Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Agency Theory

Dalam rangka memahami good corporate governance maka

digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan

Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah

kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya

konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen

bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu

biaya keagenan (agency cost).

Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan

menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab

secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para principal dengan

memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian

terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana

masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan

tingkat kemakmuran yang dikehendaki.

Jensen & Meckling (1976) memecah biaya keagenan menjadi tiga

komponen: pertama, biaya-biaya yang dikeluarkan principal

(monitoring cost); kedua, bonding expenditure dari agen, dan ketiga

residual loss.

Universitas Sumatera Utara


Good Corporate governance yang merupakan konsep yang

didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat

untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan

menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.

Good Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana

membuat para investor yakin bahwa manajer akan memberikan

keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri,

menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek –proyek yang

tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah

ditanamkan oleh investor. Dengan kata lain Good corporate

governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk menekan atau

menurunkan biaya keagenan (agency cost) .

2.1.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori

keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajerial

dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat

untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah

dirinya sendiri.

Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manejer yang

yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan

kepentingannya sebagai pemegang saham. Dengan adanya kepemilikan

Universitas Sumatera Utara


manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dengan

pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat

dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian

apabila keputusan yang diambil salah terutama keputusan mengenai

laba.

Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial,

menejer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya

mementingkan kepentingannya sendiri. Dengan keikutsertaan manajer

memiliki perusahaan, hal ini menyebabkan manajer melakukan

tindakan yang akan memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka

panjang.

2.1.3 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan persentase kepemilikan

saham oleh investor-investor institusional seperti perusahaan investasi,

bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan maupun lembaga dan

perusahaan lain (Isrina Damayanti,2006).

Kepemilikan institusional umumnya bertidak sebagai pihak yang

memonitoring perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang

tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh

pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku

opportunistik manajer. Melalui mekanisme kepemilikan institusional,

efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat

Universitas Sumatera Utara


diketahui, semakin tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin

kecil peluang manajemen melakukan manipulasi angka-angka dalam

bentuk manajemen laba melaui proses monitoring secara efektif.

Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat

mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak

menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak

manajemen.

2.1.4 Proporsi Dewan Komisaris Independen

Proporsi dewan komisaris independen memegang peranan penting

dalam implementasi good corporate governance. Secara umum dewan

komisaris independen ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas

pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan

keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari

manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada

berkurangnya kepercayaan investor.

Proporsi dewan komisaris independen dalam mekanisme good

corporate governance berperan penting tidak hanya melihat

kepentingan pemilik tetapi juga kepentingan perusahaan secara umum.

Karakteristik dewan komisaris khususnya komposisi dewan komisaris

independen dapat menjadi suatu mekanisme yang menentukan tindakan

manajemen laba. Dewan komisaris independen merupakan posisis

Universitas Sumatera Utara


terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan

yang good corporate governance.

2.1.5 Komite Audit

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris

untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.

Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan,

komite audit dianggap penghubung antara pemegang saham, dewan

komisaris dan pihak manajemen dalam menangani masalah

pengendalian.

Agar penyelenggaraan good corporate governance berjalan,

pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam

dengan surat edaran No. SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap

perusahaan go public di Indonesia wajib membentuk komite audit

dengan anggota minimal tiga orang yang diketahui oleh satu orang

komisaris independen perusahaan dan dua orang eksternal yang

independen terhadap perusahaan.

Selain independen, dalam surat edaran tersebut juga

mensyaratkan bahwa yang bersangkutan menguasai dan memiliki latar

belakang akuntansi dankeuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya komite

audit diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang

mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit

antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan
informasi keuangan lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal
4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi
5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris
atas pengaduan yang berhubungan dengan emiten.
6. Menjaga kerahasiaan dokumen,data, dan rahasia perusahaan.

Penelitian Effendi dalam Sriwedari (2009) mengemukakan bahwa

keahlian komite audit di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi

manajemen laba. Dengan kewenangan, independensi dan komunikasi

melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan

peran komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat

mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba.

2.1.6 Good Corporate Governance

2.1.6.1 Pengertian GCG

Good corporate governance merupakan suatu aturan

mengenai pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada

setiap perusahaan terutama perusahaan public (BUMN).

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia

(FCGI) (2001:3) pengertian corporate governance adalah :

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara


pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang intern dan ekstern lainnya

Universitas Sumatera Utara


sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance
adalah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua
pihak pemegang kepentingan.

Menurut jurnal World Bank dalam Ibnu (2010). Good


corporate governance didifinisikan sebagai:

“The blend of law, regulation and appropriate voluntary


private sector practices, which enable a corporation to
attact financial and human capital, perform efficiently and
thereby prepetuale itself by generating long term economic
value for its shateholders and society of the whole”.

Sementara menurut The Organisation for Economic Co-

Operation and Development (OECD) dalam Tangkilisan

(2003):

Good corporate governance adalah sistem yang


dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan
kegiatan bisnis perusahaan. Good corporate governance
mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka
yang berkepentingan terhadap perusahaan, termasuk
pemegang saham, dewan komisaris, direksi dan
stakeholders lainnya.
Dari berbagai defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan good corporate governance adalah

suatu kerangka hubungan, struktur, pola, sistem yang

berdasarkan pada prinsip-prinip dasar dan undang-undang

yang berlaku dengan mempertemukan, menjelaskan,

mengarahkan dan mengendalikan hubungan antara

Universitas Sumatera Utara


shareholders, manajemen, kreditur, pemerintah dan

stakeholders lainnya pada hak dan kewajiban masing-masing

pihak tersebut, yang tujuan akhirnya adalah untuk

meningkatkan nilai-nilai jangka panjang yang diinginkan oleh

pemegang saham. Pelaksanaan good corporate governance

menekankan pada kesejahteraan seluruh stakeholders yang

tidak semata-mata memperhatikan kepentingan pemegang

saham mayoritas.

2.1.6.2 Prinsip-prinsip GCG

Pelaksanaan good corporate governance dilakukan

dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku secara

internasional. Prinsip-prinsip dasar ini diharapkan menjadi

rujukan bagi para regulator (pemerintah) daam membangun

framework bagi penerapan good corporate governance.

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance

yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in

Indonesia (FCGI) adalah :

1. Transparency (keterbukaan informasi)

Transparansi yaitu keterbukaan dalam mengemukakan

informasi yang material dan relevan serta keterbukaan

dalam melaksanakan proses. Dalam mewujudkan

transparansi ini sendiri, perusahaan mesti menyediakan

informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu dan dapat

Universitas Sumatera Utara


dibandingkan kepada berbagai pihak yang

berkepentingan dengan. Informasi tersebut mudah

diakses stakeholders sesuai dengan haknya.

2. Accountability (akuntabilitas)

Akuntabilitas yang dimaksud yaitu kejelasan fungsi,

struktur, sistem dan tanggung jawab manajemen melalui

pengawasan yang efektif antara manajer, pemegang

saham, dewan komisaris, dewan direksi dan auditor

kepada perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini

diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan

keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang

tepat, mengembangkan komite audit dan risiko untuk

mendukung pengawasan oleh dewan komisaris,

mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan

fungsi audit intern.

3. Responsibility (Pertanggungjawaban).

Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian pengelolaan

perusahaan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan

yang sehat. Prinsip ini harus dijalankan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, agar tetap terjaga kelangsungan

usahanya. perusahaan harus mampu bertindak sebagai

perusahaan yang baik. Peranan pemegang saham harus

Universitas Sumatera Utara


diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja

sama yang komunikatif antara perusahaan serta

pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan,

lapangan kerja, perusahaan yang sehat dari aspek

keuangan. Hal ini merupakan tanggungj awab korporasi

sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada hukum

dan bertindak dengan memperhatikan kebutuhan

masyarakat sekitarnya.

4. Independency (Kemandirian)

Independensi yaitu pengelolaan perusahaan secara

profesional tanpa pengaruh atau tekanan pihak mana

pun. Artinya perusahaan harus mampu menghindari

terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder.

Pengelola perusahaan disini tidak boleh terpengaruh

oleh kepentingan sepihak. Ia harus bisa menghindari

segala bentuk benturan kepentingan (conflict of-interest)

berbagai pihak dalam manajemen.

5. Fairness (kewajaran)

Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham,

terutama kepada pemegang saham minoritas dan

pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi

yang penting serta melarang pembagian untuk pihak

Universitas Sumatera Utara


sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam

(insider trading).

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat

peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas,

membuat pedoman perilaku perusahaan dan kebijakan-

kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk

orang dalam, baik konflik kepentingan, menetapkan tanggung

jawab dewan komisaris, direksi, dan komite dan menyajikan

informasi secara wajar atau pengungkapan penuh material.

2.1.6.3 Tujuan GCG

Tujuan dari Good Corporate Governance adalah untuk

menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Menurut Rahmawati dalam

Putri (2006) Pelaksanaan good corporate governance

diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat :

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya


proses pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta
lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang
lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan
corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan diri investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders value dan deviden.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6.7 Manajemen Laba

Definisi manajemen laba yang diungkapkan oleh

Schipper(1989) dalam Sutrisno (2002) yang menyatakan

bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan

tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan untuk

memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba

merupakan area yang kontroversial dan penting dalam

akuntansi keuangan. Beberapa pihak berpendapat bahwa

manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat

diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti

suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan

keuangan.

Scoot dalam Restie (2010) mengemukakan beberapa

motivasi terjadinya manajemen laba:

1. Bonus Purpose

Manajer yang memilikiinformasi atas laba

bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic

untuk mengatur laba bersih tersebut sehingga dapat

memaksimalkan bonus mereka berdasarkan

compensation plans perusahaan.

2. Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi

laba yang dilaporkan pada perusahaan publik.

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan cenderung mengurangi laba yang

dilaporkan karena adanya tekanan publik yang

mengakibatkan pemerintah menetapkan aturan yang

lebih kuat.

3. Taxation Motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi

manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode

akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan

pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun cenderung

akan menaikkan laba untuk meningkatkan bonus

mereka. Demikian juga dengan CEO yang kurang

berhasil memperbaiki kinerja perusahaan, mereka akan

memaksimalkan laba agartidak diberhentikan.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum

memilki harga pasar sehingga menetapkan nilai saham

yang akan ditawarkan. Hal ini menyebabkan manajer

perusahaan yang go public melakukan manajemen laba

untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas

sahamnya.

Universitas Sumatera Utara


6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus

disampaikan kepada investor sehingga laba perlu

disajikan agar investor dapat menilai bahwa

perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu

Maruf (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh good corporate

governance terhadap motivasi manajemen laba perusahaan Go public yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini dilakukan terhadap 78

perusahaan go public. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi proporsi dewan

komisaris dan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

Isnanta (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh good

corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap manajemen laba dan

kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Penelitian ini dilakukan terhadap 58 perusahaan yang bergerak di bidang

industri manufaktur. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa kepemilikan

manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh

terhadap manajemen laba tetapi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan oleh Sriwedari (2009) mengenai pengaruh

good corporate governance terhadap manajemen laba dan kinerja perusahaan.

Penelitian ini menghasilkan bahwa mekanisme GCG yang diproyeksikan ke

dalam kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan proporsi dewan

komisaris berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap manajemen

laba, Komite audit berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap

manajemen laba dan kinerja keuangan berpengaruh negatif tetapi tidak

signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian ini adalah penelitian replikasi dari penelitian yang dilakukan

oleh Isian Mahdalena Girsang (2010) yang berjudul Pengaruh Good

Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan

Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

periode 2007 dan 2008 yang sebelumnya juga pernah dilakukan oleh

beberapa peneliti lainnya. Konsep indikator mekanisme good corporate

governance terdiri dari kepemilikan manajerial, komite audit dan proporsi

dewan komisaris. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

independen yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen

laba, Proporsi dewan komisaris independen dan roporsi komite audit tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba, dan kepemilikan manajerial tidak

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, Proporsi dewan komisaris tidak

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan serta komite audit tidak

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Penelitian Kesimpulan


Penelitian
Muhammad Pengaruh Good Variabel Dependen : Good Corporate
Maruf Corporate manajemen laba Governance tidak
(2006) Governance berpengaruh
Terhadap Variabel independen: signifikan
Manajemen Laba kepemilikan terhadap
Pada Perusahaan Go manajerial, proporsi manajemen laba
public yang dewan komisaris,
Terdaftar di BEJ komite audit
Rudi Isnanta Pengaruh Good Variabel dependen : Good Corporate
(2007) Corporate Manajemen Laba, Governance tidak
Governance dan kinerja perusahaan. berpengaruh
Struktur terhadap
Kepemilikan Variabel independen: manajemen laba,
Terhadap kepemilikan tetapi berpengaruh
Manajemen Laba manajerial, terhadap kinerja
dan Kinerja kepemilikan perusahaan.
Perusahaan pada institusional, komite
Perusahaan audit,dewan komisaris
Manufaktur yang
Terdaftar di BEJ
Tuti Mekanisme Good Variabel Dependen: Mekanisme Good
Sriwedari Cood Corporate manajemen laba, Corporate
(2009) Governance, kinerja keuangan Governanca
Manajemen Laba, mempengaruhi
dan Kinerja Variabel independen: manajeman laba
Keuangan kepemilikan dan manajemen
Perusahaan manajerial, laba berpengaruh
Manufaktur di kepemilikan terhadap kinerja
Bursa Efek institusional, komite keuangan
Indonesia audit, dewan komisaris

Universitas Sumatera Utara


Isian Pengaruh Good Variabel dependen : Good Corporate
Mahdalena Corporate manajemen laba, Governance tidak
Girsang Governance kinerja perusahaan. berpengaruh
(2010) Terhadap terhadap
Manajeman Laba Variabel independen: lanajemen Laba,
dan Kinerja struktur kepemilikan, tetapi berpengaruh
Perusahaan Real good corporate terhadap kinerja
Estate dan Property governance, proporsi perusahaan.
yang Terdaftae di dewan komisaris,
Bursa Efek komite audit.
Indonesia
Sumber : diolah peneliti, 2011

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

Sesuai dengan kajian teori keagenan (agency Theory),

hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)

mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan

kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada

agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976).

Sebagai pengelola perusahaan, manajer lebih banyak

mengetahui informasi internal dan prospek perusahaaan dimasa yang

akan datang dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Untuk

itu, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi

perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan

terkadang tidak sesuai dengan informasi perusahaan yang sebenarnya

dan dikenel dengan istilah asimetri informasi (information

asymmetric). Asimetri antara manajemen (agent) dan pemilik

Universitas Sumatera Utara


(principal) memberi kesempatan manajer untuk melakukan

manajemen laba (Richardson, 1998).

Mekanisme Good Corporate Governance terdiri dari

kepemilikan manajerial, kepemilkian institusional, proporsi dewan

komisaris independen, dan komite audit.

Perilaku manipulatif oleh manajer dapat diminimumkan

melalui suatu mekanisma monitoring yang bertujuan untuk

menyelaraskan (aligment) berbagai kepentingan. Dengan

memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen

(managerial ownership) (Jensen dan Meckling,1976), kepentingan

pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan

kepentingan manajer.

Investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor

perusahaan dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi

manejer untuk mengatur laba menjadi berkurang.

Proksi dewan komisaris independen akan memberikan pengaruh

terhadap manajemen laba karena dewan komisaris mengawasi

penyeimbangan kepentingan manajemen laba. Hal ini berarti proksi

dewan komisaris independen dapat meminimalisasi manajemen laba.

Peranan komite audit juga akan memberikan pengaruh terhadap

manajemen. Komite audit berfungsi untuk membantu dewan

komisaris dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan yang

menutup kemungkinan terjadinya manajemen laba.

Universitas Sumatera Utara


Mekanisme

Good Corporate Governance (X)

Kepemilikan Manajerial (X1)


Manajemen
Kepemilikan Institusional (X2) Laba

Proporsi Dewan Komisaris (X3) (Y)

Komite Audit (X4)

Gambar 2.1
Kerangka konseptual
Sumber : diolah peneliti, 2011

2.3.2 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008) Hipotesis adalah preposisi yang

dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi

merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal

atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konsruk yang

menjelaskan atau memprediksi norma-norma.

Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual di atas,

maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah

Universitas Sumatera Utara


mekanisme good corporate governance yang diproksikan dalam

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan

komisaris independen dan komite audit berpengaruh secara parsial dan

simultan terhadap manajemen laba.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai