Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS KASUS TINDAK PIDANA PENYIRAMAN AIR

KERAS YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLISI


KEPADA PENYIDIK KPK

USULAN PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh:
Nama : Aditya Firdaus
NPM : 430200173321

SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG TASIKMALAYA


2019/2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………....i


DAFTAR TABEL…………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1. Manfaat Teoritis ......................................................................... 6
2. Sumbangan Praktis ..................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
A. Pengertian Tinjauan Yuridis............................................................... 7
B. Pengertian Tindak Pidana................................................................... 7
1. Istilah Tindak Pidana .................................................................. 7
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana........................................................ 9
C. Tindak Pidana Penganiayaan.............................................................. 10
1. Pengertian Penganiayaan............................................................. 10
2. Unsur-Unsur Penganiayaan......................................................... 12
3. Jenis-Jenis Tindak Penganiayaan................................................ 13
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 18
A. Jenis Pendekatan Penelitian .............................................................. 18
B. Sumber dan Jenis Data ...................................................................... 19
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data.................................... 20
D. Analisis Data ...................................................................................... 21
E. Sistematika Pembahasan .................................................................... 21
F. Jadwal Penelitian................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
IDENTITAS PENELITI

i
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam keadaan dan
situasi yang tertentu oleh undang-undang dinyatakan terlarang, yang
karenanya telah terjadi dapat mengakibatkan penghukuman badan dan atau
moral bahkan perampasan sebagian kekayaan bagi pelakunya.
Hukum Pidana di Indonesia menjadi salah satu pedoman yang sangat
penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat dalam rangka menentukan perbuatan
yang terlarang dan memiliki sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya.
Ketentuan umum, kejahatan hingga dengan pelanggaran menjadi tiga bagian
penting yang termuat dalam KUHP. Kejahatan merupakan perbuatan yang
menyalahi etika dan moral sehingga dari suatu kejahatan yang dilakukan
seseorang maka tentu perbuatan tersebut memiliki dampak yang sangat
merugikan orang lain selaku subjek hukum. Terdapat berbagai tindak
kejahatan yang dipandang sebagai suatu perbuatan pidana. Meskipun
sebagaian besartindak kejahatan yang telah termuat dan di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang secara tegas memiliki
ancaman sanksi pidana, kejahatan menjadi suatu bentuk sikap manusia yang
harus kita kawal bersama dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang
tertib dan aman. Salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi di sekitar
kita yakni kejahatan dalam bentuk kekerasan seperti penganiyaan. Maraknya
tindakan penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber menjadi pertanda
bahwa hal tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang
terkontrol baik itu yang dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan
pengaruh lingkungan pergaulan yang kurang baik. Perselisihan baik secara
personal ataupun kelompok dapat menjadi suatu faktor yang dapat
mengundang terjadinya tindak kekerasan yang berujung pada penganiayaan.
Selain itu, KUHP telah mengklasifikasikan beberapa pasal yang berkaitan

1
dengan penganiayaan dan juga jenis ataupun bentuk penganiayaan yang tentu
memiliki konsekuensi pemidanaan yang berbeda pula. Dalam KUHP, delik
penganiayaan merupakan suatu bentuk perbuatan yang dapat merugikan
orang lain terhadap fisik bahkan dapat berimbas pada hilangnya nyawa orang
lain. Tidak hanya itu, terdapatnya aturan pidana dari penganiyaan yang dapat
menyebabkan luka berat ataupun menyebabkan hilangnya nyawa orang lain
jelas harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan
korbannya selaku subjek hukum yang patut untuk mendapatkan keadilan.
Ketentuan pidana terhadap tindak pidana atau delikpenganiayaan sendiri telah
termuat dalam KUHP yakni pada Pasal 351 s/d Pasal 358. ( Nurindah Eka
Fitriani,2017)
Air keras merupakan larutan asam kuat yang jika mengenai kulit akan
menimbulkan nyeri yang bisa jadi akan membuat kulit mengalami luka bakar.
Cairan ini berbahan dari hidrogen dan klorida (HCL) atau asam klorida yang
biasa digunakan perindustrian zat–zat warna. Seperti contoh asam sulfat yang
digunakan untuk aki, asam klorida untuk membersihkan permukaan logam
sebelum disoldir, asam nitrat untuk menguji logam mulia, dan asam fosfat
untuk membuat garam fosfat. Dari kandungan ini yang membuat air keras
menjadi sangat berbahaya jika terkena kulit manusia. Zat kimia ini
sebenarnya diperuntukkan bagi kebutuhan industri.
Keasaman satuan pH (potential of Hydrogen) merupakan alat ukur untuk
mengetahui derajat keasaman. pH diukur pada skala dari 0 sampai 14. Air
murni netral, pada suhu 25 derajat Celcius, memiliki pH 7,0. Larutan dengan
pH kurang dari 7,0 menunjukkan sifat asam, dan larutan dengan pH lebih dari
7,0 dikatakan bersifat basa atau alkali. Air keras ini memiliki kandungan
kadar asam yang tinggi sehingga mempunyai sifat merusak. Setidaknya ada
empat jenis asam yang ada dalam kandungannya, seperti HCL (asam klorida),
HNO3 (asam nitrat), H3PO4 (asam fosfat), dan H2SO4 (asam sulfat).
Konsentrasi asam HCL biasanya sekitar 38 persen, HNO3 (68 persen),
H3PO4 (70 persen), dan H2SO4 (96 persen). Biasanya asam klorida
digunakan dalam produksi industri pewarna dan umum juga digunakan untuk

2
membersihkan permukaan logam sebelum disolder, serta menghilangkan
karat dan kerak besi baja. Pada dasarnya, asam jenis ini terkandung dalam
tubuh manusia namun kadarnya yang rendah. Cairan ini diproduksi dinding
lambung untuk memproses pencernaan makanan. Selain itu, dinding lambung
juga ada sel goblet yang berfungsi menghasilkan semacam lapisan lendir
untuk melindungi dari HCL. Sehingga HCL tidak merusak lambung.
Jika mengenai kulit, air keras mampu membuat kulit dehidrasi, inilah yang
menyebabkan kulit terasa panas. Air yang mengalir akan mampu
mendinginkan jaringan di sekitar kulit. Bahkan, jika cairan menyentuh mata
maka hendaknya segera siram dengan air hangat selama 20 menit. Dengan
menghirup uapnya saja, harus buru-buru ke tempat dengan sirkulasi udara
segar. Apalagi, hal itu jika sampai terminum, korban jika masih sadar
dianjurkan untuk minum air putih dua gelas. Namun setelah itu perlu
dilakukan penindakan medis. Sementara itu, jika larutan ini terhirup, bisa
berakibat sangat toksik, bahkan kematian. Iritasi berat bisa terjadi pada
hidung dan tenggorokan. Gejalanya berupa batuk, napas sesak, dan dada
seperti tertekan. Jika korban masih bisa selamat terkadang mereka harus
menanggung trauma fisik maupun psikologis karena cacat. Pasalnya, larutan
tersebut akan membuat jaringan kulit meleleh sehingga putihnya tulang
terlihat. Jika lukanya cukup dalam, terkadang kulit pun bisa hancur.
Asam sulfat atau sulphuric acid adalah asam mineral kuat tak berwarna
dengan sifat korosif yang tinggi. Asam sulfat dapat larut dalam air dalam
berbagai perbandingan. Asam sulfat sangat berbahaya bila terkena jaringan
kulit karena sifatnya yang korosif, dan dengan sifatnya sebagai penarik air
yang kuat (pendehidrasi) akan menimbulkan luka seperti luka bakar pada
jaringan kulit. Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat semakin bertambah
bahayanya. Walaupun asam sulfat tersebut encer, akan tetap mampu
mendehidrasi kertas jika tetesan asam sulfat dibiarkan di kertas dalam waktu
lama. ( Nanda Febrianto, 2019)
Saat ini, berbagai macam tindakan teror telah merambah hingga ke pejabat
publik di Indonesia. Ancaman demi ancaman didapatkan oleh penegak

3
hukum karena membongkar kasus-kasus tertentu ataupun menetapkan para
tersangka lalu mempidanakan orang tersebut, kini menjadi bumerang bagi
penegak hukum ataupun bagi pihak yang mendukung pihak tertentu. Tidak
hanya meneror menggunakan bom rakitan yang dibuat oleh oknum tertentu
yang ditujukan kepada beberapa pihak, tetapi serangan teror melalui aksi
pengeroyokan, penembakan, penusukan, penyiraman air keras bahkan teror
melalui teknologi seperti Short Message Service (SMS), bahkan melalui
media sosialpun kini telah merambah kepada aksi teror. Semua ini dilakukan
oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dan ingin mencelakakan seseorang
yang merugikan dirinya ataupun ada indikasi untuk melemahkan penegakan
hukum yang sedang berlangsung di Indonesia. Di pertengahan semester
pertama tahun 2017, yaitu pada Hari Selasa, 11 April 2017 tepatnya ba’da
shalat shubuh, Novel Baswedan, seorang pejabat publik dibidang penegakan
hukum yang menjabat sebagai salah satu Penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang resmi menjadi penyidik tetap pada tahun 2014, telah
menjadi korban aksi teror yang dilakukan oleh Orang Tak Dikenal (OTK)
dengan cara disiram oleh air keras yang diketahui berjenis Asam Sulfat
(H2SO4). Novel Baswedan, pria kelahiran Semarang pada 22 Juni 1977 ini
merupakan lulusan dari Akademi Kepolisian pada tahun 1998. Setahun
kemudian beliau bertugas di Bengkulu hingga tahun 2005, dimana pada tahun
2004 ia menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu yang berpangkat
Komisaris. Dari situlah, Novel ditarik ke Bareskrim Mabes Polri. Kemudian,
pada Januari 2007 ia ditugaskan sebagai penyidik untuk KPK. Lalu, pada
tahun 2014, Novel resmi diangkat menjadi penyidik tetap oleh KPK. Sepak
terjang Novel Baswedan sebagai seorang Penyidik KPK sudah tidak
diragukan lagi, berbagai aktivitas korupsi maupun suap yang dilakukan oleh
pejabat publik berhasil ia tuntaskan, serta berhasilnya tim KPK melakukan
Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat publik yang menerima
suap.
Beberapa kasus besar yang berhasil diungkap oleh Novel ialah, pada tahun
2009, Novel memimpin penyergapan terhadap Bupati Buol yang saat itu

4
terjerat kasus suap proses perizinan kebun sawit. Selanjutnya, ia juga berhasil
mengungkap kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang yang terjadi pada tahun
2011. Pada kasus itu melibatkan diantaranya Bendahara Umum Partai
Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Pada tahun 2011 juga Novel berhasil
mengungkap kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia
senilai Rp 20,8 miliar yang menyeret eks Deputi Gubernur BI, Miranda S
Goeltom. Selain itu, Novel juga terlibat dalam membongkar kasus suap dalam
tubuh penegakan hukum, yakni kasus suap Ketua MK Akil Mochtar. Serta
kasus mega proyek yang saat ini sedang ditangani oleh Novel Baswedan ialah
kasus korupsi e-KTP yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Terbongkarnya kasus-kasus korupsi mega proyek yang ditangani oleh
Novel Baswedan, diduga menjadi salah satu indikasi terjadinya peneroran
terhadap salah satu penyidik KPK ini. Terutama, ikut andilnya Novel
Baswedan menangani kasus korupsi e-KTP hingga ditunjuk sebagai Kepala
Satuan Tugas kasus e-KTP menjadi indikasi, penyiraman air keras terhadap
Novel ada kaitannya dengan kasus yang sedang ditanganinya saat ini. (Dedek
Ferdian, 2017)
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Analisis Kasus Tindak Pidana Penyiraman Air Keras yang
Dilakukan Oleh Anggota Polisi Kepada Penyidik KPK”.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang yang penulis paparkan, maka pembatasan
objek bahasan dalam proposal ini perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
mengarahkan pembahasan agar terfokus pada permasalahan yang diangkat.
Untuk itu secara umum objek bahasan atau permasalahan tersebut dapat
penulis rumuskan yaitu :
1. Bagaimana Hukuman Pidana yang Berlaku terhadap kasus teror dengan
penyiraman air keras yang dilakukan kepada Novel Baswedan ?
2. Apakah hukuman pidana tersebut sesuai dengan Undang-Undang yang
telah ditetapkan?

5
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penjatuhan pidana yang diberikan terhadap pelaku
teror menggunakan air keras terhadap Novel Baswedan dan kesesuaian
hukuman pidana tersebut dengan Undang-Undang yang berlaku.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dari segi teoritis, dapat memberikan sumbangan teoritis bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, dalam hal ini
perkembangan dan kemajuan Ilmu Hukum Pidana. Diharapkan penulisan
ini dapat dijadikan referensi tambahanbagi para akademisi, penulis, dan
para kalangan yang berminat dalam kajian bidang yang sama.
Karya akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu dalam Kriminologi karena berusaha untuk menjelaskan suatu
penghukuman yang salah yang diberlakukan oleh pemerintah dalam
upaya mengurangi angka kejahatan terhadap lasus teror dengan
penganiayaan.
2. Sumbangan praktis
Dari segi praktis, dapat dijadikan masukan dan sumber informasi
bagi pemerintah dan lembaga yang terkait, terutama bagi para aparat
penegak hukum dalam rangka penerapan supremasi hukum. Juga dapat
dijadikan sumber informasi dan referensi bagi para pengambil kebijakan
guna mengambil langkah strategis dalam pelaksanaan penerapan hukum.
Bagi masyarakat luar, penulisan ini dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan referensi untuk menambah pengetahuan.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemahaman terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya mengenai
kasus teror dengan penganiayaan. Serta memberikan ancaman pada
masyarakat luas bahwa kasus teror dengan penganiayaan harus
dihilangkan dari Indonesia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tinjauan Yuridis


Tinjauan yuridis berasal dari kata “tinjauan” dan “yuridis”. Tinjauan
berasal dari kata tinjau yang artinya mempelajari dengan cermat. Kata
tinjau mendapat akhiranan menjadi tinjauan yang artinya perbuatan
meninjau. Pengertian kata tinjauan dapat diartikan sebagai kegiatan
pengumpulan data, pengolahan, dan analisa secara sistematis. Sedangkan
yuridis diartikan sebagai menurut hukum atau yang ditetapkan oleh
undang-undang. Jadi, tinjauan yuridis dapat diartikan sebagai kegiatan
pemeriksaan yang teliti, pengumpulan data atau penyelidikan yang
dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap sesuatu menurut atau
berdasarkan hukum dan undang-undang.
Tinjauan Yuridis menurut hukum pidana, adalah dapat kita samakan
dengan mengkaji hukum pidana materiil yang artinya kegiatan
pemeriksaan yang teliti terhadap semua ketentuan dan peraturan yang
menunjukkan tentang tindakan-tindakan mana yang dapat dihukum, delik
apa yang terjadi, unsur-unsur tindak pidana terpenuhi, serta siapa
pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana
tersebut dan pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
B. Pengertian Tindak Pidana
1. Istilah tindak pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
yaitu Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa Latin
delictum. Sedangkan perkataan ”feit” itu sendiri di dalam bahasa
Belanda berarti ”sebagian dari kenyataan” atau ” een gedeelte van
werkelijkheid” sedangkan ”strafbaar” berarti ” dapat dihukum”,
sehingga secara harfiah perkataan ”strafbaar feit” itu dapat

7
diterjemhakan sebagai” sebagian dari suatu kenyataan yang dapat
dihukum. (Lamintang, 1997)
Menurut Amir Ilyas, tindak pidana merupakan suatu istilah yang
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai
istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri
tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai
pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam
lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti
yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat
memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat. (Amir Ilyas, 2018).
Terdapat beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa)
mengenai pengertian Strafbaar feit, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Simons, Strafbaar feit yaitu suatu tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.
b. Pompe, Strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran norma (gangguan
terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak
sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan
hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum.
c. Hasewinkel Suringa, Strafbaar feit yaitu suatu perilaku manusia
yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan
hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan
oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang
bersifat memaksa yang terdapat didalam undang-undang.
Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia,
pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut :

8
a. Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar
larangan tersebut.
b. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang
tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.
c. Wirjono Prodjodikoro, Beliau mengemukakan definisi tindak
pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
pidana
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
a. Ada perbuatan (mencocoki rumusan delik)
Artinya perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang
dilarang oleh undang undang. Jika perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku tidak memenuhi rumusan undang-undang atau belum
diatur dalam suatu undang-undang maka perbuatan tersebut
bukanlah perbuatan yang bias dikenai ancaman pidana.
b. Melawan hukum
Menurut Simons, melawan hukum diartikan sebagai
“bertentangan dengan hukum”, bukan saja terkait dengan hak orang
lain (hukum subjektif), melainkan juga mencakup Hukum Perdata
dan Hukum Administrasi Negara. Sifat melawan hukum dapat
dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu: (I Made Widnyana, 2010)
1) Sifat melawan hukum umum
Ini diartikan sebagai syarat umum untuk dapat dipidana
yang tersebut dalam rumusan pengertian perbuatan pidana.
Perbuatan pidana adalah kelakuan yang termasuk dalam
rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.
2) Sifat melawan hukum khusus
Ada kalanya kata “bersifat melawan hukum” tercantum
secara tertulis dalam rumusan delik. Jadi sifat melawan hukum

9
merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidana. Sifat melawan
hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik
dinamakan sifat melawan hukum khusus. Juga dinamakan “sifat
melawan hukum facet”.
3) Sifat melawan hukum formal
Istilah ini berarti semua bagian yang tertulis dari
rumusan delik telah dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk
dapat dipidana).
4) Sifat melawan hukum materiil
Sifat melawan hukum materiil berarti melanggar atau
membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi
oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu.
5) Tidak ada alasan pembenar
Meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
memenuhi unsur dalam undang-undang dan perbuatan tersebut
melawan hukum, namun jika terdapat “alasan pembenar”, maka
perbuatan tersebut bukan merupakan “perbuatan pidana”.
C. Tindak Pidana Penganiayaan
1. Pengertian Penganiayaan
Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang
dinamakan penganiayaan. Namun menurut Jurisprudensi pengadilan
maka yang dinamakan penganiayaan adalah : (R.Suesilo,1995)
1) Sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan)
2) Menyebabkan rasa sakit
3) Menyebabkan luka-luka
Dari uraian di atas beberapa tokoh mendefinisikan penganiayaan
sebagai berikut :
Menurut Poerwodarminto penganiayaan adalah perlakuan
sewenang-wenang dalam rangka menyiksa atau menindas orang lain.
(Poedarminto, 2003)

10
Penganiayaan ini jelas melakukan suatu perbuatan dengan tujuan
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain, unsur dengan sengaja
disini harus meliputi tujuan menimbulkan rasa sakit atau luka pada
orang lain. Dengan kata lain si pelaku menghendaki akibat terjadinya
suatu perbuatan. Kehendak atau tujuan disini harus disimpulkan dari
sifat pada perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang
lain. Dalam hal ini harus ada sentuhan pada badan orang lain yang
dengan sendirinya menimbulkan akibat sakit atau luka pada orang lain.
Misalnya memukul, menendang, menusuk, mengaruk dan sebagainya.
Menurut Sudarsono, dalam bukunya kamus hukum memberikan arti
bahwa penganiayaan adalah perbuatan menyakiti atau menyiksa
terhadap manusia atau dengan sengaja mengurangi atau merusak
kesehatan orang lain. (Sudarsono, 1992)
Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro, menyatakan bahwa :
“Menurut terbentuknya pasal-pasal dari kitab Undang-Undang hokum
pidana Belanda, mula-mula dalam rancangan Undang-Undang dari
Pemerintahan Belanda ini hanya dirumuskan dengan sengaja merusak
kesehatan orang lain karena perumusan ini tidak tepat. Karena meliputi
perbuatan pendidik terhadap anak dan perbuatan dokter terhadap
pasien. Keberatan ini diakui kebenarannya, maka perumusan ini diganti
menjadi penganiayaan, dengan sengaja bahwa ini berarti berbuat
sesuatu dengan tujuan untuk mengakibatkan rasa sakit. (Wirjono
Projodikoro, 2010)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak pidana
penganiayaan adalah semua tindakan melawan hukum dan tindakan
seseorang kepada orang yang membahayakan atau mendatangkan rasa
sakit pada badan atau anggota badan manusia yang mana luka yang
diderita oleh korban sesuai dengan kategori luka pada Pasal 90 (KUHP)
yang berisi :
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

11
2) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
3) Kehilangan salah satu panca indra;
4) Mendapat cacat berat;
5) Menderita sakit lumpuh;
6) Terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih;
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Tindak pidana penganiayaan ini ada kalanya disengaja dan
terkadang karena kesalahan. Tindak pidana penganiayaan sengaja yaitu
perbuatan yang bdisengaja oleh pelakunya dengan sikap permusuhan.
2. Unsur-unsur Penganiayaan
Menurut doktrin, penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Adanya kesengajaan.
Unsur kesengajaan merupakan unsur subjektif (kesalahan).
Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus
diartikan sempit yaitu kesengajaan sebagai maksud (opzet
alsogmerk). Namun demikian patut menjadi catatan, bahwa
sekalipun kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan itu bisa
ditafsirkan kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan tetapi
penafsiran tersebut juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai
kemungkinan terhadap akibat. Artinya kemungkinannya penafsiran
secara luas terhadap unsur kesengajaan itu, yaitu kesengajaan
sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan, bahkan
kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan terhadap
akibatnya. Sementara terhadap perbuatannya sendiri haruslah
merupakan tujuan pelaku. Artinya perbuatan itu haruslah perbuatan
yang benar-benar ditujukan oleh pelakunya sebagai perbuatan yang
dikehendaki atau dimaksudkannya.

12
b. Adanya perbuatan
Unsur perbuatan merupakan unsur objektif. Perbuatan yang
dimaksud adalah aktifitas yang bersifat positif, dimana manusia
menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan aktifitasnya
sehari-hari, sedangkan Sifat abstrak yang dimaksud adalah
perbuatan yang mengandung sifat kekerasan fisik dalam bentuk
memukul, menendang, mencubit, mengiris, membacok, dan
sebagainya. (Tongat, 2003)
c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni:
1) Membuat perasaan tidak enak;
2) Rasa sakit pada tubuh, penderitaan yang tidak menampakkan
perubahan pada tubuh
3) Luka pada tubuh, menampakkan perubahan pada tubuhakibat
terjadinya penganiayaan.
4) Merusak kesehatan orang. (Adami Chazawi, 2010)
3. Jenis-jenis Tindak Penganiayaan
Kejahatan terhadap tubuh (penganiayaan) terbagi atas :
a. Penganiayaan Biasa (Pasal 351 KUHP)
Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan
penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal
351 KUHP yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang bukan
penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. Mengamati
Pasal 351 KUHP maka jenis penganiayaan biasa, yakni :
1) Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat
maupun kematian dan dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.
3) Penganiayaan mengakibatkan kematian dan di hukum dengan
hukuman penjara dan selama-lamanya tujuh tahun.

13
4) Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan Unsur-
unsur penganiayan biasa,yakni :
a) Adanya kesengajaan.
b) Adanya perbuatan.
c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni rasa sakit
tubuh;dan/atau luka pada tubuh
d) Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya.
b. Penganiayaan Ringan ( Pasal 352 KUHP)
Hal ini di atur dalam Pasal 352 KUHP.Menurut pasal
ini,penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan maksimum
hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah apabila
tidak masuk dalam rumusan Pasal 353 dan Pasal 356 KUHP, dan
tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan
atau pekerjaan. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi
orang yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang
yang bekerja padanya atau yang ada di bawah perintahnya.
Penganiayaan tersebut dalam Pasal 52 KUHP, yaitu suatu
penganiayaanyang tidak menjadikan sakit atau menjadikan
terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.
Unsur-unsur dari penganiayaan ringan adalah :
1) Bukan berupa penganiayaan berencana
2) Bukan penganiayaan yang dilakukan :
a) Terhadap ibu atau bapaknya yang sah,istri atau anaknya.
b) Terhadap pegawai negeri yang sedang dan/atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
c) Dengan memasukkan bahan yang berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan untuk dimakan ataudiminum.
3) Tidak menimbulkan :
a) Penyakit;
b) Halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan;atau
c) Pencaharian.

14
c. Penganiayaan Berencana (Pasal 353 KUHP)
Ada tiga macam penganiayaan berencana yaitu :
1) Penganiyaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau
kematian dan dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya empat tahun.
2) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat dan
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun.
3) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian dan dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.
Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan
terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan.Penganiayaan dapat
dikualifikasikan menjadi penganiayaan berencana jika memenuhi
syarat-syarat:
1) Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak
dilakukan dalam suasana batin yang tenang.
2) Sejak timbulnya kehendak/pengambilan putusan untuk berbuat
sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu
yang cukup,sehingga dapat digunakan olehnya untuk
berpikir,antara lain:
a) Risiko apa yang ditanggung.
b) Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bilamana saat
yang tepat untuk melaksanaknnya.
c) Bagaimana cara mengilangkan jejak.
3) Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan
dilakukan dalam suasana hati yang tenang.
d. Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)
Hal ini diatur dalam pasal 345 KUHP :
1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain,diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun.

15
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian,yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Perbuatan berat atau atau dapat disebut juga menjadikan berat
pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh
orang yang menganiaya. Unsur-unsur penganiayaan berat
antara lain :
a) Kesalahannya: kesengajaan.
b) Perbuatan: melukai berat.
c) Objeknya: tubuh orang lain.
d) Akibat: luka berat.
Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka ini
harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya,
Misalnya, menusuk dengan pisau, yakni luka berat.
Istilah luka berat menurut pasal 90 KUHP,berarti sebagai
berikut :
1) Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan
sembuh dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya
maut.
2) Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan
jabatan atau pencaharian.
3) Kehilangan kemampuan memakai salah satu dari
pancaindra.
4) Kekudung-kudungan .
5) Gangguan daya berpikir selama lebih dari empat minggu.
6) Pengguguran kehamilan atau kematian anak yang masih
ada dalam kandungan.
e. Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)
Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan
berat (Pasal 354 ayat 1 KUHP) dan penganiayaan berencana (Pasal
353 ayat 2 KUHP). Kedua bentuk penganiayaan ini terjadi secara
serentak/bersama. Oleh karena itu, harus terpenuhi baik unsur

16
penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.
Kematian dalam penganiayaan berat berencana bukanlah menjadi
tujuan. Dalam hal akibat, kesengajaan ditujukan pada akibat luka
beratnya saja dan tidak ada pada kematian korban. Sebab, jika
kesengajaan terhadap matinya korban, maka disebut pembunuhan
berencana. ( Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi)
f. Penganiayaan Terhadap Orang-Orang Berkualitas Tertentu atau
Dengan Cara Tertentu Memberatkan.
Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355
dapat ditambah dengan sepertiga
1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya
yang sah, istrinya atau anaknya;
2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika
atau karena menjalankan tugasnya yang sah;
3) Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau
diminum. Apabila dicermati, maka Pasal 356 merupakan
ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan.
Berdasarkan Pasal 356 KUHP ini terdapat dua hal yang
memberatkan berbagai penganiayaan yaitu: ( Ismu Gunadi dan
Jonaedi Efendi)
a) Kualitas korban
b) Cara atau modus penganiayaan
Demikian juga terhadap pegawai yang ketika atau karena
melakukan tugas-tugasnya yang sah, mereka membutuhkan
perlindungan hukum yang lebih besar agar dapat menunaikan
tugas-tugas tersebut demi kepentingan umum. ( Nurindah Eka
Fitriani, 2017)

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-kualitatif. Metode ini memiliki
titik berat pada observasi dan suasana alamiah, dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai pengamat. Sedangkan metode kualitatif merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti obyek yang alamiah,
dimana pada metode ini penulis sebagai instrumen kunci. Teknik
pengumpulan data dapat dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian ini akan lebih
menekankan makna dari pada generalisasi. (Prof. Dr. Sugiyono, 2014)
Dalam hal ini, penulis mengkombinasikan teknik triangulasi data
yaitu teknik penumpulan data dokumentasi dengan teknik triangulasi data
teori yang berpedoman kepada literatur sebagai referensi untuk melakukan
penelitian ini. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang
telah dikumpulkan, selanjutnya dideskriptifkan dengan kata-kata ataupun
lisan. Pendekatan deskriptif-kualitatif nantinya akan menghasilkan
pendeskripsian yang sangat mendalam karena ditajamkan dengan analisis
kualitatif. (Prof. Dr. Sugiyono, 2015)
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris.
1. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan
cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan
dengan masalah. Pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan
adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. (Soerjono
Soekanto, 2009)

18
2. Pendekatan yuridis empiris atau penelitian sosiologi hukum, yaitu
pendekatan yang mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa
sikap, penilaian, perilaku, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
dan yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian dilapangan.
Pendekatan Empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis
(perundang-undangan) sebagai data sekunder.(Abdulkadir Muhammad,
2011)
B. Sumber dan Jenis Data
Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara
data yang diperoleh langsung dari lapangan data yang diperoleh dari bahan
pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi
ini, adalah sebagai berikut : ( Soerjono Soekanto, 1986)
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang terhimpun langsung dari
sumbernya dan diolah sendiri oleh lembaga yang bersangkutan.(Ruslan
Rosado, 1995)
Data primer dalam penelitian bersumber dari pemberitaan pada
media online.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data pendukung lainnya yang
diperoleh tidak secara langsung yang digunakan untuk melakukan
sebuah penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa
dokumen, arsip, maupun laporan-laporan tertentu yang didapat oleh
peneliti dari berbagai sumber.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari
peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Bahan hukum primer yaitu data yang diambil dari sumber aslinya
yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang

19
bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat.
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang
memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer dan
diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata
lain dikumpulkan oleh pihak lain, dapat berupa Putusan
Pengadilan. (Peter Mahmud Marzuki, 2005)
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan
bidang hukum,misal kamus hukum, indeks majalah hukum, jurnal
penelitian hukum dan penelitian yang berwujud laporan dan buku-
buku hukum. ( Soerjono Soekanto, 1986)
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini
ditempuh prosedur yaitu Studi Pustaka (Library reseach) yang
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, memahami
dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa
buku-buku, dan peraturan hukum yang berkaitan dengan pokok
bahasan. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan infromasi yang
mendukung analisis dan interpretasi data. (Rachmat Kriyantono, 2009)
Data-data yang dikumpulkan dapat melalui teks di internet pada
pemberitaan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Penulis menentukan berita yang dianalisis dengan menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu menentukan dengan memiliki kriteria
tertentu berdasarkan tujuan riset. (Yuyun Wahyuni, 2011)

20
2. Prosedur Pengolahan Data
Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
a. Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data
dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan
dengan pokok masalah.
b. Klasifikasi data yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok
yang ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis
sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.
c. Sistematika data yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data
ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.
D. Analisis Data
Data yang telah diolah, dianalisis dengan menggunakan cara
deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan pengertian terhadap data
yang menurut kenyataan dan diperoleh di lapangan sehingga benar-benar
menyatakan pokok permasalahan yang ada analisis data yang digunakan
dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek
dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran permasalahan yang
diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa
bab yang mana pada setiap bab ada pembagian sub bab yang masing-
masing sub bab mempunyai penjelasan masing-masing yaitu:
BAB I: Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfat penelitian.
BAB II: adalah tinjauan pustaka. Pada bab ini memaparkan
mengenai pengertian tinjauan yuridis, pengertian tindak pidana, dan
tinjauan pidana penganiayaan.
BAB III: adalah pemaparan mengenai metode penelitian yang akan
dilakukan yange berisi jenis dan pendekatan penelitian, sumber dan jenis

21
data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, analisis data,
sistematika pembahasan, dan jadwal penelitian.
BAB IV: merupakan bab yang menjelaskan mengenai hasil dan
pembahasan mengenai penelitian yang terlah dilakukan.
BAB V: merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
F. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian

N Kegiatan Periode
o Juni Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengumpulan
Outline
2 Penyerahan
Proposal
Penelitian
3 Sidang Proposal
4 Pengumpulan
Data Penelitian
dan Bimbingan
5 Pengumpulan
Hasil Penelitian
6 Sidang Hasil
Penelitian
7 Perbaikan Hasil
Penelitian
8 Pengumpulan
Revisi Hasil
Penelitian

22
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2010, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajawali Pers,
Jakarta.
Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta
dan Pukap Indonesia, Yogyakarta, hlm. 18
Ferdian, Dedel. (2017). Analisis Framingberita Penyiraman Air Keras Terhadap
Novel Baswedan di Media Online Detik.Com. Riau : Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau.
Fitriani, Nurindah Eka. (2017). Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penganiayaan
Terhadap Anak Yang Mengakibatkan Luka Berat. Makassar : Universitas
Hasanuddin.
I Made Widnyana, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Fikahati Aneska,
Jakarta, hlm. 57
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi,2014,Cepat dan Mudah Memahami Hukum .

Mardani. Hukum Aktual. Bogor: Ghalia Indonesia. 2009, hlm. 16-21


Mahmud Mulyadi, “Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan Dalam
Penegakan Hukum Pidana Indonesia” Medan: Repository USU, 2006. Hal. 6.
Marlina, Hukum Penitensier (Bandung: Refika Aditama, 2011). hlm. 27-28.

Muhammad Abdulkadir. Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti, 2004,hlm. 73.
Nawawi Barda Arif, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian
Perbandingan,Citra Aditya Bakti, Bandung. 2011. hlm.306
Nikmah Rosidah. Asas-Asas Hukum Pidana. Magister semarang, 2011 , hlm 10
Nugroho, Tri Fajar, 2016, Penjatuhan Pidana Mati Terhadap Pelaku Pengedar
Narkotika, Lampung: Universitas Lampung.
P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra
Adya Bakti, Bandung, hlm. 181
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group,
2005, hlm. 142
Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2008). hlm.
23.

Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,


(Bandung:Alfabeta, 2014), cet. 21, 9.
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015),
3

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media


Group, 2009), cet. 4, 118.

R.Soema Dipradja. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta, Alumni, hlm 6


R.Soesilo,1995, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal. Politeia, Bogor.

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur


Mahasiswa, hal. 56
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3. Jakarta:UI. Press.
1986, hlm. 125
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum.Jakarta: Rajawali 1983, hlm.124.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Press,1986, hlm. 11.
Soerjono Soekanto.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Jakarta.
Raja Grafindo Persada. 1983. hlm.4-5
Sudarto, 1990, Hukum Pidana, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, hlm. 23.
Waluyadi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung.
2009. hlm.57

Teguh Prasetyo,2012,Hukum Pidana.PT Raja Grafindo Persada,Jakarta

Tongat, 2003, Hukum Pidana Materiil: Tinjauan Atas TIndak Pidana Terhadap
Subjek Hukum dalam KUHP, Djambatan, Jakarta

Yuyun Wahyuni, Dasar-Dasar Statistik Deskriptif, (Yogyakarta:Nuha Medika,


2011), cet 1, 5

Anda mungkin juga menyukai