Anda di halaman 1dari 44

Ayi Jamaludin Aziz, SE., M. Ak., Akt.

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DJUANDA


2020
 Tujuan Syariah (hukum Islam) yaitu :
 Untuk memelihara agama,
 Memelihara jiwa,
 Memelihara akal,
 Memelihara keturunan dan
 Memelihara harta.
 Sistem keuangan syariah :
 Konsep harta kekayaan,
 Akad transaksi
 Transaksi yang diperbolehkan dan dilarang
syariah.
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Anjuran bekerja atau berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan
menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta
kekayaan.

“......Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah


kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. ” (QS 62 :10)

Ketika Rasulullah ditanya oleh Rafi bin Khudaij: Dari Malik


bin Anas r.a “Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling
baik?” Rasulullah menjawab “Pekerjaan orang dengan
tangannya sendiri dan jual beli yang mabrur” . (HR. Ahmad
dan A1 Bazzar At Thabrani dari Ibnu Umar)
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Anjuran bekerja atau berniaga

Kata Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, jual beli yang mabrur


adalah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun jual beli,
terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun di atas
kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan
pengelabuan.

Syarat dan rukun jual beli. Apa saja syarat yang mesti
diperhatikan? Di antaranya adalah:
 ridho antara penjual dan pembeli,
 barang yang dijual mubah pemanfaatannya (bukan barang
haram)
 uang dan barang bisa diserahterimakan,
 tidak ada ghoror (ketidakjelasan).
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Anjuran bekerja atau berniaga
Adapun jual beli yang bermasalah adalah:
 jual beli yang mengandung ghoror seperti jual beli dengan
sistem ijon,
 jual beli yang mengandung riba,
 jual beli yang mengandung dhoror (bahaya) pada pihak lain
seperti menimbun barang,
 jual beli yang mengandung pengelabuan,
 jual beli yang terlarang karena sebab lain seperti jual beli
pada shalat Jum’at, jual beli di lingkungan masjid dan jual
beli barang yang digunakan untuk tujuan haram.
Jual beli yang mabrur berarti harus meninggalkan jual beli
yang bermasalah ini.
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Anjuran bekerja atau berniaga
Perintah Giat Bekerja
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian
dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15).
Giat bekerja dalam rangka mencari nafkah adalah jalan yang
ditempuh para nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.
 Nabi Daud mendapatkan penghasilan dari hasil keringat
tangannya sendiri.
 Sedangkan Nabi Zakariya ‘alaihis salam bekerja sebagai tukang
kayu.
 Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menjadi
pengembala kambing, bahkan pernah menjadi pedagang dengan
menjualkan barang milik Khodijah radhiyallahu ‘anha.
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Anjuran bekerja atau berniaga
Perintah Giat Bekerja
Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi’i berpendapat
bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena
tawakkalnya lebih tinggi.
Ulama Syafi’iyah lainnya yaitu Imam Nawawi berpendapat bahwa
yang paling diberkahi adalah pekerjaan dengan tangan, dan bercocok
tanam yang lebih baik dengan tiga alasan, yaitu termasuk pekerjaan
dengan tangan, tawakkal seorang petani itu tinggi dan
kemanfaatannya untuk orang banyak, termasuk pula manfaat untuk
binatang dan burung.
Menurut penulis Taudhihul Ahkam, Syaikh ‘Abdullah bin
‘Abdurrahman Ali Bassam, pekerjaan terbaik adalah disesuaikan
pada keadaan setiap orang. Yang terpenting adalah setiap pekerjaan
haruslah berisi kebaikan dan tidak ada penipuan serta menjalani
kewajiban yang mesti diperhatikan ketika bekerja.
 Konsep Memelihara Harta Kekayaan
 Konsep kepemilikan
 Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu
diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair),
serta dipergunakan dengan dan untuk hal yang baik-baik di
jalan Allah SWT.
 Menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia
terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih
hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat
dia meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus
didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan
syariah.
 Penggunaan Harta
 Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan harta, antara
lain:
1. Tidak boros dan tidak kikir
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus
pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi
jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.” (QS 7:31)
“ Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu
mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi
tercela dan menyesal.” (QS 17:29)
Allah SWT sebagai sang pencipta mengajarkan kepada kita
konsep hidup “pertengahan” yaitu untuk hidup dalam batas-
batas kewajaran, tidak boros/berlebih-lebihan dan tidak
kikir.
 Penggunaan Harta
2. Memberi infak dan shadaqah
“Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk
menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu di antara kamu
ada orang yang kikir, dan barang siapa yang kikir maka
sesungguhnya dia kikir kepada dirinya sendiri. Dan Allah-lah
yang Maha Kaya, dan kamulah yang membutuhkan
(karuniaNya). Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang
benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang
lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.’’ (QS
47:38)
“Perumpamaan orang yang menginfak hartanya di jalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi
siapa yang dia kehendaki, Dan Allah berjanji barang siapa
melakukan kebajikan akan dilipatgandakan pahalanya dan
Allah Maha Luas, Maha Mengetahui. ” (QS 2:261)
 Penggunaan Harta
Uang yang diinfakkan adalah rezeki yang nyata bagi manusia
karena ada imbalan yang dilipatgandakan Allah SWT (di
dunia dan di akhirat), serta akan menjadi penolong di hari
akhir nanti pada saat di mana tidak ada sesuatu pun yang dapat
menolong kita.
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah
semua amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah (infak
dan shadaqah), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang
mendoakan.’’ (HR. Muslim )
3. Membayar zakat sesuai ketentuan
"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman
jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS 9:103)
 Penggunaan Harta
4. Memberi pinjaman tanpa bunga (Qardhul Hasan)
Pinjaman seperti ini, bertujuan untuk mempermudah pihak
yang menerima pinjaman, tidak memberatkan sehingga
dapat menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal
yang produktif dan halal.
5. Meringankan kesulitan orang yang berutang
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka
berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS 2:280)
 Memperoleh harta
 Memperoleh harta adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang
merupakan salah satu aspek dari muamalah.
 Kaidah fikih dari muamalah adalah semua halal dan boleh
dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al-Quran
dan As-Sunah.
“Dialah (Allah ) yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu...’’ (QS 2: 29)
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.
Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.’’ (QS
45:13)
“Yang halal ialah apa yang dihalalkan Allah di dalam kitabNya, dan
yang haram ialah apa yang diharamkan Allah dalam kitabNya;
sedang apa yang didiamkan oleh Nya berarti dimaafkan
(diperkenankan) untukmu’’ (HR. At-Tirmidzi & Ibnu Majah)
 Memperoleh harta
 Hukum dasar muamalah adalah boleh.
 Ruang lingkup (bidang) yang dihalalkan jauh lebih luas dari
yang dilarang.
 Hal yang dilarang pada hakikatnya adalah untuk kebaikan umat
manusia itu sendiri.
 Harta dikatakan halal dan baik apabila :
 niatnya benar, Sesuai dengan
 tujuannya benar dan rambu-rambu yang
telah ditetapkan
 cara atau sarana untuk dalam Al-Quran
memperolehnya juga benar, dan as-sunah

Misalnya, uang untuk mendirikan rumah yatim piatu yang diperoleh dari
mencuri adalah harta haram. Walaupun tujuannya benar, yaitu untuk
membantu yatim piatu, namun cara memperolehnya salah (haram), sehingga
tidak dibolehkan oleh syariah.
 Memperoleh harta
“Barang siapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia
menyedekahkannya, maka dia tidak mendapatkan pahala,
bahkan mendapatkan dosa” (HR. Huzaimah dan Ibnu Hiban
disahkan oleh Imam Hakim)
 Manusia dalam bekerja, berbisnis, atau pun berinvestasi dalam
rangka mencari rezeki (harta) harus memilih bidang yang halal.
 Perhitungan untung atau rugi harus berorientasi jangka panjang,
yaitu mempertimbangkan perhitungan untuk kepentingan
akhirat, karena kehidupan di dunia hanya sementara dan
kehidupan yang kekal adalah kehidupan akhirat.
"Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah, lalu
diberitakanNya kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu),
meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu.” (QS 58:6)
 AKAD/KONTRAK/TRANSAKSI
 Akad dalam bahasa Arab al-aqd, jamaknya al-’uqud, berarti
ikatan atau mengikat (al-rabth).
 Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara
penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan
oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya.
 Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak
boleh diingkari.
“Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad) mu....”
(QS 5:1)
 Jenis akad
 Karim (2003) mengelompokkan akad menjadi dua, yaitu
sebagai berikut.
1. Akad tabarru’ (gratuitous contract), yaitu segala macam
perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (not for profit
transaction).
Contoh : qard, rahn, hiwalah, kafalah, wadi’ah, hibah,
waqaf, shadaqah, hadiah.
2. Akad Tijarah/muawadah (compensational contract) adalah
segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk
laba (for profit transaction).
Contoh : akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa.
 Jenis akad
 Jenis Akad Tijarah
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akad
tijarah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Natural uncertainty contract, adalah suatu jenis kontrak
transaksi yang secara alamiah mengandung ketidakpastian
dalam perolehan keuntungan.
Contoh akad dalam kelompok ini adalah musyarakah,
mudharabah, muzaraah, musaqah, dan mukhabarah, bentuknya
adalah akad kerja sama untuk melakukan bisnis.
2. Natural certainty contract, adalah suatu jenis kontrak
transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan
dan pendapatannya, baik dari segi jumlah dan waktu
penyerahannya.
Contohnya adalah murabahah, salam, istishna’, dan ijarah;
bentuknya adalah akad pertukaran (jual beli, sewa-menyewa, upah
mengupah).
 Rukun dan syarat akad
 Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada (3) tiga, yaitu:
1. Pelaku
Yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan
pembeli, penyewa dan yang menyewakan, karyawan dan
majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra dengan mitra
dalam musyarakah dan lain sebagainya).
2. Objek akad
Objek jual beli adalah barang dagangan, Objek mudharabah
dan musyarakah adalah modal dan kerja, Objek sewa-
menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan
seterusnya.
3. Ijab kabul
Merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan
mereka saling ridha.
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Dasar hukum yang dipakai dalam melakukan transaksi bisnis
(QS 4:29).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak
benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah membunuh
dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Setiap transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip
kerelaan antara kedua belah pihak (antaradhim minkum ) dan
tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi
(la tazhlimuna wa la tuzhlamun)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai
berikut:
 Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua
transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan
Allah SWT
 Riba
 Penipuan
 Perjudian
 Transaksi yang mengandung ketidakpastian / Gharar
 Penimbunan Barang/Ihtikar
 Monopoli
 Rekayasa Permintaan (Bai’ An najsy)
 Suap (Risywah)
 Penjual bersyarat/Ta’alluq
 Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai’ al
inah)
 Jual beli dengan cara Talaqqi al-Rukban
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua
transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan
Allah SWT
 Contoh: perdagangan babi, khamar atau minuman yang
memabukkan, narkoba, dan sebagainya.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai,
darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan
(menyebut nama) selain Allah, tetapi barangsiapa terpaksa
(memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas, maka sungguh Allah Maha Pengampun,
maha Penyayang.’’ (QS 16:115)
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
memperdagangkan khamar/minuman keras, bangkai, babi, dan
patung.” (HR. Bukhari Muslim)
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga
mengharamkan harganya. ” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-
Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa’),
dan membesar (Al-’uluw)
 Imam Sarakhzi mendefinisikan riba sebagai tambahan yang
disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
(’iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
 Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu
penyeimbang atau pengganti (’iwad) yang dibenarkan syariah
adalah riba. transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu
transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya
penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa menyewa, atau
bagi hasil proyek, di mana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko dan biaya.
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Larangan Riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama
Islam, melainkan juga diharamkan oleh agama Yahudi dan
Nasrani.
“Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra
bangsaku, janganlah kamu bersikap seperti orang yang
mengutangkan, jangan kau meminta keuntungan untuk
hartamu!’’ (Perjanjian Lama, Kitab Keluaran Pasal 22 ayat 25)
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik
uang maupun bahan makanan atau apa pun yang dapat
dibungakan.” (Perjanjian Lama, Kitab Ulangan Pasal 23 ayat
19)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Larangan riba dalam Al-Quran melalui 4 (empat) tahap
(Qardhawi, 2001).
1. Tahap 1 (QS 30:39)
Ayat yang diturunkan pada periode Mekah ini, manusia
diberi peringatan bahwa pada hakikatnya riba tidak
menambah kebaikan di sisi Allah, belum berupa larangan
yang keras.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
harta manusia bertambah, maka tidak menambah dalam
pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
Zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan
Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya).” (QS 30:39)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Larangan riba dalam Al-Quran melalui 4 (empat) tahap
(Qardhawi, 2001).
2. Tahap 2 (QS 4:161)
Ayat yang diturunkan pada periode Madinah ini
memberikan pelajaran kepada kita mengenai perjalanan
hidup orang Yahudi yang melanggar larangan Allah berupa
riba kemudian diberi siksa yang pedih.
“Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh
mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan cara tidak sah (bathil). Dan
kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka
azab yang pedih”. (QS 4:161)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Larangan riba dalam Al-Quran melalui 4 (empat) tahap
(Qardhawi, 2001).
4. Tahap 4 (QS 2:278-280)
Ayat mengenai ketetapan yang menyatakan dengan tegas
dan jelas bahwa semua praktik riba itu dilarang (haram),
tidak peduli pada besar kecilnya tambahan yang diberikan
karena Allah SWT hanya membolehkan pengembalian
sebesar pokoknya saja. Bagi yang tetap memungut riba, ada
ancaman yang sangat keras yaitu Allah dan Rasul akan
memeranginya.
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang orang yang beriman’’ (QS 2:278)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Larangan riba dalam Al-Quran melalui 4 (empat) tahap
(Qardhawi, 2001).
4. Tahap 4 (QS 2:278-280)
“Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka
umumkanlah perang dari Allah dan RasulNya. Tetapi jika
kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu.
Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula
dizalimi (dirugikan).’’ (QS 2:279)
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka
berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.’’ (QS 2:280)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Pelanggar larangan riba akan diberi hukuman yang keras.
“Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah
(dosanya) sama dengan seorang yang melakukan zina dengan
ibunya”. (HR. Al-Hakim dari Ibnu Mas’ud)
Jabir berkata: “bahwa Rasulullah saw mengutuk orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang
mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,
“mereka itu semua sama.” (HR. Muslim)
Rasulullah dalam khotbah haji terakhirnya, mengingatkan kembali
bahwa riba harus dihapuskan:
“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti
akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang amalanmu
mengambil riba, oleh karena itu utang akibat riba harus dihapuskan.
Modal (uang pokok ) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan
menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Jenis riba.
1. Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah adalah riba yang muncul karena utang-piutang, riba
nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit atau
utang-piutang di mana satu pihak harus membayar lebih besar
dari pokok pinjamannya.
 Riba qard, suatu tambahan atau tingkat kelebihan tertentu
yang disyaratkan terhadap yang berutang.
 Riba jahiliyyah, hutang yang dibayar melebihi dari pokok
pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan
dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan.
2. Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran
atau barter. Terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada salah
satu dari barang ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik
pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan (tunai) atau kredit.
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Jenis riba.
Barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat
mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fikih
(fuqaha) sepakat ada tujuh macam barang ribawi, yaitu: emas,
perak, jenis gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering dan
garam.
Namun, para fuqaha berbeda pendapat atas barang sejenis.
• Mazhab Hanafi dan Hambali, memperluas konsep benda
ribawi pada benda yang dapat dihitung melalui satuan
timbangan/takaran;
• Mazhab Syafi’i memperluas pada mata uang (an-naqd) dan
makanan (al-ma’thum).
• Mazhab Maliki memperluas konsep benda ribawi pada mata
uang dan sifat al-iqtiyat (jenis makanan yang menguatkan
badan), dan al-iddihar (jenis makanan yang dapat disimpan
lama).
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Riba
 Pengaruh riba pada kehidupan manusia
• Riba menimbulkan bencana besar bagi umat manusia, karena
riba manusia menjadi sengsara, baik secara pribadi, individu,
negara dan bangsa.
• Riba merusak moral dan jiwa manusia.
• Riba mengganggu perputaran harta dan pertumbuhan
ekonomi secara adil.
• Riba menyebabkan terpusatnya kekuasaan dan otoritas riil
pada tangan segelintir orang yang sangat bejat dan keji, tidak
pernah memikirkan kepentingan orang lain dan tidak pula
menghormati nilai-nilai moral.
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Penipuan
 Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui
informasi yang diketahui pihak lain dan dapat terjadi dalam 4
(empat) hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. (Karim, 2003)
 Empat jenis penipuan tersebut di atas dapat membatalkan akad
transaksi, karena tidak terpenuhinya prinsip rela sama rela.
“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dan
kebathilan, dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran,
sedangkan kamu mengetahui.” (QS 2:42)
“...sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu
merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi setelah (diciptakan) ...” (QS 7:85)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Perjudian (Maisir)
 Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua
pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta
kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu,
baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola,
atau media lainnya.
 Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya
dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, bila
dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan
untuk diambil oleh yang menang.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman
keras, berjudi, berkurban (untuk berhala) dan mengundi nasib
dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu beruntung.” (QS 5:90)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Transaksi yang mengandung ketidakpastian/gharar
 Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian
(gharar).
 Gharar terjadi ketika terdapat incomplete information,
sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang
bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian
antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan.
 Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam:
1. kuantitas,
2. kualitas,
3. harga,
4. waktu penyerahan dan
5. akad.
 Contoh: transaksi lease and purchase (sewa-beli), mengandung
gharar, karena ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku:
akad beli atau akad sewa. (Karim, 2003)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Penimbunan barang/ihtikar
 Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat, kemudian menyimpannya, sehingga barang
tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga.
 Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan
orang lain dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya
yang tinggi.
“Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan
merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam,
maka ia telah berbuat salah”. (HR. Ibnu Majah dari Abu
Hurairah)
’’Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut
melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di
neraka pada hari kiamat.” (HR. At-Tabrani)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Monopoli
 Monopoli, biasanya dilakukan dengan membuat entry
barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke
pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat
menghasilkan keuntungan yang tinggi.
 Dari Anas r.a berkata:
“ Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah
harga untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: "Allahlah
yang sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang
dan pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu dengan
Allah, tak ada seorang pun yang meminta padaku tentang
adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta.” (HR.
Ashabus sunan)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Rekayasa permintaan (bai'an najsy)
 An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena
merekayasa permintaan, di mana satu pihak berpura-pura
mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar
calon pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan
harga yang tinggi.
“Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang
tanpa maksud untuk membeli.” (HR. Turmidzi)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Suap (Risywah)
 Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di
dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan
sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
“... dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para
hakim...” (QS 2:188)
“Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang
yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar
dan Al-Hakim)
“Setiap orang yang memberi rekomendasi seseorang kemudian
dia menerima hadiah dari orang itu, maka itu dianggap riba”.
(HR. Ibnu Daud)
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht
(haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR. Imam
Ahmad)
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Penjual Bersyarat/Ta'alluq
 Taalluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di
mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua;
sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun
(sesuatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.
 Misalkan A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali
menjual barang tersebut kepada A.
 Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai'al
inah)
Contoh:
A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang
yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua
pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan
untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk
mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan
pembayaran.
 TRANSAKSI YANG DILARANG
 Jual beli dengan cara talaqqi al-rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau
pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual
tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya
sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat
dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
“Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang membawa
dagangan di jalan, siapa yang melakukan itu dan membeli darinya,
maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar (mengetahui harga),
ia boleh berkhiar.’’ (HR. Muslim)
 PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
 Prinsip keuangan syariah merupakan ikhtisar transaksi bisnis yang
dibolehkan syariah, yang mengacu pada prinsip :
 rela sama rela (antaraddim minkum),
 tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la
tuzhlamun),
 hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan
 untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi)
 Prinsip sistem keuangan syariah sebagaimana diatur melalui Al-
Quran dan Assunah:
1. Pelarangan Riba
2. Pembagian Risiko
3. Tidak Menganggap Uang sebagai Modal Potensial.
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif.
5. Kesucian Kontrak.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah.
 INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH
Instrumen keuangan syariah dikelompokkan sebagai berikut :
 Akad investasi (Natural Uncertainty Contract) :
 Mudharabah,
 Musyarakah
 Sukuk (obligasi syariah)
 Saham Syariah
 Akad jual beli/sewa menyewa (Natural Certainty Contract)
 Murabahah
 Salam
 Istishna
 Ijarah
 Akad lainnya
 Sharf  Kafalah
 Wadiah  Hiwalah
 Qardhul Hasan  Rahn
 Wakalah
 DAFTAR PUSTAKA
• Sri Nurhayati & Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia – Edisi 4,
Penerbit Salemba Empat, 2015
• Oni Sahroni, Ushul Fikih Muamalah Kaidah-kaidah Ijtihad dan Fatwa
dalam Ekonomi Islam, Rajawali Press, 2017

Anda mungkin juga menyukai