Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti). Penyakit ini
sebenarnya telah ditemukan di Jakarta pada tahun 1779 oleh Dr. David
Baylon dan beliau menamakan penyakit ini knokkel koorts karena
pasiennya mengeluh sakit pada sendi-sendi.(Ngastiyah,2003)
Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dengue yang dapat
menimbulkan penyakit baik demam dengue maupun demam berdarah.
Mengenai terjadinya demam berdarah dapat dinyatakan sebagai berikut :
setelah virus dengue memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes tubuh pasien membentuk kekebalan terhadap penyakit. Jika pasien
diserang untuk kedua kalinya tidak akan mengalami kesulitan, kecuali jika
yang menyerang kedua kali atau lebih tersebut jenis virus yang berbeda,
akan menimbulkan reaksi imunologik dalam tubuh. Reaksi imunologik ini
mengakibatkan komplikasi yang ditakuti ialah perdarahan saluran cerna
dan syok. Hal tersebut telah terbukti walaupun jumlahnya secara tepat
belum dapat dikemukakan tetapi berdasarkan kenyataan sampai sekarang
bahwa 1 di antara 3 pasien demam berdarah (DBD) mengalami komplikasi
syok (renjatan).(Ngastiyah,2003)
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian, terutama anak serta sering menimbulkan wabah. (Nursalam,dkk.
2006)
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) adalah virus dengue.Di Indonesia, virus
tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue

1
yang termasuk dalam grup B dari arthropediborne viruses (Arboviruses),
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak. Di Thailand,
dilaporkan bahwa serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di
Indonesia, yang terutama dominan adalh DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada
kecenderungan dominasi DEN-2.((Nursalam,dkk.2005)
B. Rumusan Masalah
Sebagai usaha mengarahkan pembahasan di dalam makalah ini,
maka dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana definisi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
b. Bagaimana klasifikasi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
c. Bagaimana etiologi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
d. Bagaimana patofisiologi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
e. Bagaimana pathway Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
f. Bagaimana tanda dan gejala Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
g. Bagaimana manifestasi klinis Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
h. Bagaimana pemeriksaan penunjang Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF)?
i. Bagaimana penatalaksanaan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
j. Bagaimana pencegahan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?
k. Bagaimana komplikasi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)?

A. Tujuan
Berdasarkan point-point pertanyaan tersebut diatas maka penulis
mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui:
a. Definisi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
b. Klasifikasi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
c. Etiologi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
d. Patofisiologi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
e. Pathway Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
f. Tanda dan gejala Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

2
g. Manifestasi klinis Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
h. Pemeriksaan penunjang Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
i. Penatalaksanaan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
j. Pencegahan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).
k. Komplikasi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti).
Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan di Jakarta pada tahun 1779
oleh Dr. David Baylon dan beliau menamakan penyakit ini knokkel
koorts karena pasiennya mengeluh sakit pada sendi-sendi.
(Ngastiyah,2003)
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD
(dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(Sudoyo
Aru,dkk,2009)
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah
dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian,
terutama pada anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian
luar biasa atau wabah.(Nursalam,dkk.2005)
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue (Nurarif
Hud,Hardi.2015):

4
Tabel 1.1 Klasifikasi 1

DD/DBD Derajad Derajad Laboratorium


DD Demam disertai 2 atau Leukopenia Serologi
lebih, tanda : mialgia, Trombositopenia,
sakit kepala, nyeri tidak dengue
retroorbital, artalgia ditemukan bukti ada
positif kebocoran
plasma.
DBD I Gejala di atas di Trombositopenia
tambah uji bendung (<100.000/ul) bukti
positif ada kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas di
tambah perdarahan
spontan
DBD III Gejala di atas di
tambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin
dan lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur
b. Klasifikasi derajad menurut WHO,1999:
Tabel 1.2 Klasifikasi 2

Derajad 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya


manifestasi perarahan adalah uji tornoquet positif
Derajad 2 Derajad 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lain
Derajad 3 Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg)

5
atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien
menjadi gelisah
Derajad 4 Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.

3. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe
terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.(Sudoyo
Aru,dkk 2009)
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk pertama kali ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk, terinfeksi oleh virus dengue untuk pertama
kalinya atau mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya, virus
dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur
suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin) terjadinya : peningkatan suhu. Selain itu
viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang
menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat
terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari
antibodi melawan virus. (Murwani, 2011)
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya
perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di

6
mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh
untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari.(Soegijanto, 2006)
Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi
adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik
bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah
kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit>20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Nursalam,dkk.2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di
buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan pericardium yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian

7
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan
cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik.(Murwani, 2011)
5. Pathways (Hidayat,2007)

DHF/DBD
Viremia

Demam Sakit kepala Mual Nyeri otot Pembesaran


petekhie kelenjar getah

bening
Trombositopenia Pembesaran Hepatomegali Hipertermia
limfa (splenomegali)
Vaskulitis Reaksi imunologis

Permeabilitas vaskuler meningkat (dinding kapiler)


Kebocoran plasma Hemokonsentrasi (peningkatan HCT >20%)
Hipoproteinemia
Hiponatremia
Efusi serosa
Hipovolume Peningkatan reabsorpsi air dan Na oleh ginjal
dan penurunan ekskresi Na urine serta
peningkatan osmolalitas
Syok
Hipoksia jaringan DIC Asidosis metabolik
Perdarahan masif

6. Tanda & Gejala

8
a. Demam
b. Perdarahan/bintik-bintik merah pada kulit
c. Perdarahan lain : mimisan, perdarahan gusi
d. Keluhan pada saluran pernafasan : batuk, pilek
e. Keluhan pada saluran pencernaan/sakit waktu menelan
f. Keluhan pada bagian tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala ;
nyeri pada otot, tulang, sendi, dan ulu hati ; pegal-pegal pada
seluruh tubuh
g. Dapat juga dijumpai adanya pembesaran hati, limpa, dan kelenjar
getah bening, yang akan kembali normal pada masa penyembuhan
h. Pada keadaan yang berat, penderita akan jatuh pada keadaan
renjatan/shock yang dikenal dengan DSS (Dengue Shock
Syndrome), dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kulit terasa lembapdan dingin
2) Tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
3) Nyeri perut yang hebat
4) Terjadi perdarahan baik dari mulut, hidung, maupun anus yang
terlihat seperti tinja hitam
5) Lemah, mengantuk, terjadi penurunan tingkat kesadaran
6) Gelisah
7) Tampak kebiru-biruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-
ujung jari
8) Tidak buang air kecil selama 4-6 jam (Hastuti,2008)
7. Manifestasi Klinis, menurut Nurarif Huda,Hardhi.2015
a. Demam dengue
Merupakan peyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1) Nyeri kepala
2) Nyer retro-orbital
3) Mialgia/artralgia
4) Ruam kulit

9
5) Manifestasi perdarahan (petekie/uji bendung positif)
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif;atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan
bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya
bersifat bifasik
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdaraha mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a) Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
plera
c. Syndrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD di atas disertai dengan tanda
kegagalan sirkulasi, yaitu :
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun

10
6) Kulit dingin-lembab
8. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan
berbagaipemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi, (Hadinegoro, 2006)
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah, pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
dijumpai :
a) IgG dengue positif (dengue blood)
b) Trombositipenia
c) Hemoglobin meningkat >20%
d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinema,hiponatremia, hipokalemia
f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
h) Waktu perdarahan memanjang
i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik
PCO2<35-40 mmHg, HCO3 rendah.
2) Pemeriksaan urine, pada pemeriksaan urine dijumpai albumin
ringan.
3) Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada
klien yang diduga terkena DHF adalah:
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination
InhibitionTest= HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji
serologis yang paling sering dipakai dan digunakan
sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :

11
(1) Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan
uji serologis ini tidak dapat menunjukan tipe virus
yang menginfeksi.
(2) Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali
(48 tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi
seroepidemiologi.
(3) Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen
empat kali lipatdari titer serum akut atau konvalesen
dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection)
b) Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test = CF test)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji
diagnostik secara rutin oleh karena selain cara pemeriksaan
agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga
periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan
antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
sampai beberapa tahun saja (2 –3 tahun).
c) Uji neutralisasi (Neutralisasi Tes = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan
sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi
memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi
neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari
antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji
neutralisasi juga rumit dan memerlukanwaktu yang cukup
lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

12
d) IgM Elisa (IgM Captured Elisa = Mac Elisa)
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan
uji serologi yang banyak sekali dipakai. Sesuai namanya
test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam
serumpasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac
elisa adalah :
(1) Pada perjalanan penyakit hari 4 –5 virus dengue, akan
timbul IgM yang diikuti oleh IgG.
(2) Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara
cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat.
(3) Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal
ini perlu diulang.
(4) Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan
sebagai negatif.
(5) IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 –3 bulan
setelah adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji
IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji
IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –satunya uji
diagnostik untuk pengelolaan kasus.
(6) Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah
uji HI, dengan kelebihan uji mac elisa hanya
memerlukan satu serum akutsaja dengan spesifitas
yang sama dengan uji HI.
e) IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang
sebanding dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik.
Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue
IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG
elisa, yang telah beredar di pasaran.Pada dasarnya, hasil uji
serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi

13
fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat
kali kelipatan atau lebih).
b. Pemeriksaan radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain :
1) Dilatasi pembuluh darah paru
2) Efusi pleura
3) Kardiomegali atau efusi perikard
4) Hepatomegali
5) Cairan dalam rongga peritoneu
6) Penebalan dinding vesika felea
9. Penatalaksanaan
Menurut Nurlinda,2008 bila anak diduga atau sudah
didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
a. Tirah baring
b. Beri makanan yang lunak. Apabila belum ada nafsu makan
dianjurkan untuk minum banyak 1, - 2 liter dalam 24 jam ( susu,
air, dengan gula atau sirup ). Atau air tawar yang ditambahkan
dengan garam saja.
c. Medika mentosa yang bersifat simtomatis. Hiperpireksia dapat
diberikan kompres es di kepala, ketiak dan inguinal. Antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminoferen, eukinin, atau dipiron.
Hindari pemberian asetol karena bahaya pendarahan.
d. Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila
anak terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin diberi
makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang terus
meningkat ( >40vol% ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung
dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl 0,9% dengan jumlah tetesan
16 x/ menit.

14
10. Pencegahan
Vaksin pencegahan DBD hingga saat ini belum tersedia, oleh
sebab itu pencegahan dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk
dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk
yang dilakukan dengan 3 M.
a. Gerakan 3 M
1) Menguras tempat – tempat penampungan air secara teratur
sekurang – kurangnya sekali seminggu atau penaburan bubuk
abate ke dalamnya.
2) Menutup rapat tempat penampungan air.
3) Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang
dapat menampung air
b. Pemberantasan vector:
1) Fogging ( penyemprotan ) Kegiatan ini dilakukan bila hasil
penyelidikan epidemiologis memenuhi kriteria.
2) Abatisasi Semua tempat penampungan air di rumah dan
bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk
abate dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate
untuk 100 liter air.(Arif.2001)
11. Komplikasi
Menurut WHO,1999 komplikasi dari penyakit Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) adalah :
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue
syok maupun tanpa syok.
b. Kejang : bentuk kejang demam halus terjadi selama fase demam
pada bayi. Kejang ini mungkin hanya kejang demam sederhana,
karena cairan serebrospinal ditemukan normal.
c. Edema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama
proses penggantian cairan.
d. Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik
serta tirah baring yang lama.

15
e. Sepsis gram negative dapat terjadi karena penggunaan jalur
intravena terkontaminasi.
f. Dengue Syok Syndrome (DSS).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Menurut Nursalam,dkk.2006 asuhan pada anak dengan Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk
datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lema.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi/diare, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III,IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yag pernah diderita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi

16
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.
Semua anak dengan statusgizi baik maupun buruk dapat beresiko,
apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan BB sehingga status gizinya menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju di kamar).
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak
mengalami diare/konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV
bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan, upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan, bila ada keluarga yang sakit serta
upaya untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik

17
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF,
keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital (nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur), pernafasan tidak teratur, ekstremitas
dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem integumen
1) Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak.
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharingdan terjadi perdarahan telinga (pada grade II,
III, IV)
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, rondhi +, yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.

18
5) Abdomen, mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali), dan asites.
6) Ekstremitas, akral dingin serta terjadi nyeri otot, sendi, serta
tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF, maka akan dijumpai
sebagai berikut :
1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig.D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metaboik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Hidayat,2007 diagnosis atau masalah keperawatan
yang terjadi pada anak dengan DHF adalah :
a. Hipertermia
b. Kurang volume cairan
c. Risiko terjadi komplikasi (syok hipovolemik/perdarahan)
d. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan (intervensi) menurut Nurarif Huda,
Hardhi,2015 :

19
Tabel 1.3 Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Hipertermia NOC NIC
Definisi : Peningkatan Thermoregulation Fever treatment :
suhu tubuh diatas kisaran Kriteria Hasil : a. Monitor suhu sesering
normal a. Suhu tubuh dalam mungkin
Batasan Karakteristik : rentang normal b. Monitor IWL
a. Konvulsi b. Nadi dan RR dalam c. Monitor warna dan suhu
b. Kulit kemerahan rentang normal kulit
c. Peningkatan suhu c. Tidak ada perubahan d. Monitor tekanan darah,
tubuh diatas warna kulit dan tidak nadi, dan RR
kisaran normal ada pusing e. Monitor penurunan tingkat
d. Kejang kesadaran
e. Takikardi f. Monitor WBC, Hb, dan Hct
f. Takipnea g. Monitor intake dan output
g. Kulit terasa h. Berikan antipiretik
hangat i. Berikan pengobatan untuk
Faktor yang mengatasi penyebab demam
Beerhubungan : j. Selimuti pasien
a. Anastesia k. Lakukan tapid sponge
b. Penurunan l. Kolaborasi pemberian
rsepirasi cairan intravena
c. Dehidrasi m. Kompres pasien pada lipat
d. Pemajanan paha dan aksila
lingkungan yang n. Tingkatkan sirkulasi udara
panas o. Berikan pengobatan untuk
e. Penyakit mencegah terjadinya
f. Pemakaian menggigil
pakaian yang Temperature regulation :
tidak sesuai a. Monitor suhu minimal tiap
dengan suhu 2 jam

20
lingkungan b. Rencanakan monitoring
g. Peningkatan laju suhu secara continue
metabolisme c. Monitor TD, nadi, dan RR
h. Medikasi d. Monitor warna dan suhu
i. Trauma kulit
j. Aktivitas e. Monitor tanda-tanda
berlebihan hipertermi dan hipotermi
f. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
g. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h. Ajarkan pada passien cara
mencegah keletihan akibat
panas
i. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
j. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan pennaganan
emergency yang diperlukan
k. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
l. Berikan antipiretik, jika
perlu
Vital sign monitoring:
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR

21
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk/berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan
abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, takikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Kurang Volume Cairan NOC NIC
Definisi : Penurunan a. Fluid balance Fluid management :
cairan inktravaskuler, b. Hydration a. Timbang popok/pembalut
interstisial, dan/ c. Nutritional status : jika diperlukan
intraseluler. Ini mengacu food and fluid intake b. Pertahankan catatan ntake
pada dehidrasi, Kriteria Hasil : dan output yang akurat

22
kehilangan cairan saat a. Mempertahankan c. Monitor status hidrasi
tanpa perubahan pada urine output sesuai (kelembaban membran
natrium. dengan usia dan BB, mukosa, nadi adekuat,
Batasan Karakteristik : BJ urine normal, HT tekanan darah ortostatik),
a. Perubahan status normal jika diperlukan
mental b. Tekanan darah, nadi, d. Monitor vital sign
b. Penurunan suhu tubuh dalam e. Monitor masukan
tekanan darah batas normal makanan/cairan dan hitung
c. Penurunan c. Tidak ada tanda- intake kalori harian
tekanan nadi tanda dehidrasi, f. Kolaborasikan pemberian
d. Penurunan elastisitas turgor cairan IV
volume nadi baik, membran g. Monitor status nutrisi
e. Penurunan turgor mukosa lembab, h. Berikan cairan IV pada suhu
kulit tidak ada rasa haus ruangan
f. Penurunan turgor yang berlebihan i. Dorong masukan oral
lidah j. Berikan penggantian
g. Penurunan nesogatrik sesuai output
keluaran urin k. Dorong keluarga untuk
h. Penurunan membantu pasien makan
pengisian vena l. Tawarkan snack (jus buah,
i. Membran mukosa buah segar)
kering m. Kolaborasi dengan dokter
j. Kulit kering n. Atur kemungkinan nutrisi
k. Peningkatan o. Persiapan untuk transfusi
hematokrit Hipovolemia management :
l. Peningkatan suhu a. Monitor status cairan
tubuh termasuk intake dan output
m. Peningkatan cairan
frekuensi nadi b. Pelihara IV line
n. Peningkatan c. Monitor tingkat Hb dan
konsentrasi urin hematokrit

23
o. Penurunan BB d. Monitor tanda vital
p. Tiba-tiba (kecuali e. Monitor respon pasien
pada ruang terhadap penambahan cairan
ketiga) f. Monitor BB
q. Haus g. Dorong pasien untuk
r. Kelemahan menambah intake oral
Faktor yang h. Pemberian cairan IV dan
berubungan: monitor adanya tanda dan
a. Kehilangan cairan gejala kelebihan volume
aktif cairan
b. Kegagalan i. Monitor adanya tanda gagal
mekanisme ginjal
regulasi
3. Resiko Komplikasi NOC NIC
(Syok Hipovolemik) a. Syok prevention Syok prevention :
Definisi : Beresiko b. Syok magement a. Monitor status sirkulasi BP,
terhadap ketidakcukupan Kriteria Hasil : warna kulit, suhu kulit,
akan darah ke jaringan a. Nadi dalam batas denyut jantung HR, dan
tubuh, yang dapat yang diharapkan ritme, nadi perifer, dan
mengakibatkan disfungsi b. Irama jantung dalam kapiler refiil
seluler yang mengancam batas yang b. Monitor tanda inadekuat
jiwa. diharapkan oksigenasi jaringan
Faktor Resiko : c. Frekuensi nafas c. Monitor suhu dan
a. Hipotensi dalam yang pernafasan
b. Hipovolemi diharapkan d. Monitor input dan output
c. Hipoksemia d. Irama pernafasan e. Pantau nilai labor : HB, HT,
d. Hipoksia dalam batas yang AGD, dan elektrolit
e. Infeksi diharapkan f. Monitor hemodinamik
f. Sepsis e. Natrium serum dbn invasi yang sesuai
g. Sindrom respons f. Kalium serumm dbn g. Monitor tanda dan gejala
inflamasi sistemik g. Klorida serum dbn asites

24
h. Kalsium serum dbn h. Monitor tanda awal syok
i. Magnesium serum i. Tempatkan pasien pada
dbn posisi supine, kaki elevasi
j. PH darah serum dbn untuk peningkatan preload
Hidrasi : dengan tepat
a. Indicator : j. Lihat dan pelihara
1) Mata cekung kepatenan jalan nafas
tidak ditemukan k. Berikan cairan IV dan atau
2) Demam tidak oral yang tepat
ditemukan l. Berikan vasodilator yang
3) TD dbn tepat
4) Hematokrit dbn m. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
n. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok
Gejala management :
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input
output
e. Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan pemantauan
jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah

25
h. Menggambar gas darah
arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
i. Memanatau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya : CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau faktor penentu
pengiriman jaringa oksigen
(misalnya : PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia
k. Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry
lambung
l. Memonitor gejala gagal
pernafasan (misalnya :
rendah PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat, kelelahan
otot pernafasan)
m. Memonitor nilai
laboratorium (misalnya :
CBC dengan diferensial)
kuagulasi profil, ABC
tingkat laktat, budaya, dan
profil kimia)
n. Masukan dan memelihara
besarnya kobosanan akses
IV

26
4. Ketidakseimbangan NOC NIC
Nutrisi Kurang dari a. Nutritional status Nutrition Management
Kebutuhan b. Nutritional status : a. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Asupan nutrisi food and fluid intake b. Kolaborasi dengan ahli gizi
tidak cukup untuk c. Nutritional status untuk menentukan jumlah
memenuhi kebutuhan d. Nutritient intake kalori dan nutrisi yang
metabolis e. Weight control dibutuhkan pasien
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : c. Anjurkan pasien untuk
a. Keram abdomen a. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
b. Nyeri abdomen BB sesuai dengan d. Anjurkan pasien untuk
c. Menghindari tujuan meningkatkan protein dan
makanan b. BB ideal sesuai vitamin
d. BB 20%/lebih d dengan TB e. Berikan substansi gula
bawah BB ideal c. Mampu f. Yakinkan diet yang
e. Kerapuhan mengidentifikasi dimakan mengandung tinggi
kapiler kebutuhan nutrisi serat untuk mencegah
f. Diare d. Tidak ada tanda- konstipasi
g. Kehilangan tanda malnutrisi g. Berikan makanan yang
rambut berlebihan e. Menunjukkan terplih (sudah
h. Bising usus peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli
hiperaktif pengecapan dan gizi)
i. Kurang makanan menelan tdak terjadi h. Ajarkan pasien bagaimana
j. Kurang informasi penurunan BB yang membuat catatan makanan
k. Kurang minat berarti harian
pada makanan i. Monitor jumlah nutrisi dan
l. Penurunan BB kandungan kalori
dengan asupan j. Berikan informasi tentang
makanan adekuat kebutuhan nutrisi
m. Kesalahan k. Kaji kemmpuan pasien
konsepsi untuk mendapatkan nutrisi
n. Kesalahan yang dibutuhkan

27
informasi Nutrition montoring :
o. Membran mukosa a. BB pasien dalam batas
pucat normal
p. Ketidakmampuan b. Monitor adanya penurunan
memakan BB
makanan c. Monitor tipe dan jumlah
q. Otot menurun aktivitas yang biasa
r. Mengeluh dilakukan
gangguan sensasi d. Monitor interaksi anak atau
rasa orang tua selama makan
s. Mengeluh asupan e. Monitor lingkungan selama
makanan kurang makan
dari RDA f. Jadwalkan pengobatan dan
(Recommended tindakan tidak selama jam
Daily Alloance) makan
t. Cepat kenyang g. Monitor kulit kering dan
setelah makan perubahan pigmentasi
u. Sariawan rongga h. Monitor turgor kulit
mulut i. Monitor kekeringan, rambut
v. Steatorea kusam, dan mudah patah
w. Kelemahan otot j. Monitor mual dan muntah
pengunyah k. Monitor kadar albumin,
x. Kelemahan otot total protein, HB, dan kadar
untuk menelan HT
Faktor yang l. Monitor pertumbuhan dan
berhubungan: perkembangan
a. Faktor biologis m. Monitor pucat, kemerahan,
b. Faktor ekonomis dan kekeringan jaringan
c. Ketidakmampuan konjungtiva
untuk n. Monitor kalori dan intake
mengabsorpsi nutrisi

28
nutrien o. Catat adanya edema,
d. Ketidakmampuan hiperemik, hipertonik papila
untuk mencerna lidah, dan cavitas oral
makanan p. Catat jika lidah berwarna
e. Ketidakmampuan magenta scarlet
menelan makanan
f. Faktor psikologis

BAB III

29
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti). Penyakit ini
sebenarnya telah ditemukan di Jakarta pada tahun 1779 oleh Dr. David
Baylon dan beliau menamakan penyakit ini knokkel koorts karena
pasiennya mengeluh sakit pada sendi-sendi.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama
pada anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau
wabah.(Nursalam,dkk.2005)
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, banyak pemahaman yang dapat
dipahami secara langsung namun kurang dari segi pengamatan yang
lainya. Untuk pengembangan lebih lanjut pembaca dapat mencari sumber
lain sebagai referensi. Semoga apa yang telah diuraikan diatas dapat
memberi manfaat bagi kita semua. Penyusun menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penyusun harapkan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Nurlinda. 2008. Karya Tulis Ilmiah DHF. Samarinda

Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editors. Tatalaksanademam


berdarah dengue di Indonesia. 4th ed. Jakarta: DepartemenKesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal PemberantasanPenyakitMenular
dan Penyehatan Lingkungan; 2006.

Hastuti Oktri,2008.Demam Berdarah Dengue Penyakit dan Cara


Pencegahannya.Jogjakarta:Kanisius

Hidayat Alimul,Aziz.2007. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2.Jakarta :


Salemba Medika

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

Murwani, Arita, 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I.


Yogyakarta

Ngastiyah.2003.Edisi Revisi Perawatan Anak Sakit Edisis 2.Jakarta:Buku


Penerbit Kedokteran EGC

Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC

Nurarif Huda,Hardhi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NC-NOC Edisi Revisi Jilid 1.Jogjakarta:Mediaction

Nursalam,dkk.2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan


bidan).Jakarta:Salemba Medika

Soegijanto, Soegeng, 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan.


Edisi 1. Jakarta: Selemba Medika

Sudoyo Aru,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, 2, 3, edisi


keempat.Internal publishing,Jakarta

31
WHO.1999.Prevention and Control of Dengue Haemoragic Fever.Comprehensive
Guidelines 2000 Climate Change and Human Health 2004.Panduan
Lengkap dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah
Dengue.Jakarta:Buku Kedokteran

32

Anda mungkin juga menyukai