29 ........................................................................ 94

xi

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Gambar 3.38 Mode Kombinasi 30 ........................................................................ 95
Gambar 3.39 Mode Kombinasi 31 ........................................................................ 97
Gambar 3.40 Mode Kombinasi 32 ........................................................................ 99
Gambar 3.41 Diagram Alir Algoritma MPPT dengan Metode ICM .................. 102
Gambar 3.42 Diagram Pengendali I-P ................................................................ 105
Gambar 3.43 Simulasi Algoritma MPPT dengan Metode ICM .......................... 106
Gambar 3.44 Grafik VPV dan VPV Referensi dari Metode ICM .......................... 109
Gambar 3.45 Grafik VPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance ................ 110
Gambar 3.46 Grafik IPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance ................. 110
Gambar 3.47 Grafik PPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance................. 111
Gambar 4.1 Letak Pole Sistem untuk Keseluruhan Kombinasi .......................... 117
Gambar 4.2 Letak Pole Sistem untuk Keseluruhan Kombinasi : Perbesaran 1 .. 118
Gambar 4.3 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan
menggunakan Algoritma MPPT .......................................................................... 119
Gambar 4.4 Tegangan Sel Surya Versus Tegangan Referensi ICM pada Simulasi
dengan Algoritma MPPT..................................................................................... 121
Gambar 4.5 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t) .......................................................... 122
Gambar 4.6 PPV(t) pada Simulasi dengan Algoritma MPPT ............................... 125
Gambar 4.7 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada Simulasi dengan
Algoritma MPPT ................................................................................................. 126
Gambar 4.8 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada
Simulasi dengan Algoritma MPPT...................................................................... 126
Gambar 4.9 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2 pada
Simulasi dengan Algoritma MPPT...................................................................... 127
Gambar 4.10 Tegangan Beban versus Arus Beban pada Simulasi dengan
Algoritma MPPT ................................................................................................. 129
Gambar 4.11 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan
menggunakan Algoritma MPPT, Algoritma PLL dan current control ............... 130
Gambar 4.12 Tegangan Sel Surya versus Tegangan Referensi ICM pada.......... 131
Gambar 4.13 Nilai Duty Cycle pada Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan
current control ..................................................................................................... 132
Gambar 4.14 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t) pada ............................................... 133
Gambar 4.15 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada ........................... 134
Gambar 4.16 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada .... 134
Gambar 4.17 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2 pada .... 135
Gambar 4.18 Tegangan Beban versus Arus Beban pada .................................... 136
Gambar 4.19 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 1 pada ............. 136
Gambar 4.20 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 2 pada ............. 137
Gambar 4.21 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan
menggunakan Algoritma PLL dan current control ............................................. 138
Gambar 4.22 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t) pada ............................................... 139
Gambar 4.23 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada ........................... 140
Gambar 4.24 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada .... 141
Gambar 4.25 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2 pada
Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control ......................................... 141
Gambar 4.26 Tegangan Beban versus Arus Beban pada .................................... 143
Gambar 4.27 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 1 pada ............. 143
Gambar 4.28 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 2 pada ............. 144

xii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Keadaan Saklar pada Inverter Satu Fasa ..................................... 28
Tabel 3.2 Kombinasi Rangkaian dari Sistem Grid-Connected Inverter................ 40
Tabel 3.3 Penentuan Nilai Komponen pada Sistem Grid-Connected Inverter ... 104
Tabel 4.1 Letak Pole Sistem pada Titik Kerja Sel SuryA VPV = 261.1 Volt dan IPV
= 3.168 Ampere ................................................................................................... 115

xiii

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


DAFTAR PERSAMAAN

(2.1) - (2.7) .............................................................................................................. 9


(2.8) - (2.9) ............................................................................................................ 10
(2.10) - (2.14) ........................................................................................................ 15
(2.15) - (2.16) ........................................................................................................ 16
(2.17) ..................................................................................................................... 19
(2.18) - (2.20) ........................................................................................................ 20
(3.1) ....................................................................................................................... 32
(3.2) - (3.4) ............................................................................................................ 37
(3.5) - (3.6) ............................................................................................................ 38
(3.7) - (3.12) .......................................................................................................... 42
(3.13) ..................................................................................................................... 43
(3.14) - (3.20) ........................................................................................................ 44
(3.21) - (3.22) ........................................................................................................ 45
(3.23) - (3.27) ........................................................................................................ 46
(3.28) - (3.32) ........................................................................................................ 47
(3.33) - (3.34) ........................................................................................................ 48
(3.35) - (3.40) ........................................................................................................ 49
(3.41) ..................................................................................................................... 50
(3.42) - (3.47) ........................................................................................................ 51
(3.48) ..................................................................................................................... 52
(3.49) - (3.54) ........................................................................................................ 53
(3.55) ..................................................................................................................... 54
(3.56) - (3.61) ........................................................................................................ 55
(3.62) ..................................................................................................................... 56
(3.63) - (3.68) ........................................................................................................ 57
(3.69) ..................................................................................................................... 58
(3.70) - (3.75) ........................................................................................................ 59
(3.76) ..................................................................................................................... 60
(3.77) - (3.82) ........................................................................................................ 61
(3.83) ..................................................................................................................... 62
(3.84) - (3.89) ........................................................................................................ 63
(3.90) ..................................................................................................................... 64
(3.91) - (3.96) ........................................................................................................ 65
(3.97) ..................................................................................................................... 66
(3.98) - (3.104) ...................................................................................................... 67
(3.105) - (3.106) .................................................................................................... 68
(3.107) - (3.111) .................................................................................................... 69
(3.112) - (3.117) .................................................................................................... 70
(3.118) ................................................................................................................... 71
(3.119) - (3.124) .................................................................................................... 72
(3.125) ................................................................................................................... 73
(3.126) - (3.131) .................................................................................................... 74
(3.132) ................................................................................................................... 75
(3.133) - (3.138) .................................................................................................... 76
(3.139) ................................................................................................................... 77

xiv

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


(3.140) - (3.146) .................................................................................................... 78
(3.147) ................................................................................................................... 79
(3.148) - (3.153) .................................................................................................... 80
(3.154) - (3.158) .................................................................................................... 81
(3.159) - (3.160) .................................................................................................... 82
(3.161) - (3.166) .................................................................................................... 83
(3.167) ................................................................................................................... 84
(3.168) - (3.173) .................................................................................................... 85
(3.174) ................................................................................................................... 86
(3.175) - (3.180) .................................................................................................... 87
(3.181) ................................................................................................................... 88
(3.182) - (3.188) .................................................................................................... 89
(3.189) - (3.190) .................................................................................................... 90
(3.191) - (3.195) .................................................................................................... 91
(3.196) - (3.201) .................................................................................................... 92
(3.202) ................................................................................................................... 93
(3.203) - (3.208) .................................................................................................... 94
(3.209) ................................................................................................................... 95
(3.210) - (3.215) .................................................................................................... 96
(3.216) ................................................................................................................... 97
(3.217) - (3.223) .................................................................................................... 98
(3.224) - (3.225) .................................................................................................... 99
(3.226) - (3.230) .................................................................................................. 100

xv

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa energi kini telah menjadi salah satu
kebutuhan manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Namun krisis energi dan
polusi lingkungan yang terjadi membuat banyak orang mulai melirik kepada
sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Oleh karena itu,
penelitian di bidang renewable energy kini tengah menjadi topik yang sangat
menarik untuk dikaji secara mendalam.
Photovoltaic (PV) atau yang lebih dikenal dengan istilah pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS) menjadi salah satu alternatif yang menjadi topik
pilihan untuk terus dikembangkan. Photovoltaic atau sel surya dianggap
sebagai PLTS yang menjanjikan karena beberapa alasan, yaitu bebas polusi,
sumber energinya dapat diperoleh secara gratis dan banyak tersedia di alam.
Adanya perkembangan yang simultan pada bidang teknologi bahan serta
elektronik, yang bermanfaat dalam peningkatan efisiensi, juga menjadi alasan
utama mengapa penelitian di bidang PV semakin gencar dan terus
berkembang.
Permasalahan utama untuk dapat menyediakan sumber energi listrik lain,
selain jaringan pelayanan listrik, yang dapat memberikan sistem suplai daya
yang sama handalnya menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan
sumber energi terbarukan, khususnya sel surya. Sel surya dituntut untuk dapat
menjadi sumber energi alternatif yang dapat memberikan suplai daya yang
lebih murah, sederhana (plug and play) dan handal, terutama pada perumahan
dengan sistem satu fasa. Permasalahan inilah yang menjadi dasar bagi
munculnya ide untuk dapat mendesain sumber energi lain, yaitu sel surya,
yang dapat melakukan suplai daya yang sinkron dengan suplai daya jaringan
listrik.
Untuk dapat melakukan suplai daya terhadap perumahan satu fasa maka
perlu terlebih dulu dilakukan optimalisasi energi surya dari PV yang
ditransfer ke dalam jaringan (grid) dimana ketersediaannya (intensitas
cahaya) berfluktuasi bersesuaian dengan keadaan cuaca pada saat itu. Setelah

1
Universitas Indonesia
Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012
2

dilakukan optimalisasi itu, barulah dibentuk metode operasi grid-connected


inverter yang terhubung dengan jaringan listrik. Sehingga dengan metode
grid-connected inverter ini suplai daya tidak hanya diperoleh dari sumber
tunggal jaringan listrik namun juga dapat dengan menggunakan energi surya
keluaran PV.
Selama ini telah banyak metode-metode grid-connected inverter yang
telah dibahas dalam berbagai karya tulis ilmiah dan jurnal-jurnal dalam skala
nasional maupun internasional. Beberapa diantaranya menggunakan berbagai
cara pendekatan dalam metode grid-connected inverter ini, antara lain dengan
menggunakan prototipe dari mikro grid-connected inverter (Bae, Lee, Choi,
Cho, & Jang, 2009), kontrol grid-connected inverter dengan metode Sliding
Mode Control (Huo, Kong, Wei, Zhang, & Kong, 2008), grid-connected
inverter untuk tiga fasa (Chen & Smedley, 2006), maupun photovoltaic grid-
connected yang terhubung terlebih dulu dengan baterai (Xiao, Dunford,
Palmer, & Capel, 2007).
Dari adanya berbagai metode grid-connected inverter yang telah
berkembang selama ini, maka pada skripsi ini penulis melakukan pemodelan,
simulasi dan analisis dari sistem satu fasa grid-connected inverter yang dapat
digunakan untuk memberikan suplai daya yang sinkron dengan suplai daya
jaringan listrik, tanpa terlebih dahulu terhubung dengan baterai.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang timbul dari sistem grid-connected inverter ini ialah
diperlukannya algoritma kendali untuk dapat menentukan kondisi optimal sel
surya sehingga dapat memberikan suplai daya yang maksimal; juga
diperlukan algoritma sinkronisasi antara jaringan listrik dengan suplai daya
yang diperoleh dari sel surya.
Pada sistem grid-connected inverter yang dimodelkan, disimulasikan dan
dianalisis pada skripsi ini merupakan suatu bentuk keseluruhan dari model sel
surya, rangkaian boost converter, inverter, beban perumahan dan jaringan
listrik (grid).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


3

Dalam rangka mewujudkan suatu model grid-connected inverter untuk


penerapan sel surya ini maka algoritma Maximum Power Point Tracker
(MPPT) juga ikut diterapkan agar modul sel surya mampu bekerja pada titik
optimalnya. Adapun keluaran sistem MPPT ini kemudian akan masuk dalam
rangkaian boost converter sebagai rangkaian pengendali titik kerja sel surya.
Selanjutnya metode sinkronisasi dilakukan menggunakan algoritma Phase
Locked Loop (PLL) dan current control dengan melakukan pengukuran arus
dan tegangan grid.

1.3 Pembatasan Masalah


Penulis membatasi skripsi ini pada model grid-connected inverter yang
dimodelkan dan disimulasikan terdiri dari : 15 panel modul sel surya –
rangkaian boost converter – inverter – beban konstan (dengan impedansi =
101.42 Ohm) – jaringan listrik.
Rangkaian kompleks keseluruhan ini kemudian dimodelkan secara
matematis, tanpa menggunakan baterai, untuk dapat diperoleh model-model
kombinasi untuk setiap keadaan saklar yang ada. Kemudian dilakukan
simulasi grid-connected inverter untuk keadaan ketika hanya sel surya saja
yang memberikan suplai daya pada beban, ketika hanya jaringan listrik saja
yang memberikan suplai daya pada beban maupun ketika sel surya dan
jaringan listrik secara bersamaan memberikan suplai daya (grid-connected).
Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan algoritma MPPT metode
Incremental Conductance Method (ICM), algoritma Phase Locked Loop
(PLL) dan current control.

1.4 Tujuan
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini bertujuan untuk :

1. Memahami algoritma smart inverter yang dapat melakukan switching


antara sumber suplai daya dari jaringan listrik dan photovoltaic, yang
disesuaikan dengan keadaan jaringan,
2. Mensimulasikan secara detail dinamika dari sistem grid-connected
inverter.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


4

1.5 Metodologi Penulisan


Dalam penulisan dan aktivitas pengerjaan skripsi ini, penulis
mengadakan simulasi secara mandiri, bimbingan secara rutin dengan dosen
pembimbing, studi litelatur dari berbagai sumber yang relevan, serta diskusi-
diskusi yang dilakukan bersama-sama dengan rekan kerja penulis.
Simulasi yang dilakukan oleh penulis ialah melalui simulasi pada
MATLAB/Simulink dimana keseluruhan model dari grid-connected inverter
untuk penerapan sel surya tersebut dimodelkan dalam bentuk blok-blok
simulasi dengan menggunakan S-Function (C-MEX). Simulasi yang
dibangun didasarkan pada studi pustaka yang penulis lakukan dan
pembahasan mengenai sistem grid-connected inverter dilakukan berdasarkan
literatur, hasil simulasi dan arahan pembimbing.

1.6 Sistematika Penulisan


Secara umum, skipsi ini dituliskan dalam lima bab. Bab pertama berjudul
pendahuluan dan berisikan latar belakang pembahasan skripsi, perumusan
masalah dari skripsi ini, pembatasan masalah skripsi, tujuan pembahasan
skripsi, waktu dan tempat pelaksanaan skripsi, metodologi penulisan skripsi,
serta sistematika penulisan skripsi. Kemudian bab yang kedua berjudul dasar
teori dan secara garis besar berisi teori-teori yang relevan dengan pembahasan
skripsi, diantaranya adalah : penjelasan mengenai sistem grid-connected
inverter; algoritma PLL, current control; pemahaman tentang sel surya;
algortima MPPT dengan metode ICM; pemahaman tentang boost converter
dan pulse width modulation.
Pada bab ketiga yang berjudul perancangan sistem grid-connected
inverter, akan menjelaskan tentang pemodelan sistem yang dibangun beserta
dengan metode kendali yang diterapkan pada sistem seperti algortima ICM,
PLL dan current control. Pada bab ini juga dilakukan pemodelan sel surya
terlebih dahulu.
Kemudian pada bab empat yang berjudul hasil simulasi dan analisis,
penulis akan terlebih dulu menggambarkan letak pole-pole dari sistem grid-
connected inverter. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan beberapa kondisi

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


5

sistem beserta analisis pada sistem grid-connected inverter yang menjelaskan


tentang dinamika sistem yang terjadi. Skripsi ini diakhiri pada bab lima yang
berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan skripsi ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Metode Grid-Connected Inverter pada Penerapan Sel Surya


Dalam rangka menerapkan metode grid-connected inverter untuk
penerapan pada sel surya maka rancangan diagram skematik yang menjadi
acuan nampak pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Konfigurasi Metode Grid-connected Inverter


(Bae, Lee, Choi, Cho, & Jang, 2009)

Pada Gambar 2.1 diatas nampak bahwa algoritma MPPT akan mampu
menetapkan titik kerja yang optimal bagi modul sel surya. Sehingga tegangan
keluaran referensi sel surya akan menjadi pembanding bagi tegangan sel
surya yang terukur pada rangkaian (sistem). Adanya perbedaan antara nilai
referensi dari MPPT dengan nilai yang terukur akan menjadi suatu nilai error
yang kemudian akan dikendalikan, dimana proses kontrol ini akan
menghasilkan sinyal referensi bagi switching pada DC-DC Converter, yaitu
rangkaian boost converter.
Tegangan keluaran dari modul sel surya selanjutnya menjadi masukan
bagi rangkaian boost converter, dengan adanya rangkaian boost converter ini
maka diharapkan bahwa tegangan suplai dari sel surya akan dapat terjaga
pada titik kerja optimal sel surya.

6
Universitas Indonesia
Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012
7

Tegangan keluaran dari rangkaian boost converter ini tentunya masih


berupa tegangan DC, maka diperlukan suatu inverter satu fasa yang dapat
mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC satu fasa. Hal ini bertujuan
untuk diperolehnya sumber suplai daya lain, selain jaringan listrik, yang dapat
memberikan suplai daya kepada beban-beban dengan basis jaringan satu fasa.
Tentunya inverter ini perlu dikendalikan dengan suatu sinyal referensi
tertentu, agar dapat menghasilkan sinyal AC yang karakteristiknya sesuai
dengan tegangan listrik AC dari jaringan listik.
Proses kontrol switching pada inverter satu fasa ini merupakan sinyal
kendali yang diperoleh dari algoritma Phase Locked Loop (PLL) dan current
control (vector control). Metode kontrol PLL akan melakukan pengukuran
arus grid dan tegangan grid dengan tujuan untuk diperolehnya nilai estimasi
amplitudo, frekuensi dan sudut fasa dari tegangan jaringan listrik (grid),
selanjutnya besaran-besaran ini kemudian dikontrol dengan metode current
control agar diperoleh suatu nilai tegangan referensi bagi PWM generator
untuk dapat membangkitkan sinyal pulsa, yakni PWM, bagi inverter untuk
dapat menghasilkan sinyal AC yang karakteristiknya sesuai dengan sinyal AC
dari jaringan listik.
Adapun beberapa subsistem maupun dasar teori yang membantu dalam
proses desain, simulasi dan analisis dari grid-connected inverter akan
dipaparkan secara singkat pada sub-bab berikut ini, diantaranya adalah PLL
dan current control, tentang modul sel surya yang digunakan, algoritma
MPPT, rangkaian boost converter serta langkah pembentukan sinyal PWM.

2.2 Phase Locked Loop (PLL) dan Current Control


Phase Locked Loop atau PLL secara umum merupakan suatu blok yang
digunakan untuk dapat menghasilkan sinyal keluaran yang sudut fasa dan
frekuensinya sama dengan suatu sinyal referensi tertentu (Langton, 1998).
Dalam skripsi ini, metode PLL digunakan untuk mengestimasi besaran
amplitudo tegangan grid, frekuensi tegangan grid dan sudut fasa tegangan
grid. Dimana yang dimaksud dengan grid dalam hal ini ialah jaringan listrik.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


8

Adanya tiga besaran keluaran yang dihasilkan dari algoritma PLL


tersebut, selanjutnya akan diproses dengan menggunakan blok current
control. Blok current control ini merupakan algoritma pengaturan vektor
(vector control), yakni dengan memanfaatkan proses Transformasi DQ untuk
mengubah sumbu referensi awal ke dalam sumbu referensi D dan Q, yang
kemudian dilakukan proses kontrol dengan menentukan nilai masing-masing
komponen DQ tersebut. Sehingga keluaran dari blok current control ini ialah
suatu sinyal tegangan yang perlu disuplai ke beban untuk dapat menghasilkan
sinyal arus yang sinkron dengan sinyal tegangan yang terukur pada beban
yang sama. Sehingga akhirnya, antara sinyal suplai yang diberikan oleh sel
surya akan sinkron dengan sinyal suplai yang diberikan oleh jaringan listrik.
Berikut merupakan skema PLL dalam hubungannya dengan current control.

ω ff
ω̂

Vdee* KI 1
KP + θˆ
s s

V dee V dss
VS

V qee R(θˆ) V qss

Kid I de I ds
K pd + I g r id
Vdsync V de* Vde − fb s I d err
Vde− ff
I d re f R(θˆ) I qs
Vqsync R−1(θˆ) I qe
V q*e Kiq I q err
K pq +
Vqe− fb s
Vqe− ff I q re f

Gambar 2.2 Skema PLL dan Current Control

Gambar 2.2 diatas dapat dilihat lebih jelas pada bagian lampiran.

Dengan keterangan Gambar 2.2 adalah sebagai berikut :


VS = nilai tegangan sinusoidal dari sumber (grid)


= nilai tegangan sinusoidal dari sumber yang fasanya digeser agar
tertinggal 90° dari tegangan sinusoidal sumber
 = VS


= komponen sumbu-d dari tegangan sinusoidal sumber yang
ditransformasikan dengan Transformasi DQ

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


9



= komponen sumbu-q dari tegangan sinusoidal sumber yang
ditransformasikan dengan Transformasi DQ

∗
= nilai 

referensi
 = nilai konstanta proporsional dari pengendali PI
 = nilai konstanta integral dari pengendali PI

= asumsi awal dari nilai frekuensi sudut tegangan sinusoidal
sumber

= nilai estimasi frekuensi sudut tegangan sinusoidal sumber

Ɵ = nilai estimasi sudut fasa tegangan sinusoidal sumber
 ) = operator Transformasi DQ dengan parameter Ɵ
(Ɵ 

Langkah Transformasi DQ dilakukan untuk dapat memudahkan


pengaturan nilai vektor dari nilai tegangan sinusoidal sumber. Transformasi
DQ secara rumusan dapat dituliskan :
• Nilai tegangan sinusoidal sumber
 =  =  cos() (2.1)
 =  cos( − 90°) =  sin() (2.2)

• Transformasi DQ




!  " = (Ɵ) !  "
 
(2.3)


  ) &'((Ɵ
$%&(Ɵ  )  cos()
!  " =# )! "
 −&'((Ɵ ) $%&(Ɵ
 )  sin()
(2.4)


  + +  sin()&'((Ɵ
 cos() $%&*Ɵ )
!  " =# )
 − cos()&'((Ɵ ) +  sin()$%&(Ɵ
)
(2.5)



cos() $%&*Ɵ + + sin()&'((Ɵ
)
!  " = - # )
  ) − cos()&'((Ɵ
sin()$%&(Ɵ )
(2.6)


 +
cos* − Ɵ
!  " = - # )
 )
sin( − Ɵ
(2.7)

Tujuan dari algoritma PLL ini ialah untuk menyamakan fasa antara
tegangan sinusoidal sumber, yang berasal dari jaringan listrik, dengan fasa

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


10

hasil estimasi maka tentunya nilai  akan dibuat menjadi sama dengan nilai
 . Sehingga persamaan (2.7) dapat dituliskan menjadi :
Ɵ


cos(0)
!  " = - ! "
 sin(0)
(2.8)



-
!  " =. /
 0
(2.9)

Dari persamaan (2.9) diatas nampak bahwa ketika sudut fasa hasil
estimasi sama dengan sudut fasa dari tegangan sinusoidal jaringan listrik
 ) maka nilai 
( = Ɵ 
akan sama dengan nilai amplitudo dari tegangan
sinusoidal jaringan listrik (-) sedangkan 

akan sama dengan nol. Dalam
perancangan PLL ini maka nilai 

akan terus menerus dibandingkan dengan
nilai 
∗
, yang nilainya adalah nol, selama sudut fasa tegangan sinusoidal
jaringan listrik belum sama dengan sudut fasa hasil estimasi maka tentunya
akan ada perbedaan antara nilai 

dengan nilai 
∗
. Adanya perbedaan ini
yang kemudian akan dikendalikan dengan pengendali PI, hasil keluaran dari
pengendali PI ini adalah berupa frekuensi sudut kompensasi yang perlu
ditambahkan dengan nilai
agar diperoleh nilai
, yang kemudian
.
diintegralkan terhadap waktu sehingga diperoleh nilai sudut fasa estimasi Ɵ
Algoritma ini terus dilakukan berulang kali hingga dicapainya nilai parameter


= 
∗
.
Blok algoritma current control akan memproses keluaran dari blok PLL,
yakni nilai estimasi amplitudo tegangan grid, frekuensi tegangan grid dan
sudut fasa tegangan grid. Ketiga hasil estimasi dari blok PLL ini kemudian
digunakan pada blok current control untuk dapat dihasilkannya tegangan
yang menghasilkan sinyal arus yang sinkron dengan sinyal tegangannya.
Berikut merupakan langkah-langkah algoritma current control yang
diilustrasikan melalui Gambar 2.2 diatas :
• Dilakukan pengukuran arus dari grid (012  ) , besarnya0 akan sama
dengan 012  . Sedangkan 0 merupakan sinyal arus dari grid yang
fasanya tertinggal 90° . Penggeseran fasa ini dilakukan dengan
menggunakan algoritma all pass filter (APF).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


11

• Nilai arus 0 dan 0 kemudian ditransformasi dengan Transformasi


 ) yang
DQ dengan nilai parameter sudut fasa hasil estimasi ( Ɵ
diperoleh dari algoritma PLL, sehingga menghasilkan sinyal arus 0
dan 0 .
• Selanjutnya, nilai 0 akan dibandingkan dengan nilai 02 , yakni
sama dengan nol. Nilai 0 juga akan dibandingkan dengan nilai 02 ,
dimana nilai 02 adalah besarnya arus yang ingin disuplai ke dalam
grid.
• Adanya perbadaan antara nilai 0 dan 02 serta antara nilai 0 dan
02 akan menghasilkan error 022 dan 022 . Kedua nilai error ini
kemudian akan dikendalikan dengan pengendali PI, yang
menghasilkan sinyal keluaran 3 4 dan 3 4 .
• Sinyal 3 4 ini kemudian akan dijumlahkan dengan : 3 dan


. Sedangkan sinyal 3 4 akan dijumlahkan dengan : 3 dan


.
Nilai 3 dan 3 adalah hasil coupling (perkalian silang)
antara 0 dan 0 dengan nilai induktansi pada grid.
• Hasil penjumlahan ketiga komponen tersebut kemudian akan
menghasilkan masing-masing nilai 

dan 

. Kedua nilai ini
kemudian ditransformasi balik dengan Inverse Transformasi DQ
 ) yang
(dengan menggunakan parameter sudut fasa hasil estimasi (Ɵ
diperoleh dari algoritma PLL) untuk menghasilkan 567 dan567 .
• Nilai 567 merepresentasikan sinyal tegangan yang perlu disuplai ke
beban untuk dapat menghasilkan sinyal arus yang sinkron dengan
sinyal tegangan yang terukur pada beban.

Nilai dari 567 inilah yang kemudian digunakan sebagai nilai referensi
tegangan bagi PWM generator untuk dapat membangkitkan sinyal-sinyal
pulsa bagi switching yang ada pada inverter.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


12

2.3 Sel Surya (Photovoltaic)


Sel surya atau photovoltaic, telah mengubah cara pandang kita tentang
energi dan memberikan solusi baru bagi kehidupan manusia untuk
memperoleh energi, khususnya energi listrik, tanpa harus membakar bahan
bakar fosil sebagaimana yang dilakukan pada minyak bumi maupun batu
bara. Matahari, sebagai satu-satunya sumber energi masukan bagi sel surya,
membuat sel surya mampu beroperasi dengan baik diseluruh belahan bumi
yang tersinari oleh matahari.
Perkembangan teknologi dalam bidang sel surya cukup mendapat
perhatian, terutama dari kalangan peneliti maupun oleh masyarakat umum.
Hal ini dikarenakan oleh beberapa keuntungan yang dimiliki oleh sel surya
sebagai penghasil energi (Luque & Hegedus, 2003).

2.3.1 Cara Kerja Sel Surya


Pada dasarnya sel surya bekerja dengan prinsip perpindahan dari
pasangan elekton – lubang (electron – hole) sehingga menimbulkan
aliran arus. Sel surya juga biasa disebut dengan P-N junction yang
muncul akibat adanya proses doping. Doping sendiri merupakan
proses pencampuran material pada salah satu bagian semikonduktor
tersebut dengan tujuan diperolehnya bagian yang banyak mengandung
muatan positif (bagian P) dan bagian yang banyak mengandung
muatan negatif (bagian N). Sehingga sering kali pemahaman cara
kerja dari sel surya ini dimodelkan melalui pemahaman dari P-N
junction.
Pemahaman sel surya dapat dijelaskan sebagai berikut (Luque &
Hegedus, 2003), pada sel surya atau bahan semikonduktor terdapat
bagian pita valensi dan pita konduksi. Pada pita valensi banyak
terdapat elektron-elektron dengan ikatan yang lemah. Sehingga ketika
elektron-elektron yang berada pada pita valensi diberikan sejumlah
energi tertentu, dimana besar energi yang diberikan tersebut melebihi
energi band gap, maka elektron tersebut dapat bergerak bebas pada

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


13

bagian pita konduksi. Proses perpindahan elektron ini nampak lebih


jelas melalui gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Sel Surya


(Luque & Hegedus, 2003)

Energi foton yang nampak pada Gambar 2.3 diatas adalah energi
cahaya yang diperoleh dari paparan sinar matahari ke sel surya. Ketika
energi cahaya tersebut dipaparkan pada elektron-elektron di pita
valensi, maka energi foton yang berupa partikel tersebut akan
menabrak elektron di pita valensi. Ketika energi foton yang diperoleh
dari paparan sinar matahari cukup kuat (energi foton lebih besar dari
pada energi band gap), maka energi foton tersebut akan mampu
membuat elektron pada pita valensi (VB) berpindah ke pita konduksi
(CB). Dengan adanya catu tegangan, dengan polaritas positif pada
bagian CB dan polaritas negatif pada bagian VB, maka akan membuat
elektron-elektron yang bergerak bebas pada bagian pita konduksi
bergerak terarah oleh adanya catu tegangan tadi. Pergerakan elektron
inilah yang menyebakan timbulnya aliran arus listrik yang kemudian
digunakan untuk berbagai kebutuhan.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


14

2.3.2 Karakteristik Sel Surya


Pemodelan dari sel surya menjadi penting untuk dilakukan dalam
proses penelitian, aplikasi maupun keperluan simulasi. Hal ini
dianggap perlu dilakukan guna memperoleh hubungan antara arus
keluaran dan tegangan keluaran dari sel surya. Pemodelan sel surya ini
dapat diperoleh melalui analisa persamaan matematis dari rangkaian
ekivalen sel surya yang ada.
Adapun rangkaian ekivalen dari sel surya diberikan melalui
Gambar 2.4 berikut ini. Rangkaian ekivalen dari sel surya ini terdiri
dari sumber arus, dioda, resistor hubung paralel dan resistor hubung
seri (Tsai, Tu, & Su, 2008).

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Sel Surya


(Tsai, Tu, & Su, 2008)

Sumber arus, IPh , merupakan sumber arus yang dihasilkan dari


proses konversi paparan cahaya matahari menjadi pergerakan elektron
dan hole (sehingga muncul aliran arus). Komponen dioda digunakan
sebagai bentuk representasi dari sel surya yang berupa P-N junction ;
sedangkan ID merupakan arus yang mengalir melalui dioda tersebut.
RSh merupakan hambatan sebagai representasi dari adanya rugi-rugi
daya yang hilang akibat adanya hubung singkat dan RS adalah
hambatan yang merepresentasikan rugi-rugi daya yang hilang akibat
resistivitas bahan. Adapun keluaran dari rangkaian ekivalen sel surya
ini adalah arus IPV dan tegangan VPV.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


15

Dengan menggunakan analisa Hukum Arus Kirchoff pada


rangkaian ekivalen sel surya yang digambarkan pada Gambar 2.4
diatas, maka diperoleh persamaan :
089 = 08: − 0; − 0<: (2.10)

IPh merupakan sumber arus sel surya yang diperoleh dari proses
konversi energi cahaya menjadi energi listrik, dimana besarnya nilai
arus yang dihasilkan oleh IPh ini akan sangat tergantung oleh besarnya
nilai irradiance (λ) dan suhu sel surya (TC). Irradiance sendiri
merupakan turunan radiasi cahaya terhadap waktu, yang menyatakan
daya yang dihasilkan dari radiasi elektromagnetik cahaya pada suatu
permukaan. Adapun persamaan IPh dapat dinyatakan melalui
persamaan berikut :
08: = (0= + K ? (TA − TBCD ))λEλBCD (2.11)

Sedangkan arus yang mengalir melalui dioda, ID, memiliki


persamaan :

0; = 0 FGHI F S − 1S
(9JK L<M NJK )
OPQR
(2.12)

Persamaan arus saturasi (IS) dari sel surya dapat dinyatakan dalam
sebuah persamaan matematis yang memiliki hubungan dengan suhu
sel surya sebagai berikut :

` `
[ ]^ _ 3 b
0 = 0< U Z GHI \ d
QV aWXY aV

QWXY cO
(2.13)

Sedangkan, IRS , yang merupakan arus reverse saturation dapat


diperoleh berdasarkan persamaan:
eKfR
0< = 0= E(G ghaR − 1) (2.14)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


16

Analisa Hukum Tegangan Kirchoff digunakan untuk memperoleh


nilai IRsh dalam loop tertutup dari gambar rangkaian ekivalen sel surya
diatas, yakni :
<: = 089 .  + 89
0<: . : = 089 .  + 89
0<: =
NJK .<j L9JK
<Mk
(2.15)

Maka persamaan arus keluaran sel surya (IPV) yang sebelumnya


dinyatakan oleh persamaan (2.10) diatas, dapat dinyatakan kembali
oleh persamaan (2.16) berikut ini :
e(KJK lmM nJK )
089 = 08: − 0 UG − 1Z −
ghaR
9JK L<j NJK
<jk
(2.16)

Berikut merupakan keterangan berbagai variabel yang digunakan


pada persamaan (2.10) hingga persamaan (2.16).
IPV : Arus keluaran sel surya (Ampere)
IPh : Arus hasil konversi energi (Ampere)
IS : Arus saturasi sel surya (Ampere)
VPV : Tegangan keluaran sel surya (Volt)
ISC : Arus hubung singkat rangkaian (Ampere)
λ : Irradiance (W/m2)
λref : Irradiance referensi (W/m2)
TC : Suhu sel surya (Kelvin)
KI : Koefisien suhu arus (A/K)
Tref : Suhu referensi Sel Surya (Kelvin)
IRS : Arus reverse saturation (Ampere)
K : konstanta Boltzman (1.38x10-23 J/K)
A : Ideality factor
q : Muatan elektron (1.6x10-19 Coloumb)
VOC : Tegangan rangkaian terbuka (Volt)
EG : Energi band gap semikonduktor (Ev)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


17

Sel surya yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah
sel surya produksi Kyocera dengan model KC50T (Kyocera KC50T
Datasheet), dimana nilai-nilai parameter karakteristik yang digunakan
pada sel surya produksi Kyocera ini ditunjukkan pada Tabel 2.1
berikut ini.

Tabel 2.1. Karakteristik KC50T


(Kyocera KC50T Datasheet)
Karakteristik Nilai
+10%
Rating Daya 54 Watt
-5%
Tegangan Rangkaian Terbuka (VOC) 21,7 V

Arus Hubung Singkat (ISC) 3,31 A

Koefisien suhu VOC -8,21x10-2 V/oC

Koefisien suhu ISC 1,33x10-3 A/oC


Tegangan Kerja Optimal (VMPP) 17,4 V
Hambatan seri model (RS) 0,691 Ω
Hambatan shunt model (RSh) 10850 Ω

Tabel 2.1 diatas menunjukkan karakteristik dari model sel surya


yang digunakan sebagai referensi pemodelan sel surya pada skripsi
ini, yakni sel surya KC50T. Adapun data-data yang ada pada Tabel
2.1 tersebut diperoleh berdasarkan datasheet dari (Kyocera KC50T
Datasheet) dan eksperimen yang dilakukan oleh (Lin, 2009) pada
kondisi pengujian standar yaitu pada suhu lingkungan 25°C dan nilai
irradiance 1000 Watt/m2.
Adapun dalam penggunaan sel surya ini perlu diketahui juga
hubungan antara arus keluaran (IPV), tegangan keluaran (VPV), daya
keluaran (PPV) dalam hubungannya dengan variasi nilai atau parameter
karakteristik sel surya seperti irradiance (λ) maupun suhu (T). Pada
Gambar 2.5 berikut akan ditampilkan berbagai kurva karakteristik sel

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


18

surya hubungan I-V maupun P-V yang dalam variasi parameter


irradiance maupun suhu.

Gambar 2.5 Kurva Karakteristik I-V dan P-V Sel Surya


(Yi & Lu fa, 2009)

Gambar 2.5 bagian kiri menggambarkan kurva karakteristik untuk


hubungan I-V (atas) dan kurva karakteristik untuk hubungan P-V
(bawah) dalam variasi nilai irradiance, namun dengan suhu yang
konstan pada nilai 25°C. Sedangkan, Gambar 2.5 bagian kanan
menggambarkan kurva karakteristik untuk hubungan I-V (atas) dan
kurva karakteristik untuk hubungan P-V (bawah) dalam variasi suhu
sel surya, dengan nilai irradiance yang konstan pada 1000 Watt/m2.
Melalui Gambar 2.5 diatas dapat dikatakan bahwa peforma sel
surya akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai parameter suhu dan
irradiance, atau dengan kata lain bisa dikatakan bahwa peforma sel
surya akan sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan dimana sel
surya tersebut ditempatkan.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


19

Pada kurva hubungan I-V nampak bahwa sel surya dapat


menghasilkan arus keluaran sel surya yang sama untuk rentang
tegangan kerja sel surya yang cukup luas. Namun pada kurva
hubungan P-V akan nampak bahwa sel surya hanya akan
menghasilkan daya keluaran yang maksimal pada nilai-nilai tegangan
yang tertentu saja. Oleh karena itu dalam penggunaan sel surya kali
ini, juga akan dilibatkan metode Maximum Power Point Tracker
(MPPT) yang berfungsi untuk dapat mencari titik kerja optimum sel
surya yang berada dibawah kondisi lingkungan tertentu.

2.3.3 Modul Sel Surya


Pada dasarnya sel surya rata-rata hanya mampu memberikan
keluaran daya 2 Watt pada 0.5 Volt (Tsai, Tu, & Su, 2008), sehingga
sel surya perlu disusun dalam suatu modul yang tersusun secara seri
maupun paralel untuk dapat memberikan daya keluaran sesuai dengan
kebutuhan. Ketika beberapa sel surya dipasang dalam suatu modul sel
surya, dimana antara sel surya yang satu dengan yang lain tersusun
secara seri maupun paralel, maka berdasarkan (Tsai, Tu, & Su, 2008)
persamaan arus keluaran sel surya, IPV , yang sebelumnya dinyatakan
oleh persamaan (2.17), menjadi dapat dituliskan sebagai berikut ini :
e(KJK Epj lmM nJK EpJ )
089 = o8 08: − o8 0 _G − 1b −
ghaR
9JK qJ /qM L<j NJK
<jk
(2.17)

Dimana :
NS = jumlah modul sel surya yang disusun seri
NP = jumlah modul sel surya yang disusun paralel

2.4 Maximum Power Point Tracker (MPPT)


Dari gambar rangkaian ekivalen sel surya yang nampak pada Gambar 2.4
sebelumnya nampak bahwa keluaran dari suatu modul sel surya ialah arus sel
surya (IPV) dan tegangan sel surya (VPV), dimana nilai arus dan tegangan
keluaran sel surya ini memiliki karakteristik sebagaimana yang digambarkan
oleh kurva karakteristik I-V dan P-V pada Gambar 2.5 diatas. Dari kurva
karakteristik nampak bahwa IPV dan VPV akan membentuk suatu hubungan

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


20

karakteristiknya sendiri, yang juga ikut dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu
suhu lingkungan dan nilai irradiance. Sehingga, agar suatu modul sel surya
dapat beroperasi pada kondisi optimumnya, yaitu sel surya bekerja pada titik
tegangan dan arus tertentu yang menghasilkan daya keluaran yang
maksimum, maka diperlukannya suatu algoritma yang mampu menemukan
titik kerja dari sel surya yang optimal. Adapun algoritma yang dapat
digunakan untuk mencari titik kerja optimal dari sel surya dikenal dengan
Maximum Power Point Tracker (MPPT). Hingga kini telah banyak
dikembangkan berbagai algoritma MPPT yang dirancang untuk mencari titik
kerja optimum sel surya (Trishan Esram, 2007).
Salah satu algoritma MPPT yang cukup banyak digunakan untuk
menetukan titik kerja optimal sel surya adalah metode Incremental
Conductance Method (ICM). Metode ICM ini banyak digunakan karena
beberapa alasan diantaranya ialah karena dianggap metode ICM relatif lebih
mudah dan dapat menentukan nilai maksimum yang reliable (Trishan Esram,
2007).
Metode ICM dalam menentukan titik kerja optimal sel surya ini adalah
dengan menggunakan sifat dasar suatu fungsi, dalam hal ini adalah fungsi
daya terhadap tegangan, yaitu fungsi tersebut akan mencapai nilai
maksimalnya ketika nilai turunan pertamanya (gradien) bernilai nol (Yan, Fei,
Jinjun, & Shanxu, 2008).

=0
8
9
(2.18)

dimana, P = V . I , maka :

= 0 9 +  9 = 0 +  9 = 0
(N9) 9 N N
9
(2.19)

= −9
N N
9
(2.20)

Algoritma MPPT dengan metode ICM ini akan terus menaikkan atau
menurunkan nilai tegangan kerja sel surya hingga diperoleh titik kerja yang
optimum, atau dengan kata lain hingga terpenuhinya persamaan (2.20) diatas
(Yan, Fei, Jinjun, & Shanxu, 2008). Namun perlu diketahui bahwa, metode
ICM ini akan memberikan nilai kenaikan atau penurunan tegangan kerja sel

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


21

surya yang konstan maka nilai tegangan kerja yang tercapai nantinya akan
berosilasi di sekitar titik kerja tegangan yang optimal.

2.5 Rangkaian Boost Converter


Boost converter disebut sebagai suatu rangkaian converter yang
memanfaatkan switching dalam operasinya, dimana rangkaian ini bekerja
dengan prinsip membuka dan menutup suatu switch elektroniknya secara
periodik (Hart, 1997). Karakteristik utama yang muncul dari suatu rangkaian
boost converter ini ialah bahwa rangkaian ini mampu mengkonversi tegangan
masukan menjadi tegangan keluaran yang lebih tinggi nilainya, oleh karena
itulah boost converter juga disebut sebagai step-up converter. Adapun
rangkaian boost converter tampak sebagai berikut :

Gambar 2.6 Rangkaian Boost Converter

Analisa rangkaian boost converter dapat dilakukan dengan melakukan


analisa ketika switch dalam keadaan tertutup dan terbuka. Proses pengaturan
buka dan tutup dari switch ini akan berpengaruh terhadap tegangan keluaran
(VO) dari rangkaian boost converter itu sendiri. Namun sebelum melakukan
analisa terhadap keadaan switch, perlu diperhatikan beberapa asumsi-asumsi
yang digunakan (Hart, 1997):
- Rangkaian diasumsikan mencapai keadaan tunak (steady-state)
- Periode switching adalah T, dimana switch tertutup selama DT dan
switch terbuka selama (1-D)T. Dimana, D adalah duty cycle.
- Arus induktor diasumsikan sebagai arus kontinyu.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


22

- Kapasitas kapasitor diasumsikan sangat besar, sehingga tegangan


keluaran dapat dijaga konstan pada nilai VO.
- Komponen-komponen yang digunakan pada rangkaian boost
converter diasumsikan sebagai komponen yang ideal.
Pada keadaan switch tertutup, maka gambar rangkaian boost converter
akan nampak sebagai :

Gambar 2.7 Rangkaian Boost Converter saat switch tertutup

Ketika switch pada rangkaian boost converter dalam keadaan tertutup


maka rangkaian ekivalennya ditunjukkan pada Gambar 2.7 diatas. Dalam
keadaan ini dioda dalam keadaan reversed biased, maka dengan menerapkan
Hukum Tegangan Kirchoff dan Hukum Arus Kirchoff pada Gambar 2.7
diatas maka diperoleh :
• − + s = 0

= . 
 t v
u s
(2.13)

• 0= + 0< = 0

= − <.= . =
9V v
u
(2.14)

Bila persamaan (2.13) dan (2.14) dinyatakan dalam bentuk persamaan


ruang-keadaan maka :
0w 0 0 0 1y
# s ) = #0 v ) ! s " + # x ) 
=w − = 0
(2.15)
<.=

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


23

Dalam keadaan ini, besarnya perubahan arus yang terjadi ialah konstan
sehingga arus akan meningkat secara linear. Perubahan arus induktor
dinyatakan dalam persamaan :

= =
∆ t ∆ t 9j
∆u ;Q s
(2.16)

Ingat bahwa durasi waktu untuk switch tertutup adalah selama DT. Maka
persamaan (2.12) dapat ditulis menjadi :
(∆'s )7{| =
9j ;Q
s
(2.17)

Pada keadaan switch terbuka, maka gambar rangkaian boost converter


akan nampak sebagai :

Gambar 2.8 Rangkaian Boost Converter saat switch terbuka

Ketika switch pada rangkaian boost converter dalam keadaan terbuka


maka rangkaian ekivalennya ditunjukkan pada Gambar 2.8 diatas. Dalam
keadaan ini kini dioda dalam mode operasi forward biased guna memberikan
arah aliran baru arus induktor, maka dengan menerapkan Hukum Tegangan
Kirchoff dan Hukum Arus Kirchoff pada Gambar 2.8 diatas maka diperoleh :
• − + s + = = 0

= s .  − s . =
 t v v
u
(2.18)

• 0= = 0s − 0<
= − . 0s − . =
9V v v
u = <.=
(2.19)

Bila persamaan (2.18) dan (2.19) dinyatakan dalam bentuk persamaan


ruang-keadaan maka :

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


24

0 −
v
0w 0 1y
# s ) = }v s
~ ! s " + # x) 
=w −
v = 0
(2.20)
= <.=

Dalam keadaan ini, besarnya perubahan arus yang terjadi ialah konstan
sehingga arus akan meningkat secara linear. Perubahan arus induktor
dinyatakan dalam persamaan :

= (v3;)Q =
∆ t ∆
t 9j
∆u s
(2.21)

Ingat bahwa durasi waktu untuk switch tertutup adalah selama DT. Maka
persamaan (2.21) dapat ditulis menjadi :

(∆'s )|6 =
9j (v3;)Q
s
(2.22)

Pada kondisi tunak (steady-state), maka total perubahan arus induktor


harus sama bernilai nol. Maka untuk memenuhi teori dasar ini, persamaan
(2.17) dan persamaan (2.22) dapat dituliskan menjadi :
(∆'s )7{| + (∆'s )|6 = 0
(9j 39 )(v3;)Q
+ =0
9j ;Q
s s

 (€ + 1 − €) −  (1 − €) = 0
Maka diperoleh VO sebagai :
 = v3;
j 9
(2.23)

Persamaan (2.23) diatas menyatakan hubungan antara tegangan masukan


rangkaian boost converter (VS) dengan tegangan keluaran-nya (VO). Melalui
persamaan tersebut nampak bahwa ketika switch dalam keadaan terbuka (duty
cycle bernilai nol) maka tegangan keluaran dari rangkaian boost converter
akan bernilai sama dengan tegangan masukannya. Seiiring dengan
meningkatnya nilai duty cycle, maka nilai bagian penyebut pada persamaan
(2.23) akan semakin kecil sehingga membuat nilai tegangan keluaran akan
menjadi lebih besar relatif terhadap tegangan masukannya.
Sedangkan ketika nilai duty cycle bernilai satu, maka tegangan keluaran
boost converter menjadi tak terhingga. Namun hal ini tentu tidak akan terjadi,

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


25

mengingat persamaan (2.23) diturunkan dari model rangkaian boost converter


yang ideal. Pada keadaan yang sebenarnya, setiap komponen pada rangkaian
boost converter akan memiliki besaran losses sehingga tidak memungkinkan
untuk menghasilkan tegangan keluaran yang nilainya tak hingga. Pada
dasarnya, karakteristik unik yang dimiliki oleh rangkaian boost converter ini
adalah boost converter akan menghasilkan tegangan keluaran yang lebih
besar atau sama dengan tegangan masukannya.
Dalam menentukan desain dari rangkaian boost converter maka besarnya
nilai minimum induktansi (Lmin) pada induktor dan nilai minimum kapasitansi
kapasitor (Cmin) agar dapat bekerja dengan baik pada frekuensi switching (f)

dan besarnya ripple yang diinginkan F 9  S dinyatakan melalui persamaan


∆9


berikut ini :

x 6 =
;(v3;)‚ <
ƒ
(2.24)

=
∆9 ;
9 <=
(2.25)

2.6 Sinyal Pulse Width Modulation


Pulse Width Modulation atau PWM merupakan sinyal yang biasa
digunakan untuk melakukan fungsi pengaturan dari sebuah rangkaian
elektronik. Sinyal PWM umum digunakan untuk mengendalikan suatu
switching pada rangkaian elektronik, bentuk dari sinyal PWM ini ialah suatu
sinyal persegi panjang hasil modulasi dari sinyal referensi dengan sinyal
carrier. Dalam skripsi ini, sinyal PWM ini natinya akan digunakan untuk
melakukan fungsi pengaturan switching pada rangkaian boost converter dan
pada komponen inverter. Adapun bentuk dari sinyal PWM nampak sebagai
berikut :

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


26

Gambar 2.9 Sinyal PWM

Sinyal PWM yang nampak pada Gambar 2.9 diatas dapat dibentuk
dengan membandingkan antara sinyal referensi dengan sinyal carrier. Sinyal
referensi bisa berupa sinyal apapun yang ingin dijadikan referensi. Sedangkan
sinyal carrier merupakan sinyal yang berupa segitiga sama kaki maupun
sinyal gigi gergaji yang digunakan sebagai gelombang modulasi dan
komparator. Berikut merupakan gambar mengenai cara pembentukan sinyal
PWM.

Gambar 2.10 Pembentukan Sinyal PWM


(Staff, 2000)

Ketika sinyal referensi (bewarna biru pada Gambar 2.10) lebih besar
daripada gelombang modulasi (berupa sinyal segitiga sama kaki, bewarna
merah pada Gambar 2.10) maka sinyal PWM akan berada pada kondisi high
atau dengan kata lain bernilai 11.. Begitu pula sebaliknya, ketika sinyal
referensi bernilai lebih kecil dari gelombang modulasi maka sinyal PWM
akan berada pada kondisi low atau dengan kata lain bernilai 0. Pada Gambar
2.8 diatas, sinyal PWM yang terbentuk dinyatakan dengan warna hijau.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 3
PERANCANGAN SISTEM GRID-CONNECTED INVERTER
UNTUK PENERAPAN PADA SEL SURYA

Pada Bab 3 ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai rancangan sistem
grid-connected inverter. Model kendali dari sistem grid-connected inverter juga
akan dijelaskan dan dilakukan uji simulasi pada Bab 3 ini, yakni tentang algoritma
MPPT, PLL dan current control. Selanjutnya, pemodelan sel surya juga dibentuk
berdasarkan dasar teori yang telah dibahas melalui Bab 2 sebelumnya. Berbagai
model kombinasi yang dimungkinkan terbentuk oleh sistem grid-connected
inverter ini dimodelkan dalam bentuk persamaan matematis sehingga dapat
dituliskan dalam bahasa pemrograman bahasa C dalam C-MEX untuk
kepentingan simulasi.

3.1 Perancangan Sistem Grid-Connected Inverter


Untuk dapat melakukan simulasi dan analisis terhadap fenomena yang
terjadi pada grid-connected inverter maka terlebih dahulu perlu dilakukan
perancangan sistem dari grid-connected inverter itu sendiri. Oleh karena itu,
pada sub-bab ini, akan dipaparkan model perancangan yang mendasari sistem
grid-connected inverter pada skripsi kali ini.
Rancangan sistem grid-connected inverter ini merupakan rangkaian
gabungan dari beberapa sub-sistem. Antara lain terdiri dari sel surya,
rangkaian boost converter, inverter, rangkaian beban dan jaringan listrik.
Keseluruhan sub-sistem ini kemudian digabung menjadi suatu rangkaian
kompleks, dengan dasar tujuan agar diperoleh suatu gambaran keseluruhan
mengenai sistem grid-connected inverter yang utuh, sebagaimana nampak
pada gambar berikut ini.

27
Universitas Indonesia
Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012
28

Gambar 3.1 Rancangan Sistem Grid-Connected Inverter

Rangkaian boost converter seperti yang telah dinyatakan pada bagian


dasar teori, terdiri dari komponen kapasitor (C1 dan C2), induktor (L1),
switch (S1) dan dioda (D). Komponen resistor, R1, yang ada pada rangkaian
boost converter digunakan untuk memodelkan adanya hambatan resistif pada
induktor L1. Komponen resistor ini juga menyertai nilai induktor L2,
induktor L3 dan induktor L4. Pada rancangan sistem grid-connected inverter
kali ini, rangkaian boost converter digunakan untuk dapat mengendalikan
nilai tegangan keluaran sel surya agar berada pada titik kerja optimalnya.
Mekanisme kendali yang ada pada boost converter akan dijelaskan kemudian.
Rangkaian inverter satu fasa yang digunakan terdiri dari empat buat
saklar, yaitu S2, S3, S4 dan S5. Keempat saklar ini nantinya akan
dikendalikan dengan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh PWM generator.
Sinyal PWM saklar ke-2 (S2) dan saklar ke-5 (S5) akan sama, sedangkan
sinyal PWM saklar ke-3 (S3) dan saklar ke-4 (S4) akan sama. Sehingga
kombinasi buka-tutup dari keempat saklar inverter satu fasa ini akan
ditunjukkan oleh tabel berikut.

Tabel 3.1 Tabel Keadaan Saklar pada Inverter Satu Fasa


Kombinasi Saklar Inverter Satu Fasa
S2 S3 S4 S5
ON OFF OFF ON
OFF ON ON OFF

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


29

Selanjutnya, nilai induktor L2 akan merepresentasikan nilai dari rugi-rugi


kabel sepanjang jaringan sel surya ke beban. Nilai induktor L3 dan resistor
R2 akan merepresentasikan nilai hambatan beban yang akan disuplai oleh sel
surya dan grid. Nilai induktor L4 merepresentasikan nilai dari rugi-rugi kabel
sepanjang grid ke beban.
Pada rancangan grid-connected inverter yang nampak pada Gambar 3.1
diatas nampak adanya saklar ke-enam (S6) dan ke-tujuh (S7), kedua saklar ini
digunakan pada rancangan kali ini agar dapat dimodelkan grid-connected
inverter dengan kondisi : hanya sel surya yang memberikan suplai ke beban
(S6 ON, S7 OFF), hanya jaringan listik yang memberikan suplai ke beban (S6
OFF, S7 ON) atau sel surya dan jaringan listik secara bersamaan memberikan
suplai ke beban (S6 ON, S7 ON).
Dari rancangan Gambar 3.1 diatas nampak bahwa sistem grid-connected
inverter yang dirancang memiliki tujuh buah saklar, sehingga akan
menghasilkan beberapa kondisi kombinasi rangkaian. Penjabaran mengenai
berbagai kemungkinan kombinasi yang ada akan diberikan pada sub-bab 3.4.
Di samping itu, tentunya rancangan dari sistem grid-connected inverter
ini tidak serta-merta hanya berdiri sendiri, sebagaimana tampak pada Gambar
3.1 diatas. Namun sistem grid-connected inverter ini juga ditopang oleh
sistem kendali lain yang berfungsi untuk menjaga keluaran sel surya agar
selalu berada pada titik kerja optimalnya, yaitu algoritma MPPT dengan
menggunakan metode ICM yang menjadi referensi pengaturan bagi switching
(saklar 1) pada rangkaian boost converter. Metode kendali yang lain ialah
adanya sistem PLL dan current control yang berfungsi untuk dapat
menghasilkan sinyal tegangan yang perlu disuplai ke beban untuk dapat
menghasilkan sinyal arus yang sinkron dengan sinyal tegangan yang terukur
pada beban. Model kendali yang diterapkan pada sistem grid-connected
inverter ini akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini, yakni pada sub-bab 3.2.

3.2 Model Kendali Sistem Grid-Connected Inverter


Jika pada sub-bab 3.1 telah diberikan rancangan dari sistem grid-
connected inverter, maka pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


30

rancangan pengendaliannya. Berikut ini, melalui Gambar 3.2 akan


digambarkan rancangan grid-connected inverter yang sama dengan Gambar
3.1, namun telah disertakan dengan model pengendalian yang akan dilakukan.

Gambar 3.2 Rancangan Sistem Grid-Connected Inverter


dengan Pengendali

Gambar 3.2 diatas menunjukkan skema rancangan dari sistem grid-


connected inverter beserta dengan model pengendaliannya, yakni algoritma
MPPT, PLL dan current control. Sel surya dihubungkan dengan rangkaian
boost converter, dimana tegangan masukan dari rangkaian boost converter
ialah tegangan yang berasal dari sel surya. Dengan digunakannya rangkaian
boost converter maka nilai tegangan sel surya dapat dijaga pada titik kerja
optimalnya.
Nilai tegangan keluaran sel surya ini perlu dijaga konstan di titik kerja
sel surya yang optimal, oleh karena itu digunakan algoritma MPPT agar sel
surya dapat mencapai titik kerja optimal. Algoritma MPPT yang digunakan
adalah metode ICM, metode ICM ini mampu menentukan titik kerja sel surya
yang optimal dibawah suatu keadaan lingkungan tertentu. Oleh karena itu,
pengukuran nilai arus dan tegangan sel surya dilakukan dan menjadi masukan
bagi algoritma MPPT. Selanjutnya tegangan sel surya ini dikendalikan

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


31

dengan menggunakan pengendali Integral-Proporsional (I-P), dimana


keluaran dari pengendali IP ini ialah duty cycle.
Pengendali I-P digunakan dengan tujuan agar nilai tegangan sel surya
sistem dapat mengikuti nilai tegangan sel surya referensi (yang berasal dari
ICM) dengan respon transien yang relatif cepat.
Nilai duty cycle selanjutnya masuk ke blok PWM generator untuk
menghasilkan pulsa-pulsa PWM yang bersesuaian dengan nilai duty cycle
masukannya. Selanjutnya, sinyal PWM inilah yang mengendalikan switching
(saklar 1) yang ada pada rangkaian boost converter.
Untuk dapat melakukan rancangan sistem grid-connected inverter
sebagaimana nampak pada Gambar 3.2 diatas, maka terlebih dahulu perlu
dipastikan bahwa setiap sub-sistem penopang yang digunakan telah berfungsi
dengan baik. Sehingga pada sub-bab berikut akan dipaparkan mengenai
model sel surya yang digunakan, model kombinasi yang terbentuk, algoritma
MPPT dan algoritma PLL beserta current control.

3.3 Model Sel Surya


Prinsip dasar mengenai cara kerja dari sel surya telah dijelaskan dengan
rinci pada bagian dasar teori. Model sel surya yang akan digunakan pada
rancangan sistem grid-connected inverter ini harus memenuhi karakteristik
sel surya yang sebenarnya, yakni yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Untuk
itu, pemodelan matematis yang diberikan oleh persamaan (2.16) akan menjadi
acuan utama dalam mendesain model sel surya yang digunakan. Nilai-nilai
parameter yang digunakan adalah nilai-nilai parameter karakteristik dari
model sel surya Kyocera KC50T yang ditampilkan pada Tabel 2.1.
Persamaan (2.16) merupakan model statis dari sel surya, pada persamaan
(2.16) nampak bahwa pada sisi kiri dan kanan persamaan terdapat variabel
IPV. Dengan kata lain, untuk mendapatkan nilai IPV maka nilai IPV itu sendiri
juga diperlukan untuk memperolehnya. Maka dari itu, untuk memudahkan
pemodelan sel surya ini maka sel surya dibentuk sebagai suatu model yang
dinamik, yakni dengan menambahkan blok low pass filter (LPF). Adanya
penambahan blok LPF akan memberikan karakteristik transien pada model

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


32

sel surya, yang dinyatakan oleh persamaan (2.16). Persamaan umum LPF
yang digunakan adalah :
„ = …Lv x
v
(3.1)
Dimana :
y = keluaran blok low pass filter
‡ = konstanta waktu
x = masukan blok low pass filter

3.3.1 Kurva Karakteristik I-V dan P-V Model Sel Surya KC50T
Dengan digunakannya blok low pass filter pada model sel surya
ini maka model sel surya yang dirancang akan nampak pada Gambar
3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Simulasi Model Sel Surya

Simulasi model sel surya yang digambarkan pada Gambar 3.3


merupakan simulasi pada MATLAB/Simulink. Blok S-Function (C-
MEX) yang bernama selsurya.c berisikan barisan program yang
merumuskan persamaan matematis dari model sel surya, yakni
persamaan (2.10) hingga (2.16). Selanjutnya, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, untuk membentuk model sel surya yang
dinamik maka ditambahkan pula blok low pass filter, dengan nilai
konstanta waktu (τ) sebesar 0.003, pada simulasi model sel surya ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


33

Adapun masukan dari blok model statik sel surya ini adalah :
irradiance (Watt/m2), suhu lingkungan (Kelvin), arus sel surya,
tegangan sel surya dan jumlah panel sel surya yang digunakan.
Untuk menentukan apakah model sel surya yang dimodelkan kali
memiliki karakteristik sel surya pada umumnya, maka model sel surya
ini diuji coba pada kondisi pengujian standar, yakni pada suhu
lingkungan 25°C dan irradiance 1000 Watt/m2. Adapun jumlah panel
sel surya yang digunakan adalah sejumlah 15 panel yang disusun seri.
Jumlah ini dipilih dengan alasan untuk menyesuaikan dengan keadaan
hardware yang dimiliki oleh tim riset, sehingga kedepannya simulasi
ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.

Gambar 3.4 Karakteristik Model Sel Surya

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


34

Pada Gambar 3.4 diatas nampak bahwa karakteristik model sel


surya yang dimodelkan dengan menggunakan persamaan (2.10)
hingga (2.16) menghasilkan karakteristik yang bersesuaian dengan
karakteristik sel surya pada umumnya. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya kesesuaian antara kurva karakteristik model sel surya pada
Gambar 3.4 dengan kurva karakteristik sel surya pada umumnya pada
Gambar 2.5.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa model sel surya yang
berasal dari persamaan (2.10) hingga (2.16) cukup sesuai dengan
model sel surya yang sesungguhnya.
Kini, model sel surya yang akan digunakan pada rancangan
sistem grid-connected inverter akan menggunakan 15 modul sel surya
yang disusun seri (NS = 15). Tentunya dengan penggunaan modul sel
surya yang semakin banyak akan menghasilkan daya keluaran yang
lebih besar, sehingga kurva karakteristik I-V maupun P-V akan
memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kurva
karakteristik I-V dan P-V pada Gambar 3.4 sebelumnya.

Gambar 3.5 Kurva P-V Model Sel Surya KC50T untuk 1 Modul Sel Surya

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


35

Gambar 3.6 Kurva I-V Model Sel Surya KC50T untuk 1 Modul Sel Surya

Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 diatas menunjukkan kurva


karakteristik P-V dan I-V dari satu buah modul sel surya Kyocera
KC50T. Gambar 3.5 menunjukkan bahwa dengan satu buah modul sel
surya akan diperoleh nilai daya maksimum sebesar 55.15 Watt pada
saat nilai tegangan sel suryanya sebesar 17.4 Volt. Ketika titik kerja
tegangan sel surya berada pada nilai 17.4 Volt, maka pada kurva
karakteristik I-V akan nampak bahwa arus yang dihasilkan sebesar
3.17 Ampere. Mengacu pada Tabel 2.1, yang mencantumkan nilai-
nilai karakteristik dari sel surya Kyocera KC50T, maka terlihat bahwa
nilai daya maksimal hasil simulasi telah mencapai level rating daya
dari sel surya Kyocera KC50T dengan titik tegangan optimalnya
sebesar 17.4 Volt. Hal ini semakin mempertegas bahwa model sel
surya hasil simulasi telah bersesuaian dengan model sel surya yang
nyata.
Tentunya jika kini ingin digunakan 15 buah modul sel surya yang
disusun secara seri, maka nilai daya keluaran maksimal yang
diperoleh akan menjadi 15 kali lebih besar dari daya keluaran
maksimal satu buah modul sel surya, yakni sebesar 827.25 Watt dan
pada titik kerja tegangan 261 Volt. Hal ini akan dibandingkan dengan
hasil simulasi berikut.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


36

Gambar 3.7 Kurva P-V Model Sel Surya KC50T untuk 15 Modul Sel Surya

Gambar 3.8 Kurva I-V Model Sel Surya KC50T untuk 15 Modul Sel Surya

Pada Gambar 3.7 nampak bahwa hasil simulasi tidak dapat


memberikan nilai daya maksimum sesusai dengan perkiraan
perhitungan, yakni memberikan daya keluaran maksimum sebesar
827.25 Watt, namun hasil simulasi memberikan keluaran daya
maksismum sebesar 822 Watt. Walaupun nilai daya keluaran
maksimum hasil simulasi tidak sesuai dengan nilai perkiraan
perhitungan, namun nilai daya keluaran maksimum ini masih berada
didalam rating daya model sel surya Kyocera KC50T (dengan batas
atas +10% dan batas bawah -5%). Sedangkan untuk titik kerja

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


37

tegangan optimumnya berada pada nilai 261 Volt, nilai ini sesuai
dengan perkiraan perhitungan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model sel surya yang
disimulasikan telah memiliki karakteristik dari model sel surya
Kyocera KC50T, baik yang dioperasikan sendiri maupun dengan 15
buah modul sel surya yang disusun secara seri.

3.3.2 Persamaan Keluaran Model Sel Surya


Pada sub-sub-bab 3.3.1 telah diberikan keluaran simulasi model
sel surya berdasarkan persamaan matematis yang memodelkan sel
surya, dari hasil simulasi yang ditunjukkan juga telah terbukti bahwa
hasil simulasi telah memiliki karakteristik sel surya Kyocera KC50T.
Pada sub-sub-bab kali ini, model simulasi yang ditunjukkan pada
Gambar 3.3 ingin dimodelkan menjadi suatu persamaan matematis
yang lebih singkat, yakni dinyatakan dalam bentuk persamaan
diferensial. Tentunya hal ini dilakukan dengan melibatkan blok low
pass filter, yang berfungsi untuk membentuk model sel surya yang
dinamik.
Mengacu pada Gambar 3.3, 089

merupakan arus keluaran dari
model statik sel surya, selanjutnya nilai 089

ini masuk ke dalam blok
low pass filter dan 089 merupakan keluarannya. Maka jika dituliskan
dalam persamaan :
089 = 0∗
v
…Lv 89
(3.2)

&089 = −

NJK NJK
… …
(3.3)

Nilai 0‰

merupakan keluaran dari model statik sel surya, yakni
dinyatakan melalui persamaan (2.17), dengan nilai Np = 1 (jumlah
modul sel surya yang dipasang paralel). Maka diperoleh persamaan :
K KJK
U JK LNJK <j Z LNJK <j
0 = − ŠGHI − 1‹ − −
 NJk Nj pj pj NJK
u 89 … … OcQV …<jk …
(3.4)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


38

Dimana,
- IPh dinyatakan oleh persamaan (2.11)
- IS dinyatakan oleh persamaan (2.13) dan (2.14)

Untuk dapat dinyatakan dalam model ruang keadaan maka


persamaan model dinamik sel surya yang dinyatakan dalam
persamaan (3.4) perlu dilinearisasi terlebih dahulu. Persaman (3.4)
merupakan persamaan diferensial IPV terhadap waktu, namun pada
persamaan ini masih terdapat variabel IPV dan VPV pada ruas kanan
persamaan hal inilah yang membuat perlu dilakukannya linearisasi
pada persamaan (3.4) guna memudahkan analisis.
Persamaan (3.4) dilinearisasi dengan menggunakan deret Taylor
agar diperoleh fungsi yang linear disekitar titik kerja sistem, yakni
pada nilai IPV0 dan VPV0. Adapun hasil linearisasi persamaan (3.4)
diatas dinyatakan sebagai berikut :
∆089 =


u

− _… + < + FOcQj Sb ∆089 − _q + Fq Sb ∆89 (3.5)


NJk 3NM (Œ3v) v <j NM Œ < v NM Œ 
… jk … … V j <jk … … j OcQV

Dimana,

*(9JK Eqj )LNJK <M +


 = exp F OcQV
S (3.6)

VPV0 = Titik kerja tegangan sel surya

IPV0 = Titik kerja arus sel surya

3.4 Model Kombinasi dari Sistem Grid-Connected Inverter


Perancangan sistem grid-connected inverter yang nampak pada Gambar
3.1 diatas menunjukkan bahwa akan ada berbagai kombinasi rangkaian yang
terbentuk sebagai wujud dari adanya penggunaan tujuh buah saklar dalam
sistem tersebut. Tujuh buah saklar ini antara lain adalah : saklar pertama (S1)
merupakan saklar yang ada pada rangkaian boost converter, saklar kedua
hingga saklar kelima (S2, S3, S4 dan S5) merupakan saklar yang ada pada

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


39

rangkaian DC-AC inverter, saklar keenam (S6) merupakan saklar untuk


menghubungkan jaringan sel surya dengan beban dan saklar ketujuh (S7)
merupakan saklar untuk menghubungkan jaringan listrik dengan beban.
Setiap saklar ini akan dapat beroperasi pada keadaan tertutup (ON)
maupun terbuka (OFF), sehingga sistem grid-connected inverter yang
dirancang akan menghasilkan 32 buah kombinasi kemungkinan yang akan
terbentuk. Tabel 3.2 berikut ini akan memberikan berbagai kemungkinan
kombinasi rangkaian yang terbentuk dari rancangan sistem grid-connected
inverter.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


40

Tabel 3.2 Kombinasi Rangkaian dari Sistem Grid-Connected Inverter

Kombinasi Saklar
ke- S1 Dioda S2 S3 S6 S7
1 1 0 1 0 0 0
2 1 0 1 0 0 1
3 1 0 1 0 1 0
4 1 0 1 0 1 1
5 1 0 0 1 0 0
6 1 0 0 1 0 1
7 1 0 0 1 1 0
8 1 0 0 1 1 1

9 0 1 1 0 0 0
10 0 1 1 0 0 1
11 0 1 1 0 1 0
12 0 1 1 0 1 1
13 0 1 0 1 0 0
14 0 1 0 1 0 1
15 0 1 0 1 1 0
16 0 1 0 1 1 1

17 1 1 1 0 0 0
18 1 1 1 0 0 1
19 1 1 1 0 1 0
20 1 1 1 0 1 1
21 1 1 0 1 0 0
22 1 1 0 1 0 1
23 1 1 0 1 1 0
24 1 1 0 1 1 1

25 0 0 1 0 0 0
26 0 0 1 0 0 1
27 0 0 1 0 1 0
28 0 0 1 0 1 1
29 0 0 0 1 0 0
30 0 0 0 1 0 1
31 0 0 0 1 1 0
32 0 0 0 1 1 1

*Catatan : angka 1 merepresentasikan saklar/dioda dalam keadaan ON.


angka 0 merepresentasikan saklar/dioda dalam keadaan OFF.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


41

Dari Tabel 3.2 diatas nampak bahwa diperoleh adanya 32 buah


kemungkinan kombinasi yang dimiliki oleh sistem grid-connected inverter
pada Gambar 3.1. Berbagai kombinasi yang terbentuk ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
- Setiap saklar, yaitu S1, S2, S3, S6 dan S7, memiliki kemungkinan
untuk berada dalam keadaan terbuka maupun tertutup.
- Saklar keempat dan kelima (S4 dan S5) tidak diikutsertakan dalam
Tabel 3.2 karena nilainya akan bersesuaian dengan saklar kedua dan
ketiga. Hal ini mengacu juga pada penjelasan yang diberikan pada
Tabel 3.1.
- Keadaan ON dan OFF dari dioda pada rangkaian boost converter
juga ikut diperhitungkan. Dioda akan merada dalam keadaan ON
ketika tegangan saklar pertama (VS1) lebih besar dari pada tegangan
kapasitor 2 (VC2). Jika keadaan ini tidak dipenuhi maka dioda dalam
keadaan OFF.
- Adanya 5 buah saklar (S1, S2, S3, S6 dan S7) dan 1 buah dioda, yang
dapat berada dalam keadaan ON dan OFF, maka akan terdapat
sejumlah 26 = 32 kemungkinan sebagaimana tampak pada Tabel 3.2.

Selanjutnya, dari setiap model kombinasi yang terbentuk itu akan


dilakukan pemodelan matematis rangkaian dengan menggunakan persamaan
ruang keadaan. Sehingga akan diperoleh adanya 32 buah mode kombinasi
dengan masing-masing kombinasi rangkaian tersebut dimodelkan dalam
bentuk persamaan ruang keadaannya. Adapun ke-32 buah mode kombinasi
rangkaian tersebut akan dijabarkan satu per satu berikut ini :

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


42

Mode 1

Gambar 3.9 Mode Kombinasi 1

Gambar 3.9 diatas menunjukkan mode kombinasi yang pertama.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.9 diatas maka


akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan (3.7)
hingga persamaan (3.12).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
= s 89 − 0
u s` sv
(3.7)
`

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.8)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.9)
• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.10)

• s[ = 0
Nt‘
u
=0 (3.11)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.12)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang pertama. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


43

kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang


pertama ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.13) berikut ini.

 R1 1 
 I&L1  − L L 0 0 0 0 0
 IL1   
0
&   1 1
  0
V
  − 1 1 V 
PV
0 0 0 0 0  
C1 V   0 
PV
V&C2   C1
&   0 0 0 0 0 0 0  C2   0 
 IL2  =   I + 
 I&   0 0 0 0 0 0 0  IL2   0  (3.13)
&   0  L3 
0  I   0 
L3
0 0 0 0 0
IL4    L4  
I&   0 0 0 0 0 0 0  IPV  E 
 PV    71 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 2
IL1
Ipv

+
R1 L1 IC2 R2
IC1

Vpv L3 IL3 AC

C1 C2

IL2 RY IL4

RX L2 RZ L4

Gambar 3.10 Mode Kombinasi 2

Gambar 3.10 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kedua.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


44

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.10 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.14) hingga persamaan (3.19).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.14)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.15)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.16)

• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.17)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.18)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.19)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kedua. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
kedua ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.20) berikut ini.

− R1 1 0 0 0 0 0 

 I&L1   L1 L1  0 
 &  − 1 0 1  IL1  
VPV  C
0 0 0 0  
V 0 
C1  PV  
V&C2  01 0 0 0 0 0 
0 VC2  0 
&     +  0 
IL2  =  0 0 0 0 0 0 0  IL2  
  (3.20)
I&   R2 + RY + RZ
 &L3   0 0 0 0 − 0 0 IL3  VGRID/ A51
A51 I  V / A 
IL4   R2 + RY + RZ  L4   GRID 61
I&   0 0 0 0 0 0 IPV   E71 
 PV   A61 
 0 D72 0 0 0 0 D77
Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


45

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4

1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 3

Gambar 3.11 Mode Kombinasi 3

Gambar 3.11 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketiga.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.11 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.21) hingga persamaan (3.26).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.21)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.22)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


46

• 0=ƒ = 0sƒ
9V‚ v
= 0
u =‚ sƒ
(3.23)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ . u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.24)

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.25)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.26)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketiga. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
ketiga ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.27) berikut ini.

 R1 1 
− L L1
0 0 0 0 0
 1 
 I&L1   1 1 I
 L1   
0
 &  − C 0 0 0 0 0
C1   0  
VPV   1 1 VPV   
V&C2   0 0 0 0 0 0 V   0 
&   C2   +  0 
C2

 IL2  =  R2 + RX + RY IL2  
0  I   0 
1 (3.27)
 I&   0 0 − − 0 0
 &L3   B51 B51  L3 
R2 + RX + RY  I   0 
 IL4   1
0  I   
L4
 I&   0 0 − 0 − 0
 PV  B51 B51  PV  E71 
 0 0 0 0 0 0 0
 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

B£v = x2 + x3
1 0 . . ”
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


47

1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 4

Gambar 3.12 Mode Kombinasi 4

Gambar 3.12 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keempat.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.5 diatas maka


akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan (3.28)
hingga persamaan (3.33).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.28)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= = 089 − = 0sv
u
(3.29)
` `

• 0=ƒ = 0sƒ
9V‚ v
u
= = 0sƒ (3.30)
‚
t t t t
Nt‚ .F3v3 ‘S.9V‚ 3 ‘.9^mnª 3F<« L<« ‘S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘.Nt“ /
=
t“ t“ t“ t“
u t .t

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘)
(3.31)

t t t
Nt‘ .3 “.9V‚ L9^mnª 3<« . “.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
t‚ t‚ t‚
u t .t

(s‘ Ls“ L ‘ “ )
(3.32)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


48

t t t
Nt“ .39V‚ 3FvL ‚S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚.Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
t‘ t‘ t‘
u t .t

(s“ Ls‚ L “ ‚ )
(3.33)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keempat. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
keempat ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.34) berikut ini.

− R1 1 0 0 0 0 0 
 L L
 1 1 1
1 
− 0 0 0 0 0  0 
 C1 C1   0 
 
 I&L1   0 0 0
1
0 0

0  IL1   0 
&   C2    L 
VPV    VPV − .V
3

V&C2  
L L3 L3    L4 GRID 
−1 − 3 − (RX + RX ) − RZ
&   L4 L4 − (R2 + RY ) L4 VC2    (3.34)
 IL2  =  0 0 0  I  +  C41 
 I&  
C 41 C41 C41 C41  IL2   VGRID 
 L4 L4  L3   
& L3
- L4 − RX − (R2 + RY )(1 + )    C51 
IL4   L2 L2 L2 RZ  IL4 L
I&   0 0 0 I  − (1 + 2 ).VGRID
 PV   C51 C51 C51 C51  PV   L3 
 L2 L2   
(R2 + RY ) − (RZ + RZ )  C61 
 −1 − RX 
 0 L3 L3   E71 
0 0
 C61 C61 C61 C61 
 0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,
xƒ . x[
C41 = xƒ  + x[  +  

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


49

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 5

Gambar 3.13 Mode Kombinasi 5

Gambar 3.13 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kelima.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.13 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.35) hingga persamaan (3.40).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.35)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
u
= = 089 − = 0sv (3.36)
` `

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.37)

• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.38)

• s[ = 0
Nt‘
u
=0 (3.39)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.40)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


50

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kelima. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
kelima ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.41) berikut ini.

 R1 1 
 I L1   − L
&
L1
0 0 0 0 0 
 I L1   
0
&   1   0 
VPV   − 1 1  V 
0 0 0 0 0  
C 1  V   0 
PV
V&C 2   C1
&   0 0 0 0 0 0 0   C2   0  (3.41)
 IL2  =   I + 
 I&   0 0 0 0 0 0 0   I L2   0 
 &L 3   0  L3 
0 0 0 0 0 0  I   0 
 IL4    L4  
 I&   0 0 0 0 0 0 0   I PV  E 
 PV    71 
 0 D 72 0 0 0 0 D 77 

Dimana,
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 6

Gambar 3.14 Mode Kombinasi 6

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


51

Gambar 3.14 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keenam.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.14 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.42) hingga persamaan (3.47).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
=  − 0
u s` 89 s` sv
(3.42)

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.43)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.44)

• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.45)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.46)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.47)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keenam. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
keenam ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.48) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


52

 R1 1 
− 0 0 0 0 0
I&L1   L1 L1  0 
 &  − 1 0 1 IL1  
VPV   C1
0 0 0 0   0 
C1 VPV   
V&C2   0 0 0 0 0 0 0 VC2   0 
&     
IL2  =  0 0 0 0 0 0 0 IL2  +  0  (3.48)
I&   R2 +RY +RZ  
 &L3   0 0 0 0 − 0 0 IL3  VGRID / A51
A51 I   
IL4    L4  VGRID / A61
I&   0 R2 +RY +RZ
0 0 0 0 0 IPV   E71 
 PV   A61 
 0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 7

Gambar 3.15 Mode Kombinasi 7

Gambar 3.15 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketujuh.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


53

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.15 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.49) hingga persamaan (3.54).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.49)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.50)

• 0=ƒ = −0sƒ
9V‚ v
u
= − = 0sƒ (3.51)
‚

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ . u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.52)

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.53)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.54)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketujuh. Ditambah dengan persamaan model sel surya
yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya. Maka
kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi yang
ketujuh ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti pada
persamaan (3.55) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


54

 R1 1 
− L L 0 0 0 0 0
 1 1

 I&L1   1 1 I
 L1   
0
 &  − C 0 0 0 0 0
C1   0  
V
   VPV   
PV 1

V&C2   0 1
0 0 − 0 0 0 V   0 
&   C2   +  0  (3.55)
C2

 IL2  =  R +R +R I  
0  I   0 
1 L2
 I&   0 0 − 2 X Y 0 0
 &L3   B51 B51  L 3

I R2 + RX + RY  I   0 
 L4   1
0 I   
L4
I&   0 0 0 − 0
 PV  B51 B51  PV  E71 
 0 0 0 0 0 0 0
 
 0 D72 0 0 0 0 D71 

Dimana,

B£v = x2 + x3
1 0 . . ”
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 8

Gambar 3.16 Mode Kombinasi 8

Gambar 3.16 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kedelapan.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


55

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.16 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.56) hingga persamaan (3.61).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.56)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.57)

• 0=ƒ = −0sƒ
9V‚ v
u
= − = 0sƒ (3.58)
‚

t t t t
.FvL ‘ S.9V‚ 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.59)

t t t
. “ .9V‚ L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u

(s‘ Ls“ L ‘ “ )
(3.60)

t t t
.9V‚ 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u

(s“ Ls‚ L “ ‚ )
(3.61)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kedelapan. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang kedelapan ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.62) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


56

− R1 1 0 0 0 0 0 
 L L
 11 1 1
− 0 0 0 0 0   0 
 C1 C1   0 
 
I&L1   0 0 0 −
1
0 0

0 IL1   0 
&  
C    L 
VPV  V
 − L .VGRID 
2 3

V&C2  L L L  PV

1+ 3
−(RX + RX )3
−RZ 3
VC2  
4
&   L4 L4 −(R2 + RY ) L4
   C  (3.62)
IL2  =  0 0 0  IL2  + 
41
 C41 C41 C41 C41  VGRID 
I&   I   
&   L L  L 3
L3
L4 −RX 4 −(R2 + RY )(1 + 4 )  C51 
I
 L4    I  L2
L2 L2 L2 RZ 
  −(1 + ).VGRID
L4
I&   0 0 C 0 I
 PV   
 PV   51 C 51 C 51 C 51  L3
 L2 L2   
(R2 + RY ) −(RZ + RZ )  C61 
 − RX 
 0 0 1 L3 L3   E71 
0
 C61 C61 C61 C61 
 0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,
xƒ . x[
C41 = xƒ  + x[  + 

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[
1 0 . . ”
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


57

Mode 9

Gambar 3.17 Mode Kombinasi 9

Gambar 3.17 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kesembilan.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.17 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.63) hingga persamaan (3.68).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v <` v v
=  − 0 −  − 
u s` 89 s` sv s` ; s` =ƒ
(3.63)

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.64)

• 0=ƒ = 0sv
9V‚ v
= 0
u =‚ sv
(3.65)

• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.66)
• s[ = 0
Nt‘
u
=0 (3.67)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.68)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kesembilan. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


58

Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi


yang kesembilan ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.69) berikut ini.

 R1 1 1 
− − 0 0 0 0 
 I&L1   L1 L1 L1
 
 1 
I L1  − .VD 
&   1 1   L1
VPV   − C 0 0 0 0 0 VPV  0 
V&C 2   1 C1     
&   1  VC 2   0  (3.69)
0 0 0 0 0 0   +  
 I L2  =  C 2   I L2   0 
 I&   0 0 0 0 0 0 0   IL 3   0 
 &L 3  
 IL4   0 0 0 0 0 0 0   IL 4   0 
 I&   0    
 PV  0 0 0 0 0 0   I PV   E 
 0   71 
 D 72 0 0 0 0 D77 

Dimana,
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 10

Gambar 3.18 Mode Kombinasi 10

Gambar 3.18 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kesepuluh.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


59

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.18 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.70) hingga persamaan (3.75).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v < v v
u
= s 89 − s` 0sv − s ; − s =ƒ (3.70)
` ` ` `

• 0=v = 089 − 0sv

= = 089 − = 0sv
9JK v v
u
(3.71)
` `

• 0=ƒ = 0sv
9V‚ v
= 0
u =‚ sv
(3.72)

• sƒ = 0
=0
Nt‚
u
(3.73)

• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . + (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ . =0 


Nt“ Nt‘
u u

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.74)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.75)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kesepuluh. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang kesepuluh ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.76) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


60

 R1 1 1 
− L L1

L1
0 0 0 0 
 I&L1   1  1 
1   I L1   − .VD 
1

 &  − 0 0 0 0 0 L1
VPV   C1 C1  VPV   0 
V&C2   1    
&   C 0 0 0 0 0 0  VC2   0  (3.76)
 I L2  =  02  I  +  0

 I&   0 0 0 0 0 0   L2   
 &L3   0
R2 + RY + RZ   I L3  VGRID / A51 
0 0 0 − 0 0    
 I L4   A51  I L4
  V / A
 I&   R2 + RY + RZ  I PV  GRID 61 
 PV   0 0 0 0 0 0     
 A61   E71 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 11

Gambar 3.19 Mode Kombinasi 11

Gambar 3.19 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kesebelas.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


61

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.19 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.77) hingga persamaan (3.82).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v < v v
u
= s 89 − s` 0sv − s ; − s =ƒ (3.77)
` ` ` `

• 0=v = 089 − 0sv

= = 089 − = 0sv
9JK v v
u
(3.78)
` `

• 0=ƒ = 0sv + 0sƒ


9V‚ v v
= 0 + 0
u =‚ sv =‚ sƒ
(3.79)

• −x[ . − xƒ . − (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0 


Nt‘ Nt‚
u u

ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.80)

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.81)

• s’ = 0

=0
Nt“
u
(3.82)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kesebelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang kesebelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.83) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


62

− R1 1 − 1 0 0 0 0 
 L L L
 1 1 1
1 I  1 
 I&L1   1   L1  − L .VD 
 &  − C 0 0 0 0 0
C1  V   1 
V
 PV   1
  PV   0 
V&C2   1 0 0
1
0 0 0  VC2   0 
 &   C2 C2   + 
(3.83)
 IL2  =  
1 R2 + RX + RY IL2 0 
 I&   0 0 − − 0 0 0  I  
B B51   L3   0 
&  
L3
51
 I  
 IL4   0 1 R2 + RX + RY 
0 − 0 − 0 0   IL4   0 
 I&   B B51   PV   E 
  PV 51
 71 
 0 0 0 0 0 0 0
 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

B£v = x2 + x3
1 0 . . ”
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 12

Gambar 3.20 Mode Kombinasi 12

Gambar 3.20 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keduabelas.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


63

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.20 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.84) hingga persamaan (3.89).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v < v v
u
= s 89 − s` 0sv − s ; − s =ƒ (3.84)
` ` ` `

• 0=v = 089 − 0sv

= = 089 − = 0sv
9JK v v
u
(3.85)
` `

• 0=ƒ = 0sv + 0sƒ


9V‚ v v
= 0 + 0
u =‚ sv =‚ sƒ
(3.86)
t t t t
.F3v3 ‘ S.9V‚ 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.87)

t t t
.3 “ .9V‚ L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u

(s‘ Ls“ L ‘ “ )
(3.88)

t t t
.39V‚ 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u

(s“ Ls‚ L “ ‚ )
(3.89)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduabelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang keduabelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.90) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


64

− R1 1

1
0 0 0 0 
 L L1 L1
 11 1   − 1 .V 
− 0 0 0 0 0  L1
D 
 C1 C1   
0
I&L1   1 0 0
1
0 0

0 IL1  
 
&   C C2 0 
VPV  2 V   L3 
V&C2 
L3 L3 L3  PV  − .VGRID 
−1− −(RX +RX ) −RZ
&   L4 L4 −(R2 +RY ) L4 VC2  L4 
IL2  =  0 0 0 I  + C41  (3.90)
I&  
C41 C41 C41 C41  L2   VGRID 
&L3   L L IL3   
- L4 −RX 4 −(R2 +RY )(1+ 4 ) IL4   C51
IL4   L2 L2 L2 RZ 
I&   0 0 0 I  −(1+ L2 ).V 
 PV   C51 C51 C51 C51  PV   L3
GRID

 L2 L2   
 (R2 +RY ) −(RZ +RZ )   C61 
0 −1 −RX L3 L3
0 0  E71 
 C61 C61 C61 C61 
 0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,
xƒ . x[
C41 = xƒ  + x[  + 

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


65

Mode 13

Gambar 3.21 Mode Kombinasi 13

Gambar 3.21 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketigabelas.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.14 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.91) hingga persamaan (3.96).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v <` v v
=  − 0 −  − 
u s` 89 s` sv s` ; s` =ƒ
(3.91)

• 0=v = 089 − 0sv

= 0 − 0
9JK v v
u =` 89 =` sv
(3.92)

• 0=ƒ = 0sv
9V‚ v
= 0
u =‚ sv
(3.93)

• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.94)

• s[ = 0
Nt‘
=0
u
(3.95)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.96)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketigabelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


66

Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi


yang ketigabelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.97) berikut ini

 R1 1 1 
− − 0 0 0 0 
 I&L1   L1 L1 L1
 
 1 
I L1  − .VD 
&   1 1   L
VPV   − C 0 0 0 0 0 VPV  10 
V&C 2   1 C1     
&   1  VC 2   0 
0 0 0 0 0 0   +  
 IL2  =  C 2   I L2   0  (3.97)
 I&   0 0 0 0 0 0 0   I L3   0 
 &L 3  
 IL4   0 0 0 0 0 0 0   I L4   0 
 I&   0    
 PV  0 0 0 0 0 0   I PV   E 
 0   71 
 D 72 0 0 0 0 D 77 

Dimana,
1 0 . . ”
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 14

Gambar 3.22 Mode Kombinasi 14

Gambar 3.22 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keempatbelas.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


67

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.22 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.98) hingga persamaan (3.103).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v < v v
u
= s 89 − s` 0sv − s ; − s =ƒ (3.98)
` ` ` `

• 0=v = 089 − 0sv

= = 089 − = 0sv
9JK v v
u
(3.99)
` `

• 0=ƒ = 0sv
9V‚ v
= 0
u =‚ sv
(3.100)

• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.101)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.102)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.103)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keempatbelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang keempatbelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan
seperti pada persamaan (3.104) berikut ini

 R1 1 1 
− L L − L 0 0 0 0
 I&L1   1  1 
1  IL1   − .VD 
1 1 1

 &  − 0 0 0 0 0 L1
VPV   C1 C1 VPV   0 
V&C2   1    
&   C 0 0 0 0 0 0 VC2   0 
 IL2  =  02   +  
 I&   0 0 0 0 0 0  IL2   0  (3.104)
R2 + RY + RZ  IL3 
&   0
L3
0 0 0 − 0 0   VGRID / A51 
IL4   A51  IL4
I&   R2 + RY + RZ IPV  VGRID / A61 
 PV   0 0 0 0 0 0    E71 
 A61 
 0 D72 0 0 0 0 D77
Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


68

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 15

Gambar 3.23 Mode Kombinasi 15

Gambar 3.23 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kelimabelas.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.23 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.105) hingga persamaan (3.110).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v < v v
u
= s 89 − s` 0sv − s ; − s =ƒ (3.105)
` ` ` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
u
= = 089 − = 0sv (3.106)
` `

• 0=ƒ = 0sv − 0sƒ

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


69

9V‚ v v
= 0 − 0
u =‚ sv =‚ sƒ
(3.107)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ . u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.108)

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.109)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.110)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kelimabelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang kelimabelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan
seperti pada persamaan (3.111) berikut ini.

 R1 1 1 
− L L1

L1
0 0 0 0
 1 1  I  1 
 I&L1   1  L1  − L .VD 
 &  − C 0 0 0 0 0
C1    1 
VPV   1 1 1 VPV   0 
V&C2   0 0 − 0 0 0 V   0 
 &   C2 C2 C2
  + 
(3.111)
 IL2  =  
1 R2 + RX + RY IL2 0 
 I&   0 0 − 0 0 0  I  
B51 B51   L3   0 
 &L3    I  
 I L4   0 1 R2 + RX + RY 
 I&   0 0 − 0 0   I L4   0 
 PV  B51 B51  PV   E 
 0 0 0 0 0 0 0  71 
 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

B£v = x2 + x3 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


70

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 16

Gambar 3.24 Mode Kombinasi 16

Gambar 3.24 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keenambelas.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.24 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.112) hingga persamaan (3.117).

• −89 + <v + sv + ; + =ƒ = 0


sv = 89 − <v − ; − =ƒ
Nt` v <` v v
=  − 0 −  − 
u s` 89 s` sv s` ; s` =ƒ
(3.112)

• 0=v = 089 − 0sv

= 0 − 0
9JK v v
u =` 89 =` sv
(3.113)

• 0=ƒ = 0sv − 0sƒ


9V‚ v v
= 0 − 0
u =‚ sv =‚ sƒ
(3.114)

t t t t
.FvL ‘ S.9V‚ 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.115)

t t t
. “ .9V‚ L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u (s‘ Ls“ L ‘ “ )
• (3.116)

t t t
.9V‚ 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u (s“ Ls‚ L “ ‚ )
• (3.117)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


71

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keenambelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang keenambelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan
seperti pada persamaan (3.118) berikut ini.

− R1 1 − 1 0 0 0 0 
 L L L1
 11 1 1  − 1 .V 
− 0 0 0 0 0   L1
D 
 C1 C1   
0
 I&L1   1 0 0 −
1
0 0
 
0  IL1  

&   C C2 0 
V
  PV  2 VPV   L3 
V&C2 
L L3 L3    − .VGRID 
1+ 3 −(RX + RX ) − RZ
&   L4 L4 − (R2 + RY ) L4 VC2  L4 
 IL2  =  0 0 0  I  +  C41 
I&  
C41 C41 C41 C41 I  
L2
VGRID  (3.118)
& L3  L4 L4  L3   
L4 −RX −(R2 + RY )(1 + ) IL4   C51
IL4   L2 L2 L2 RZ 
I&   0 0 0 I  −(1 + L2 ).V 
 PV   C51 C51 C51 C51  PV   L3
GRID

 L2 L2   
 (R2 + RY ) −(RZ + RZ )  C61
1 −RX L3 L3  
 0 0 0  E71 
 C61 C61 C61 C61 
 0 D72 0 0 0 0 D77

xƒ . x[
Dimana,
C41 = xƒ  + x[  + 

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


72

Mode 17

Gambar 3.25 Mode Kombinasi 17

Gambar 3.25 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketujuhbelas.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.25 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.119) hingga persamaan (3.124).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.119)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.120)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.121)
• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.122)
• s[ = 0
Nt‘
=0
u
(3.123)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.124)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketujuhbelas. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


73

Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi


yang ketujuhbelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan
seperti pada persamaan (3.125) berikut ini.

 R1 1
0 
 I&L1  − L L1
0 0 0 0
 I L1   
0
&   1   0 
VPV   − 1 1  V 
0 0 0 0 0  
C1  V   0 
PV
V&C 2   C1
&   0 0 0 0 0 0 0  C2   0 
 IL2  =   I +  (3.125)
 I&   0 0 0 0 0 0 0   IL2   0 
 &L 3   0  L3 
0 0 0 0 0 0  I   0 
 IL 4    L4  
 I&   0 0 0 0 0 0 0   I PV  E 
 PV    71 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 18

Gambar 3.26 Mode Kombinasi 18

Gambar 3.26 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kedelapanbelas.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


74

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.26 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.126) hingga persamaan (3.131).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.126)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.127)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.128)
• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.129)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.130)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.131)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kedelapanbelas. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang kedelapanbelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.132) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


75

 R1 1 
− L 0 0 0 0 0
 IL1   1 L1
&  0 
 &  − 1 1  IL1   
VPV   C1
0 0 0 0 0   0
C1 VPV   
V&C2   0 0 0 0 0 0 0 VC2   0 
&     +  
 IL2  =  0 0 0 0 0 0 0  IL2
   0  (3.132)
 I&   R2 + RY + RZ  
 &L3   0 0 0 0 − 0 0   L3 
I VGRID / A51
A51  I  V / A 

 IL 4   R2 + RY + RZ  L4   GRID 61 
 I&   0 0 0 0 0 0  IPV   E71 
 PV   A61 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4

1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 19

Gambar 3.27 Mode Kombinasi 19

Gambar 3.27 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


kesembilanbelas.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


76

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.27 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.133) hingga persamaan (3.138).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.133)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.134)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.135)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ .
u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (; − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.136)

= (; − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.137)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.138)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kesembilanbelas. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang kesembilanbelas ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.139) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


77
 R1 1 
− 0 0 0 0 0
 I&L1   L1 L1  0 
 &  − 1 1  IL1  
VPV   C1
0 0 0 0 0   0 
C1 VPV   
V&C2   0 0 0 0 0 0 
0 VC2   0 
&   R2 + RX + RY   + V / B 
 IL2  =  0 0 0 − 0 0 0  IL2   D 51  (3.139)
 I&   B51  IL3  VD / B51 
 &L3   R2 + RX + RY  
 I L4   0 0 0 0 − 0 0   I L4   0 
B51  
 I&  
0  PV   E71 
I
 PV   0 0 0 0 0 0

 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

B£v = x2 + x3
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 20

Gambar 3.28 Mode Kombinasi 20

Gambar 3.28 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keduapuluh.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.28 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.140) hingga persamaan (3.145).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


78

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <
u
= s 89 − s` 0sv (3.140)
` `

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.141)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.142)
t t t t
Nt‚ .FvL ‘S.9ª 3 ‘.9^mnª 3F<« L<« ‘S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘.Nt“ /
=
t“ t“ t“ t“
u t .t

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.143)

t t t
. “ .9ª L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u (s‘ Ls“ L ‘ “ )
• (3.144)

t t t
.9ª 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u (s“ Ls‚ L “ ‚ )
• (3.145)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluh. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang keduapuluh ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.146) berikut ini.

− R1 1 0 0 0 0  0
 L L  0 
 11 1 1   0 
− 0 0 0 0 0  
 I&L1   C1 C1   0 
&   0 0 0 0 0 0 0  IL1   L3  L3 
VPV   L3 L3 V  1 + .VD − .VGRID
−(RX +RX ) −RZ  PV   L4  L4
V&C2  L4 −(R2 + RY ) L4  

&   0 0 0  C2 
0 V C41  (3.146)
 IL2  =  C41 C41 C41 I  +  L 
I&   L4 L4  L2    4 L .VD +VGRID 
 &L3  
−RX −(R2 +RY )(1 + ) IL3    2  
L2 L2 RZ
IL4   0 0 0 0 IL4   C51 
I&   C51 C51 C51 I   L 
 PV   VD −(1 + ).VGRID 
2
 PV   L2 L2 L3
 (R2 +RY ) −(RZ +RZ )   
 0 0 −RX L3 L3   C61 
0 0
 C61 C61 C61   E 
 0 D  
D77
71
 72 0 0 0 0

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


79

Dimana,
xƒ . x[
C41 = xƒ  + x[  + 

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 21

Gambar 3.29 Mode Kombinasi 21

Gambar 3.29 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keduapuluhsatu.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.29 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.147) hingga persamaan (3.152).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
=  − 0
u s` 89 s` sv
(3.147)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


80

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.148)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.149)
• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.150)
• s[ = 0
Nt‘
=0
u
(3.151)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.152)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhsatu. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang keduapuluhsatu ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.153) berikut ini.

 R1 1
0 
 I&L1  − L L1
0 0 0 0
 I L1   
0
&   1   0 
VPV   − 1 1  V 
0 0 0 0 0  
C1  V   0 
PV
V&C 2   C1
&   0 0 0 0 0 0 0  C2   0 
 IL2  =   I +  (3.153)
 I&   0 0 0 0 0 0 0   IL2   0 
 &L 3   0  L3 
0 0 0 0 0 0  I   0 
 IL 4    L4  
 I&   0 0 0 0 0 0 0   I PV  E 
 PV    71 
 0 D72 0 0 0 0 D77 
Dimana,

1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡

1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


81

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 22

Gambar 3.30 Mode Kombinasi 22

Gambar 3.30 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keduapuluhdua.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.30 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.154) hingga persamaan (3.159).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
=  − 0
u s` 89 s` sv
(3.154)

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
u
= = 089 − = 0sv (3.155)
` `

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.156)
• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.157)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.158)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


82

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.159)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhdua. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang keduapuluhdua ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.160) berikut ini.

 R1 1 
− 0 0 0 0 0
 I&L1   L1 L1  0 
 &  − 1 0 1  IL1  
VPV   C1
0 0 0 0 V  0 
C1   PV  
V&C2   0 0 0 0 0 0 
0 VC2   0 
&     +  0  (3.160)
 IL2  =  0 0 0 0 0 0 0  IL2 
  
 I&   R2 + RY + RZ  I V / A 
 &L3   0 0 0 0 − 0 0  L3  GRID 51
I A51  I  V / A 
 L4   R2 + RY + RZ  L4   GRID 61 
 I&   0 0 0 0 0 0  IPV   E71 
 PV   A61 
 0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

A£v = x3 + x4

A¦v = −x3 − x4 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


83

Mode 23

Gambar 3.31 Mode Kombinasi 23

Gambar 3.31 diatas menunjukkan mode kombinasi yang kedupuluhtiga.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.31 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.161) hingga persamaan (3.166).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
= s 89 − 0
u s` sv
(3.161)
`

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.162)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.163)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ . u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (−; − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.164)

= (−; − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.165)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.166)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


84

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang kedupuluhtiga. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang kedupuluhtiga ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan
seperti pada persamaan (3.167) berikut ini.

 R1 1 
− L L 0 0 0 0 0
 IL1   1
&  0 
1  IL1  
1
 &  − 1 0 0 0 0 0   0 
VPV   C1 C1 VPV   
V&C2   0 0 0 0 0 0 
0 VC2   0 
&   R2 + RX + RY   + − V /B 
=
 IL2   0 0 0 − 0 0 0  IL2   D 51  (3.167)
 I&   B51  IL3  − VD /B51 
 &L3   R2 + RX + RY  
IL4   0 0 0 0 − 0 0  IL4   0 
B51  
I&  
0  PV   E71 
I
 PV   0 0 0 0 0 0

 0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,

B£v = x2 + x3 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


85

Mode 24

Gambar 3.32 Mode Kombinasi 24

Gambar 3.32 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


keduapuluhempat.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.32 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.168) hingga persamaan (3.173).

• −89 + <v + sv = 0


sv = 89 − <v
Nt` v <`
=  − 0
u s` 89 s` sv
(3.168)

• 0=v = 089 − 0sv


9JK v v
= 0 − 0
u =` 89 =` sv
(3.169)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.170)

t t t t
.F3v3 ‘ S.9ª 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.171)

t t t
.3 “ .9ª L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u (s‘ Ls“ L ‘ “ )
• (3.172)

t t t
.39ª 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u (s“ Ls‚ L “ ‚ )
• (3.173)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhempat. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


86

sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhempat ini dapat ditulis dalam bentuk
matriks ruang keadaan seperti pada persamaan (3.174) berikut ini.

− R1 1 0 0 0 0 0 
 L L  0 
 11 1 1   0 
− 0 0 0 0 0   
IL1   C1
& C1   0 
&   0 0 0 0 0 0 0 IL1   L3  L3 
VPV  L3 L3 V  −1− .VD − .VGRID
−(RX +RX ) −RZ  PV  L4  L4
V&C2  L4 −(R2 +RY ) L4 
&   0 0 0 0 VC2  C41 
IL2  =  C41 C41 C41 I  +   (3.174)
I&   L4 L4  L2   −L4 L .VD +VGRID 
&L3  
−RX −(R2 +RY )(1+ ) IL3    2

L2 L2 RZ  
IL4   0 0 0 
0 L4 I  C 51 
I&   C51 C51 C51 I   L 
 PV   −VD −(1+ ).VGRID 
2
 PV   L2 L2 L3
 (R2 +RY ) −(RZ +RZ )   
 0 0 −RX L3 L3   C 
0 0 61
 C61 C61 C61   E 
 0 D  
D71
71
 72 0 0 0 0

Dimana,
xƒ . x[
C41 = xƒ  + x[  + 

C£v = x[  +  x’  + 
s‘ .s“

x’ . xƒ
C61 = x’  + xƒ  + 
x[
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


87

Mode 25

Gambar 3.33 Mode Kombinasi 25

Gambar 3.33 diatas menunjukkan mode kombinasi yang keduapuluhlima.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.33 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.175) hingga persamaan (3.180).

• sv = 0
Nt`
=0
u
(3.175)
• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.176)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.177)
• sƒ = 0
Nt‚
u
=0 (3.178)
• s[ = 0
Nt‘
=0
u
(3.179)

• s’ = 0
Nt“
u
=0 (3.180)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhlima. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


88

mode kombinasi yang keduapuluhlima ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.181) berikut ini.

 I&L1  0 0 0 0 0 0 0  I 0
 &  0 0 1  L1   
VPV   0 
0 0 0 0
VPV   C1
V&C2  0 0 0 0 0 0 0    0 
&   VC2   
  I L2  +  0 
(3.181)
 IL2  = 0 0 0 0 0 0 0
 I&  0 0   IL3   0 
 &L3  
0 0 0 0 0    
 IL4  0 0 0 0 0 0 0  IL4   0 
 I&    I
 PV  0 D72 0 0 0 0 D77  PV  E71 

Dimana,
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 26

Gambar 3.34 Mode Kombinasi 26

Gambar 3.34 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


keduapuluhenam.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


89

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.34 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.182) hingga persamaan (3.187).

• sv = 0
Nt`
u
=0 (3.182)
• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.183)

• 0=ƒ = 0
9V‚
u
=0 (3.184)
• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.185)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.186)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.187)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhenam. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang keduapuluhenam ini dapat ditulis dalam bentuk
matriks ruang keadaan seperti pada persamaan (3.188) berikut ini.

0 0 0 0 0 0 0 
 I&L1   1   IL1   0 
 &  0 0 0 0 0 0
C1    0 
VPV  0 0 0 0 0 0 0  VPV   
V&C2    V   0 
 &  0 0 0 0 0 0 0   C2   
 I L2  =  R2 + RY + RZ   I L2  +  0  (3.188)
 I&  0 0 0 0 − 0 0 I
 &L3   A51  L3  VGRID / A51 
R2 + RY + RZ    
 IL4  0 0 0 0 0
I V /A
0   L4   GRID 61 
 I&   A61   IPV   E71 
 PV  0 D 0 0 0 0 D77 
 72

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


90

Dimana,

A£v = x[ + x’

A¦v = −x[ − x’ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

Mode 27

Gambar 3.35 Mode Kombinasi 27

Gambar 3.35 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


keduapuluhtujuh.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.35 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.189) hingga persamaan (3.194).

• sv = 0

=0
Nt`
u
(3.189)

• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.190)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


91

• 0=ƒ = 0sƒ
9V‚ v
= 0
u =‚ sƒ
(3.191)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . − xƒ . 
u u

ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.192)

= (−=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.193)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.194)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhtujuh. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang keduapuluhtujuh ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.195) berikut ini.

0 0 0 0 0 0 0 
 1 
 I&L1  0 0 0 0 0 0
C1   IL1   0 
&      0 
VPV  0 0 0
1
0 0 0  VPV   
V&C2   C2  VC 2   0 
&   1 R2 + RX + RY    (3.195)
 IL2  = 0 0 − − 0 0 0   I L2  +  0 
 I&   B51 B51  
  I L3   0 
 &L3   1 R2 + R X + RY  
 I L4  0 0 − B 0 − 0 0   I L4   0 
B51  
 I&  
0   PV  E71 
51 I
 PV  0 0 0 0 0 0

0 D72 0 0 0 0 D77 

Dimana,

B£v = xƒ + x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


92

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

Mode 28

Gambar 3.36 Mode Kombinasi 28

Gambar 3.36 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


keduapuluhdelapan.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.36 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.196) hingga persamaan (3.201).

• sv = 0

=0
Nt`
u
(3.196)

• 0=v = 089
9JK v
u
= = 089 (3.197)
`

• 0=ƒ = 0sƒ
9V‚ v
= = 0sƒ
u
(3.198)
‚

t t t t
.F3v3 ‘ S.9V‚ 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.199)

t t t
.3 “ .9V‚ L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u (s‘ Ls“ L ‘ “ )
• (3.200)

t t t
.39V‚ 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u (s“ Ls‚ L “ ‚ )
• (3.201)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


93

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhdelapan. Ditambah dengan persamaan
model sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang keduapuluhdelapan ini dapat ditulis dalam bentuk
matriks ruang keadaan seperti pada persamaan (3.202) berikut ini.

0 0 0 0 0 0 0
0 1
0 0 0 0 0  0 
 C1 
   0 
1  
I&L1  0 0 0 0 0 0
&  
C2 IL1   0 
   L 
VPV  −1−
L3 L
−(RX +RX 3 ) −RZ 3
L V − .V
3
 PV  L4 GRID 
V&C2  L4 L4 −(R2 +RY ) L4 
&  0 0 0 VC2   (3.202)
IL2  =  C41 C41 C41 C41 I  + C41 
   V 
I&    L2
L L GRID
- L4 −RX 4 −(R2 +RY )(1+ 4 ) IL3   
&L3   L2 L2 L2 RZ   
C51

IL4  0 0 
0 IL4 L
I&   C51 C51 C51 C51 I  −(1+ 2 ).VGRID
 PV   L L  PV   L3 
 (R2 +RY ) 2 −(RZ +RZ 2 )   
−1 −RX L3 L3  C61 
0 0 0 
 C61 C61 C61 C61   E71 
0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,
xƒ . x[
C’v = xƒ  + x[  + 

s‘ .s“
C£v = x[  +  x’  + 

x’ . xƒ
C¦v = x’  + xƒ  + 
x[ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


94

Mode 29

Gambar 3.37 Mode Kombinasi 29

Gambar 3.37 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


keduapuluhsembilan.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.37 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.203) hingga persamaan (3.208).

• sv = 0

=0
Nt`
u
(3.203)

• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.204)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.205)
• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.206)
• s[ = 0
Nt‘
=0
u
(3.207)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.208)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang keduapuluhsembilan. Ditambah dengan persamaan
model sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


95

mode kombinasi yang keduapuluhsembilan ini dapat ditulis dalam bentuk


matriks ruang keadaan seperti pada persamaan (3.209) berikut ini.

 I&L1  0 0 0 0 0 0 0   0 
 &  0 0 1   I L1   
VPV  
0 0 0 0   0
C1  VPV   
V&C 2  0 0 0 0 0 0 0  VC 2   0 
&     
 I L 2  = 0 0 0 0 0 0 0   IL2  +  0  (3.209)
 I&  0 0  
0 0 0 0 0   I L 3   0 
 &L 3    
 I L 4  0 0 0 0 0 0 0   IL4   0 
 I&    I 
 PV  0 D72 0 0 0 0 D77   PV  E 71 

Dimana,
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 0‰ℎ − 0& ( − 1)

”*(‰0 Eo ) + 0‰0 . & +


M = exp _ b
•. –. —ž

Mode 30

Gambar 3.38 Mode Kombinasi 30

Gambar 3.38 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketigapuluh.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


96

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.38 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.210) hingga persamaan (3.215).

• sv = 0

=0
Nt`
u
(3.210)

• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.211)

• 0=ƒ = 0
9V‚
=0
u
(3.212)
• sƒ = 0
Nt‚
=0
u
(3.213)

+ (ƒ + ¡ ). 0s[ + x[ .
Nt“ Nt‘
• −Ÿ<N; −   . 0s’ − x’ . u u
=0 

ingat juga bahwa : 0s’ = −0s[ , maka

= (Ÿ<N; − (ƒ + ¡ +   ). 0s[ )/(x[ + x’ )


Nt‘
u
(3.214)

= (Ÿ<N; + (ƒ + ¡ +   ). 0s’ )/(−x[ − x’ )


Nt“
u
• (3.215)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketigapuluh. Ditambah dengan persamaan model sel
surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5) sebelumnya.
Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian mode kombinasi
yang ketigapuluh ini dapat ditulis dalam bentuk matriks ruang keadaan seperti
pada persamaan (3.216) berikut ini.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


97

0 0 0 0 0 0 0
I&L1   1 I
 L1  
0 
 &  0 0 0 0 0 0
C1    0 
VPV   V
V&C2  0 0 0 0 0 0 0  PV   
V   0 
 &  0 0 0 0 0 0 0  C2   
IL2  =  R2 + RY + RZ I +  0 
I&  0 0 0 0 − 0 0 IL2   (3.216)
&L3   A51  L3  VGRID/ A51
R2 + RY + RZ    
IL4  0 0 0 0 0 
0  
IL4 VGRID/ A61
I&   A61 IPV   E71 
 PV  0 D72 0 0 0 0 D77

Dimana,

A£v = x[ + x’

A¦v = −x[ − x’ 
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

Mode 31

Gambar 3.39 Mode Kombinasi 31

Gambar 3.39 diatas menunjukkan mode kombinasi yang ketigapuluhsatu.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


98

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.39 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.217) hingga persamaan (3.222).

• sv = 0

=0
Nt`
u
(3.217)

• 0=v = 089
9JK v
= 0
u =` 89
(3.218)

• 0=ƒ = −0sƒ
9V‚ v
=− 0
u =‚ sƒ
(3.219)

− (ƒ + ¡ ). 0s[ − § . 0sƒ − =ƒ = 0


Nt‘ Nt‚
• −x[ . u
− xƒ .
u


ingat juga bahwa : 0sƒ = 0s[ , maka

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0sƒ )/(xƒ + x[ )


Nt‚
u
(3.220)

= (=ƒ − (ƒ + § + ¡ ). 0s[ )/(xƒ + x[ )


Nt‘
u
• (3.221)

• s’ = 0
Nt“
=0
u
(3.222)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketigapuluhsatu. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang ketigapuluhsatu ini dapat ditulis dalam bentuk matriks
ruang keadaan seperti pada persamaan (3.223) berikut ini.

0 0 0 0 0 0 0 
 1 
 I&L1  0 0 0 0 0 0
C1   IL1   0 
&      0 
VPV  0 0 0
1
− 0 0 0  VPV   
V&C2   C2  VC2   0 
&   1 R2 + RX + RY   
 IL2  = 0 0 − 0 0 0   I L2  +  0  (3.223)
 I&   B51 B51  
  IL3   0 
 &L3   R2 + R X + RY
0   IL4   0 
1
 IL4  0 0 B 0 − 0
B51  
 I&  
0   PV  E71 
51 I
 PV  0 0 0 0 0 0

0 D72 0 0 0 0 D77 
Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


99

Dimana,

B£v = xƒ + x[

1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

Mode 32

Gambar 3.40 Mode Kombinasi 32

Gambar 3.40 diatas menunjukkan mode kombinasi yang


ketigapuluhempat.

Dengan mengaplikasikan Hukum Kirchoff pada Gambar 3.40 diatas


maka akan diperoleh enam buah persamaan ruang keadaan, yaitu persamaan
(3.224) hingga persamaan (3.229).

• sv = 0
Nt`
=0
u
(3.224)
• 0=v = 089
9JK v
u
= = 089 (3.225)
`

• 0=ƒ = −0sƒ

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


100

9V‚ v
=− 0
u =‚ sƒ
(3.226)

t t t t
.FvL ‘ S.9V‚ 3 ‘ .9^mnª 3F<« L<« ‘ S.Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).Nt‘ 3<­ . ‘ .Nt“ /
=
Nt‚ t“ t“ t“ t“
t .t
u

(s‚ Ls‘ L ‚ ‘ )
(3.227)

t t t
. “ .9V‚ L9^mnª 3<« . “ .Nt‚ 3(<‚ L<¬ ).FvL “ S.Nt‘ L<­ .Nt“ /
=
Nt‘ t‚ t‚ t‚
t .t
u (s‘ Ls“ L ‘ “ )
• (3.228)

t t t
.9V‚ 3FvL ‚ S.9^mnª 3<« .Nt‚ L(<‚ L<¬ ). ‚ .Nt‘ 3F<­ L<­ ‚ S.Nt“ /
=
Nt“ t‘ t‘ t‘
t .t
u (s“ Ls‚ L “ ‚ )
• (3.229)

Keenam persamaan diatas merupakan persamaan keadaan dari rangkaian


mode kombinasi yang ketigapuluhempat. Ditambah dengan persamaan model
sel surya yang sebelumnya telah dinyatakan pada persamaan (3.5)
sebelumnya. Maka kemudian, persamaan ruang keadaan untuk rangkaian
mode kombinasi yang ketigapuluhempat ini dapat ditulis dalam bentuk
matriks ruang keadaan seperti pada persamaan (3.230) berikut ini.

0 0 0 0 0 0 0
0 0 1
0 0 0 0 0 
 C1 
   0 
1  
0 0 0 − 0 0 0
 I&L1   C2  L1 
I  0 
&   L L3 L3    − L3 .V 
VPV   1+ 3 −(RX + RX ) −RZ VPV   L4 GRID 
V&C2   L4 L4 −(R2 +RY ) L4
 &  0 0 0 VC2   
(3.230)
C41 C41 C41 C41  +  C 
IL2  = 
41
L L  I
 L2  V 
I&   L4 −RX 4 −(R2 +RY )(1 + 4 ) IL3  
GRID

 &L3   L2 L2 L2 RZ  C 
0 IL4  
51
IL4  0 0 L
I  −(1 + ).VGRID
2
I&   C51 C51 C51 C51
 PV   PV   L3 
L L  
 (R2 +RY ) 2 −(RZ +RZ 2 ) 
 1 −RX L3 L3   C 61 
0 0 0  E71 
 C61 C61 C61 C61 
0 D72 0 0 0 0 D77

xƒ . x[
Dimana,
C’v = xƒ  + x[  + 

s‘ .s“
C£v = x[  +  x’  +  s‚

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


101

x’ . xƒ
C¦v = x’  + xƒ  + 
x[
1 0 . . ” 
D72 = − −
o . : . ‡ o . •. –. —7 . ‡
1  0 . . ”. 
D™™ = − − −
‡ : . ‡ •. –. —= . ‡

E™v = 08: − 0 ( − 1)

”*(89°Eo ) + 089° .  +
M = exp _ b
•. –. —=

3.5 Algoritma MPPT dengan Metode Incremental Conductance Method


Setelah dijabarkannya seluruh kombinasi yang dimiliki oleh sistem grid-
connected inverter pada sub-bab 3.4 diatas, maka kini akan
diimplementasikan algoritma MPPT dengan metode Incremental
Conductance Method (ICM) pada sistem grid-connected inverter tersebut.
Prinsip dasar MPPT sebelumnya telah dijelaskan dengan rinci pada bagian
dasar teori di Bab 2. Metode ICM ini merupakan metode untuk pencarian
daya maksimal sel surya dengan cara menyusuri kurva P-V hingga mencapai
titik maksimal kurva, sesuai dengan keadaan lingkungannya. Algoritma
MPPT, khususnya dengan metode ICM dianggap sederhana namun memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam mencari titik daya maksimum sel surya,
oleh karena tingkat kesederhanaan dan keandalannya inilah implementasi
metode ini membutuhkan biaya yang relatif lebih rendah apabila
dibandingkan dengan biaya implementasi metode lain yang lebih kompleks,
seperti logika fuzzy dan neural network (Liu & Lopes, 2004).
Algoritma MPPT dengan metode ICM akan dinyatakan melalui diagram
alir berikut ini. Keterangan variabel yang digunakan pada Gambar 3.41 :
V(k) : Tegangan keluaran sel surya pada sampling k
V(k-1) : Tegangan keluaran sel surya pada sampling k-1
I(k) : Arus keluaran sel surya pada sampling k
I(k-1) : Arus keluaran sel surya pada sampling k-1
Vref : Tegangan referensi operasional bagi sel surya
∆V : Konstanta perubahan Vref

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


102

Gambar 3.41 Diagram Alir Algoritma MPPT dengan Metode ICM


(Yan, Fei, Jinjun, & Shanxu, 2008)

Adapun penjelasan proses pada diagram alir algoritma ICM adalah


sebagai berikut:
1. Baca nilai V(k) dan I(k) sel surya.
2. Hitung nilai dV dan dI, yaitu dV=V(k)-V(k-1) dan dI=I(k)-I(k-1).
3. Lihat nilai dV dan dI untuk menentukan nilai Vref(k):
a. Jika dV = 0 dan dI = 0, maka Vref(k) = Vref(k-1).
b. Jika dV = 0 dan dI > 0, maka Vref(k) = Vref(k-1) – ∆V.
c. Jika dV = 0 dan dI < 0, maka Vref(k) = Vref(k-1) + ∆V.
d. Jika dI/dV = -I(k)/V(k), maka Vref(k) = Vref(k-1).
e. Jika dI/dV > -I(k)/V(k), maka Vref(k) = Vref(k-1) + ∆V.
f. Jika dI/dV < -I(k)/V(k), maka Vref(k) = Vref(k-1) - ∆V.
4. Memperbarui nilai V(k-1) dan I(k-1) dimana:
V(k-1)=V(k) dan I(k-1) = I(k)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


103

3.5.1 Penentuan Nilai Komponen pada Rancangan Rangkaian Grid-


Connected Inverter
Sebelum melakukan uji simulasi algoritma MPPT dengan metode
ICM pada sistem grid-connected inverter maka pada sub-sub-bab ini
akan dilakukan penentuan nilai-nilai komponen yang digunakan pada
sistem grid-connected inverter. Pertama-tama akan ditentukan terlebih
dulu nilai komponen yang ada pada rangkaian boost-converter, yaitu
nilai R1, L1, C1 dan C2.
Tegangan keluaran dari rangkaian boost-converter akan diubah
oleh rangkaian inverter menjadi tegangan AC yang sama seperti listrik
yang disuplai oleh jaringan listik, sebesar +220 Volt dan -220 Volt.
Maka, keluaran dari rangkaian boost converter juga harus memiliki
nilai yang mendekati nilai 440 Volt. Sehingga nilai keluaran rangkaian
boost converter diharapkan mampu menghasilkan tegangan DC
sebesar 400 Volt.
Selain itu, melalui Gambar 3.7 tentang kurva karakteristik P-V
dari modul sel surya yang digunakan pada sistem grid-connected
inverter nampak bahwa daya maksimum yang dapat dihasilkan dari
sel surya mencapai rating nilai 822 Watt. Dengan menggunakan nilai
daya maksimal yang mampu dihasilkan sel surya pada pengukuran
standar (λ = 1000 Watt/m2 dan T = 298 K),yaitu 822 Watt dan rating
tegangan yang diharapkan, yaitu 400 Volt, maka dapat diperoleh
hambatan beban sistem :
 ƒ 400ƒ
= = = 194.65Ω
‰ 822

Maka melalui persamaan (2.24) dapat ditentukan besarnya nilai


induktansi minimum pada rangkaian grid-connected inverter (yaitu :
L1), yakni sebesar :
0.01(1 − 0.01)ƒ 194.65
x 6 = = 4.77H103£ µG(¶„
2(20000)

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


104

Sedangkan melalui persamaan (2.25) dapat ditentukan besarnya


nilai kapasitansi minimum pada rangkaian grid-connected inverter
(yaitu : C2), dengan nilai ripple yang diinginkan sebesar 1% dan nilai
D sebesar 0.99 :
0.99
ž 6 = = 2.54H103£ ·¸¶¸¹
(194.65)(20000)(0.01)

Sedangkan nilai kapasitansi pada kapaistor C1 harus cukup besar


agar mampu menyimpan muatan dengan daya maksimal yang mampu
dikeluarkan oleh modul sel surya. Pada skripsi ini, nilai kapasitansi
kapasitor C1 ditentukan sebesar 2H103[ ·¸¶¸¹.
Selanjutnya, nilai komponen lainnya akan ditampilkan melalui
Tabel 3.3 berikut ini

Tabel 3.3 Penentuan Nilai Komponen pada Sistem Grid-Connected Inverter

Pemilihan Nilai Komponen

Nilai Nilai Nilai R1, RX,


Nilai C1 Nilai L1 Nilai C2 Nilai L2 Nilai L3
R2 L4 RY dan RZ

2000 45 mili 1000 10/2/pi/50 100 16/2/pi/50 1


0.15 Ohm
μFarad Henry μFarad Henry Ohm Henry μHenry

3.5.2 Pengendali Integral-Proporsional (I-P) dan Pembentukan Sinyal PWM


Sesuai dengan model kendali yang dirancang pada Gambar 3.2,
maka salah satu komponen pengendalinya ialah dengan menggunakan
algoritma MPPT, pengendali I-P dan pembangkit pulsa PWM.
Algoritma MPPT dengan metode ICM telah dijelaskan pada bagian
dasar teori dan sub-bab 3.5 diatas.
Maka pada sub-sub-bab ini akan dijelaskan mengenai metode
pengendalian I-P yang digunakan untuk melakukan koreksi nilai
tegangan sel surya terhadap nilai tegangan sel surya referensi yang
berasal dari metode ICM.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


105

Gambar 3.42 Diagram Pengendali I-P

Pengendali I-P ini akan membandingkan antara nilai tegangan sel


surya sistem (VPV) dengan nilai tegangan sel surya referensi (VPV
Referensi) yang dinyatakan sebagai error. Error merupakan selisih
antara nilai VPV Referensi dengan nilai VPV. Selanjutnya nilai error
akan diintegralkan dan dijumlahkan dengan nilai VPV yang telah
dikalikan dengan konstanta proporsional. Adanya penjumlahan ini
dirancang untuk mengimbangi (mengkompensasi) apabila keluaran
proses integral mengalami lonjakan nilai.
Model pengendali I-P ini juga dirancang dengan algoritma anti-
wind up, maksudnya adalah ketika nilai keluaran pengendali I-P ini,
yaitu duty cycle, lebih besar atau sama dengan 1 maka nilai duty cycle
akan diset pada nilai 1 dan nilai integralnya juga diset agar tetap sama
dengan nilai integral sebelumnya. Begitu pula ketika nilai duty cycle
ini lebih kecil atau sama dengan nol.
Sinyal keluaran dari blok pengendali I-P ini ialah duty cycle, yang
selanjutnya menjadi masukan bagi blok pembangkit sinyal PWM.
Sinyal PWM yang dibangkitkan akan digunakan sebagai pengatur
buka-tutupnya saklar yang ada pada rangkaian boost converter (saklar
pertama). Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab 2.6 sebelumnya,
pembentukan sinyal PWM bergantung pada nilai duty cycle (D) dari
sinyal PWM tersebut. Nilai D pada sistem MPPT ini diperoleh dari
blok pengendali I-P. Selain nilai D, frekuensi dari sinyal PWM juga

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


106

ditentukan terlebih dahulu. Pada sistem MPPT ini, frekuensi sinyal


PWM yang digunakan adalah 20 kHz.
Blok pembentukan sinyal PWM ditulis dalam pemrograman
bahasa C dalam C-MEX, yaitu dengan nama PWM.c , sebagaimana
nant tampak pada Gambar 3.43 berikut ini.

3.5.3 Uji Coba Algoritma MPPT dengan Metode ICM


Pada sub-sub-bab kali ini ingin diuji apakah metode ICM yang
dibangun telah dapat mengoptimalkan titik kerja dari sel surya.
Metode ICM yang dibangun ini akan mencari titik kerja optimum
tegangan sel surya untuk dapat menghasilkan daya keluaran yang
nilainya maksimum. Rangkaian uji coba metode ICM ini akan
ditunjukkan melalui diagram MATLAB/Simulink yang ditunjukkan
oleh Gambar 3.42 berikut ini.

Gambar 3.43 Simulasi Algoritma MPPT dengan Metode ICM

Blok Model Kombinasi Rangkaian berisikan 32 kombinasi


rangkaian yang telah dijabarkan pada sub-bab 3.4 sebelumnya, yakni
berisikan seluruh persamaan ruang keadaan untuk setiap
kombinasinya. Keseluruhan kombinasi rangkaian tersebut ditulis
dalam pemrograman bahasa C dalam C-MEX, yaitu dengan nama

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


107

ModelKombinasi.c. Adapun masukan dari blok Model Kombinasi


Rangkaian (lihat Gambar 3.43 diatas) ini ialah : irradiance, suhu
lingkungan, jumlah panel sel surya yang disusun seri (NS) dan sinyal
saklar 1 hingga sinyal saklar 7. Nilai sinyal saklar 1 hingga sinyal
sakar 7 ini akan bernilai 1 (saklar tertutup) atau 0 (saklar terbuka).
Adanya kombinasi dari tujuh sinyal saklar ini selanjutnya akan
menentukan persamaan ruang keadaan dari kombinasi rangkaian mana
yang akan dieksekusi oleh program. Mengingat pemrograman dari
Model Kombinasi Rangkaian ini dinyatakan dalam persamaan ruang
keadaan, maka sebenarnya seluruh nilai state-nya dapat ditampilkan,
namun pada uji simulasi metode ICM ini yang ditampilkan hanyalah
state dari arus sel surya (IPV) dan tegangan sel surya (VPV) saja.
Blok selanjutnya ialah blok MPPT, blok ini berisikan barisan
program metode ICM seusai dengan diagram alir pada Gambar 3.41
sebelumnya. Diagram alir ini dinyatakan dalam pemrograman bahasa
C dalam C-MEX, yaitu dengan nama ICM.c. Blok MPPT ini
memerlukan masukan berupa arus sel surya (IPV) dan tegangan sel
surya (VPV) yang mengalir pada sistem grid-connected inverter,
dengan kedua parameter masukan ini maka blok MPPT akan mampu
melakukan pencarian nilai titik kerja tegangan sel surya optimal yang
menghasilkan daya keluaran maksimal. Sehingga keluaran dari blok
MPPT ini ialah nilai titik kerja tegangan sel surya (VPV Referensi)
yang perlu diumpan balik ke dalam sistem grid-connected inverter
guna menghasilkan daya keluaran sel surya yang maksimal.
Penting menjadi perhatian bahwa, nilai titik kerja tegangan sel
surya ini tidak serta-merta langsung diumpan balik ke dalam sistem
grid-connected inverter yang ada. Model kendali yang diterapkan
mengacu pada rancangan sistem grid-connected inverter yang
ditampilkan pada Gambar 3.2 diawal.
Keluaran blok MPPT berupa nilai referensi bagi tegangan sel
surya (untuk dapat menghasilkan nilai daya maksimum), nilai ini
kemudian akan dibandingkan dengan nilai tegangan sel surya yang

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


108

terukur pada sistem (keluaran dari blok Model Kombinasi Rangkaian).


Adanya perbedaan antara nilai referensi dengan nilai hasil pengukuran
akan dikoreksi / dikendalikan dengan pengendali IP (Integral-
Proporsional, dengan nilai Kp = 0.001 dan Ki = 1, yang ditentukan
dengan trial and error), keluaran dari pengendali ini ialah duty cycle
yang akan berperan dalam pembangkitan sinyal-sinyal pulsa PWM.
Selanjutnya, nilai pulsa PWM akan menjadi masukan bagi sinyal
saklar 1. Untuk melakukan uji verifikasi metode ICM ini maka saklar
6 dan saklar 7 dibiarkan dalam keadaan terbuka dulu (sel surya belum
dalam keadaan grid-connected).
Oleh karena itu, pengaturan titik kerja tegangan sel surya (untuk
dapat menghasilkan nilai daya yang maksimal) dikendalikan oleh
sinyal pada saklar pertama. Uji verifikasi untuk metode ICM ini
dilakukan dengan memberikan variasi terhadap nilai irradiance,
dengan adanya variasi parameter ini diharapkan metode ICM dapat
memberikan nilai referensi tegangan sel surya (yang dipengaruhi oleh
perubahan nilai parameter irradiance dan suhu) sehingga sel surya
juga dapat ikut beroperasi pada titik kerja tegangan yang optimal dan
menghasilkan daya keluaran yang maksimal.
Pada simulasi ini, suhu sel surya diberikan pada nilai 298 K
(25°C) sedangkan nilai irradiance divariasikan berdasarkan kondisi
berikut :
Pada t < 2s , λ = 1000 Watt/m2
Pada 2s <t <3s , λ = 800 Watt/m2
Pada t > 3s , λ = 1200 Watt/m2
Dari hasil simulasi ini akan diperoleh grafik tegangan sel surya
keluaran sistem versus tegangan sel surya referensi keluaran ICM
terhadap waktu, grafik tegangan sel surya terhadap waktu, grafik arus
sel surya terhadap waktu dan grafik daya keluaran sel surya terhadap
waktu.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


109

Gambar 3.44 Grafik VPV dan VPV Referensi dari Metode ICM

Pada Gambar 3.44 diatas ditunjukkan adanya grafik tegangan sel


surya keluaran sistem (VPV, yang bewarna biru) dan grafik tegangan
sel surya referensi yang diperoleh dari metode ICM (VPV Referensi,
yang bewarna merah). Nilai VPV Referensi pada awalnya terus
mengalami peningkatan hingga detik ke 1.2, setelah itu nilai VPV
Referensi menjadi relatif stabil dan berosilasi di nilai tertentu. Adanya
osilasi dari nilai VPV Referensi adalah wajar, mengingat adanya
peningkatan dan penurunan nilai tegangan operasi secara konstan pada
algoritma MPPT metode ICM.
Dari Gambar 3.44 juga nampak bahwa tegangan sel surya
keluaran sistem (VPV) akan mengikuti nilai tegangan sel surya
referensi (VPV Referensi) yang berasal dari algoritma MPPT. Ketika
terjadi perubahan nilai dari parameter irradiance maka diperoleh nilai
VPV Referensi yang baru, yang juga diikuti dengan perubahan nilai
VPV. Hal ini menunjukkan bahwa model kontrol yang diterapkan
dengan pengendali IP telah menunjukkan peforma yang baik dalam
hal respon transien, sehingga nilai VPV juga akan ikut berubah
seketika nilai VPV Referensi mengalami perubahan.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


110

Gambar 3.45 Grafik VPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance

Gambar 3.46 Grafik IPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance

Pada Gambar 3.45 dan 3.46 diatas nampak bahwa ketika t<2s dan
irradiance bernilai 1000 Watt/m2, tegangan optimal sel surya adalah
261 Volt dengan arus yang dihasilkan sebesar 3.17 Ampere.
Sedangkan ketika irradiance bernilai 800 Watt/m2, tegangan optimal
sel surya adalah 265 Volt dengan arus yang dihasilkan sebesar 2.54
Ampere. Ketika irradiance naik menjadi 1200 Watt/m2, tegangan
optimal sel surya menjadi 256.75 Volt dengan arus yang dihasilkan
sebesar 3.8 Ampere.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


111

Gambar 3.47 Grafik PPV pada Suhu Konstan dan Variasi Irradiance

Melalui Gambar 3.47 nampak bahwa nilai daya keluaran sel surya
juga berubah-ubah terhadap adanya variasi nilai irradiance. Ketika
nilai irradiance pada 1000 Watt/m2 maka daya keluaran sel surya
berada pada nilai 827.37 Watt. Saat nilai irradiance turun menjadi 800
Watt/m2 maka daya keluaran sel surya berada pada nilai 673.1 Watt
dan ketika nilai irradiance naik menjadi 1200 Watt/m2 dihasilkan
daya keluaran sel surya menjadi 975.65 Watt.

Dari uji simulasi yang dipaparkan pada bagian sub-sub-bab 3.5.3 ini
dapat simpulkan bahwa metode ICM dapat berfungsi sebagai algoritma
MPPT, karena telah mampu menemukan titik kerja optimal dari sel surya
pada suatu kondisi lingkungan yang konstan maupun yang mengalami
perubahan. Metode ICM ini mampu memberikan nilai titik kerja optimal
tegangan sel surya (VPV Referensi) baru yang sesuai dengan keadaan
lingkungan.
Model kontrol pengendali I-P yang dibangun juga telah dapat
memberikan hasil yang baik. Pengendali I-P ini dapat mengoreksi adanya
perbedaan nilai antara VPV dengan VPV Referensi, sehingga pada akhirnya
akan dapat diperoleh nilai VPV yang menyamai dengan nilai VPV Referensi.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


112

3.6 Algoritma Phase Locked Loop dan Current Control


Metode kendali yang dilakukan untuk pengaturan sinyal saklar 1
dilakukan dengan menggunakan algoritma MPPT dengan metode ICM,
sebagaimana dijelaskan dan dilakukan uji simulasi pada sub-bab 3.5.
Selanjutnya, metode kendali untuk pengaturan sinyal inverter (saklar 2 hingga
saklar 5) dilakukan dengan menggunakan algoritma phase locked loop (PLL)
dan current control.
Pada Bab 2, khususnya pada sub-bab 2.2, telah dijelaskan secara rinci
mengenai urutan langkah-langkah dalam algoritma PLL dan current control
ini. Sehingga pada sub-bab kali ini penggunaan algoritma PLL dan current
control yang dipakai adalah merujuk pada algoritma PLL dan current control
yang telah dimuat dalam skripsi (Syaifudin, 2011).
Pada skripsi ini, penulis juga telah melakukan kajian ulang terhadap
algortima PLL dan current control yang menjadi acuan dan disesuaikan
dengan tujuan awal dari skripsi penulis ini. Algoritma PLL yang digunakan
ialah algoritma PLL dengan basis tegangan.
Oleh karena itu, pada sub-bab ini penulis tidak lagi menjalankan uji
simulasi dari algoritma PLL dan current control secara terpisah. Namun
penulis akan langsung melakukan uji simulasi grid-connected inverter dengan
menggunakan metode kendali algoritma PLL dan current control.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 4
HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Pada Bab 3 telah dijelaskan mengenai rancangan dan model kendali dari
sistem grid-connected inverter untuk penerapan pada sel surya. Model sel surya
juga telah dibangun beserta dengan algoritma MPPT metode ICM, pada Bab 3
juga telah dilakukan uji simulasi bahwa algoritma MPPT dengan metode ICM
telah berhasil menentukan titik kerja tegangan sel surya yang optimal.
Maka pembahasan selanjutnya adalah analisis dan simulasi dari sistem grid-
connected inverter untuk penerapan pada pembangkit listrik tenaga surya. Pada
Bab 4 ini akan dilakukan simulasi dari : rangkaian grid-connected inverter hanya
dengan menggunakan algoritma MPPT ; rangkaian grid-connected inverter
dengan menggunakan algoritma MPPT, algoritma PLL dan current control ;
rangkaian grid-connected inverter hanya dengan menggunakan algoritma PLL dan
current control.

4.1 Letak Pole Sistem Photovoltaic Grid-Connected Inverter


Melalui sub-bab ini akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai letak pole
dari sistem grid-connected inverter yang dibangun, sebagaimana nampak
pada Gambar 3.1. Setelah itu barulah akan dilakukan simulasi dari sistem
grid-connected inverter pada sub-bab berikutnya, dengan menggunakan
model pengendalinya juga, yaitu algoritma MPPT dengan metode ICM
dengan pengendali I-P dan metode PLL dengan current control.
Penentuan letak pole dari sistem grid-connected inverter ini dilakukan
dengan menggunakan rangkaian yang tampak pada Gambar 3.1, tanpa disertai
dengan blok sistem MPPT, pengendali I-P, blok sistem PLL, current control
maupun blok pembentuk sinyal PWM.
Letak dari pole-pole sistem ditentukan dengan menggunakan persamaan
ruang keadaan yang telah diperoleh pada sub-bab 3.4 sebelumnya. Dengan
menggunakan seluruh persamaan ruang keadaan untuk 32 kombinasi tersebut,
maka akan dapat diperoleh letak pole dari masing-masing kombinasi yang
terbentuk oleh sinyal saklar 1 hingga sinyal saklar 7.

113
Universitas Indonesia
Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012
114

Dari tiap persamaan ruang keadaan yang dinyatakan dalam persamaan


(2.27), yaitu : Hw = •x + Bu
Maka dengan mencari nilai eigen dari matriks A dari tiap model
kombinasi yang ada, akan dapat ditentukan letak dari pole sistem untuk setiap
kombinasinya. Sehingga, dengan menggunakan keseluruhan persamaan ruang
keadaan dari kombinasi rangkaian yang ada maka akan dapat diperoleh letak
pole-pole dari sistem grid-connected inverter.
Tentunya penentuan nilai titik kerja dari arus sel surya dan tegangan sel
surya juga memberikan pengaruh terhadap letak pole sistem, sebagaimana
dinyatakan dalam persamaan (3.5). Maka, dalam penentuan letak pole sistem
akan dicoba pada tiga titik kerja dari sel surya yang diperoleh dari kurva
karakteristik I-V sel surya pada Gambar 3.8. Nilai titik kerja yang dicoba
antara lain adalah :
VPV = 50 Volt dan IPV = 3.309 Ampere,
VPV = 261.1 Volt dan IPV = 3.168 Ampere dan
VPV = 320 Volt dan IPV = 0.4057 Ampere
Pada Tabel 4.1 berikut ini hanya akan ditampilkan letak pole-pole dari
titik kerja sel surya pada nilai optimalnya, yaitu saat VPV = 261.1 Volt dan IPV
= 3.168 Ampere. Letak pole untuk kedua titik kerja sel surya yang lain akan
ditampilkan pada bagian Lampiran.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


115

Tabel 4.1 Letak Pole Sistem pada Titik Kerja Sel Surya
VPV = 261.1 Volt dan IPV = 3.168 Ampere

TIPE KOMBINASI SISTEM


1 2 3 4 5 6 7 8
Pole 1 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14
Pole 2 -4.73 + 105.4 i -1969.35 -1211.93 -1969.35 -4.73 + 105.4 i -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -4.73 - 105.4 i -1969.35 -1201.88 -4.73 + 105.4 i -4.73 - 105.4 i -1969.35 -1201.88 -4.73 + 105.4 i
Pole 4 - -4.73 + 105.4 i -10.05 -4.73 - 105.4 i - -4.73 + 105.4 i -10.05 -4.73 - 105.4 i
Pole 5 - -4.73 - 105.4 i -4.73 + 105.4 i -4.71 + 177.18 i - -4.73 - 105.4 i -4.73 + 105.4 i -4.71 + 177.18 i
Pole 6 - - -4.73 - 105.4 i -4.71 - 177.18 i - - -4.73 - 105.4 i -4.71 - 177.18 i
Pole 7 - - - 4.30e-14 - - - 4.30e-14

TIPE KOMBINASI SISTEM


9 10 11 12 13 14 15 16
Pole 1 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 2 -2.69 + 182.55 i -1969.35 -1211.93 -1969.35 -2.69 + 182.55 i -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -2.69 - 182.55 i -1969.35 -1202.03 -6.01 + 77.02 i -2.69 - 182.55 i -1969.35 -1202.03 -6.01 + 77.02 i
Pole 4 -4.09 -4.09 -7.43 -6.01 - 77.02 i -4.09 -4.09 -7.43 -6.01 - 77.02 i
Pole 5 - -2.69 + 182.55 i -5.97 + 183.05 i -3.43 + 242.48 i - -2.69 + 182.55 i -5.97 + 183.05 i -3.43 + 242.48 i
Pole 6 - -2.69 - 182.55 i -5.97 - 183.05 i -3.43 - 242.48 i - -2.69 - 182.55 i -5.97 - 183.05 i -3.43 - 242.48 i
Pole 7 - - - -2.04e-14 - - - -2.04e-14

Universitas Indonesia
116

TIPE KOMBINASI SISTEM


17 18 19 20 21 22 23 24
Pole 1 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14
Pole 2 -4.73 + 105.4 i -1969.35 -1211.93 -1969.35 -4.73 + 105.4 i -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -4.73 - 105.4 i -1969.35 -1211.93 -9.42 -4.73 - 105.4 i -1969.35 -1211.93 -9.42
Pole 4 - -4.73 + 105.4 i -4.73 + 105.4 i -4.73 + 105.4 i - -4.73 + 105.4 i -4.73 + 105.4 i -4.73 + 105.4 i
Pole 5 - -4.73 - 105.4 i -4.73 - 105.4 i -4.73 - 105.4 i - -4.73 - 105.4 i -4.73 - 105.4 i -4.73 - 105.4 i
Pole 6 - - - -9.77e-15 - - - -9.77e-15
Pole 7 - - - 0 - - - 0

TIPE KOMBINASI SISTEM


25 26 27 28 29 30 31 32
Pole 1 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14 -381890.14
Pole 2 -6.13 -1969.35 -1211.93 -1969.35 -6.13 -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 - -1969.35 -1201.88 -6.13 - -1969.35 -1201.88 -6.13
Pole 4 - -6.13 -10.05 -4.71 + 177.18 i - -6.13 -10.05 -4.71 + 177.18 i

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 5 - - -6.13 -4.71 - 177.18 i - - -6.13 -4.71 - 177.18 i
Pole 6 - - - -2.2e-16 - - - -2.2e-16
Pole 7 - - - 0 - - - 0

Universitas Indonesia
117

Tabel 4.1 diatas menunjukkan letak pole dari tiap kombinasi sistem
ketika sel surya dalam keadaan optimal (VPV = 261.1 Volt dan IPV = 3.168
Ampere), nampak bahwa untuk setiap kombinasi letak pole berada pada
daerah kiri (left half plane, LHP) yang menunjukkan bahwa sistem berada
pada kondisi stabil. Namun perlu menjadi perhatian bahwa walaupun nilai
pole secara mayoritas berada pada LHP tetap ada nilai pole yang berada pada
origin, yakni yang bernilai 0. Adanya pole yang berada pada origin tentu
akan menambah jumlah orde sistem (tipe sistem), yang juga akan
memberikan nilai steady-state error yang lebih baik. Dari nilai-nilai pada
Tabel 4.1 diatas, kini akan digambarkan letk-letak pole sistemnya.

Gambar 4.1 Letak Pole Sistem untuk Keseluruhan Kombinasi

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


118

Gambar 4.2 Letak Pole Sistem untuk Keseluruhan Kombinasi : Perbesaran 1

Gambar 4.1 menggambarkan letak keseluruhan pole yang diperoleh dari


Tabel 4.1 sebelumnya, sedangkan melalui Gambar 4.2 ditampilkan
perbesaran dari Gambar 4.1 yang diperbesar disekitar titik origin sumbu.
Pada Gambar 4.2, nilai pole yang bernilai hingga ribuan tidak ditampakkan.
Dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 nampak bahwa sistem grid-connected
inverter tanpa pengendali telah berada dalam keadaan stabil. Sistem juga
masih berada dalam keadaan stabil ketika sel surya beroperasi pada titik kerja
yang berbeda, hal ini ditunjukkan melalui tabel yang berada pada bagian
Lampiran. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa walaupun sel surya
beroperasi pada titik kerja yang berbeda-beda, namun sistem tetap akan
berada dalam keadaan stabil.

4.2 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma MPPT


Sistem grid-connected inverter yang telah dirancang pada Bab 3,
ditunjukkan oleh Gambar 3.1, akan disimulasikan dengan menggunakan
MATLAB/Simulink. Pada sub-bab kali ini, sistem grid-connected inverter
akan disimulasikan hanya dengan menggunakan algoritma MPPT saja. Untuk
melakukan simulasi ini, beberapa blok yang telah dijelaskan dan diuji coba
pada Bab 3 akan digabungkan, antara lain adalah : blok modul sel surya, blok

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


119

algoritma MPPT dengan metode ICM, blok pengendali I-P dan blok
pembentukkan sinyal PWM.
Metode kendali untuk sinyal saklar 1 dilakukan dengan menggunakan
blok algoritma MPPT, blok pengendali I-P dan blok pembangkit pulsa PWM.
Sedangkan metode kendali inverter (untuk sinyal saklar 2 hingga sinyal saklar
5) dilakukan dengan menggunakan referensi berupa gelombang sinusoidal,
belum digunakannya algoritma PLL dan current control.

Gambar 4.3 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan


menggunakan Algoritma MPPT

Gambar 4.3 diatas menunjukkan simulasi yang dilakukan pada sub-bab


ini, yakni menunjukkan simulasi dari sistem grid-connected inverter dengan
digunakannya algoritma MPPT metode ICM. Pada Bab 3 sebelumnya,
khususnya sub-sub-bab 3.5.3, telah dilakukan uji simulasi dari algoritma
MPPT dengan metode ICM guna menguji apakah algoritma MPPT yang
dibangun telah mampu menentukan titik kerja tegangan sel surya yang
optimal dibawah suatu keadaan lingkungan tertentu. Maka pada sub-bab kali
ini, algoritma MPPT dengan metode ICM akan kembali digunakan sebagai
metode kendali dari sinyal saklar 1.
Penjelasan mengenai blok simulasi yang ditampilkan pada Gambar 4.3
diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


120

• Skema rangkaian yang disimulasikan terdiri dari modul sel surya,


rankaian boost converter, DC-AC inverter, rugi-rugi kabel, beban dan
jaringan listik (grid).
• Modul sel surya yang digunakan mengacu pada penjelasan yang telah
diberikan pada sub-bab 3.3 sebelumnya. Sinyal kendali saklar 1 pada
boost converter dilakukan dengan menggunakan algoritma MPPT
metode ICM, yang mengacu pada sub-bab 3.5.
• Semua model kombinasi, yang telah dijelaskan pada sub-bab 3.4,
dituliskan dalam bentuk pemrograman bahasa C dalam C-MEX
sehingga akan dapat ditentukan mode kombinasi rangkaian yang
dieksekusi sesuai dengan sinyal saklar 1 hingga 7.
• Adapun yang menjadi nilai masukan dari simulasi ini ialah :
o Iradiansi, suhu dan jumlah modul sel surya yang dipasang seri.
Iradiansi = 1000 Watt/m2, suhu = 298 K dan NS = 15 panel.
o Sinyal saklar 1 : diperoleh dari algoritma MPPT dengan metode
ICM, dikendalikan terlebih dahulu dengan pengendali I-P.
Menghasilkan keluaran berupa duty cycle yang menjadi referensi
bagi blok pembangkit sinyal PWM. Sinyal PWM inilah yang
kemudian menjadi nilai bagi sinyal saklar 1.
o Sinyal saklar 2 hingga sinyal saklar 5 (inverter) : diperoleh dari
pembangkit sinyal PWM yang referensi tegangan masukannya
berupa gelombang sinus.
o Sinyal saklar 6 (sel surya terhubung dengan beban) : pada simulasi
ini sinyal saklar 6 akan berada dalam kondisi ON pada detik ke-2.5.
o Sinyal saklar 7 (sel surya terhubung dengan grid) : pada simulasi
ini sinyal saklar 6 akan berada dalam kondisi ON pada detik ke-3.5.
o Sinyal tegangan grid, yaitu berupa sinyal sinusoidal.
• Adapun yang menjadi nilai keluaran dari simulasi ini ialah :
o Arus pada induktor yang merepresentasikan rugi-rugi kabel (L2),
yang dinotasikan sebagai I_L2 (lihat kembali Gambar 3.1).
o Tegangan pada beban, yaitu tegangan pada komponen R2 dan L3,
dinotasikan sebagai V_L3 (lihat kembali Gambar 3.1).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


121

o Tegangan keluaran dari rangkaian boosts converter, yaitu tegangan


pada kapasitor C2, dinotasikan sebagai V_C2 (lihat kembali
Gambar 3.1).
o Arus dan tegangan dari sel surya, dinotasikan sebagai IPV dan VPV.

Pada simulasi di bagian sub-bab ini akan dilihat bagaimana kerja dari
sistem grid-connected inverter ketika hanya sel surya yang menyuplai ke
beban (detik ke-2.5) dan ketika sel surya bersamaan dengan grid menyuplai
beban (grid-connected, terjadi pada detik ke-3.5).

Vpv Vpv Referensi


350

300

250
Tegangan [Volt]

200

150

100

50

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5
-50
Waktu [detik]

Gambar 4.4 Tegangan Sel Surya Versus Tegangan Referensi ICM pada
Simulasi dengan Algoritma MPPT

Gambar 4.4 diatas menunjukkan keluaran tegangan sel surya (VPV)


dengan tegangan sel surya referensi (VPV Referensi) yang merupakan
keluaran dari algoritma MPPT. Dari gambar ini nampak bahwa VPV yang
dihasilkan oleh sel surya dapat mengikuti nilai tegangan referensi. Awalnya
nilai VPV keluaran sistem berubah-ubah dan terus meningkat mengikuti nilai
VPV Referensi dan akhirnya sampai pada suatu titik dimana algoritma MPPT
telah menemukan titik kerja optimal dari sel surya tersebut. Nilai VPV yang

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


122

terus berusaha mengikuti nilai VPV Referensi adalah karena digunakannya


blok pengendali I-P, sehingga titik kerja tegangan sel surya dapat mencapai
nilai disekitar 260.5 Volt yang mendekati dengan nilai titik kerja tegangan sel
surya referensi yang mencapai nilai disekitar 261 Volt. Pada detik ke-3.5,
tegangan sel surya mengalami drop hingga di nilai 200 Volt, hal ini terjadi
karena pada detik ke-3.5 sinyal saklar 7 berada dalam keadaan ON dan sistem
dalam keadaan grid-connected sehingga membuat nilai tegangan grid ikut
mempengaruhi nilai tegangan sel surya. Namun akhirnya tegangan sel surya
dapat kembali mengikuti nilai tegangan referensinya dengan respon transien
yang baik, sesuai dengan desain pengendali I-P yang diterapkan.
Dari Gambar 4.4 diatas juga nampak bahwa tegangan sel surya (VPV)
tidak mengalami gangguan ketika saklar 6 dalam keadaan ON (keadaan
dimana hanya sel surya yang menyuplai beban), ketika saklar 7 dalam
keadaan ON (dalam keadaan grid-connected) maka tegangan sel surya sempat
jatuh ke nilai 200 Volt dan dapat kembali naik ke titik kerja optimalnya
sesuai dengan nilai tegangan sel surya referensinya.

VC2 Vpv Ipv


350 8

300 7

250 6
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]

200 5

150 4

100 3

50 2

0 1
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5
-50 0
Waktu [detik]

Gambar 4.5 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t)


pada Simulasi dengan Algoritma MPPT

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


123

Gambar 4.5 diatas menunjukkan grafik tegangan sel surya (VPV, bewarna
biru), grafik tegangan DC Link atau tegangan pada kapasitor C2 (VDC Link
atau VC2, bewarna merah) dan grafik arus keluaran sel surya (IPV, bewarna
hijau).
Tampak pada gambar bahwa tegangan sel surya awalnya mengalami
osilasi (sebelum detik 0.5), hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pencarian
nilai tegangan sel surya optimal melalui algoritma MPPT yang diterapkan.
Setelah 1.2 detik, barulah tegangan sel surya berosilasi disekitar titik kerja
optimal sel surya, bersesuaian dengan nilai tegangan sel surya referensi yang
diberikan oleh blok algoritma MPPT. Osilasi tegangan sel surya ini terjadi
karena adanya penambahan maupun pengurangan dari nilai tegangan sel
surya yang konstan pada algoritma MPPT.
• Sebelum detik ke-2.5 : tegangan sel surya dibantu dengan algoritma
MPPT mencari titik kerja optimal dari sel surya, yang akhirnya nilai
VPV mencapai dan berada tetap pada suatu nilai yaitu di sekitar 260.5
Volt. Jika dibandingkan dengan nilai titik kerja optimal sel surya pada
kondisi pengujian standar, ditunjukkan oleh Gambar 3.45, yang
berada pada nilai 261 Volt maka nampak bahwa blok algoritma MPPT
telah berhasil mencari titik kerja optimal dan membuat sel surya
bekerja pada titik kerja optimal tersebut.
Disamping itu, nilai keluaran tegangan dari rangkaian boost converter
juga nampak mencapai 320 Volt sesaat setelah nilai tegangan sel surya
telah mencapai nilai 260.5 Volt. Nilai tegangan kapasitor C2 (V_C2)
ini lebih besar dibanding dengan tegangan masukan dari rangkaian
boost converter, yakni tegangan sel surya. Dalam teori elektronika
daya, rangkaian boost converter digunakan untuk meningkatkan
tegangan keluarannya relatif terhadap tegangan masukannya. Adanya
peningkatan nilai dari tegangan keluaran ini tentu juga dipengaruhi
oleh besarnya nilai kapasitansi kapasitor C2, nilai duty cycle dan
besarnya tegangan masukan rangkaian boost converter.
Sedangkan nilai arus keluaran sel surya akan mengikuti
karakteristiknya bersesuaian dengan nilai VPV.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


124

• Pada saat 2.5s < t < 3.5s :


Pada detik ke-2.5 saklar 6 kini berada dalam keadaan ON, sehingga
sel surya akan memberikan suplai ke beban. Imbasnya terlihat dari
besarnya tegangan DC Link pada Gambar 4.5 dan 4.6 diatas. Ketika
saklar 6 dalam keadaan ON maka besarnya tegangan DC Link akan
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya suplai tegangan
yang diarahkan ke beban. Sebelumnya, sinyal tegangan DC Link akan
terlebih dahulu melalui inverter untuk mengubah sinyal DC menjadi
sinyal AC dan barulah digunakan untuk menyuplai beban. Sedangkan
besarnya suplai tegangan dan arus sel surya tidak mengalami
perubahan.
• Pada saat t>3.5s :
Pada detik ke-3.5 saklar 7 kini juga berada dalam keadaan ON, yang
artinya kini sel surya berada dalam keadaan grid-connected. Dalam
keadaan ini, baik sel surya maupun jaringan listik (grid) secara
bersamaan akan menyuplai beban. Melalui Gambar 4.3 nampak
bahwa tegangan sel surya akan jatuh sesaat ke nilai 200 Volt dan
kemudian kembali ke titik kerja optimalnya, yaitu di nilai 260.5 Volt.
Tegangan DC Link nampak berosilasi ketika dalam keadaan grid-
connected, hal ini terjadi ketika tegangan grid yang tersambung
dengan sistem. Tegangan grid tidak hanya menyuplai beban namun
juga memberikan suplai ke arah kapasitor C2, sehingga ikut
mempengaruhi nilai tegangan DC Link.
Turunnya nilai tegangan sel surya ketika keadaan grid-connected akan
membuat nilai arus sel surya mengalami kenaikan, hal ini bersesuaian
dengan kurva karakteristik I-V sel surya.

Jika ditinjau dari nilai daya yang disuplai oleh modul sel surya, maka
melalui Gambar 4.5 berikut akan ditampilkan nilai daya keluaran dari sel
surya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


125

Ppv
Daya Keluaran Sel Surya [Watt] 900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5
Waktu [detik]

Gambar 4.6 PPV(t) pada Simulasi dengan Algoritma MPPT

Dari Gambar 4.6 nampak bahwa nilai daya keluaran yang disuplai oleh
sel surya bersesuaian dengan karakteristik sel surya yang sebelumnya telah
dibahas pada sub-sub-bab 3.3.1 dan dapat mencapai rating daya disekitar nilai
827 Watt. Hal ini menunjukkan bahwa modul sel surya yang digunakan pada
simulasi ini telah dapat memberikan suplai daya yang sesuai dengan
karakterisitik dari modul sel surya itu sendiri. Awalnya daya keluaran sel
surya mengalami osilasi dan terus meningkat, hal ini terjadi karena melalui
algoritma MPPT nilai titik kerja sel surya masih dalam tahap pencarian.
Ketika nilai titik kerja optimal sel surya ditemukan maka nilai daya keluaran
sel surya cenderung konstan disekitar nilai 827 Watt. Pada detik ke-3.5 daya
keluaran sel surya menurun hingga 650 Watt, hal ini terjadi karena adanya
penurunan pada nilai tegangan sel surya (nampak pada Gambar 4.4); dimana
penurunan tegangan sel surya ini terjadi sebagai imbas dari grid-connected.
Selanjutnya melalui Gambar 4.7, 4.8 dan 4.9 berikut ini akan ditampilkan
grafik tegangan yang disuplai dari modul sel surya ke beban (V_Beban, lihat
kembali Gambar 3.1) dan nilai arus yang disuplai ke beban (I_L2, lihat

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


126

kembali Gambar 3.1). Idealnya, nilai arus dan tegangan ini adalah sefasa
sehingga menghasilkan suplai daya ke beban yang maksimal.

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 200
160
200
120
Tegangan [Volt]

80

Arus [Ampere]
100
40
0 0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 -40
-100
-80
-120
-200
-160
-300 -200
Waktu [detik]

Gambar 4.7 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 6

200 4
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]

100 2

0 0
2,45 2,55 2,65 2,75 2,85 2,95
-100 -2

-200 -4

-300 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.8 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


127

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 100
80
200
60
Tegangan [Volt]

40

Arus [Ampere]
100
20
0 0
3,45 3,55 3,65 3,75 3,85 3,95 -20
-100
-40
-60
-200
-80
-300 -100
Waktu [detik]

Gambar 4.9 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2


pada Simulasi dengan Algoritma MPPT

Gambar 4.7 menunjukkan besarnya arus dan tegangan yang disuplai ke


beban (R2, RY dan L3, lihat kembali Gambar 3.1). Pada Gambar 4.7 nampak
bahwa sebelum detik ke-2.5 tidak adanya arus maupun tegangan yang
disuplai ke beban, hal ini dikarenakan karena saklar 6 dan 7 masih berada
dalam keadaan OFF. Pada Gambar 4.8 (perbesaran 1 dari Gambar 4.7)
nampak bahwa setelah detik ke-2.5, dimana saklar 6 dalam keadaan ON,
barulah muncul arus dan tegangan yang disuplai ke beban, dimana besaran
arus dan tegangan ini adalah sefasa.
Selanjutnya, pada Gambar 4.9 (perbesaran 2 dari Gambar 4.7) nampak
bahwa setelah detik ke-3.5, dimana saklar 7 dalam keadaan ON, maka arus
dan tegangan yang disuplai diperoleh dari modul sel surya dan grid. Tidak
digunakannya metode kendali pada inverter untuk mengendalikan saklar 2
hingga saklar 5 membuat sinyal arus dan tegangan yang disuplai ke beban
menjadi tidak sefasa, melainkan berbeda 90°. Pada Gambar 4.9 ini juga
nampak bahwa ketika dalam keadaan grid-connected arus pada induktor L2
nampak mengalami kenaikan yang cukup tinggi, hingga mencapai 40
Ampere, hal ini terjadi karena adanya arus suplai yang berasal dari grid. Arus

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


128

suplai dari grid tidak sepenuhnya menyuplai beban, tapi juga akan melalui
induktor L2.
Nilai impedansi beban (R2, RY dan L3) lebih besar apabila dibandingkan
dengan nilai impedansi induktor L2 (L2 dan RX), dimana nilai impedansi
beban bernilai 101.42 Ohm sedangkan impedansi induktor L2 bernilai 10
Ohm. Hal ini tentu akan membuat nilai arus suplai dari grid akan lebih
banyak melewat impedansi induktor L2 dibandingkan dengan nilai arus yang
melewati impedansi beban induktor L3.
Setelah detik ke-3.5 juga nampak bahwa nilai tegangan dan arus yang
disuplai menjadi lebih besar relatif terhadap nilai yang disuplai ketika detik
ke-2.5, hal ini dikarenakan setelah detik ke-3.5 terdapat dua sumber yang
digunakan untuk memberikan suplai ke beban. Adanya nilai arus dan
tegangan yang tidak sefasa ini muncul karena tidak digunakannya metode
kendali algoritma PLL dan current control. Algoritma PLL digunakan untuk
dapat mendeteksi besarnya nilai amplitudo, frekuensi dan sudut fasa dari
sinyal tegangan grid, yang kemudian ketiga parameter ini digunakan dalam
algoritma current control untuk dapat menghasilkan sinyal arus yang sinkron
dengan sinyal tegangannya.
Tentunya sistem grid-connected inverter yang ingin dibangun adalah
sistem grid-connected yang menghasilkan arus dan tegangan suplai yang
sinkron dengan suplai dari grid, sehingga modul sel surya dapat memberikan
suplai daya yang maksimal ke beban.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


129

Tegangan Beban Arus Beban


300 6

200 4
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2

0 0
3 3,25 3,5 3,75 4
-100 -2

-200 -4

-300 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.10 Tegangan Beban versus Arus Beban pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT

Gambar 4.10 diatas menunjukkan grafik tegangan dan arus yang terukur
pada beban pada cuplikan detik ke-3 hingga detik ke-4. Sebelum detik ke-3
suplai tegangan dan arus diperoleh dari modul sel surya, sedangkan setelah
detik ke-3.5 suplai tegangan dan arus diperoleh dari modul sel surya dan
jaringan listik. Saat suplai diperoleh dari modul sel surya, nilai tegangan
beban mencapai nilai 200 Volt dan arus sebesar 2 Ampere; sedangkan saat
grid-connected nilai tegangan beban mencapai nilai 220 Volt dan 2.2
Ampere. Tentunya setelah detik ke-3.5 nilai tegangan dan arus pada beban
akan menjadi lebih tinggi karena mendapat suplai dari dua sumber, yakni sel
surya dan grid.

4.3 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma MPPT,


Algoritma PLL dan Current Control
Pada sub-bab ini, sistem grid-connected inverter akan disimulasikan
dengan menggunakan algoritma MPPT metode ICM, algoritma PLL dan
current control. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, algoritma MPPT
akan mengatur sinyal kendali dari saklar 1; dalam fungsinya untuk

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


130

menentukan titik kerja optimal dari sel surya. Algoritma PLL dan current
control akan mengatur sinyal kendali saklar 2 hingga saklar 5; dalam
fungsinya untuk menghasilkan sinyal tegangan yang perlu disuplai ke beban
sehingga menghasilkan sinyal arus yang sefasa dengan sinyal tegangannya.
Adapun rancangan simulasi yang dilakukan pada sub-bab ini ditunjukkan
melalui gambar berikut ini.

Gambar 4.11 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter


dengan menggunakan Algoritma MPPT, Algoritma PLL dan current control

Gambar 4.11 menampilkan rancangan simulasi yang akan dilakukan pada


sub-bab kali ini, dimana pada simulasi ini digunakan algoritma MPPT metode
ICM, algoritma PLL dan current control.
Penjelasan mengenai blok simulasi yang dijalankan pada sub-bab ini
hampir sama dengan blok simulasi yang dijalankan pada sub-bab 4.2
sebelumnuya, hanya saja pada simulasi di sub-bab kali ini ditambahkan
model kendali untuk sinyal saklar 2 hingga sinyal saklar 5, yaitu dengan
algoritma PLL dan current control.
Pada simulasi di bagian sub-bab ini akan dilihat bagaimana kerja dari
sistem grid-connected inverter ketika hanya sel surya yang menyuplai ke
beban (detik ke-2.5) dan ketika sel surya bersamaan dengan grid menyuplai
beban (grid-connected, terjadi pada detik ke-3.5).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


131

Vpv Vpv Referensi


1000
900
800
700
600
Tegangan [Volt]

500
400
300
200
100
0
-100 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8
-200
-300
-400
Waktu [detik]

Gambar 4.12 Tegangan Sel Surya versus Tegangan Referensi ICM pada
Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Gambar 4.12 menunjukkan perbandingan antara nilai tegangan sel surya


dengan nilai tegangan sel surya referensi yang diperoleh dari algoritma
MPPT. Ketika saklar 6 berada dalam keadaan ON, pada detik ke-2.5, sel
surya menjadi sumber suplai utama bagi beban dan melalui Gambar 4.12
tampak bahwa nilai Vpv tidak mengalami perubahan nilai, hal ini
menandakan bahwa sel surya dapat memberikan suplai pada beban.
Sedangkan ketika saklar 7 juga dalam keadaan ON (grid-connected), pada
detik ke-3.5, maka nilai VPV mulai berosilasi dan nilainya terus menurun.
Sedangkan nilai dari VPV Referensi terus meningkat pada detik ke-4,
disaat nilai VPV jatuh ke nilai -320 Volt, dan terus meningkat. Naiknya nilai
VPV Referensi ini dapat dikaitkan dengan nilai duty cycle-nya, yang nampak
melalui gambar berikut.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


132

Gambar 4.13 Nilai Duty Cycle pada Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL
dan current control

Gambar 4.13 menunjukkan besarnya nilai duty cycle yang menjadi


masukan bagi blok pembentukan sinyal PWM. Nampak bahwa nilai duty
cycle yang diberikan relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai duty cycle
yang biasa digunakan pada rangkaian boost converter. Pada detik ke-4 pada
Gambar 4.13 diatas nampak bahwa nilai duty cycle konstan bernilai 0 terus
menerus. Hal ini menandakan bahwa saklar 1 berada dalam keadaan OFF
ketika sistem berada dalam keadaan grid-connected.
Jatuhnya nilai tegangan sel surya (VPV) ketika dalam keadaan grid-
connected, membuat algoritma MPPT merasa perlu untuk membuat nilai VPV
kembali bersesuaian dengan VPV Referensi; hal ini diwujudkan melalui
pengendali I-P yang membuat nilai sinyal saklar 1 menjadi dalam OFF.
Namun berdasarkan hasil simulasi yang ditampilkan pada Gambar 4.13,
nyatanya nilai VPV tidak dapat kembali bersesuaian dengan nilai VPV
Referensi pada keadaan grid-connected.
Jatuhnya nilai VPV disebabkan karena adanya gangguan yang muncul
dari hubungan grid-connected sehingga suplai dari grid tidak sepenuhnya
mengarah pada beban tapi juga ikut mempengaruhi modul sel surya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


133

VC2 Vpv Ipv


1000 4,5
900
4
800
700 3,5
600
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
500 3
400 2,5
300
200 2
100 1,5
0
-100 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 1
-200
0,5
-300
-400 0
Waktu [detik]

Gambar 4.14 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t) pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Gambar 4.14 diatas menunjukkan grafik tegangan sel surya (VPV,


bewarna biru), grafik tegangan DC Link atau tegangan pada kapasitor C2
(VDC Link atau VC2, bewarna merah) dan grafik arus keluaran sel surya
(IPV, bewarna hijau).
Ketika digunakannya tambahan algoritma PLL dan current control untuk
melalukan fungsi pengaturan pada inverter maka nyatanya menghasilkan
hasil simulasi yang berbeda dengan ketika hanya digunakannya algoritma
MPPT saja. Perbedaan ini nampak juga pada Gambar 4.14 diatas, ketika
sistem berada dalam keadaan grid-connected, pada detik ke-3.5, maka nilai
tegangan VC2 juga sempat jatuh ke nilai -380 Volt dan berosilasi terus
menerus. Hal ini terjadi karena ketika dalam keadaan grid-connected,
tegangan dari grid juga ikut memberikan suplai pada nilai kapasitor C2
sehingga membuat nilai tegangan pada kapasitor C2 berosilasi.
Berosilasinya nilai VPV tentu juga akan sangat berpengaruh terhadap nilai
tegangan keluaran dari rangkaian boost converter, mengingat hubungan
antara VPV dan VC2 dihubungkan oleh nilai duty cycle. Nilai arus keluaran
sel surya juga ikut berpengaruh ketika dalam keadaan grid-connected.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


134

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 150

200 100
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 50

0 0
2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8
-100 -50

-200 -100

-300 -150
Waktu [detik]

Gambar 4.15 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 6

200 4
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2

0 0
2,45 2,55 2,65 2,75 2,85 2,95
-100 -2

-200 -4

-300 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.16 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


135

Tegangan Beban Arus Induktor L2


300 150

200 100
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 50

0 0
3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8
-100 -50

-200 -100

-300 -150
Waktu [detik]

Gambar 4.17 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Gambar 4.15, 4.16 dan 4.17 menunjukkan besarnya arus yang disuplai ke
beban dan besarnya tegangan pada beban. Sebelum detik ke-2.5, saklar 6 dan
saklar 7 masih berada dalam keadaan OFF sehingga tidak ada nilai arus dan
tegangan yang terukur. Saat detik ke-2.5, maka saklar 6 berada dalam
keadaan ON yakni sel surya memberikan suplai ke beban. Gambar 4.16
(perbesaran 1) menunjukkan adanya besaran arus dan tegangan yang disuplai
adalah sefasa, sehingga memberikan suplai daya yang maksimal. Saat detik
ke-3.5, saklar 7 berada dalam keadaan ON sehingga sistem dalam keadaan
grid-connected; dalam keadaan ini arus dan tegangan yang disuplai nampak
pada Gambar 4.17 (perbesaran 2).
Besarnya arus yang disuplai oleh sel surya dengan besarnya tegangan
yang terukur pada beban menunjukkan adanya hasil yang tidak maksimal,
yakni tidak tercapainya suplai daya yang maksimal ketika dalam keadaan
grid-connected. Arus induktor L2 juga menunjukkan keanehan, seharusnya
nilai arus induktor L2 merupakan sinyal AC.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


136

Tegangan Beban Arus Beban


300 6

200 4
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2

0 0
2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8
-100 -2

-200 -4

-300 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.18 Tegangan Beban versus Arus Beban pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Tegangan Beban Arus Beban


350 6

250 4

150
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
2
50
0
-50 2,5 2,625 2,75 2,875 3
-2
-150

-250 -4

-350 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.19 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 1 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


137

Tegangan Beban Arus Beban


300 6

200 4
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2

0 0
7,75 7,875 8
-100 -2

-200 -4

-300 -6
Waktu [detik]

Gambar 4.20 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 2 pada


Simulasi dengan Algoritma MPPT, PLL dan current control

Melalui Gambar 4.18, 4.19 dan 4.20 diatas, ditunjukkan besarnya arus
dan tegangan yang terukur pada beban. Gambar 4.18 menggambarkan
besarnya arus dan tegangan pada beban mulai dari awal simulasi hingga akhir
simulasi, di detik ke-8. Tampak bahwa sebelum detik ke-2.5 tidak adanya
nilai arus dan tegangan yang terukur, hal ini dikarenakan saklar 6 dan 7 masih
dalam keadaan OFF. Setelah detik ke-2.5, saklar 6 dalam keadaan ON, maka
besarnya arus dan tegangan pada beban ditunjukkan oleh Gambar 4.19
(perbesaran dari Gambar 4.18), arus yang mengalir mencapai nilai 2 Ampere
dan tegangan beban sebesar 210 Volt. Pada detik ke-3.5, saklar 7 dalam
keadaan ON, sistem kini dalam keadaan grid-connected sehingga besarnya
arus dan tegangan pada beban juga meningkat sebagai imbas digunakannya
dua sumber. Gambar 4.20 menunjukkan besarnya arus mencapai 2.2 Ampere
dan tegangan beban berada pada nilai 220 Volt.
Melalui simulasi pada sub-bab 4.3 ini penulis menyadari bahwa
diperlukannya suatu metode kendali yang dapat melakukan pengaturan naik
turunnya nilai arus sel surya referensi pada algoritma current control
berdasarkan nilai tegangan yang terukur pada kapasitor C2 (VDC Link).

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


138

4.4 Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan Algoritma PLL dan


Current Control
Berdasarkan simulasi pada sub-bab 4.3 sebelumnya, nampak bahwa
ketika dalam keadaan grid-connected maka sinyal saklar 1 cenderung berada
dalam keadaan OFF guna menghasilkan tegangan sel surya yang optimal
ketika dalam keadaan grid-connected. Maka pada sub-bab kali ini, sistem
grid-connected inverter akan disimulasikan dengan menggunakan algoritma
PLL dan current control untuk menghasilkan sinyal kendali bagi inverter,
yakni untuk sinyal saklar 2 hingga saklar 5. Sedangkan algoritma MPPT
dengan metode ICM tidak digunakan untuk mengendalikan sinyal saklar 1
yang ada pada rangkaian boost converter, pada uji simulasi kali ini sinyal
saklar 1 dikondisikan terus menerus dalam keadaan OFF. Adapun rancangan
simulasi yang dilakukan pada sub-bab ini ditunjukkan melalui Gambar 4.21
berikut ini.

Gambar 4.21 Diagram Blok Simulasi Sistem Grid-Connected Inverter dengan


menggunakan Algoritma PLL dan current control

Pada simulasi di bagian sub-bab ini akan juga akan dilihat bagaimana
kerja dari sistem grid-connected inverter ketika hanya sel surya yang
menyuplai ke beban (detik ke-0.7) dan ketika sel surya bersamaan dengan
grid menyuplai beban (grid-connected, terjadi pada detik ke-1.2). Parameter
masukan dan keluaran dari simulasi kali ini sama seperti yang telah
dijelaskan pada simulasi di sub-bab 4.2 sebelumnya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


139

Pada simulasi ini, saklar 6 akan berada dalam keadaan ON pada detik ke-
0.7 dan saklar 7 berada dalam keadaan ON pada detik ke-1.2.

Vpv VC2 Ipv


350 6

300 5
Tegangan [Volt]

250 4

Arus [Ampere]
200 3

150 2

100 1

50 0

0 -1
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Waktu [detik]

Gambar 4.22 VPV(t), VDC Link(t) dan IPV(t) pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Gambar 4.22 menunjukkan grafik tegangan sel surya, grafik tegangan


pada kapasitor C2 dan grafik arus keluaran sel surya. Dengan sinyal saklar 1
yang terus menerus bernilai OFF, maka rangkaian boost converter seolah
hanya merupakan rangkaian elektronik biasa tanpa fungsi istimewa. Adanya
tegangan masukan berupa VPV akan mengalami tegangan jatuh ketika
melewati rangkaian boost converter karena adanya komponen dioda,
sehingga membuat nilai VPV akan lebih tinggi sekitar 0.62 Volt relatif
terhadap nilai VC2.
Nilai VPV mencapai nilai maksimalnya ketika detik ke-0.5 disekitar nilai
326 Volt dikarenakan tidak digunakannya metode kendali saklar 1 dengan
algoritma MPPT sehingga sel surya tidak bekerja pada titik kerja optimalnya,
melainkan sel surya hanya menghasilkan nilai tegangan keluaran
maksimalnya. Hal ini juga nampak dari grafik arus sel surya yang bernilai
sangat kecil disekitar detik ke-0.5.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


140

Pada detik ke-0.7, saklar 6 berada dalam keadaan ON dan sel surya mulai
memberikan suplai pada beban. Hal ini berimbas pada menurunnya nilai
tegangan VC2, karena saklar 1 OFF maka nilai VPV juga ikut mengalami
penurunan. Pada detik ke-1.2, saklar 7 berada dalam keadaan ON dan sel
surya berada dalam keadaan grid-connected. Dalam keadaan ini grid tidak
hanya memberikan suplai ke beban tetapi juga ikut mempengaruhi nilai
tegangan VC2. Pada keadaan grid-connected nilai tegangan VC2 mengalami
lonjakan dan kemudian menjadi relatif lebih stabil pada detik ke-2.2 di
kisaran nilai 312 Volt. Naik-turunnya nilai VPV dalam keadaan grid-
connected juga ikut mempengaruhi turun-naiknya nilai dari arus sel surya.

Tegangan Beban Arus Induktor L2


250 15

200
10
150

100
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
5
50

0 0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
-50
-5
-100

-150
-10
-200

-250 -15
Waktu [detik]

Gambar 4.23 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


141

Tegangan Beban Arus Induktor L2


250 5
200 4
150 3
Tegangan [Volt]

100 2

Arus [Ampere]
50 1
0 0
-50 0,7 0,8 0,9 1 1,1 -1

-100 -2
-150 -3
-200 -4
-250 -5
Waktu [detik]

Gambar 4.24 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 1 pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Tegangan Beban Arus Induktor L2


250 5
200 4
150 3
100 2
Tegangan [Volt]

50 1 Arus [Ampere]
0 0
2,4 2,5 2,6 2,7 2,8
-50 -1
-100 -2
-150 -3
-200 -4
-250 -5
Waktu [detik]

Gambar 4.25 Tegangan Beban versus Arus Induktor L2 : Perbesaran 2 pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Gambar 4.23, 4.24 dan 4.25 diatas menunjukkan nilai arus yang disuplai
sel surya (arus induktor L2) dan tegangan yang terukur pada beban. Pada

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


142

Gambar 4.23, sebelum detik ke-0.7 belum ada nilai arus dan tegangan yang
terukur dikarenakan saklar 6 dan saklar 7 yang masih dalam keadaan OFF.
Gambar 4.24 menunjukkan perbesaran dari Gambar 4.23, khususnya setelah
detik ke-0.7, ditunjukkan bahwa ketika sel surya memberikan suplai kepada
beban maka besarnya arus yang disuplai dengan tegangan yang terukur pada
beban adalah sefasa sehingga akan memberikan suplai daya yang maksimal.
Arus yang terukur sebesar 1.1 Ampere dan tegangan sebesar 130 Volt.
Pada Gambar 4.25 diberikan perbesaran dari Gambar 4.23, khususnya
setelah detik ke-2.4, yakni ketika sistem dalam keadaan grid-connected. Nilai
arus suplai yang mengalir melalui induktor L2 mencapai 3 Ampere dan
tegangan yang terukur pada beban mencapai 220 Volt.
Awalnya arus induktor L2 mengalami osilasi, terlihat melalui Gambar
4.23, namun setelah detik ke-2.2 maka arus dan tegangan relatif stabil dan
sefasa. Dalam keadaan grid-connected nampak bahwa arus yang disuplai oleh
sel surya mengalami kenaikan maupun penurunan, tentunya hal ini
merupakan imbas dari naik turunnya tegangan pada kapasitor C2 (yang
dipengaruhi juga oleh tegangan sel surya), sebagaimana nampak pada
Gambar 4.22. Penting menjadi catatan bahwa adanya kesamaan fasa antara
nilai arus yang disuplai (arus induktor L2) dengan nilai tegangan yang terukur
pada beban (tegangan induktor L3) menunjukkan adanya suplai daya
maksimal dari sel surya.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


143

Tegangan Beban Arus Beban


250 5
200 4
150 3
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2
50 1
0 0
-50 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 -1
-100 -2
-150 -3
-200 -4
-250 -5
Waktu [detik]

Gambar 4.26 Tegangan Beban versus Arus Beban pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Tegangan Beban Arus Beban


250 5
200 4
150 3
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
100 2
50 1
0 0
-50 0,65 0,775 0,9 1,025 1,15 -1
-100 -2
-150 -3
-200 -4
-250 -5
Waktu [detik]

Gambar 4.27 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 1 pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


144

Tegangan Beban Arus Beban


250 5
200 4
150 3
100 2
Tegangan [Volt]

Arus [Ampere]
50 1
0 0
2,4 2,5 2,6 2,7 2,8
-50 -1
-100 -2
-150 -3
-200 -4
-250 -5
Waktu [detik]

Gambar 4.28 Tegangan Beban versus Arus Beban : Perbesaran 2 pada


Simulasi dengan Algoritma PLL dan current control

Gambar 4.26, 4.27 dan 4.28 diatas menampilkan grafik tegangan dan
arus yang terukur pada beban. Melalui gambar diatas nampak bahwa arus dan
tegangan pada beban adalah sefasa, sehingga mengindikasikan suplai daya
yang maksimal. Saat hanya sel surya yang memberikan suplai (Gambar 4.27)
nampak bahwa nilai tegangan hanya berkisar 130 Volt, nilai ini cukup
berbeda jauh dengan nilai tegangan ketika dalam keadaan grid-connected
(Gambar 4.28) yang bernilai 220 Volt. Adanya drop tegangan ini disebabkan
karena penggunaan komponen induktor L2 yang cukup besar, yakni bernilai
10/2/pi/50 Henry (ditampilkan pada Tabel 3.3) atau sekitar 31.8 miliHenry.
Nilai induktor L2 yang relatif besar ini, dibandingkan dengan penggunaan
induktor yang biasanya dalam orde mikro, dianggap sebagai penentu
terjadinya drop tegangan tersebut.
Dari hasil simulasi ini menujukkan bahwa sistem grid-connected inverter
memiliki peforma yang baik ketika digunakannya algoritma PLL dan current
control untuk pengaturan sinyal saklar pada inverter namun tidak
digunakannya metode ICM untuk metode kendali sinyal saklar 1 membuat
belum tercapainya titik kerja sel surya yang optimal.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN

Dalam skripsi ini, beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain adalah
sebagai berikut :
• Sistem grid-connected inverter yang dibangun merupakan sistem yang
terdiri dari modul sel surya, rangkaian boost converter, inverter, rangkaian
beban dan jaringan listik (grid).
• Model sel surya yang digunakan dalam simulasi ini mengacu pada sel
surya Kyocera KC50T. Hasil simulasi dari model sel surya yang dibangun
telah menghasilkan kurva karakteristik yang sesuai dengan sel surya
KC50T.
• Uji simulasi algoritma MPPT dengan metode ICM juga telah dilakukan
dan terbukti mampu melakukan pencarian titik kerja optimal sel surya
pada kondisi lingkungan yang bervariasi.
• Algoritma phase locked loop (PLL) yang digunakan adalah algoritma PLL
digital yang menggunakan perhitungan berbasis besaran tegangan listrik.
Algoritma PLL dan current control diterapkan sebagai metode kendali
sinyal bagi inverter, guna menghasilkan nilai tegangan referensi bagi
PWM generator.
• Simulasi grid-connected inverter dengan menggunakan algoritma ICM
berbasis rangkaian boost converter belum dapat menghasilkan arus suplai
yang sefasa dengan tegangan pada beban. Namun algoritma ICM yang
diterapkan pada simulasi terbukti telah mampu mencari titik kerja optimal
dari sel surya pada kondisi lingkungan yang bervariasi dan berubah-ubah.
• Simulasi grid-connected inverter dengan menggunakan algoritma ICM,
PLL dan current control belum dapat menghasilkan suplai arus yang
sefasa dengan tegangan pada beban, perlu digunakan suatu metode kendali
yang dapat melakukan pengaturan naik turunnya nilai arus sel surya
referensi pada algoritma current control berdasarkan nilai tegangan yang
terukur pada kapasitor C2 (VDC Link).

145
Universitas Indonesia
Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012
146

• Simulasi grid-connected inverter dengan menggunakan algoritma PLL dan


current control telah dapat menghasilkan arus suplai yang sefasa dengan
tegangan pada beban. Arus beban dan tegangan yang terukur pada beban
juga mencapai rating nilai yang memadai, yakni 2.2 Ampere dan 220 Volt.
Namun tidak digunakannya algoritma MPPT berimbas pada suplai daya
keluaran sel surya yang tidak maksimal.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


147

DAFTAR PUSTAKA

Bae, H., Lee, S., Choi, K., Cho, B., & Jang, S. (2009). Current Control Design for
a Grid-Connected Photovoltaic/Fuel Cell DC-AC Inverter. Proceedings of
Applied Power Electronics Conference and Exposition , 1945-1950.
Chen, Y., & Smedley, K. (2006). Three-Phase Boost-Type Grid-Connected
Inverters. Proceedings of Applied Power Electronics Conference and Exposition .
Hart, D. W. (1997). Introduction to Power Electronics. Indiana: Prentice-Hall
International, Inc.
Huo, Q., Kong, L., Wei, T., Zhang, G., & Kong, L. (2008). A New Method for the
Photovoltaic Grid-connected Inverter Control. Proceedings of Electric Utility
Deregulation and Restructuring and Power Technologies Conference , 2626-
2629.
Kyocera KC50T Datasheet. (n.d.). Kyocera Corporation.
Langton, C. (1998). Intuitive Guide to Principles of Communications. Retrieved
April 20, 2012, from Complextoreal: http://complextoreal.com/
Lin, L. K. (2009). A Hybrid Wind/Solar Energy Converter. SIM University.
Liu, X., & Lopes, L. A. (2004). An Improved Perturbation and Observation
Maximum Power Point Tracking Algorithm for PV Arrays. 35th Annual IEEE
Power Electronics Specialists Conference , 2005-1010.
Luque, A., & Hegedus, S. (2003). Status, Trends, Challenges and the Bright
Future of Solar Electricity from Photovoltaics. In Handbook of Photovoltaic
Science and Engineering (pp. 1-41). John Wiley & Sons, LTD.
Staff, M. S. (2000, October 1). Motion System Design. Retrieved May 2012, from
Motion System Design Web site: http://motionsystemdesign.com/engineering-
basics/pulse-width-modulation-1000/index.html
Syaifudin, Y. (2011). Peningkatan Performasi Algoritma Digital Phase Locked
Loop untuk Sinkronisasi Gelombang pada Sistem Grid Connected Photovoltaic.
Trishan Esram, P. L. (2007). Comparison of Photovoltaic Array Maximum Power
Point Tracking Techniques. Proceedings of Transactions On Energy Conversion .
Tsai, H.-L., Tu, C.-S., & Su, Y.-J. (2008). Development of Generalized
Photovoltaic Model Using MATLAB/SIMULINK. WCECS .
Xiao, W., Dunford, W. G., Palmer, P. R., & Capel, A. (2007). Regulation of
Photovoltaic Voltage. IEEE Transactions on Industrial Electronics Vol. 54 ,
1365-1374.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


148

Yan, Z., Fei, L., Jinjun, Y., & Shanxu, D. (2008). Study on Realizing MPPT by
Improved Incremental Conductance Method with Variable Step-size. Proceedings
of Industrial Electronics Application 3rd IEEE Conference , 547-550.
Yi, K., & Lu fa, Y. (2009). The Perturbation and Observation's method based on
the P-V rate of curve. Proceedings of Computational Intelligence and Software
Engineering Conference , 1-4.

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


149

LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


150

Letak Pole Sistem pada Titik Kerja Sel Surya


VPV = 50 Volt dan IPV = 3.309 Ampere

TIPE KOMBINASI SISTEM


1 2 3 4 5 6 7 8
Pole 1 -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1211,93 -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1211,93 -1,67 + 105,4i
Pole 2 -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 - 105,4i
Pole 3 -333354,56 -333354,56 -1,67 - 105,4i -333354,56 -333354,56 -333354,56 -1,67 - 105,4i -333354,56
Pole 4 - -1969,35 -333354,56 -4,71 + 177,18i - -1969,35 -333354,56 -4,71 + 177,18i
Pole 5 - -1969,35 -1201,88 -4,71 - 177,18i - -1969,35 -1201,88 -4,71 - 177,18i
Pole 6 - - -10,05 -1969,35 - - -10,05 -2,27e-15
Pole 7 - - - -2,27e-15 - - - -1969,35

TIPE KOMBINASI SISTEM


9 10 11 12 13 14 15 16
Pole 1 -333354,56 -333354,56 -1211,93 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -1211,93 -333354,56

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 2 -1,67 + 182,57i -1,67 + 182,57i -333354,56 -1969,35 -1,67 + 182,57i -1,67 + 182,57i -333354,56 -1969,35
Pole 3 -1,67 - 182,57i -1,67 - 182,57i -3,33 -3,13 + 242,47i -1,67 - 182,57i -1,67 - 182,57i -3,33 -3,13 + 242,47i
Pole 4 -0,002 -0,002 -4,95 + 183,01i -3,13 - 242,47i -0,002 -0,002 -4,95 + 183,01i -3,13 - 242,47i
Pole 5 - -1969,35 -4,95 - 183,01i -3,24 + 76,98i - -1969,35 -4,95 - 183,01i -3,24 + 76,98i
Pole 6 - -1969,35 -1202,03 -3,24 - 76,98i - -1969,35 -1202,03 -3,24 - 76,98i
Pole 7 - - - 3,58e-12 - - - 3,58e-12

Universitas Indonesia
151

TIPE KOMBINASI SISTEM


17 18 19 20 21 22 23 24
Pole 1 -1,67 + 105,40i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,40i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i -1,67 + 105,4i
Pole 2 -1,67 - 105,40i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,40i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i -1,67 - 105,4i
Pole 3 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -333354,56
Pole 4 - -1969,35 -1211,93 -9,77e-15 - -1969,35 -1211,93 -9,77e-15
Pole 5 - -1969,35 -1211,93 -9,42 - -1969,35 -1211,93 -9,42
Pole 6 - - - -1969,35 - - - -1969,35
Pole 7 - - - 0 - - - 0

TIPE KOMBINASI SISTEM


25 26 27 28 29 30 31 32
Pole 1 -333354,56 -333354,56 -1211,93 -333354,56 -333354,56 -333354,56 -1211,93 -333354,56
Pole 2 -0,0031 -0,0031 -0,0031 -0,0031 -0,0031 -0,0031 -0,0031 -0,0031
Pole 3 - -1969,35 -333354,56 -4,71 + 177,18i - -1969,35 -333354,56 -4,71 + 177,18i
Pole 4 - -1969,35 -1201,88 -4,71 - 177,18i - -1969,35 -1201,88 -4,71 - 177,18i

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 5 - - -10,05 -1969,35 - - -10,05 -1969,35
Pole 6 - - - -2,22e-16 - - - -2,22e-16
Pole 7 - - - 0 - - - 0

Universitas Indonesia
152

Letak Pole Sistem pada Titik Kerja Sel Surya


VPV = 320 Volt dan IPV = 0.4056 Ampere

TIPE KOMBINASI SISTEM


1 2 3 4 5 6 7 8
Pole 1 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63
Pole 2 -19.78 + 104.1 i -1969.35 -1211.93 -1969.35 -19.78 + 104.1 i -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -19.78 - 104.1 i -1969.35 -1201.88 -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i -1969.35 -1201.88 -19.78 + 104.1 i
Pole 4 - -19.78 + 104.1 i -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i - -19.78 + 104.1 i -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i
Pole 5 - -19.78 - 104.1 i -19.78 - 104.1 i -4.71 + 177.2 i - -19.78 - 104.1 i -19.78 - 104.1 i -4.71 + 177.2 i
Pole 6 - - -10.05 -4.71 - 177.2 i - - -10.05 -4.71 - 177.2 i
Pole 7 - - - -2.27e-15 - - - -2.27e-15

TIPE KOMBINASI SISTEM


9 10 11 12 13 14 15 16
Pole 1 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 2 -24.339 -1969.35 -1211.93 -1969.35 -24.339 -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -7.62 + 181.7 i -1969.35 -1202.03 -19.61 + 75.9 i -7.62 + 181.7 i -1969.35 -1202.03 -19.61 + 75.9 i
Pole 4 -7.62 - 181.7 i -24.339 -27.67 -19.61 - 75.9 i -7.62 - 181.7 i -24.339 -27.67 -19.61 - 75.9 i
Pole 5 - -7.62 + 181.7 i -10.9 + 182.5 i -4.88 + 242.3 i - -7.62 + 181.7 i -10.9 + 182.5 i -4.88 + 242.3 i
Pole 6 - -7.62 - 181.7 i -10.9 - 182.5 i -4.88 - 242.3 i - -7.62 - 181.7 i -10.9 - 182.5 i -4.88 - 242.3 i
Pole 7 - - - 1.22e-14 - - - 1.22e-14

Universitas Indonesia
153

TIPE KOMBINASI SISTEM


17 18 19 20 21 22 23 24
Pole 1 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63
Pole 2 -19.78 + 104.1 i -1969.35 -1211.93 -1969.35 -19.78 + 104.1 i -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 -19.78 - 104.1 i -1969.35 -1211.93 -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i -1969.35 -1211.93 -19.78 + 104.1 i
Pole 4 - -19.78 + 104.1 i -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i - -19.78 + 104.1 i -19.78 + 104.1 i -19.78 - 104.1 i
Pole 5 - -19.78 - 104.1 i -19.78 - 104.1 i -9.42 - -19.78 - 104.1 i -19.78 - 104.1 i -9.42
Pole 6 - - - -9.77e-15 - - - -9.77e-15
Pole 7 - - - 0 - - - 0

TIPE KOMBINASI SISTEM


25 26 27 28 29 30 31 32
Pole 1 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63 -1339299.63
Pole 2 -36.23 -1969.35 -1211.93 -1969.35 -36.23 -1969.35 -1211.93 -1969.35
Pole 3 - -1969.35 -1201.88 -36.23 - -1969.35 -1201.88 -36.23
Pole 4 - -36.23 -36.23 -4.71 + 177.2 i - -36.23 -36.23 -4.71 + 177.2 i

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


Pole 5 - - -10.05 -4.71 - 177.2 i - - -10.05 -4.71 - 177.2 i
Pole 6 - - - -2.22e-16 - - - -2.22e-16
Pole 7 - - - 0 - - - 0

Universitas Indonesia
154

ω ff
ωˆ

Vdee* KI 1
KP + θˆ
s s

V dee V dss
VS

V qee R(θˆ) V qss

Kid I de I ds
* K pd + I g r id
Vdsync V de
Vde − fb s I derr
Vde − ff R(θˆ)
−1
I dref I qs
Vqsync R (θˆ) I qe
*
V qe Kiq I qerr

Grid connected ..., Mario Reinzini, FT UI, 2012


K pq +
Vqe − fb s
Vqe − ff I q ref

Skema PLL dengan Current Control

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai