Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Hutang

Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak-

pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

atau modal suatu perusahaan. Hutang terdiri atas hutang lancar (hutang

jangka pendek) dan hutang tidak lancar (hutang jangka panjang).

Hutang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Hutang lancar (hutang jangka pendek)

Hutang lancar yaitu kewajiban keuangan perusahaan yang

pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka

pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva

lancar yang dimiliki oleh perusahaan.

2) Hutang tidak lancar (hutang jangka panjang)

Hutang tidak lancar yaitu kewajiban keuangan yang jangka waktu

pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu

tahun sejak tanggal neraca).

2.1.2 Kebijakan Hutang

Kebijakan hutang merupakan kebijakan pendanaan yang dilakukan oleh

pihak manajemen perusahaan dalam rangka memperoleh sumber pendanaan

Universitas Sumatera Utara


untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kebijakan hutang juga

merupakan salah satu kebijakan pendanaan yang berasal dari eksternal

perusahaan.

Myers dan Maljuf (1984) dalam Faisal (2004) menjelaskan bahwa

keterkaitan antara kebijakan hutang dengan profitabilitas perusahaan yang

menyatakan bahwa perusahaan yang lebih menguntungkan akan menurunkan

hutangnya. Perusahaan lebih memilih membiayai perusahaan mereka dengan

menggunakan sumber dana yang diperoleh dari internal perusahaan.

Kebijakan hutang memiliki pengaruh pendisiplinan perilaku manajer.

Hutang akan mengurangi agency conflict dan meningkatkan nilai perusahaan.

Peningkatan hutang meningkatkan leverage sehingga meningkatkan

kemungkinan kesulitan-kesulitan keuangan atau kebangkrutan. Kekhawatiran

akan kebangkrutan mendorong manajer agar efisien, sehingga memperbaiki

biaya agensi. Hutang memaksa perusahaan membayar pokok hutang dan

bunga sehingga mengurangi free cash flow dan menurunkan insentif manajer

untuk berperilaku memuaskan diri sendiri.

Kebijakan hutang sering diukur menggunakan debt to equity ratio yang

mencerminkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh

kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang

digunakan untuk membayar hutang. Semakin tinggi level hutang perusahaan,

maka kemungkinan resiko keuangan dan kegagalan perusahaan juga akan

semakin tinggi. Oleh karena itu, semakin rendah tingkat level hutang

perusahaan akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar

Universitas Sumatera Utara


seluruh kewajibannya. Peningkatan level hutang akan mempengaruhi tingkat

pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham termasuk dividen yang

akan diterima. Tingkat level hutang yang rendah diharapkan dapat

mengurangi resiko keuangan dan tingkat kebangkrutan perusahaan.

2.1.3 Teori Kebijakan Hutang

a. Agency Theory

Agency Theory menjelaskan bahwa sebagai agen dari pemegang

saham, manajer tidak selalu bertindak demi kepentingan pemegang

saham sehingga terjadi konflik antara manajer perusahaan dengan

pemegang saham.

Hal ini terjadi karena manajer perusahaan lebih mengutamakan

kepentingan pribadi. Pemegang saham tidak menyukai kepentingan

pribadi manajer karena akan menambah biaya bagi perusahaan dan

mengurangi keuntungan yang diterima. Untuk itu mengurangi agency

conflict tersebut, diperlukan mekanisme pengawasan yang dapat

mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut yang dapat dilakukan

dengan cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan,

dan pembatasan terhadap pengambilan keputusan oleh manajemen.

Dengan melakukan pengawasan tersebut maka diperlukan biaya

keagenan atau sering disebut dengan agency cost.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Faisal (2004)

mengelompokkan biaya keagenan kedalam tiga jenis, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1) Monitoring Costs

Monitoring Costs meruapakan biaya untuk memonitor perilaku

manajer perusahaan.

2) Bonding Costs

Bonding Costs merupakan biaya untuk membentuk mekanisme

untuk menjamin bahwa manajer perusahaan akan bertindak sesuai

dengan kepentingan pemegang saham.

3) Residual Loss

Residual Loss merupakan biaya untuk mendorong manajer

perusahaan agar bertindak sesuai dengan kemampuannya untuk

kepentingan pemegang saham.

b. Signaling Theory

Signaling Theory merupakan suatu tindakan yang diambil

manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang

bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Brigham dan

Houston (2001) dalam Phitaloka (2009) menjelaskan bahwa perusahaan

dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari

penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan

dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi

target struktur modal yang normal.

Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan

lebih cenderung untuk menjual sahamnya dan umumnya merupakan

Universitas Sumatera Utara


suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek

perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan

penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya

akan menurun. Karena hal tersebut berarti memberikan isyarat negatif

yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek

perusahaan cerah.

c. Static Trade Off Theory

Teori ini berasumsi bahwa struktur modal suatu perusahaan

ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak

ketika hutang meningkat di satu sisi dan meningkatnya agency cost

ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Ketika manfaat

pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan

agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya dan

peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas

tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan

peningkatan agency cost.

d. Pecking Order Theory

Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson pada tahun

1961 (Pithaloka, 2009). Pecking Order Theory mengatakan bahwa

perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari

internal perusahaan (internal financing) yang bersumber dari aliran kas,

Universitas Sumatera Utara


laba ditahan, dan depresiasi dari pada yang berasal dari eksternal

perusahaan (eksternal financing). Penggunaan dana internal lebih

didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber

dari eksternal. Penggunaan sumber pendanaan eksternal oleh

perusahaan dilakukan apabila pendanaan sumber internal tidak

mencukupi. Dalam Pecking Order Theory manajer konsisten dengan

tujuan utama perusahaan yaitu memakmurkan kekayaan pemegang

saham.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang

a. Kepemilikan Manajerial

Christiawan dan Josua (2007) menyatakan bahwa kepemilikan

manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan

atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang

saham. Dengan adanya kepemilikan manajerial menunjukkan adanya

peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai

pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham,

ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan

kebangkrutan.

Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan

baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer

akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan

return bahkan dana yang diinvestasikannya. Cara untuk menurunkan

Universitas Sumatera Utara


resiko ini adalah dengan menurunkan tingkat debt yang dimiliki

perusahaan (Brailsford et al, 1999 dalam Christiawan dan Josua, 2007).

Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan,

karena perusahan akan mengalami financial distress. Karena itulah

maka manajer akan berusaha menekan jumlah debt serendah mungkin.

Tindakan ini di sisi lain tidak menguntungkan karena perusahaan hanya

mengandalkan dana dari pemegang saham. Perusahaan tidak bisa

berkembang dengan cepat, dibandingkan jika perusahaan juga

menggunakan dana dari kreditor.

b. Investment Opportunity Set

Myers (1977) dalam Faisal (2004) mengemukakan bahwa IOS

merupakan satu kombinasi antara aktiva riil dan opsi investasi masa

depan. IOS tersebut akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan dan

berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan dalam

mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan

dengan perusahaan lain yang setara dalam kelompok industrinya.

Perusahaan yang memiliki potensi tumbuh tinggi diidentifikasi sebagai

perusahaan yang mengalami peningkatan pada aktiva riilnya dan

peningkatan pada peluang investasinya, sebaliknya perusahaan yang

memiliki potensi tumbuh rendah diidentifikasi sebagai perusahaan yang

kurang mengalami peningkatan pada aktiva riilnya atau bahkan

Universitas Sumatera Utara


mengalami penurunan nilai karena perusahaan tersebut tidak mampu

menangkap peluang untuk investasi.

Kallapur dan Trombley (1999) yang dikutip dalam Faisal (2004)

mengklasifikasikan IOS menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Proksi yang berbasis pada harga (price-based proxies).


Investment Opportunity Set berdasarkan harga merupakan
proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan
perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi
yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam
harga-harga saham dan perusahaan-perusahaan yang tumbuh
akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk
aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Rasio-rasio yang
berkaitan dengan proksi pasar adalah market to book value of
equity; market to book value of asset; Tobin’s Q; earnings to
price ratios; ratio of properti, plant, and equipment to firm
value; ratio of depreciation to firm value.

b. Proksi yang berbasis pada investasi (investment-based


proxies).
Proksi IOS berdasarkan investasi mengungkapkan bahwa suatu
kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan
nilai IOS suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki suatu
IOS tinggi seharusnya juga memiliki suatu tingkatan investasi
yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang diinvestasikan
untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Proksi ini
berbentuk suatu rasio yang membandingkan suatu pengukuran
investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap
atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yang telah
diinvestasikan. Rasio-rasio tersebut adalah ratio of R&D to
assets, ratio of R&D to sales, ratio of capital expenditure to
firm value, investment intensity, ratio of capital expenditure to
book value of assets, investment to sales ratio.

c. Proksi yang berbasis pada ukuran varians (variance measures


proxies).
Proksi pengukuran varians (variance measurement)
mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai

Universitas Sumatera Utara


jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi tumbuh seperti variabilitas return yang
mendasari peningkatan aktiva. Rasio dalam proksi tersebut
adalah variance of returns, asset betas, variance of asset
deflated sales.

Dalam penelitian ini, IOS diproksikan dengan rasio PBV

(Price to Book Value) atau sering disebut dengan MVEBVE (Market

to Book Value of Equity). Rasio tersebut merupakan proksi yang

dianggap paling valid yang sering digunakan oleh peneliti-peneliti

sebelumnya.

c. Free Cash Flow

Ross et al (2000) yang dikutip dalam Siswandi (2010)

menyatakan bahwa “free cash flow adalah kas lebih perusahaan yang

dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak

diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada asset”.

Free Cash Flow tersebut biasanya menimbulkan agency conflict

antara pihak manajer perusahaan dan pemegang saham. Free cash flow

yang besar dan kurangnya pengawasan yang kurang efektif akan

mengarah pada perilaku manajer perusahaan yang bertindak demi

kepentingan sendiri dan bukan untuk kepentingan pemegang saham.

Dengan kata lain, para manajer mempunyai kecenderungan untuk

menggunakan kas lebih tersebut untuk kepentingan dan perilaku

opportunistik, sedangkan pemegang saham mengharapkan kas lebih

Universitas Sumatera Utara


tersebut dibagikan kepada mereka sehingga akan menambah

kesejahteraan mereka.

Dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan

penggunaan free cash flow yang berlebihan oleh manajer. Karena free

cash flow tersebut digunakan untuk membayar hutang beserta bunganya

kepada kreditor, sehingga free cash flow yang tersedia cukup kecil.

Dengan adanya hutang, manajemen akan bekerja lebih efisien agar

tidak terjadi kegagalan keuangan sehingga akan mengurangi konflik

yang terjadi antara manajer perusahaan dengan pemegang saham.

d. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan skala pengukuran atas suatu

perusahaan baik dari segi aset yang dimiliki perusahaan tersebut

maupun unsur lainnya seperti jumlah tenaga kerja. Ukuran perusahan

juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan

level hutang perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar lebih mudah

memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan akses

kepada pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa aset yang bernilai

besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan-perusahaan

yang besar akan lebih banyak membutuhkan dana, sehingga terkadang

dana internal perusahaan tidak mencukupi untuk menjalankan operasi

perusahaan dan kecenderungan menggunakan dana yang bersumber

dari eksternal perusahaan semakin besar. Di sisi lain, perusahaan-

Universitas Sumatera Utara


perusahaan kecil secara umum tidak memiliki posisi yang kuat terhadap

persoalan hutang, karena kapabilitasnya terhadap pinjaman dibatasi.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu

2.2.1 Bikki Jaggi dan Ferdinand Gull (1999)

Jaggi dan Gul (1999) meneliti dengan judul penelitian “An Analysis of

Joint Effects of Investment Opportunity Set, Free Cash Flows and Size on

Corporate Debt Policy”. Variabel dependennya adalah debt policy,

sedangkan variabel independennya adalah free cash flow, investment

opportunity set, dan size. Penelitian menggunakan 1.869 perusahaan publik di

United Stated selama periode tahun 1989-1993, yang dijadikan sebagai

sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa free

cash flow berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kebijakan

hutang saat investment opportunity set rendah dan dengan ukuran perusahaan

yang besar.

2.2.2 Muhamad Faisal (2004)

Faisal (2004) meneliti pengaruh free cash flow, set kesempatan

investasi, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan

hutang. Variabel dependennya adalah kebijakan hutang, sedangkan variabel

independennya adalah free cash flow, set kesempatan investasi, kepemilikan

manajerial, dan ukuran perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah

regresi linear berganda. Ada 155 perusahaan manufaktur di Indonesia selama

Universitas Sumatera Utara


tahun 2000-2002 yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa free cash flow, set kesempatan investasi, kepemilikan

manajerial, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap

kebijakan hutang baik secara parsial maupun secara simultan.

2.2.3 Isrina Damayanti (2006)

Damayanti (2006) meneliti pengaruh free cash flow dan struktur

kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur

di Indonesia. Variabel dependennya adalah kebijakan utang (debt to equity

ratio), sedangkan variabel independennya adalah free cash flow, kepemilikan

manajerial, dan kepemilikan institusional. Damayanti (2006) menggunakan

rasio MVABVA sebagai proksi dari investment opportunity set dan dividend

yield sebagai variabel kontrol. Metode analisis yang digunakan adalah regresi

linear berganda. Ada 39 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ

tahun 2000-2003 yang digunakan sebagai sampel. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kebijakan hutang, sedangkan kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan

hutang. Investment opportunity set berpengaruh positif signifikan terhadap

kebijakan hutang, sebaliknya, dividend yield berpengaruh negatif namun tetap

signifikan terhadap kebijakan hutang.

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Nina Diah Pithaloka (2009)

Pithaloka (2009) meneliti tentang pengaruh faktor-faktor intern

perusahaan terhadap kebijakan utang dengan pendekatan pecking order

theory. Variabel dependennya adalah kebijakan hutang, sedangkan variabel

independennya adalah kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan

pertumbuhan penjualan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear

berganda. Ada 20 perusahaan manufaktur di Indonesia selama tahun 2003-

2007 yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kebijakan utang, sedangkan kepemilikan manajerial dan

pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan

hutang.

2.2.5 Afri Siswandi (2011)

Siswandi (2011) meneliti tentang pengaruh free cash flow dan

kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang. Variabel dependennya

adalah kebijakan hutang, dan variabel independennya adalah free cash flow

dan kepemilikan manajerial. Metode analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah regresi linear berganda. Ada 20 perusahaan manufaktur

di Indonesia selama tahun 2008-2010 yang dijadikan sampel dalam penelitian

ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash flow dan kepemilikan

manajerial secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kebijakan hutang. Secara parsial, kepemilikan manajerial memiliki pengaruh

Universitas Sumatera Utara


yang negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang, tetapi free cash flow

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang.

Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Judul Variabel
Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
Bikki Jagi An Analysis of Variabel Free Cash Flow
dan Joint Effects Dependen: berpengaruh secara positif
Ferdinand of Investment debt policy dan signifikan terhadap
Gull Opportunity kebijakan hutang pada saat
(1999) Set, Free Cash IOS rendah dan ukuran
Flows and Variabel perusahaan besar.
Size on Independen:
Corporate investment
Debt Policy opportunity set, free
cash flows and size
Muhamad Analisis Variabel Secara simultan semua
Faisal Pengaruh Free Dependen: variabel berpengaruh
(2004) Cash Flow, kebijakan hutang signifikan terhadap
Set kebijakan hutang.
Kesempatan Secara parsial variabel free
Investasi, Variabel cash flow dan ukuran
Kepemilikan Independen: perusahaan berpengaruh
Manajerial, free cash flow, set positif dan signifikan
dan Ukuran kesempatan terhadap kebijakan hutang,
Perusahaan investasi, sedangkan variabel set
(Studi Empiris kepemilikan kesempatan investasi dan
pada kepemilikan manajerial
manajerial, ukuran
Perusahaan- berpengaruh negatif dan
Perusahaan perusahaan signifikan terhadap
Sektor kebijakan hutang.
Industri
Manufaktur di
Bursa Efek
Jakarta)

Isrina Analisa Variabel Free Cash Flow dan IOS


Damayanti Pengaruh Free Dependen: berpengaruh positif dan
(2006) Cash Flow kebijakan utang signifikan terhadap
dan Struktur kebijakan utang,
Kepemilikan sedangkan dividen yield

Universitas Sumatera Utara


Saham Variabel berpengaruh negatif tetapi
Terhadap Independen: tetap signifikan terhadap
Kebijakan free cash flow, kebijakan utang.
Utang pada Namun kepemilikan
kepemilikan
Perusahaan manajerial dan
Manufaktur di manajerial, kepemilikan institusional
Indonesia kepemilikan berpengaruh negatif dan
institutional tidak signifikan terhadap
kebijakan utang.
Variabel Kontrol:
investment
opportunity set,
dividen yield
Nina Diah Pengaruh Variabel Ukuran perusahaan
Pithaloka Faktor-Faktor Dependen: berpengaruh positif dan
(2009) Intern kebijakan utang signifikan terhadap
kebijakan utang,
Perusahaan
sedangkan kepemilikan
Terhadap Variabel manajerial dan
Kebijakan Independen : pertumbuhan penjualan
Hutang: kepemilikan tidak berpengaruh
Dengan manajerial, signifikan terhadap
Pendekatan pertumbuhan kebijakan utang.
penjualan, ukuran
Pecking Order
perusahaan.
Theory
Afri Analisis Variabel Free Cash Flow dan
Siswandi Pengaruh Free Dependen: kepemilikan manajerial
(2011) Cash Flow kebijakan hutang secara simultan memiliki
dan pengaruh yang signifikan
Kepemilikan terhadap kebijakan hutang.
Manajerial Variabel Secara parsial,
Terhadap Independen: free kepemilikan manajerial
Kebijakan cash flow, memiliki pengaruh yang
Hutang pada kepemilikan negatif dan signifikan
Perusahaan manajerial terhadap kebijakan hutang,
Manufaktur tetapi Free Cash Flow
yang Terdaftar tidak memiliki pengaruh
di Bursa Efek yang signifikan terhadap
Indonesia kebijakan hutang.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir (konseptual) merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan

sebagai masalah penting.

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka penulis

menggambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

Kepemilikan Manajerial (X1)

Investment Opportunity Set (X2)


Kebijakan Hutang (Y)
Free Cash Flow (X3)

Ukuran Perusahaan (X4)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan hutang, dan

variabel independennya adalah kepemilikan manajerial, investment opportunity

set, free cash flow, dan ukuran perusahaan.

Kepemilikan manajerial menggambarkan persentase kepemilikan saham

oleh pihak manajemen (komisaris dan direksi) diperlukan untuk menyelaraskan

kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Manajer yang ikut memiliki

perusahaan tidak mungkin bertindak opportunistik dan semakin berhati-hati dalam

menggunakan hutang serta berusaha meminimumkan cost agency sehingga akan

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian, hubungan antara kepemilikan

manajerial terhadap kebijakan hutang adalah hubungan negatif.

Perusahaan yang mempunyai investment opportunity set (IOS) lebih besar

mempunyai rasio debt to equity yang lebih rendah dalam kebijakan struktur

modalnya karena pendanaan modal sendiri (equity financing) cenderung untuk

mengurangi masalah-masalah agensi yang potensial berasosiasi dengan eksistensi

hutang yang berisiko dalam struktur modalnya. Dengan demikian, hubungan

antara investment opportunity set (IOS) terhadap kebijakan hutang adalah

hubungan negatif.

Perusahaan dengan free cash flow yang besar cenderung akan memiliki

level hutang yang lebih tinggi, khususnya ketika perusahaan memiliki investment

opportunity set (IOS) rendah. Dengan adanya hutang maka free cash flow yang

tersedia akan sedikit sehingga mengurangi konflik yang terjadi antara pihak

manajer perusahaan dengan pemegang saham. Dengan demikian, hubungan antara

free cash flow terhadap kebijakan hutang adalah hubungan positif.

Perusahaan yang besar cenderung memiliki level hutang yang tinggi.

Karena semakin besar ukuran perusahaan maka kebutuhan dana operasional

perusahaan juga semakin besar, sehingga perusahaan akan memerlukan dana

tambahan yang bersumber dari eksternal perusahaan yaitu dengan meminjam

modal kepada kreditor atau menerbitkan saham baru. Sebaliknya, perusahaan

yang kecil tidak memiliki posisi yang kuat terhadap persoalan hutang. Dengan

demikian, hubungan antara ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang adalah

hubungan positif.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah

dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini

adalah:

Ha: Kepemilikan manajerial (MOWNSP), investment opprtunity set (IOS), free

cash flow (FCF), dan ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan

baik secara parsial maupun simultan terhadap kebijakan hutang pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H0: Kepemilikan manajerial (MOWNSP), investment opprtunity set (IOS), free

cash flow (FCF), dan ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh

signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap kebijakan hutang

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai