Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN

PRE-CONSTRUCTION RISK ASSESMENT (PCRA)

DIBUAT OLEH :

TIM MFK RSIA BELLEZA KEDATON

RSIA BELLEZA KEDATON


2019

1
KEPUTUSAN DIREKTUR

Mengingat : 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1335/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Standar Operasional
Pengambilan Dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara
Ruangan Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun.

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah Panduan Pre-Construction Risk Assesment Rumah Sakit
Ibu dan Anak Belleza Kedaton dapat disusun.

Dengan adanya panduan ini diharapkan dapat mencadi acuan bagi Rumah Sakit
untuk merencanakan pembangunan baik renovasi, perbaikan pemeliharaan
gedung maupun pembangunan gedung baru di Rumah Sakit Ibu dan Anak Belleza
Kedaton.

Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan panduan ini oleh


karenanya dengan seiring waktu akan diperbaiki secara bertahap.

Tidak lupa tim penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya


atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan
Pre-Construction Risk Assesment Rumah Sakit Ibu dan Anak Belleza Kedaton.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun

Tim MFK

3
DAFTAR ISI

KEPUTUSAN DIREKTUR NOMOR ................................................................ 02

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 03

DAFTAR ISI ................................................................................................. 04

BAB I. DEFINISI .......................................................................................... 05-


06

BAB II. RUANG LINGKUP ........................................................................... 07-09

BAB III. TATA LAKSANA ............................................................................. 10-18

BAB IV. DOKUMENTASI .............................................................................. 19

BAB V. PENUTUP ..............................................................................................

4
BAB I. DEFINISI

Pre-Construction Risk Assessment (PCRA) adalah reasesmen yang dilakukan


sebelum konstruksi dilakukan yang meliputi kualitas udara, pengendalian infeksi
(ICRA), utilitas, kebisingan, getaran layanan darurat seperti respon terhadap
kode, bahaya lain yang mempengarhi asuhan dan pelayanan.

Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan guna memberi pelayanan kesehatan yang


aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit sesuai yang
tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit Pasal 29 ayat 1b. Pasien sebagai pengguna pelayanan
kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit.

Tingkat kebisingan yang tinggi saat proses konstruksi bangunan berlangsung di


rumah sakit dapat berkonstribusi terhadap stres dan kelelahan dalam staf rumah
sakit, mengurangi kecepatan penyembuhan pasien. Kebisingan juga merupakan
penyebab utama dari kekurangan dan gangguan tidur antara pasien
meningkatkan kecemasan dan penurunan kepercayaan pasien. Debu konstruksi
dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman
khususnya bagi pasien dengan ganggungan pernapasan.

Karena itu, rumah sakit perlu melakukan asesmen risiko setiap ada kegiatan
kontruksi, renovasi, maupun demolisi/pembongkaran bangunan. Asesmen risiko
harus sudah dilakukan pada waktu perencanan atau sebelum pekerjaan
kontruksi, renovasi, dan demolisi dilakukan sehingga pada waktu pelaksanaan
sudah ada upaya pengurangan risiko terhadap dampak kontruksi, renovasi, dan
demolis tersebut.

Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan proyek konstruksi
baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi pelayanan klinis yang

5
terkena dampak dari kontruksi baru tersebut, konsultan perencana, atau
manajer desain proyek, Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(K-3 RS), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Bagian Rumah
Tangga/Bagian Umum, Bagian Teknologi Informasi, Bagian Sarana
Prasarana/IPSRS, dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan.

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan
entitas di luar pelayanan akan bervariasi bergantung pada sejauh mana kegiatan
konstruksi serta dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas. Sebagai
tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan berdampak
pada meningkatnya tingkat risiko. Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung
baru yang terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan saat ini
maka risiko untuk pasien dan pengunjung cenderung akan menjadi minimal.

6
BAB II. RUANG LINGKUP

Asesmen risiko prakonstruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk


mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar dapat
meminimalkan dampak kontruksi, renovasi, atau penghancuran (demolish)
sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanannya.

Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi area – area sebagai berikut:
a) kualitas udara;
b) pengendalian infeksi; --> ICRA
c) utilitas;
d) kebisingan;
e) getaran;
f) bahan berbahaya;
g) layanan darurat, seperti respon terhadap kode; dan
h) bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan, dan layanan.

Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen konstruksi (MK) memastikan
bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan.
Sebagai bagian dari penilaian risiko maka risiko pasien infeksi dari konstruksi
dievaluasi melalui infeksi penilaian risiko kontrol yang dikenal sebagai ICRA
(Infection Control Risk Assessment).

A. Kualitas Udara
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1335/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Standar Operasional Pengambilan Dan
Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit, kualitas udara ruang
rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap pasien, tenaga yang bekerja dirumah sakit
maupun pengunjung rumah sakit.

Terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi mengenai kualitas udara di rumah sakit
berupa :
 Tidak berbau

7
 Kadar debu berukuran kurang dari 10 mikron dan tidak mengandung bau
asbes
 Memenuhi indeks angka kuman menurut fungsi ruang dan unit
 Memenuhi indeks kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara ruang rumah
sakit

B. Pengendalian Infeksi
Pembongkaran, konstruksi, renovasi gedung di area mana saja di rumah sakit
dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan terhadap debu dan kotoran
konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran, dan bahaya lain dapat merupakan
bahaya potensial terhadap fungsi paru paru serta keamanan staf dan
pengunjung. Rumah sakit meggunakan kriteria risiko untuk menangani dampak
renovasi dan pembangunan gedung baru, terhadap persyaratan mutu udara,
pencegahan dan pengendalian infeksi, standar peralatan, syarat kebisingan,
getaran, dan prosedur darurat.

Untuk mengendalikan infeksi dapat dilakukan Infection Control Risk Assessment


(ICRA) yaitu proses identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko infeksi, dan
dilanjutkan dengan pengelolaan risiko.

C. Utilitas
Utilitas bangunan adalah suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang digunakan
menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan
mobilitas dalam bangunan. Perancangan bangunan selalu memperhatikan
fasilitas utilitas yang dikoordinasikan dengan perancangan lainnya, yaitu
perancangan struktur dan perancangan arsitek. Jika perancangan struktur lebih
mengedepankan kekuatan bangunan dan perancangan arsitek menekankan
keindahan bangunan, maka utilitas lebih mengedepankan fungsi. Sekuat apapun
bangunan, seindah apapun bangunan, jika tidak memiliki sistem utilitas yang
handal maka bangunan tersebut tidak ada fungsinya.

D. Kebisingan
Kebisingan di Rumah Sakit adalah masalah penting yang umumnya semakin
buruk, bahkan dalam kontruksi bangunan. Tingkat kebisingan yang tinggi di
rumah sakit dapat berkonstribusi terhadap stres dan kelelahan dalam staf rumah
sakit, mengurangi kecepatan penyembuhan pasien. Kebisingan juga merupakan
penyebab utama dari kekurangan dan gangguan tidur antara pasien
meningkatkan kecemasan dan penurunan kepercayaan pasien. Pasien terpapar
kebisingan juga dapat mengubah pengalaman, mengubah memori,

8
meningkatkan emosi, toleransi kurang terhadap nyeri dan perasaan terisolasi
(Lisnawaty Sihombing, 2011).

E. Getaran
Adanya kegiatan demolish bangunan menimbulkan getaran yang dapat
berpengaruh pada ketidaknyamanan pasien. Kenyamanan terhadap getaran
adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan
bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya (dr.
Galih Endradita, 2016).

F. Bahan Berbahaya
Bahan berbahaya yang mungkin diakibatkan dari konstruksi berupa :
 B354-1 Campuran atau fraksi terpisah dari beton, brick, dan keramik yang
mengandung B3
 B354-2 Gelas, plastik dan kayu yang terkontaminasi B3
 B354-3 Limbah logam yang terkontaminasi B3
 B354-4 Material insulasi yang mengandung asbestos
 B352-5 Material konstruksi yang mengandung asbestos

G. Layanan Darurat, Seperti Respon Terhadap Kode


Daftar kode darurat yang dapat digunakan saat konstruksi dilakukan berupa :

H. Bahaya Lain Yang Mempengaruhi Perawatan, Pengobatan, Dan Layanan


Manajemen risiko untuk mengatasi bahaya yang selain meliputi asesmen risiko
pra konstruksi (PCRA), seperti :
1. Instalasi jaringan listrik
2. Instalasi jaringan telepon
3. Instalasi jaringan internet
4. Kerusakan jalur air bersih
5. Limbah material

9
III. TATA LAKSANA

Langkah awal dari seluruh kegiatan adalah mengidentifikasi elemen


penilaian yang digunakan untuk menilai proses pre construction. Pada akhir
proses penilaian risiko akan menghasilkan rekomendasi mitigasi risiko (RMR).
RMR ini akan ditinjau oleh individu atau pihak yang menyelesaikan pekerjaan dan
akan menjadi bagian dari dokumentasi proyek
Tahap pakontruksi pada tahap prrakontruksi kegiatan yang diperlukan
menimbulkan dampak sebagai berikut : survey lapangan, pengadaan lahan,
mobbilisasi tenaga kerja untuk kontruksi, mobilisasi alat, pengadaan material dan
pematangan lahan.
Tata laksana kontruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana
maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah
kontruksi juga dikenal sebuah bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah
area atau pada beberapa area secara ringkas kontruksi di definisikan sebagai
objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misalnya,
kontruksi bangunan adalah bentuk bangunan secara keseluruhan dari struktur
bangunan.
Tata laksana domisili/ Renovasi dalam pelaksanaan demilisi/ renovasi,
bangunan atau fasilitas harus dalam keadaan kosong atau tidak digunakan untuk
melaksanakan pelayanan. Namun dalam kondisi pelayaan di fasilitas atau
disekitarnya tetap harus melaksanakan pelayanan, maka harus dilaksanakan
kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dappat dikurangi
atau bahkan ditiadakan.

1. Assesmen Risiko Prakontruksi (PCRA)


1) PCRA merupakan pengkajian kontruksi secara keseluruhan salah satunya
adalah nilai kualitatif dan kuantitatif risiko cedera atau infeksi terkait
aktifitas di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenai ancaman bahaya
aktivitas tersebut
2) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang
mengandung flamen-flamen jamur, seperti aspergillus dan juga potensial
pathogen lain.

10
3) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan
mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan risiko terhadap
pengunjung
4) Analisis risiko di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program
untuk pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan
a) Pre Renovasi
 Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik, tim
MFK, IPSRS, Tim Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan, Bagian
kesehatan lingkungan dan vendor
 Tim MFK dan IPSRS melakukan pengkajian risiko dan membuat ijin
renovasi / demolisi
 Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Tim
MFK, IPSRS, Tim Manajemen Risiko dan bagian kesehatan
lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan
pelaksana proyek tentang pencegahan terjadinya penularan
penyakit akibat renovasi
 Selama proses pembangunan pelaksanaan proyek wajib
menggunaan APD
 Setelah pembangunaan selesai Tim MFK dan PPI melakukan
evaluasi kembali melalui cek list renovasi bangunan,
b) Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan, tim pengawas
poyek (unit IPSRS, Tim MFK,PPI, Tim Manajemen risiko dan kesling)
melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai
kesepakatan
c) Aktifitas kontruksi berdasarkan tipe
 Tipe aktifitas berdasarkan tipe :
- Banyaknya debu yang ditimbulkan
- Potensi terhadap aerosol air
- Lama pekerjaan kontruksi
- Jumlah sistem pendingin ruangan dan ventiliasi yang terpadu
 Ada 4 tipe : tipe A,B,C dan D
 Tipe A
- Inspeksi dan aktivitas non Inspeksi.
- Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon untuk inspeksi
visual terbatas pada 1 papan pe square feet
- Pengecetan dll
 Tipe B
- Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat menghasilkan
debu minimal

11
- Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel komputer, akses
untuk ke ruangan, memotong dinding atau langit-langit
dimana migrasi debu dapat dikontrol
 Tipe C
- Aktivitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat
sampai tinggi atau membutuhkan penghancuran atau
pemusnahan komponen kerangka gedung
- Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk dicat
atau pelapisan dinding, mengangkat penutup lantai, papan
plavon, dan papan penghalang, kontruksi dinding baru,
membuat akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas
plavon, aktivitas kabel mayor, pekerjaan yang tidak bias
diselesaikan dalam satu shift.
 Tipe D
- Penghancuran mayor dan proyek bangunan
- Jenis pekerjaan : aktivitas yang membutuhkan kerja shift
yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran besar,
pengangkatan sistem kabel yang lengkap konstruksi baru.
 Berdasarkan kelompok risiko
 Risiko rendah : pada area kantor, non patien area
 Risiko sedang :
- Ruang tunggu rawat inap
- Radiologi
- Pendaftaran / rekam medik
- Dapur
 Risiko tinggi
- Poliklinik
- UGD
- Labolaturium
- farmasi
 Risiko sangat tinggi
- R. HCU
- R. CSSD
- Kamar Bedah
- Ruang Rawat Inap
 Level PCRA, berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan kontruksi
dan kelompok risiko bangunan.
 Level I
- Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat
meminimalisir debu dari aktivitas kontruksi

12
- Mengganti/ menggeser papan langit-langit yang salah
posisi
 Level II
- Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu
bertebarbangan dari tempatnya ke udara
- Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol debu
pada saat memotong
- Tutup pintu yang tidak dipakai dengan selotip
- Memblok dan menutup ventilasi udara
- Letakkan keset di pintu masuk dan keluar dari area
kontruksi
- Lepaskan atau lakukan isolasi sistem HVAC di area kerja.
 Level III
- Jaga tekanan negativ udara dalam area kerja menggunakan
HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara
- Pengiriman atau kereta, tutup rapat dengan selotip, kecuali
sudah ada penutupnya.
 Level IV
- Jaga tekanan negative udara dalam area kerja
menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi
udara.
- Tutup lubang, pipa-pipa, sambungan-sambungan dan
bolongan-bolongan dengan benar
- Setiap petugas yang memasuki area kerja harus memakai
pelindung diri lengkap
- Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai
proyek selesai

2. Kualitas Udara
Untuk mengatasi polusi udara yang diakibatkan kegiatan renovasi yang
berupa pembongkaran tempat, pengamplasan, maka harus dilakukan
penyekatan area pekerjaan dengan menggunaan triplek, terpal, seng atau
bahan-bahan lain yang dapat mencegah debu keluar dari area demolisi/
renovasi atau dengan cara membasahi material yang akan dibongkar
dengan air untuk mencegah debu berterbangan selain untuk
menanggulangi dampak yang berupa polusi udara, hal ini juga dapat
mencegah timbulnya infeksi yang disebabkan oleh debu. Adapun
kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran
debu rata-rata 8 jam atau 24 jam adalah 150CFU/m3 dan tidak
mengandung debu.

13
3. Pengendalian Infeksi
Untuk mengatasi infeksi akibat kegiatan renovasi yang berupa
pembongkaran tembok, kupas plesteran, pengamplasan, maka harus
dilakukan penyekatan area pekerjaan dengan menggunakan triplek,
terpal, seng atau bahan-bahan lain yang dapat mencegah debu keluar
dari area demolisi/renovasi atau dengan cara membasahi material yang
akan dibongkar dengan air untuk mencegah debu bertebrangan,
memberikan cairan antiseftik untuk menghindari terjadinya infeksi.

4. Kebutuhan Utilitas
1) Kebutuhan air besih kebutuhan air bersih dapat dipenuhi dengan
memanfaatkan saluran air rumah sakit yang sudah ada di area
renovasi, yang menggunakan sistem tangki atap dan tangki tekan.
2) Pembuangan air kotor. Pembuangan air kotor/limbah dapat dilakukan
menggunakan saluran air kotor terdekat yang sudah ada di area rumah
sakit
3) Pembuangan sampah, pembuangan sampah bongkaran material harus
dilakukan dengan rapi sehingga tidak mengganggu kegiatan pelayanan
di unti pelayanan sekitarnya dan tidak mengganggu keindahan
lingkungan.
4) Instalasi listrik. Sumber daya listrik dapat diambil dari instalasi terdekat
yang ada di rumah sakit dengan memperhatikan segi keamnan dan
kerapihan. Menggunakan material/ bahan-bahan standar dan
pengaturan kabel tidak berserakan.

5. Kebisingan
Dengan melakukan penyekatan area demolisi/ renovasi dengan bahan
yang dapat mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dari kegiata
tersebut. Bahan yang digunakan adalah partikel hardboard dilapisi
lembaran sterofoam.

6. Getaran
Apabila kegiatan demolisi/ renovasi akan menimbulkan dampak getaran
yang sangat kuat, sehingga mengganggu kenyamanan pengguna
sekitarnya, maka kegiatan pelayanan harus dipindahkan atau dihentikan
sementara selama getaran tersebut timbul.

7. Bahan Berbahaya

14
Perlu dilakukan identifikasi bahan berbahaya dari hasil kontruksi dengan
berpatokan pada daftar limbah B3 dari sumber spesifik khusus berikut
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun) :

15
8. Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan dan layanan
Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang
mengandung flamen-flamen jamur, seperti aspergillus dan juga potensi
pathogen lain. Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis
aktifitas dengan mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan
risiko terhadap pengunjung.

16
BAB IV. DOKUMENTASI

Selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan pencatatan dan pelaporan tentang


kegiatan dan administrasi yang telah dilakukan. Dokumen yang harus dikerjakan
untuk kegiatan assesmenrisiko prakontruksi (PCRA). Dokument yang harus
dilengkapi adalah :

a. Bukti berupa foto-foto pelaksanaan pembangunan di Rumah Sakit yang


sudah melaksanakan pencegahan dari dampak polusi udara, kebisingan,
getaran, infeksi dan kejadian yang bersifat infeksi.
b. Bukti Laporan Assesmen Risiko Prakontruksi (PCRA)

17

Anda mungkin juga menyukai