Anda di halaman 1dari 4

Bottom Up Ekonomi Dengan Basis Teknologi Digital Membangkitkan Ekonomi Desa.

Salman Alfarisi

Salmanal3008@gmail.com

Desa merupakan tempat tinggal sebagian besar masyarakat Indonesia, oleh karna itu
dapat dikatakan bahwa penduduk di pedesaan merupakan modal dasar bagi pembangunan
nasional. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pembangunan negara desa adalah sosok yang perlu
dipertimbangkan dalam suatu peradaban mengingat ada 83.931 desa yang tercatat dalam Badan
Pusat Statistik Indonesia, dengan jumlah yang tidak sedikit ini kita bisa melihat sendiri potensi
besar bagi permbangunan bangsa ini, jika kita berhasil memanfaatkan hal ini maka sektor
ekonomi tidak lagi menjadi masalah bagi NKRI.

Perekonomian penduduk desa relatif ditopang dengan kegiatan bertani,berkebun dan


nelayan, tidak sedikit juga warga desa merantau ke kota untuk memperoleh kedaulatan
ekonominya sendiri dengan bekerja di perkotaan. Bank dunia mencatat bahwa pada tahun 2016
52% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan dan diprediksi pada tahun 2025 akan ada 68%
penduduk indonesia yang tinggal di kota , padahal melalui desa mereka bisa memperoleh
kedaulatan ekonominya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di desanya dengan satu
desa satu produk dan mengintegrasikannya dengan teknologi digital.

Teknologi digital dalam bidang ekonomi telah merubah peta perekonomian yang ada
dalam setiap bidang usaha, dimana dahulu sebelum adanya teknologi digital masyarakat belum
bisa melakukan kegiatan ekonomi semudah saat sekarang yang mana cukup dengan satu
genggaman kita bisa terkoneksi kemana saja. Tidak sedikit juga desa yang telah menggunakan
teknologi digital sebagai penopang perekonomian di desanya, hal ini merupakan kemajuan bagi
Indonesia dan harapan baru untuk bisa menjadikan Indonesia negara yang kuat dalam
perekonomian dengan prinsip bottom up yang dimulai dari perekonomian ditingkat desa.

UU desa yaitu UU no 6 tahun 2014 memberikan berbagai keleluasaan yang amat luar
biasa pada desa salah satunya adalah dana desa yang akan sangat membantu pembangunan desa
yang mana salah satu prioritas penggunaan dana desa adalah menemukan produk unggulan dari
wilayah perdesaan tersebut. Setelah ditemukannya produk unggulan tersebut disinilah peran
gerakan ekonomi dalam memajukan desa tersebut. Hadirnya teknologi digital akan menyokong
kemajuan perekonomian dengan cara memberikan pasar yang lebih luas kepada produk desa
tersebut untuk memperoleh keuntungan. Jika dulu produk yang akan dipasarkan harus
menempuh jarak tempuh yang panjang untuk bisa dipasarkan, sekarang cukup dengan
bermodalakan sebuah gawai dan produk akan berkelana ke berbagai penjuru dunia.

Namun kesalahan dari desa desa yang ada di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan
dalam pemanfaatan teknologi digital untuk menyokong perekonomian desa. Hal ini merupakan
suatu kesalahan yang tetap dipertahankan oleh desa dan cenderung tidak peduli dengan
kekeliruan ini. Jika dahulu kita menyalahkan tidak adanya dana untuk membantu pengembangan
desa, setelah adanya UU desa maka pertanyaan selanjutnya adalah untuk apa dana itu bagi desa?,
pertanyaan itu muncul karna masih kurangnya pengetahuan dan inovasi desa untuk
mengalokasikan dana desa tersebut kemana dan untuk apa.

Selain minim inovasi dari desa, partisipasi dari warga desa juga cenderung kurang
partisipatif dalam pengembangan ekonomi dalam sektor yang lebih terbaru seperti
memanfaatkan teknologi digital untuk memperoleh keuntungan dan kesempatan. Selain itu, tidak
adanya produk unggulan dari desa membuat desa tidak maju dan tidak memiliki power untuk
mengembangkan perekonomian di desa. Padahal jika seandainya desa mengembangkan
ekonominya dengan baik maka akan berdampak pada masyarakat desa tersebut dan secara tidak
langsung akan berdampak baik pada perekonomian Indonesia.

Dibutuhkan pergerakan cepat dari desa untuk menjawab tantangan dan permasalahan ini
agar desa tidak hanya menjadi tempat berpulang bagi para pemuda yang merantau ke perkotaan,
tapi membangun perekonomian dari desa dengan prinsup bottom up ekonomi berbasis teknologi
digital. Prinsip bottom up atau ekonomi dari bawah ini adalah prinsip yang diterapkan untuk
mensejahterakan masyarakat sesuai dengan keahlian dan kesempatan yang dimiliki oleh desa
tersebut dimana dana desa akan bermanfaat dalam pencarian produk unggulan di desa tersebut
untuk dijual dan di distribusikan di berbagai daerah, prinsip ini seperti kegiatan ekonomi yang
bergerak dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat disetiap desa yang ada sembari memanfaatkan
para investor dalam melakukan pengembangan inovasi dan karya.

Dalam penerapannya dibutuhkan kerjasama kongkrit semua unsur yang ada di desa mulai
dari masyarakat itu sendiri, lembaga lembaga swadaya atau sejenisnya hingga kepala desa dan
investor dalam proses pengembangan ekonomi berbasis teknologi digital ini. Kita ketahui
masyarakat desa butuh penyesuaian dalam menggunakan teknologi mengingat tidak semua desa
sudah terjamah akan infrastruktur yang baik dalam hal Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Maka dari itu hal yang harus dipastikan pertama kali adalah pemerataan dibidang TIK,
ketika kemudahan akses teknologi,informasi dan komunikasi didapatkan maka akan sangat
membantu setiap kegiatan di pedesaan tidak terkecuali kegiatan ekonomi perdesaan tersebut.

Setelah desa terjamah teknologi dengan baik barulah bisa dimulai gerakan ekonomi satu
desa satu produk berbasis digital dengan mekanisme :

1. Memastikan potensi apa yang ada di desa tersebut yang dapat dimanfaatkan dan menjadi
kekuatan desa.
Setiap desa memiliki sumber daya yang berbeda dan memiliki ciri khas masing masing,
disinilah di perlukan daya analisis para perangkat desa terkait potensi yang ada didesa tersebut.
Kita ketahui bahwa sumber kegiatan ekonomi yang ada di desa mendomiasi pada pertanian,
perikanan,perkebunan dan peternakan. Hal ini lah yang harus dicermati oleh perangkat desa agar
terwujudnya transformasi desa dalam bidang ekonomi.
2. Memberi inovasi pada setiap potensi desa yang dimiliki.
Jika dahulu kita panen buah langsung dijual kepasar maka sekarang kita mengenal
inovasi dalam setiap produk agar produk tersebut memiliki nilai jual yang lebih dipasaran dan
memiliki daya tarik bagi calon pembelinya. Inovasi dalam pembuatan produk tentu
membutuhkan pelatihan, dalam hal ini perangkat desa bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pelatihan dan peningkatan sumber daya manusia yang ada di desa sesuai dengan amanat dari UU
desa.
3. Mengintegrasikan dengan teknologi digital.
Tekonologi digital sudah memberikan kemudahan dan keleluasaan dalam menyentuh
pasar yang luas, bisa dengan menggunakan media sosial atau berbasiskan aplikasi startup atau
bisa memanfaatkan keduanya agar mencapai hasil yang lebih maksimal. Sama halnya dengan
pencarian inovasi, dibutuhkan juga pelatihan agar para pemuda atau masyarakat desa dapat
memaksimalkan kesempatan di teknologi digital ini dengan baik.
4. Membentuk organisasi atau kelompok pengelola.
Seperti kita ketahui bahwa yang akan kita lakukan adalah konsep satu desa satu produk,
hal ini tentu membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik agar tujuan awal dapat tercapai
dan kegiatan dapat terorganisir dimulai dari perencanaan hingga pengembangan.
5. Menarik para investor untuk berinvestasi.
Disinilah mekanisme yang dimaksud bottom up ekonomi berbasis digital, dimana para
investor memberikan investasi kepada para pelaku ekonomi yang bergerak dari bawah
masyarakat guna membantu perekonomian dan usaha masyarakat berkembang dengan pesat
karna jika tidak ada dana investasi maka desa akan mengalami kesulitan juga dalam
pengembangan produk. Ketika desa berhasil memanfaatkan investasi untuk para investor maka
ini merupakan angin segar kedua bagi para pelaku ekonomi di desa unutk mencapai kejayaannya,
mengingat dana desa sudah sangat membantu untuk proses building atau pendirian, maka
investor akan membantu proses developing atau pengembangan usaha. Investasi dilakukan oleh
investor tentu setelah ide usaha sudah memiliki potensi bisnis yang baik di pasaran dan akan
membantu investor meraup keuntungan.
Semua mekanisme mulai dari pencarian inovasi hingga menggaet investor dilakukan
dengan basis digital. Tetap pada prinsip bottom up yang mana secara prinsipnya adalah
memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kesejahteraan. Ketika desa desa berhasil
berkembang dengan baik dan desa desa di Indonesia maju, maka bonus demografi dan kejayaan
pada 2045 bukan lagi menjadi hal menakutkan bagi kita karna prinsip pembangunan yang
digunakan adalah membangun fondasi dari bawah, ketika fondasi kokoh maka goncangan dan
tantangan seperti apapun tidak akan merobohkan suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi.
Sesuai dengan amanat UU desa kita ketahui mulai dari pemerintah pusat hingga
masyarakat desa memiliki tanggung jawab dalam proses pengawasan pmbangunan desa, ketika
semua unsur mengambil peran dengan baik maka transformasi desa tidak hanya akan menjadi
wacana saja namun juga kan menjadi realita dan saksi kebangkitan perekonomian indonesia.
Setiap gagasan membutuhkan kekuatan kerja sama dari berbagai pihak. Tidak bisa kepala desa
bergerak sendiri, dibutuhkan kekuatan gotong royong agar tujuan dapat merongrong kemajuan
dari desa.
Semakin banyak desa yang berhasil menciptakan inovasi semakin besar lapangan
pekerjaan dibuka maka akan menurunkan angka kemiskinan di Indonesia maka akan
menningkatkan perekonomian di Indonesia. Dengan 83.931 desa yang akan menghasilkan
inovasi untuk kegiatan ekonomi dan akan dibantu dengan teknologi digital untuk pemasaran dan
pengembangan maka akan mewujudkan kesejahteraan di desa. Kalau kita bisa memberikan
investasi dan nilai jual pada desa desa kita kenapa harus berfokus pada investasi pada perusahaan
asing, menjadi hebat dengan membangun negeri jauh lebih terhormat ketimbang membangun
perusahaan asing yang dampak hanya untuk diri sendiri. Berjaya desa, makmur Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai