Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

Kami telah melakukan praktikum tentang lokasi dan sensasi reseptor pengecap pada manusia
yang bertujuan untuk mengetahui lokasi reseptor pengecap pada manusia serta mengetahui
variasi waktu sensasi. Menurut teori ada 4 pengecap dasar yang digunakan untuk mengetahui
lokasi reseptor dan variasi waktu sensasinya, Dimana pada bagian ujung lidah lebih sensitif
terhadap rasa manis, pada bagian tepi depan lidah lebih sensitif terhadap rasa asin, bagian tepi
belakang lidah lebih sensitif terhadap rasa asam dan pada bagian pangkal lidah lebih sensitif
terhadap rasa pahit.
Adapun langkah kerja yang kami lakukan adalah sebagai berikut: Membersihkan rongga mulut
dengan berkumur air tawar. Meletakan bahan bubuk gula, asam jawa, garam dapur dan puyer
pada ujung lidah, tepi depan, tepi belakang dan pangkal lidah tengah. Mencatat rasa dan
membuat diagram. Menentukan daerah yang paling tajam rasanya terhadap masing-masing
bahan. Untuk mencari atau menghitungwaktu sensasi, membersihkan mulut dengan berkumur air
tawar. Menentukan waktu sensasi dengan bantuan stopwatch dengan cara mengeringkan
permukaan lidah dengan kertas filter atau kertas tissue dan mempertahankan lidah diluar mulut.
Meletakkan sedikit gula pada lokasi yang sudah diketahui, sambil menghidupkan stopwatch dan
segera mematikan apabila sudah terasa. Mencatat waktu sensasi kemudian berkumur dengan air
tawar lagi tetapi lidah tidak dikeringkan. Mengerjakan langkah yang sama tetapi kristalnya
diganti dengan asam jawa, garam dapur, dan bubuk puyer (Nukmal, 2012).
Berdasarkan langkah kerja yang dilakukan didapatkan hasil yaitu sensasi pengecap rasa asin
untuk praktikan Olba adalah 2,53 detik, sedangkan Mira 9, 14 detik. Sedangkan unuk rasa asam
Olba adalah 4,64 detik sedangkan Mira 13,17 detik. Untuk sensasi rasa pahit Ayu sekitar 33,67
detik sedangkan Destya 8,6 detik. Untuk sensasi rasa manis Ayu sekitar 17,56 detik sedangkan
Destya sekitar 52 detik.
Berdasarkan data tersebut setiap praktikan memiliki sensari reseptor yang berbeda-beda hal
tersebut terjadi adanya perbedaan genetik setiap orang yang menyebabkan berbedanya jumlah
kuncup kecap di permukaan lidah. Kuncup kecap adalah salah satu sel reseptor yang menerima
impuls berupa senyawa kimia rasa yang akan diteruskan ke system saraf pusat untuk
diterjemahkan (Jalmo, 2007).
Setelah melakukan pengamatan didapat bahwa pada percobaan rasa asin anggota yang dapat
menangkap rasa paling cepat adalah Olba yaitu hanya selama 2,53 detik yang dapat merasakan
rasa pada tepi lidah bagian depannnya. Pada percobaan rasa manis yang paling cepat ialah Ayu
sedangkan yang paling lama ialah Destya yang mereka rasakan pada bagian ujung lidah. Pada
percobaan rasa asam yang paling cepat merasakan ialah Olba yaitu sekitar 4,64 detik sedangkan
yang paling lama ialah Mira yaitu 13,17 detik mereka berdua merasakan rasa asam pada bagian
tepi lidah belakang. Pada percobaan yang terakhir yaitu dengan menggunakan rasa pahit adalah
yang paling lama yaitu Ayu sekitar 33, 67 detik sedangkan yang paling cepat adalah Destya
sekitar 8,6 detik yang mereka berdua rasakan pada area lidah di bagian pangkal lidah tengah.
Reseptor perasa merespon stimulasi rasa dengan berbeda-beda. Rasa manis mendepolarisasi sel
kecap dengan membuka channel Na+. Channel ini tertutup oleh amiloride dan biasa ditemukan
pada ginjal dan sel epitel. Selain itu, juga dengan menaktikan adenylate cyclase. cAMP akan
diprduksi oleh adenylate cyclase untuk menutup channel K+. Susbtansi perasa pahit akan
menstimulasi produksi IP3, yang selajutnya akan meningkatkan level Ca2+ yang akan
melepaskan trasmiter sinapsis dan mengaktifasi saraf gustatory. Substansi perasa
mendepolarisasi sel kecap dengan menaktifkan channel amiloride-sensitive Na+. Substansi rasa
masam akan mendepolarisasi sel kecap secara langsung dengan menaikkan konsentrasi ion H+
yang menutup channel K+ (Jalmo,2007).
Rasa manis dimulai dengan melekatnya molekul gula pada porus perasa. Kemudian hal ini akan
mengaktifkan stimulator yang terdapat pada sitoplasma yang terdapat pada membran. Stimulator
(protein G) akan teraktivasi selanjutnya akan mengaktifkan enzim adenilat siklase. Enzim ini
akan mengaktifkan pembentukan Camp dari ATP. Terjadinya peningkatan camp akan
mengakibatkan terstimulasinya enzim sitoplasma lainnya. Hal ini akan membuat ion K dapat
keluar sehingga mengakibatkan depolarisasi pada puting pengecap. Hal ini akan mengakibatkan
terlepasnya neotransmiter ke sinaps dan selanjutnya akan diteruskan ke otak (Anonim c, 2012).
Rasa asin disebabkan masuknya ion Na. Masuknya ion Na mengakibatkan tertutupnya saluran
keluar ion K. Depolarisasi mengakibatkan neotransmiter keluar, dan impuls bisa diterima oleh
otak. Transtan pahit akan berikatan dengan reseptor pada membran. Pelekatan ini akan
mengakibatkan teraktivasinya protein G lainnya yang kemudian akan mengaktifkan enzim
fosfolipase. Enzim ini akan membuat IP3 yang merupakann senyawa yang larut dalam
sitoplasma yang terdapat dalam RE. Berikatan IP3 dengan reseptor akan membuat terbukanya
ion Ca. Maka ion Ca akan keluar menuju Sitoplasma. Peningkatan ion Ca akan membuat saluran
K terbuka dan terjadi sinaps. Tidak sepeti rasa manis dan pahit, rasa asam terjadi karena
konsentrasi proteon atau ion H. Membran sanyat permeable terhadap proton ini. Masuknya
proton akan membuat depolarisasi akibatnya neotransmiter dilepaskan ke sinaps. (Anonim c,
2012).
Pengecapan adalah sensasi yang dirasakan oleh kuncup kecap, yaitu reseptor yang terutama
terletak pada lidah (terdapat kurang lebih 10.000 kuncup kecapa pada lidah manusia) dan dalam
jumlah yang lebih kecil pada polatum mole dan permukaan laringeal dari epiglottis. Kuncup
kecap terbenam dari epitel berlapis dari papilla sirkumvalata, papilla foliota, papilla fungiformis.
Bahan kimia masuk melalui pori pengecap, yaitu lubang kecil menuju ke sel-sel reseptor.
Penyebaran kuncup kecap berada pada seluruh permukaan lidah sehingga setiap lidah dapat
merasakan rasa pada penjuru lidahnya. Tetapi kuncup kecap menunjukkan adanya penyebaran
berkelompok yaitu untuk reseptor rasa manis berada di ujung lidah, reseptor rasa pahit di
pangkal lidah reseptor reasa asin di tepi lidah depan sedangkan reseptor rasa asam di tepi lidah
belakang (Junqueira, 1995).
Tingkat sensitivitas lidah seseorang juga mempengaruhi kemampuannya mengecap suatu rasa.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi sensitivitas ini. Sensitivitas mungkin disebabkan struktur
dari lidah itu sendiri yang rusak atau tidak bagus akibat dari pola makan seseorang. Hal lain yang
mempengaruhi sensitivitas adalah proses pengantaran rangsang dari organ menuju otak, hal
tersebut biasanya terjadi pada orang uang kondisi tubuhnya lemah (sakit) sehingga daya tanggap
terhadap rangsang sedikit terganggu. Cepat lambatnya seseorang dalam mengecap rasa dapat
dipengaruhi oleh kecepatan penghantaran rangsang yang diberikan jika dalam penyampaian
rangsang tersebut terjadi gangguan maka dapat mempengaruhi waktu sensasi yang dihasilkan.
Selain itu jenis kelamin juga kemungkinan mempengaruhi sensasi reseptor pengecap. (Jalmo,
2007).
Waktu sensasi pengecap antara wanita dan pria memiliki perbedaan, namun perbedaan tersebut
terlalu kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap sensitifitas reseptor perasa. Hal ini juga dikarenakan secara anatomi lidah pria dan
wanita tidak jauh berbeda, sehingga sensitifitas juga tidak berbeda (Jalmo, 2007).
Sensasi rasa dipengaruhi oleh saliva (air liur). Hal ini disebabkan karena saliva akan melarutkan
dan mengkatalis zat yang masuk ke dalam mulut. Kuncup kecap hanya akan dapat terstimulasi
bila zat tersebut telah dikatalis oleh saliva (chemoreseptor), sehingga apabila konsentrasi saliva
terlalu rendah maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengkatalis zat-zat tersebut, dan
semakin lambat pula respon rasa tersebut (Jalmo, 2007)
Faktor lain yang mempengaruhi reseptor perasa adalah suhu dan usia. Suhu kurang dari 20° atau
lebih dari 30° akan mempengaruhi sensitifitas kuncup rasa (taste bud). Suhu yang terlalu panas
akan merusak sel-sel pada kuncup rasa sehingga sensitifitas berkurang, namun keadaan ini
cenderung berlangsung cepat karena sel yang rusak akan cepat diperbaiki dalam beberapa hari.
Suhu yang terlalu dingin akan membius kuncup lidah sehingga sensifitas berkurang (Jalmo,
2007).
Usia mempengaruhi sensitifitas reseptor perasa. Menurut Sunariani (2007), pada orang yang
berusia lanjut terdapat penurunan sensitifitas dalam menraskan rasa asin. Hal ini disebabkan
pada orang berusia lanjut karena berkurangnya jumlah papilla sirkumvalata seiring dengan
bertambahnya usia dan penurunan fungsi transmisi kuncup rasa pada lidah sehingga mengurangi
sensasi rasa (Jalmo,2007).

IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Lidah merupakan organ panca indera yang terdiri atas otot dengan adanya reseptor
pengecap sebagai taste bud untuk menerima impuls kimia pada makanan yang kemudian akan
diteruskan ke system saraf pusat untuk diterjemahkan.
2. Manusia memiliki 4 macam modalitas cita rasa dasar yang spesifik, yaitu: manis pada
ujung lidah, asin pada tepi depan, asam pada tepi belakang, dan pahit pada pangkal lidah, akibat
dari taste bud yang berbeda-beda.
3. Waktu sensasi reseptor setiap orang adalah berbeda-beda, hal tersebut terjadi akibat
sensitivitas taste bud dalam menerima impuls dari zat kimia serta perbedaan genetis setiap orang.
4. Setiap orang memiliki lokasi reseptor yang berbeda-beda. Secara umum kuncup kecap
ditemukan pada seluruh permukaan lidah tetapi untuk rasa manis didominasi di daerah ujung
lidah, rasa asin di tepi depan lidah, rasa asam di tepi belakang lidah dan untuk rasa pahit di
bagian pangkal tengah lidah.
5. Tingkat sensitivitas lidah seseorang mempengaruhi kemampuannya mengecap suatu rasa.
Sensitivitas disebabkan struktur dari lidah itu sendiri yang rusak atau tidak bagus akibat dari pola
makan seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2012. Lokasi dan sensasi Reseptor pengecap. http://kholishin-
kloning. blogspot.com/. Diakses tanggal 15 Desember 2012.
Anonim b.2012. Reseptor Pengecap. http://wikipedia.org. Diakses tanggal 15
Desember 2012.
Anonim c. 2012. Lokasi dan sensasi Reseptor pengecap. http://cocoexperiment
.blogspot.com. Diakses tanggal 15 Desember 2012.
Campbell, N.A.,J.B. Reece, & Mitchell. 200. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Frandson, Boron WF & Boulpeap EL. 1992. Medical physiology. Jakarta:
Penerbit EGC.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati S. Ed. ke-9.
Jakarta: Penerbit EGC.
Jalmo, Tri. 2007. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Bandar Lampung: Unila
Junqueira, L. Carlos, Jose Carneiro &Robert Kelley. 1995. Histologi Dasar.
Jakarta: Penerbit EGC.
Nukmal, Nismah. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Bandar Lampung:
Unila.
Pearce, E.C, 2000, Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT. Gramedia.
Savitri, Diah Ernawati. 1997. Kelainan Jaringan Mulut. Jakarta: Majalah
Kedokteran Gigi.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia. Ed. ke-2. Jakarta: Penerbit EGC.
Widiastuti, Sri. 2002. Indera Pengecap. http://sriwidii.blogspot.com. Diakses
tanggal 15 Desember 2012

Pembahasan
Bintik buta adalah bagian mata yang tidak dapat merangsang cahaya karena idak memiliki
fotoreseptor. Dalam percobaan ini semua naracoba teridentifikasi memiliki daerah bintik buta
pada mata yang ditandai dengan hilangnya gambar titik (.) ketika alat perga digerakkan
mendekati mata. Hal ini terkait pula dengan kemampuan akomodasi mata untuk memfokuskan
pandangan pada satu titik.
Bila dilihat pada tabulasi data, naracoba Pandu tidak mampu teridentifikasi bintik butanya pada
mata kanan, artinya ambar titik tetap terlihat pada jarak terdekat dengan mata. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena kurang fokus ketika melakukan pengujian dan akomodasi
matanya tidak digunakan secara baik atau sesuai dengan perintah (langkah kerja). Selain
itu,kesalahan pada penguji yang menggerakkan alat penguji dapat pula menjadi penyebabnya.
Bintik buta pada mata kanan dan mata kiri tidak terlalu berarti yaitu ± 2,56 cm dan ± 1,5 cm. ini
bermakna bahwa bintik buta kemungkinan besar tidak dipengaruhi oleh penggunaan alat bantu
penglihatan. Percobaan ini hanya dimaksudkan untuk mengetahui ada-tidaknya bintik buta mata
seseorang, tetapi apabila jarak yang ditunjukkan oleh hasil pengukuran menunjukkan perbedaan
yang signifikan antara mata kanan dan mata kiri, kemungkina naracoba mengalami gangguan
miopi atau hipermetropi. Meskipun dalam kelompok ini ada yang menggunakan kacamata,
namun jika dilihat pada tabulasi data, perbedaan antara yang berkacamata dengan naracoba yang
tidak berkacamata tidak signifikan.
Pada titik dekat atau pandang dekat naracoba yang notabene berusai ± 20 tahun memiliki jarak
titik deekat 10,4 cm (Nangsari, 1988). Pada hasil percobaan, mata dengan kacamata : mata kanan
± 11,6 cm dan mata kiri ± 9,4 cm dan tanpa kacamata: mata kanan ± 8,95 cm dan mata kiri ±
8,66 cm. Jika dibandingkan dengan teori jarak titik dekat hasil pengukuran menunjukkan hasil
pengukuran yang lebih panjang dan lebih pendek, namun masih dapat dikatakan normal. Jika
dilihat pada tabulasi data, data setiap naracoba perbedaan jarak antara tiap naracoba, perbedaan
ekstrim ditunjukkan pada hsil pengukuran pada naracoba Pandu yaitu 4 cm untuk mata kiri dan 6
cm untuk mata kanan. Selain Pandu, mata kanan naracoba Suci ketika menggunakan kacamata
jarak pandangnya (titik dekat) menjadi 15,5 cm.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena daya akomodasi mata terkait mengalami penurunan
kemampuan berakomodasi sehingga bayangan yang terbentuk bisa jatuh di depann retina atau
dibelakang retina ketika benda terlalu jauh atau benda terlalu dekat. Pandu kemungkinan
mengalami mata miopi dan begitu juga Rizky pada mata kanan. Sedangkan Suci kemungkinan
mengalami hipermetropi pada mata kanan ketika menggunakan kacamata, tetapi cenderung
normal pada saaat tidak menggunakan kacamata.
Kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran antaralain, cara menggerakkan
alat pengujian oleh penguji terlalu cepat/terlalu lambat/ kurang tepat., serta kurang fokus dan
kurang konsentrasi dari penguji dan naracoba ketika melakukan pengujian.
‘’’’’
Reseptor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penerima rangsangan. Bagian yang
berfungsi sebagai penerima rangsangan tersebut adalah indra. Konduktor adalah bagian tubuh
yang berfungsi sebagai penghantar rangsangan. Bagian tersebut adalah sel-sel saraf (neuron)
yang membentuk system saraf. Sel-sel saraf ini ada yang berfungsi membawa rangsangan ke
pusat saraf ada juga yang membawa pesan dari pusat saraf. Efektor adalah bagian tubuh yang
menanggapi rangsangan, yaitu otot dan kelenjar (baik kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin).
Ketiga hal ini mempengaruhi sangat besar pada system kerja dan kordinasi mata. Bintik
buta yaitu merupakan suatu bagian dari mata yang berfungsi sebagai daerah tempat saraf optik
meninggalkan bagian dalam bola mata dan tidak mengandung sel konus dan batang.
Saat kita tidak dapat melihat suatu obyek pada jarak tertentu, maka itulah jarak titik buta. Setiap
individu mempunyai jarak bintik buta yang berbeda dengan individu lainnya saat melihat obyek.
Sebagaimana kita ketahui bersama semua impuls saraf yang dibangkitkan oleh batang dan
kerucut. Sel batang dan kerucut merupakan bagian retina yang mampu menerima rangsang sinar
tak berwarna (sel batang) dan mampu menerima rangsang sinar kuat dan berwarna (sel kerucut).
Sel batang dan kerucut ini berjalan kembali ke otak melalui neuron dalam saraf optik, oleh
karena itu obyek dapat ditebak bentuknya. Tidak terlihatnya obyek dengan jarak tertentu
disebabkan karena pada bagian retina terdapat suatu titik tempat kira-kira satu juta neuron
bertemu pada saraf optik, tidak terdapat sel batang dan kerucut. Titik inilah yang disebut titik
buta, dimana seseorang tidak dapat melihat obyek pada jarak tertentu.
Terdapat perbedaan jarak hilangnya tanda lingkaran pada waktu pengamatan. Secara
keseluruhan, rata-rata hasil menunjukkan perbedaan jaraknya hanya sedikit.
Bayangan suatu benda tidak nampak pada jarak tertentu, karena pembiasan cahaya dari suatu
benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina. Bayangan akan nampak jika pembiasan
cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina. Kejelasan mata dalam
melihat benda antara orang yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Apabila rata-rata frekuensi
kecil maka kejelasan mata dalam melihat benda masih baik dan apabila rata-rata frekuensi besar
maka kejelasan mata dalam melihat benda kurang baik.
Jarak bintik buta pada mata kanan kiri manusia rata-rata adalah sama. Bayangan benda tidak
terlihat pada jarak tertentu, karena pembiasan cahaya dari benda tersebut jatuh di bagian bintik
buta pada retina karena cahaya yang jatuh pada bagian ini tidak mengenai sel-sel batang dan
kerucut sehingga tidak ada impuls yang diteruskan ke saraf optik yang akhirnya menyebabkan
tidak terjadinya kesan melihat. Sebaliknya, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh
di bagian bintik kuning pada retina, maka bayangan benda akan terlihat.
Pada percobaan yang telah dilakukan, posisi bintik buta mata kanan dan kiri berbeda. Pada jarak
tertentu, benda terlihat dan pada jarak tertentu benda tidak terlihat. Ketika benda tidak terlihat
pada jarak tertentu, hal ini disebabkan oleh pembiasan cahaya dari benda tersebut jatuh dibagian
bintik buta pada retina yang cahayanya jatuh pada bagian yang tidak mengenai sel-sel batang dan
kerucut sehingga tidak ada impuls yang diteruskan ke saraf optik. Sebaliknya, jika pembiasan
cahaya dari suatu benda jatuh di bagian bintik kuning pada retina, maka benda dapat terlihat.
Bintik buta ini dapat dipengaruhi karena seseorang mengkonsumsi rokok. Seperti yang kita
ketahui kalau rokok bila dikonsumsi banyak menyebabkan penyakit berbahaya. Salah satunya
ialah bertambahnya jarak bintik buta yang kita punya
G. KESIMPULAN :
Jarak bintik buta pada mata kanan kiri manusia rata-rata adalah sama. Pada percobaan yang telah
dilakukan, posisi bintik buta mata kanan dan kiri berbeda. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu
besar jaraknya. Jadi ada suatu titik dimana mata kita tidak dapat memfokuskan atau melihat
benda dengan jelas sehingga benda tersebut menjadi tidak terlihat.

Anda mungkin juga menyukai