Anda di halaman 1dari 5

Nama : Wina Annisa

Nim : 11194761920230

Kelas : Farmasi IV A

Rangkuman Materi Kewarganegaraan

I. Pendahuluan

Perubahan yang terjadi di dunia dewasa ini terasa begitu cepat sehingga
menyebabkan seluruh tatanan yang ada di dunia ini ikut berubah, sementara
tatanan yang baru belum terbentuk. Hal ini menyebabkan sendi-sendi kehidupan
yang selama ini diyakini kebenarannya menjadi usang. Nilai-nilai yang menjadi
panutan hidup telah kehilangan otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung.
Upaya di bidang pendidikan khususnya pendidikan tinggi berupa
perubahanperubahan di bidang kurikulum. Kurikulum pengajaran di perguruan
tinggi harus mampu menjawab problem transformasi nilai-nilai tersebut. Sesuai
dengan acuan strategi pembangunan pendidikan nasional (UU No.20 tahun 2003
tentang Sisdiknas) , maka ditetapkan bahwa :

1. Kurikulum Perguruan Tinggi termasuk Kurikulum Inti Pendidikan


Kewarganegaraan perlu dirancang berbasis kompetensi yang sejalan dan searah
dengan desain kurikum bidang studi di perguruan tinggi
2. Proses pembelajaran berpendekatan kepentingan mahasiswa yang bersifat
mendidik dan dialogis
3. Profesionalisme dosen selaku pendidik perlu terus menerus ditingkatkan.

Semua ini akan dijabarkan ke dalam tiga topik yang meliputi :


(1) Pancasila sebagai dasar dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2) Pendidikan Kewarganegaraan untuk membangun masyarakat demokrasi
berkeadaban.
(3) Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Umum: sebagai dasar
nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan.
II. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) dan Reaktualisasi
Pancasila
Diantara nama-nama tersebut antara lain: pelajaran Civics (1957/1962),
Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi sejarah, ilmu bumi, dan
kewarganegaraan (1964). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun
2003 diwujudkan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan mengacu
pada Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/Kep./2000 tentang
Penyempurnaan Kurikulum Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.
Selanjutnya, diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38/Dikti/2002
tentang Rambu rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Pada dasarnya adalah menjadikan
warga negara Indonesa yang cerdas, bermartabat dan aktif dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Orde Baru dalam mengelola negara yang penuh
dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan ungkapan lan,
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila lebih banyak diorientasikan untuk
melayani penguasa daripada sebagai media pembentukaan karakter bangsa.
Pendidikan kewarganegaraan dengan pijakan pembangunan karakter bangsa
(characper nation building) ini sangat relafan untuk dilakukan saat ini dimana
prilaku berdemokrasi diindonesia masih banyak disalah pahami oleh kebanyakan
warga indonesia bahkan dengan alasan demokrasi masyarakat dengan mudah
bertindak anarkis dengan cara merusak fasilitas umum saat melakukan
demostrasi, tanpa menyadari akan kewajiban menjaga ketertiban sosial.

III. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan


Kewarganegaraan (CIVIC Education)

1. Standar Kompetensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi atau ukuran kemampuan dan
kecakapan seseorang yang mencakup seperingkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Dengan demikian standar kompetensi pendidikan
kewarganegaraan (Civic Education) adalah menjadi warga negara yang cerdas
dan berkeadaban (intelligent and civilized citizenf). Civic intelligence menurut
rumusan massachussepts inftitutf of technology encyclop of cognitive sciences
yang dikutip oleh tilar adalah “kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri,
memilih dan mengembangkan lingkungannya”. Tilar menyatakan bahwa
inteligensi berkenaan dengan 3 kemampuan individu berinteraksi dengan
lingungannya, yaitu kemampuan adaptasi, konstruktif, dan selektif.

2. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar atau yang sering disebut dengan kompetensi minimal,
yang akan ditransformasikan dan dipransmisikan pada peserta didik terdiri dari 3
jenis:
Pertama, kompetensi pengetahuan kewargaan (Civic knowledge), yaitu
kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan materi inti pendidikan
kewarganegaraan (Civic education), yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan
masyarakat madani: kedua, kompetensi sikap kewargaan (civic disfosition), yaitu
kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan kesadaran dan komitmen warga
negara antara lain komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan,
dan komitmen untuk peduli serta terlibat dalam penyelesaian persoalan-
persoalan warga negara yang terkait dengan pelanggaran ham: dan ketiga,
kompetensi keterampilan kewargaan (civic skills), yaitu kemampuan dan
kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewargaan seperti kemampuan
berpartisifasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan
kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan.

IV. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education)

Muhammad Numan Somantri merumuskan pengertian civic sebagai ilmu


kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan: (a). Manusia
dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi; (b) Individu-individu
dengan negara. Jauh sebelum itu, edmonson (1958) menyatakan bahwa makna
civic selalu didevinisikan sebag ai sebuah studi tentang pemerintahan dan
kewarganegaraan yang terkait dengan kewajiban, hak, dan hak-hak istimewa
warga negara. Pengertian ini menunjukan bahwa civic merupakan cabang ilmu
politik, sebagai mana tertuang dalam dicpionary of education.

V. Tujuan Pendidikan kewarganegaraan (civic education)


Pendidikan kewarganegaraan itu bertujuan untuk membangun karakter
bangsa indonesia antara lain:
(a) membentuk kecakapan partisipatif warga negara yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
(b) menjadikan warga negara indonesia yang cerdas aktif, kritis, dan
demokratiif, namun tetap memiliki komitmen menjaga persatuan dan integritas
bangsa: dan
(c) mengembangkan kultur demokrasi yang berkeadapan, yaitu
kebebasan,persamaan, toleransi, dan tanggung jawab.

VI. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education)

Materi pendidikan kewarganegaraan (civic education ) terdiri dari 3 materi


pokok yaitu: demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani (civil
society) pendidikan kewarganegaraan muncul dari gagasan yang lahir dari
pandangan masyarakat yang memandang penting pendidikan ini. Salah satu
contoh pandangan tersebut adalah gerakan comonity civic yang dipelopori oleh
W.A. Dunn pada 1987. Gerakan ini merupakan permulaan yang menghendaki
mata pelajaran tentang kewarganegaraan

Istilah civic education oleh banyak ahli diterjemahkan kedalam


bahasa indonesia dengan pendidikan kewarganegaraan atau pendidikan
kewargaan. Istilah pendidikan kewargaan ini diwakili oleh Azyumardi Azra dan
ICCE-UIN jakarta, yang merupakan penggagas pertama mata kuliah civic
education mata diperguruan tinggi di indonesia setelah lengsernya orde baru.
Adapun, istilah pendidikan kewarganegaraan dimiliki antara lain oleh Zamrony,
Muhammad Numan Somantri, dan Udin S.Winata Putra.
VII. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)

Pendidikan kewarganegaraan civic education mengembangkan paradigma


pembelajaran edukatif, yatu orientasi pembelajaran yang menekan pada upaya
pemberdayaan mahasiswa sebagai bagian warga negara indonesia secara
demoktaris. Dengan orientasi ini mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar
mengetahui pengetahuan tentang kewarganegaraan tetapi juga mampu
mempraktikan pengetahuan yang mereka peroleh selama mengikuti perkuliahan.

Paradigma demokratif dalam proses pendidikan kewarganegaraan


ini dalam implementasinya adalah suatu proses pembelajaran yang
menempatkan peserta didik sebagai subjek dari pada objek pembelajaran,
sementara pengajar berperan sebagai pasilitator atau mitra belajar peserta didik
dalam seluruh proses pembelajaran dikelas.

VIII. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Bagi


pembangunan Budaya Demokrasi di indonesia
Menurut Ahmad Syafi’i Ma’Arif, demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola
pikir, atau prilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi. Menurutnya,
demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan negara berperan didalamnya
untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan
kesejahteraan, menegakan keadilan baik secara sosial, politik, dan ekonomi.
Proses demokratisasi indonesia membutuhkan topangan budaya
demokrasi yang genuine. Tanpa dukungan budaya demokrasi, proses transisi
demokrasi masih rentan terhadap berbagai ancaman budaya dan prilaku tidak
demokratif warisan masalalu, seperti prilaku anarkis dalam menyuarakan
pendapat, politik uang, menyerahkan masa untuk tujuan politik, dan penggunaan
simbol-simbol primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.

Anda mungkin juga menyukai