Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada

pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta pada

umumnya diturunkan secara autosomal dominan.1,2 Kelainan ini disebut juga brittle

bone disease,2 ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta kecenderungan mengalami

fraktur multipel akibat trauma ringan.1,2,3 Insiden osteogenesis imperfecta terdeteksi

sekitar 1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin

maupun ras tertentu.1,2

Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi dominan gen

COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode

sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui mutasi resesif gen LEPRE1

(leucine proline-enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen,

prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago

associated protein).1,2,4 Mutasi genetik yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai

kerapuhan tulang, tetapi juga berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang,

hipermobilitas sendi, kehilangan pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru.3

Osteogenesis imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan

menjadi beberapa tipe berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang ditemukan

serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal dominan atau autosomal

resesif.1,2

Anak dengan osteogenesis imperfecta beserta keluarga yang membesarkannya

akan menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait kelainan ini, di antaranya

1
masalah anatomis, medis, keterbatasan gerak, dan sosial. Tidak semua masalah tersebut

dapat ditanggulangi dengan baik.2 Osteogenesis imperfecta tidak dapat disembuhkan,

tetapi beberapa modalitas terapi paliatif dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan

klinis penderita.1 Oleh karena itu, perlu dilakukan pengenalan dini manifestasi klinis

osteogenesis imperfecta serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.2

Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan diagnosis

osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan foto Röntgen

dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi vertebra, dan kelainan osifikasi tulang

pada osteogenesis imperfecta. Hasil radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan

keadaan klinis untuk menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta. 1,4

Pemeriksaan foto Röntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi

medikamentosa.5 Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat pada

masa intrauterin.5,6 Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti computed

tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone mass

densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis imperfecta.6

1.2 Batasan Masalah

Penulisan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis pembanding,

komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis osteogenesis imperfecta. Adapun fokus

pembahasan referat ini yaitu peranan radiologi diagnostik pada kasus osteogenesis

imperfecta.

1.3 Tujuan Penulisan

2
Referat ini disusun sebagai pemenuhan tugas kepaniteraan klinik di Bagian

Radiologi RSUP Dr. M. Djamil / Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menambah pengetahuan

mengenai peranan radiologi diagnostik pada kasus osteogenesis imperfecta. Selain itu,

juga dapat digunakan sebagai rujukan demi kemajuan pelayanan radiologi, khususnya di

RSUP Dr. M. Djamil, Padang.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan referat ini menggunakan kajian literatur dan hasil penelitian.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta atau brittle bone disease adalah kelainan kongenital

umum pada jaringan ikat, yaitu kolagen tipe I, yang secara klasik ditandai dengan

kerapuhan tulang menyeluruh serta fraktur multipel tulang kortikal, dan kompresi

vertebra akibat trauma ringan. Osteogenesis imperfecta memiliki spektrum klinis yang

luas, dari bentuk nonletal dengan perawakan normal, tanpa deformitas, dan jarang

mengalami fraktur sampai bentuk letal yang teridentifikasi pada masa perinatal.1,2

2.2 Etiologi Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta secara umum terjadi karena mutasi gen COL1α1

(collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode sintesis kolagen

tipe I. Mutasi ini diturunkan secara autosomal dominan. 1,2,4 Sementara itu, sebagian

kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal resesif akibat mutasi gen

LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk

kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago

associated protein).1,2

2.3 Epidemologi           

Osteogenesis Imperfecta diturunkan secara autosomal dominan. 1-5 Pada kasus

minoritas dapat ditemukan penurunan secara resesif.1 Kejadian OI diperkirakan 1 per

20.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan menurut ras dan jenis kelamin. Usia

penderita saat gejala muncul, terutama gejala mudah patahnya tulang, sangat bervariasi.

Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang sampai masa

4
dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat dialami sejak dalam

uterus atau prenatal.2 

2.4 Patogenesis

Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks tulang

dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput

otak dan dermis.2,5 Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari prokolagen tipe

I. Secara struktural, molekul prokolagen tipe I  berbentuk triple helix, terdiri dari  2

rantai proα1(I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai  proα2(I)

(disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7).  Masing-masing rantai triple helix itu

dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering berada

di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin

(Gly) merupakan asam amino terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan

berperan penting sebagai poros dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat

mengganggu struktur dan produksi helix.1,5 Prokolagen yang abnormal akan membentuk

cetakan yang tak normal sehingga matriks  pelekat tulang pun tak normal dan tersusun

tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga

berkurang.1,6 Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia,

dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur).4 Lebih dari

200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur prokolagen tipe I

ditemukan pada penderita OI.5Jika mutasi tersebut menurunkan sintesis prokolagen tipe

I, maka terjadi OI fenotip ringan (osteogenesis imperfecta tipe I), namun jika mutasi

menyebabkan gangguan struktur prokolagen tipe I maka akan terjadi OI fenotip yang

lebih berat (tipe II, III, dan IV).5  Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi menjadi

dua macam, yaitu 85% karena point mutation akibat glisin digantikan oleh asam amino

5
lain  dan sisanya karena kelainan single exon splicing.1 Masing-masing rantai kolagen

sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang ekstraseluler. Domain amino- dan

carboxyl-terminal dipecah di ruang ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian

dirangkai, di tulang akan mengalami mineralisasi.5osteoblas.10

Sebagian besar orang dengan OI memiliki mutasi dari satu atau dua gen

COL1A1 atau COL1A2 yang kemudian dikodekan ke tipe I kolagen. Lebih dari 800

mutasi telah ditemukan dalam gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17 dan gen

COL1A2 yang terletak pada kromosom 7. Mutasi pada gen tersebut dapat

menyebabkan terjadinya abnormalitas produksi kolagen dan juga menyebabkan

penurunan pembentukan kolagen normal. Berbagai derajat OI disebabkan karena

manifestasi kedua faktor tersebut. OI yang ringan terutama disebabkan karena

terjadinya penurunan produksi kolagen yang normal, sedangkan OI yang berat

disebabkan oleh produksi kolagen yang abnormal. Abnormalitas tersebut bisa secara

dominan diturunkan atau sebagai hasil dari mutasi yang sporadis.6

Defek pada kolagen menghasilkan defek pada produksi osteoid dan

menghasilkan kalsifikasi langsung dalam kartilago dengan defisiensi berat dari

ossifikasi. Abnormal tulang pendek diperlihatkan dalam korteks yang tersusun dari

anyaman primitif tulang, kelebihan fibrosis dan susunan kalus pada tempat fraktur.9

Mutasi-mutasi ini bersifat khusus, contoh spesifik untuk sebuah keluarga atau untuk

seorang individu ketika mereka terjadi de novo.8

2.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis Imperfecta

6
Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta kongenita

yang dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tarda yang dideteksi lebih

lambat pada masa anak-anak.1

Osteogenesis imperfecta menjadi empat tipe berdasarkan cara pewarisan gen,

manifestasi klinis, dan kesan radiografi. Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan

perbedaan histologi.

Pembagian osteogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:1,2

1. Osteogenesis Imperfecta Tipe I

Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan

paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih

lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan

kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa

ditemukan.2 Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan

berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya biru. Kehilangan pendengaran

dini terjadi pada 30-60% penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi

subtipe A dan B, berdasarkan disertai (A) atau tidak (B) dentinogenesis

imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis

dan mudah memar, kelenturan sendi, dan perawakan pendek yang

berhubungan dengan anggota keluarga lain.\

2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II

Tipe ini merupakan tipe dengan tikat keparahan tertinggi sehingga

disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian selama

persalinan akibat perdarahan intakranial yang disebabkan trauma multipel.

7
Bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir sangat kecil untuk masa

kehamilan. Terdapat kerapuhan hebat tulang dan jaringan ikat lainnya.

Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.

Terdapat multipel fraktur kosta dan ronggga toraks yang sempit sehingga

terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala besar untuk ukuran tubuh dengan

pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru atau kelabu

gelap.

3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif)

Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan

menyebabkan disabilitas fisik yang berarti.Fraktur biasanya juga terjadi

intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.

Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan meninggalkan

deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk dada mengalami

deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi vertebra. Kurva

pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien

memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai

biru.

4. Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat)

Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah

yang bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki

perawakan cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih.

8
5. Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek

Mineralisasi), dan Tipe VII (Autosomal Resesif)

Ketiga tipe ini didapatkan melalui biopsi tulang dari tipe IV. Ketiganya tidak

mengalami kelainan pada kolagen tipe I. Tipe V ditandai dengan hiperplasia kalus,

kalsifikasi membran interosesus humeri, dan radiodens garis metafisis. Tipe VII

mengarahkan ke kromosom 3p22-24 dan kelainan hipomorfik CRTAP.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Osteogenesis Imperfecta

2.6.1 Peranan Foto Rontgen

Dalam kasus yang dicurigai osteogenesis imperfecta, pemeriksaan foto Röntgen

postnatal harus mencakup pencitraan dari tulang kortikal. Prokolagen tipe I adalah

struktur protein utama yang menyusun matriks tulang dan jaringan fibrous lainnya,

seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput otak dan dermis. 2,5 Sekitar

30% berat badan manusia terdiri dari prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul

prokolagen tipe I  berbentuk triple helix, terdiri dari  2 rantai proα1(I) (disebut

COL1A1, dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai  proα2(I) (disebut COL1A2, dikode

pada kromosom 7). Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388

asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan

hidroksiprolin atau hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam

amino terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai

poros dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan

produksi helix.1,5 Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal

sehingga matriks  pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan. Beberapa

9
protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang.1,6 Hal ini menyebabkan

adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan terjadi kerapuhan sehingga

meningkatkan angka kepatahan (fraktur).4

Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau struktur

prokolagen tipe I ditemukan pada penderita OI.5 Jika mutasi tersebut menurunkan

sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi OI fenotip ringan (osteogenesis imperfecta tipe

I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur prokolagen tipe I maka akan

terjadi OI fenotip yang lebih berat (tipe II, III, dan IV). 5  Kelainan struktur itu pada

dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu 85% karena point mutation akibat glisin

digantikan oleh asam amino lain   dan sisanya karena kelainan single exon

splicing.1 Masing-masing rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke

ruang ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang

ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai, di tulang akan mengalami

mineralisasi osteoblas.10

Sebagian besar orang dengan OI memiliki mutasi dari satu atau dua gen

COL1A1 atau COL1A2 yang kemudian dikodekan ke tipe I kolagen. Lebih dari 800

mutasi telah ditemukan dalam gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17 dan gen

COL1A2 yang terletak pada kromosom 7. Mutasi pada gen tersebut dapat menyebabkan

terjadinya abnormalitas produksi kolagen dan juga menyebabkan penurunan

pembentukan kolagen normal. Berbagai derajat OI disebabkan karena manifestasi kedua

faktor tersebut. OI yang ringan terutama disebabkan karena terjadinya penurunan

produksi kolagen yang normal, sedangkan OI yang berat disebabkan oleh produksi

kolagen yang abnormal. Abnormalitas tersebut bisa secara dominan diturunkan atau

sebagai hasil dari mutasi yang sporadis.6

10
Defek pada kolagen menghasilkan defek pada produksi osteoid dan

menghasilkan kalsifikasi langsung dalam kartilago dengan defisiensi berat dari

ossifikasi. Abnormal tulang pendek diperlihatkan dalam korteks yang tersusun dari

anyaman primitif tulang, kelebihan fibrosis dan susunan kalus pada tempat fraktur.9

Mutasi-mutasi ini bersifat khusus, contoh spesifik untuk sebuah keluarga atau

untuk seorang individu ketika mereka terjadi de novo.12 tengkorak, dada, panggul, dan

tulang belakang torakolumbalis. Gambaran radiografi berhubungan dengan jenis

osteogenesis imperfecta dan tingkat keparahan penyakit.3,6 

1. Gambaran Radiografi Umum

Gambaran radiografi umum osteogenesis imperfecta yaitu osteoporosis umum

dari kedua kerangka aksial dan apendikular. Kondisi tulang tipis, overtubulasi dengan

korteks tipis.6 Tampak adanya reaksi periosteal, gambaran osteopenia, dan sklerosis

metafisis.9

Gambar 1. Radiografi radiusulnaris posteroanterior perempuan, 17 tahun, dengan

osteogenesis imperfecta tipe I menunjukkan osteoporosis, deformitas membungkuk

dengan overtubulasi dari jari-jari, fraktur ulnaris yang sembuh, dan pembentukan kalus

11
di atas humerus distal. Pertumbuhan garis pemulihan tampak pada radius distal.

(Sumber: Kirpalani A, 2012.)

Gambar 2. Radiografi femur posteroanterior laki-laki, 6 bulan, dengan osteogenesis

imperfecta menunjukkan sklerosis metafisis distal femur. (Sumber: Paterson CR, 2003.)

Bentuk yang lebih parah dari osteogenesis imperfecta, seperti tipe II dan III,

osteoporotik pada tulang panjang dengan fraktur multipel.3 Fraktur yang terjadi dapat

berupa fraktur transversal, obliq, spiral, torus, dan greenstick. Fraktur pada umumnya

terjadi pada tahun pertama kehidupan.9 Dada mungkin kecil. Beberapa fraktur tulang

rusuk sering ditemukan, menyebabkan tulang rusuk menjadi cacat. Selain itu, kelainan

tulang belakang ditemukan pada semua tipe osteogenesisimperfecta termasuk skoliosis.6

12
Bentuk-bentuk ini sering dipersulit oleh pembentukan kalus hiperplastik. Kalus

yang paling sering ditemukan di sekitar tulang femoralis dan sering besar, muncul

sebagai massa padat, tidak teratur, timbul dari korteks tulang. Kalus ini dikaitkan

dengan penebalan periosteum dan kehadirannya menyebabkan pertimbangan diferensial

diagnostik lainnya, termasuk osteosarkoma, miositis ossifikans, osteomielitis kronis,

dan osteokondroma.6

Gambar 3. Radiografi toraks posteroanterior perempuan, tiga tahun dengan fraktur

multipel costa dan pembentukan kalus dalam berbagai tingkatan. (Sumber: Paterson CR,

2003.)

13
Gambar 4. Penyembuhan fraktur humerus diafisis kiri dengan pembentukan kalus

pada pasien dengan osteogenesis imperfecta. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

Gambar 5. Fraktur metafisis pada perempuan, empat tahun, dengan osteogenesis

imperfecta. (Sumber: Paterson CR, 2003.)

14
Selain itu, dengan peningkatan keparahan penyakit, tulang kranial tengkorak

menunjukkan densitas yang rendah dan tampak tulang-tulang Wormian, yaitu tulang-

tulang kecil di intrasutura.6,9

Gambar 6. Radiografi kranial lateral pada pasien wanita muda dengan tipe III

osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian. (Sumber: Kirpalani A,

2012.)

Gambar 7. Röntgen kranial posteroanterior pada pasien wanita muda dengan tipe III

osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian. (Sumber: Kirpalani A,

2012.)

2. Gambaran Radiografi Spesifik:1,6

a. Osteogenesis imperfecta tipe I

15
(a) (b)

Gambar 8. Radiografi kruris anteroposterior laki-laki dengan osteogenesis imperfecta

tipe IA pada usia:

A. 3 tahun saat pertama kali mengalami fraktur tibialis, dan

B. 6 tahun saat keempat kali mengalami fraktur tibialis.

(Sumber: Paterson CR, 2003.)

b. Osteogenesis imperfecta tipe II

Osteogenesisimperfecta tipe II dikategorikan berdasarkan fitur radiologis tulang

kortikal dan tulang kosta menjadi 3 subtipe , yaitu IIA, IIB, dan IIC. Pada subtipe IIA

dan IIB, tulang kortikal pendek dan lebar. Pada tipe IIC, tulang kortikal tipis dan

berbentuk silinder.

16
Gambar 9. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampak gambaran fraktur

multipel dan deformitas pada seluruh tulang. (Sumber: Rogers LF, Auringer ST, 1998.)

c. Osteogenesis imperfecta tipe III

Skoliosis vertebra torakolumbalis khas pada osteogenesis imperfecta tipe III.

Sebanyak 25% penderita dengan osteogenesis imperfecta menderita skoliosis. Skoliosis

sebagian besar membentuk huruf S.

Popcorn appearance tampak pada metafisis-epifisis tulang kortikal, paling

sering di artikulasio genu. Hal ini terjadi akibat mikrofraktur berulang pada plat

pertumbuhan.

Tulang kraniofasial lunak dengan kalvarium, besar tipis menyebabkan fasies

segitiga.

17
Gambar 10. Radiografi vertebra posteroanterior pada pasien osteogenesis imperfecta

tipe III yang berat. Tampak skoliosis berbentuk S. (Sumber: Sumber: Kirpalani A,

2012.)

Gambar 11. Radiografi vertebra lateral pada anak 1 tahun dengan osteogenesis

imperfecta. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

18
Gambar 12. Radiografi osteogenesis imperfecta tipe III anak usia 6 tahun.

A. Tulang tibialis dan fibularis kanan dan kiri tampak osteoporotik dengan

metaphyseal flaring, popcorn appearance pada plat pertumbuhan, dan

placement intramedullary rod.

B. Tulang-tulang vertebra terkompresi dan tampak osteoporotik.

(Sumber: Marini JC, 2007. Dalam Kliegman RM et al, ed., 2007.)

d. Osteogenesisimperfecta tipe IV

19
Gambaran radiografi dari osteogenesis imperfecta tipe IV mirip dengan

gambaran umum osteogenesis imperfecta. Gambaran khas yang diasosiasikan dengan

tipe IV adalah invaginasi basiler dengan atau tanpa kompresi batang otak. Hal ini

mungkin terdeteksi pada radiografi polos tengkorak atau tulang vertebra servikalis. 

3. Gambaran pada Terapi Bifosfonat

Kemajuan terbaru dalam pengobatan osteogenesis imperfecta dengan

bifosfonat telah menghasilkan temuan pencitraan tertentu. Pengobatan pamidronat

menghasilkan garis pemulihan pertumbuhan sklerotik pada tulang tubular. Jumlah

pertumbuhan tulang dari pemberian dosis pamidronat dapat diukur dengan jarak antara

garis pertumbuhan.5,6

20
Gambar 13. Radiografi cruris pada pasien dengan osteogenesis imperfecta tipe I

menunjukkan bukti osteoporosis parah, overtubulasi tibia dan fibula, dan patahan

penyembuhan diafisis transversal tibia. Terdapat beberapa garis pemulihan

pertumbuhan metafisis artikulasio genu dengan pengobatan pamidronat.

Gambar 14. Radiografi pelvis posteroanterior perempuan, 9 tahun, dengan

osteogenesis imperfecta tipe III dan penyembuhan fraktur femoralis bilateral. Beberapa

pertumbuhan pemulihan garis yang hadir di kepala femoralis bilateral setelah

pengobatan bifosfonat. 

4. Gambaran Diagnosis Banding

a. Osteoporosis juvenil idiopatik

Gambaran fraktur yang terjadi jarang multipel. Sekalipun tampak trabekulasi, pada

osteoporosis juvenil idiopatik tidak ditemukan sklerosis metafisis.3

21
Gambar 15. Fraktur metafisis distal tibialis kanan.

Gambar 16. Fraktur kompresi vertebra torakal.

b. Penyakit Paget juvenile.

Pada penyakit Paget juvenil, reaksi periosteal sangat menonjol dengan lesi

litik dan destruksi tulang yang hebat.1

22
Gambar 17. Radiografi tibia lateral pada pasien dengan sarcoma Paget.

c. Riketsia

Pada riketsia, deformnitas ditemukan, tetapi kejadian fraktur tidak sebanyak

osteogenesis imperfecta. Selain itu, penyebab riketsia yaitu kurangnya asupan

mineral dari luar tubuh, bukan penyakit yang diturunkan secara autosom seperti

osteogenesis imperfecta.1

23
Gambar 18. Radiografi anak 2 tahun dengan riketsia dengan penurunan densitas tulang,

memperlihatkan mineralisasi tulang yang lemah.

2.6.2 Peranan Ultrasonografi

Ultrasonografi berperan dalam mendiagnosis osteogenesis imperfecta pada masa

intrauterin pada trimester kedua kehamilan. Diagnosis osteogenesis imperfecta dapat

ditegakkan pada minggu ke-17 kehamilan dengan mendeteksi kelainan morfologi pada

ultrasonogram. Pada ultrasonogram tampak gambaran angulasi dan bengkoknya tulang

kortikal, panjang tulang kortikal memendek dari ukuran normal, dan fraktur multipel

costa.6

Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk membantu pencitraan pada prosedur

biopsi villi korialis untuk pemeriksaan biomolekuler kolagen.6

24
Gambar 19. Ultrasonografi pada kehamilan 16 minggu menunjukkan kesan edema

nuchal. (Sumber: Eroglu D, 2005.)

Celah kecil gelap di bawah kulit belakang leher pada janin disebut dengan

nuchal translucency (NT) pada kehamilan 10-14 minggu atau nuchal fold (NF) pada

kehamilan 15-22 minggu. Peningkatan NF dihubungkan dengan abnormalitas

kongenital muskuloskeletal. Diagnosis osteogenesis imperfecta apabila ditemukan

penebalan NF (edema nuchal),10 serta tampak gambaran angulasi tulang kortikal,

pendeknya tulang kortikal dari ukuran normal, atau fraktur multipel costa.6

Gambar 20. Ultrasonografi pada kehamilan 20 minggu menunjukkan kesan hyrop

fetalis. (Sumber: Eroglu D, 2005.)

25
2.6.3 Peranan Pencitraan Lain

1. Computerized Tomography (CT Scan)

Modalitas ini digunakan untuk menilai invaginasi basiler yang terjadi sebagai

komplikasi dari osteogenesis imperfect tipe IV. Garis McGregor, garis lurus yang

menghubungkan permukaan atas tepi posterior palatum durum ke titik kaudal kurva

oksipital, dapat digunakan untuk menilai komplikasi ini. Proyeksi ujung prosesus

odontoid di atas garis McGregor menunjukkan adanya invaginasi basiler.

Gambar 21. CT scan vertebra servikal pada perempuan, 16 tahun, dengan osteogenesis

imperfecta tipe IV. Gambar ini menunjukkan invaginasi basiler ringan, dengan ujung

sarang-sarang di atas garis McGregor (merah).

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI digunakan untuk menilai invaginasi basiler. Meskipun radiografi servikal

dan CT scan dapat menunjukkan kelainan ini dengan baik, MRI memiliki keuntungan

yaitu dapat mendeteksi kompresi medulla spinalis.

26
Gambar 22. MRI servikal potongan sagital wanita pada gambar 33. Gambar ini

menunjukkan stenosis ringan pada foramen magnum yang disebabkan oleh invaginasi

basilar (garis merah menunjukkan lebar efektif foramen magnum).

27
Gambar 23. Invaginasi basiler pada MRI potongan sagital pada anak dengan

osteogenesis imperfecta tipe III tanpa gejala. Terdapat invaginasi odontoid di atas garis

Camberlain yang menyebabkan penekanan dan perputaran pada pontomedullary

junction (tanda panah).

3. Bone Mass Densitometry (BMD)

Densitometri dapat mengkonfirmasi tingkat keparahan osteoporosis pada pasien

dengan osteogenesis imperfecta serta dapat menilai keberadaan demineralisasi pada

osteogenesis imperfecta tipe I atau tipe IV.6

Teknik pengukuran densitas massa tulang sebagai berikut:6

a. BMD kortikal radial, diukur dengan menggunakan absorpsiometri foton

tunggal atau single photon absorptiometry (SPA).

b. BMD vertebra lumbal pada anak lebih tua dari satu tahun dan leher

femoralis pada anak yang lebih tua dari enam tahun, di mana BMD

diperoleh dengan menggunakan Dual-energyX-ray Absorptiometry

(DXA).

c. BMD tulang vertebra lumbar diukur dengan alat CT scan pada anak lebih

tua dari 4 tahun.

Terdapat beberapa metode untuk menilai densitas massa tulang, antara lain

single-photon absorptiometry (SPA) dan single energy X-ray absorptiometry (SXA)

lengan bawah dan tumit, serta dual-photon absorptiometry (DPA) dan dual energy X-

ray absorptiometry (DXA) lumbal dan proksimal femur, serta quantitative computed

tomography (QCT).11

Single-photon absorptiometry (SPA) menggunakan unsur radioisotop I yang

mempunyai energi foton rendah sekitar 28 keV guna menghasilkan berkas radiasi

28
kolimasi tinggi. Intensitas berkas radiasi yang diabsorpsi ditangkap oleh scintillation

counter. Dengan menggunakan scanning rektilinier, densitas massa tulang dapat diukur.

Dosis absorpsi yang diperoleh sekitar 5 mrad (50 μGy). Intensitas berkas radiasi

dibandingkan dengan intensitas berkas radiasi pada phantom yang telah diketahui

densitasnya, sehingga densitas mineral tulang dapat ditentukan. Nilai koefisien akurasi

SPA sebesar 4-6 % sedangkan nilai koefisien presisi sebesar 1-2 %. Kelemahan alat ini

yaitu penggunaannya terbatas pada bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak tidak

tebal (seperti tulang radius dan tulang kalkaneus), sumber radioisotop harus diganti

setiap enam bulan sekali, dan dapat terjadi repositioning error.11

Dual-photon absorptiometry (DPA) memiliki cara kerja yang sama dengan SPA,

tetapi sumber energinya mempunyai foton dengan dua tingkat energi yang berbeda guna

mengatasi tulang dan jaringan yang cukup tebal, sehingga dapat dipakai untuk evaluasi

bagian-bagian tubuh dan tulang yang kompleks seperti leher tulang femur dan tulang

vertebra. Sumber energi yang paling sering digunakan adalah Gd153 yang mempunyai

dua tingkat energi, 44 keV dan 100 keV. Dosis yang diabsorpsi sekitar 15 mrad (150

μGy), waktu paruhnya 240 hari, dan dapat digunakan selama 13-15 bulan. Tingkat

akurasi metode ini sekitar 94-98 % atau koefisien akurasi sebesar 5-10 % dan koefisien

presisi sebesar 2-4 %.11

Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) merupakan metode yang peling sering

dipakai dalam menilai densitas massa tulang karena mempunyai tingkat akurasi dan

presisi yang tinggi. prinsip kerjanya sangat mirip DPA, tetapi sumber energinya berasal

dari sinar-X yang dihasilkan dari tabung sinar-X. DXA dapat menghasilkan dua tingkat

energi antar 70 kVp dan 140 kVp dalam dua sistem yang dapat berganti secara cepat

satu sama lain dengan menggunakan filter (K-edge filter) pada energi sinar-X yang

29
konstan. Energi efektif yang dihasilkan sebesar 45 keV dan 100 keV. Nilai koefisien

akurasi sebesar 4-10 % dan koefisien presisi sebesar 1-3 %. Nilai koefisien presisi

tulang vertebra 0,26-2,6 %, sedangkan untuk femur 0,7-2,1 %. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesalahan dalam perhitungan yaitu faktor tulang (osteofit, kompresi

vertebra, kalsifikasi aorta, dll.) dan faktor nontulang (barium intraluminal, prosthesa,

obat-obatan yang mengandung kalsium, pergerakan pasien, dll.).11

Gambar 24. Scanner dengan energy X-ray absorptiometry.

Hasil pengukuran dengan DXA berupa (1) densitas mineral tulang pada area

yang dinilai satuan bentuk gram per cm2; (2) kandungan mineral tulang dalam satuan

gram; (3) perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata

densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase;

dan (4) perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata

densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar

deviasi (Z-score atau T-score). Pada vertebra, nilai densitas mineral tulang yang dilihat

yaitu nilai rata-rata densitas tulang L2-L4 dan pada sendi panggul, dengan

pennghitungan sendi panggul, kolumna femoris, segitiga Ward, dan trokhanter mayor.11

30
T-score = BMD pasien – BMD rata-rata orang dewasa muda

1 SD BMD rata-rata orang dewasa muda

Z-score = BMD pasien – BMD rata-rata orang seusia pasien

1 SD BMD rata-rata orang seusia pasien

Gambar 25. Densitometri leher femur.

Quantitative computed tomography (QCT) merupakan densitometri yang paling

ideal karena mengukur densitas tulang secara volumetrik (g/cm 3). Kelebihan QCT

dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya yaitu kemampuannya menilai hanya pada

daerah trabekula saja, dan tidak terpengaruh pada artefak kalsifikasi ekstra dan

31
intraosseus, seperti kalsifikasi aorta dan osteofit serta ukuran-ukuran tinggi dan berat

badan pasien. Sementara itu, kekurangan metode ini yaitu dosis radiasi yang dihasilkan

lebih tinggi dibandingkan DXA, sekitar 60 μSv atau sekitar >200 kali lebih besar dari

DXA. Pada tulang vertebra L4, dengan potongan bidang midline akan tampak

perbedaan atenuasi antara korteks dan trabekula, sehingga dipilih daerah trabekula di

bawah korteks. Densitas volumetriknya (g/cm3) dihitung dengan cara

membandingkannya dengan densitas phantom berisi CaPO4. Nilai koefisien akurasi

sebesar 5-15 % dan nilai koefisien presisi sebesar 2-4 %.11

2.7 Komplikasi Osteogenesis Imperfecta

Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta:1,2,8

1. Kardiovaskuler

Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan predisposisi terjadinya

aneurisma aorta.

2. Jaringan Ikat

Penderita akan mudah mengalami luka memar karena kulit yang tipis.

3. Mata dan Penglihatan

Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan warna sklera. Ketebalan

kornea juga menipis.

4. Sistem Endokrin

Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari diaphoresis

berlebihan, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan hormon

tiroksin.

5. Sistem Pencernaan

32
Protusio asetabulum dan deformitas pelvis menyebabkan konstipasi pada

penderita.

6. Sistem Pendengaran

Penderita biasanya akan mengalami kehilangan pendengaran pada tiga

dekade pertama kehidupan.

7. Sistem Saraf

Komplikasi neurologi termasuk invaginasi basiler, kompresi batang otak,

dan hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III

dan IV mengalami invaginasi basiler, tetapi jarang kompresi batang otak.

8. Fungsi Pernafasan

Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama akibat

pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi pada anak-

anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.

9. Ginjal

Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang sampai berat.

10. Gigi

Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta dan

maloklusi gigi.

2.8 Penatalaksanaan Osteogenesis Imperfecta

Karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta1, penatalaksanaan

difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk mengkorekasi

deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan densitas massa tulang,

33
dan fungsi independen. Berikut langkah-langkah penatalaksanaan osteogenesis

imperfect:1,2

1. Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup

Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk memproteksi

vertebra. Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman mungkin seperti tidak

membiarkan lantai yang licin sehingga penderita akan mudah jatuh.

2. Manajemen Ortopedi

Untuk beberapa bentuk nonletal, rehabilitasi fisik aktif pada tahun-tahun awal

memungkinkan anak mencapai level fungsi muskuloskeletal yang lebih tinggi. Anak

dengan osteogenesis imperfecta tipe I dan beberapa tipe IV secara spontan dapat

berlatih berjalan. Anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III dan tipe IV yang parah

memakai penyangga kaki plastik atau alat bantu jalan. Beberapa butuh kursi bantu tapi

beberapa dapat berjalan sendiri. Remaja dengan osteogenesis imperfecta membutuhkan

dukungan psikis dari keluarga.

Manajemen ortopedi osteogenesis imperfecta bertujuan untuk mengendalikan

fraktur dan mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal. Fraktur harus segera

diimobilisasi dengan bidai. Fraktur osteogenesis imperfecta dapat sembuh dengan baik.

Mengkoreksi deformitas tulang panjang membutuhkan prosedur osteotomi.

3. Medikamentosa

Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak akan

memperbaiki osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan memperbaiki histologi

tulang pada anak yang responsif, biasanya tipe I dan IV. Pengobatan dengan bifosfonat

(pamidronat intravena atau olpadronat oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat

menurunkan resorpsi oleh osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi untuk

34
vertebra (tulang trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2 tahun

menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki kompresi vertebra dengan

mencegah atau memperlambat skoliosis pada osteogenesis imperfecta. Risiko fraktur

pada tulang panjang menurun.

Akan tetapi, matriks tulang panjang akan melemah dengan pemanjangan waktu

pengobatan dan nonunion pascaosteostomi meningkat. Selain itu, tidak ada efek

bifosfonat terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot, dan nyeri tulang. Efek samping

pengobatan lainnya termasuk remodelling tulang panjang abnormal, osteonekrosis

rahang, dan kerusakan tulang mirip osteopetrosis. Pembatasan pengobatan selama 2-3

tahun pada pertengahan masa anak-anak memungkinkan maksimalisasi keuntungan dan

mengurangi kerusakan material tulang kortikal. Keuntungan muncul beberapa tahun

setelah interval pengobatan.

2.9 Prognosis Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta merupakan keadaan kronik yang membatasi harapan

hidup dan tingkatan fungsional. Bayi dengan osteogenesis imperfecta tipe II biasanya

meninggal pada hitungan bulan sampai satu tahun kehidupan. Anak denganosteogenesis

imperfecta tipe III mengalami penurunan harapan hidup dengan sebab pulmonal pada

masa anak awal, remaja, dan 40-an tahun. Osteogenesis imperfecta tipe I dan IV

memiliki harapan hidup penuh.1

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada

pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta pada

umumnya diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini disebut juga brittle bone

disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta kecenderungan mengalami

fraktur multipel akibat trauma ringan. Insiden osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar

1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras

tertentu.

Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi dominan gen

COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode

sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui mutasi resesif gen LEPRE1

(leucine proline-enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen,

prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago

associated protein). Mutasi genetik yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai

kerapuhan tulang, tetapi juga berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang,

hipermobilitas sendi, kehilangan pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru.

Osteogenesis imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan

menjadi tipe I s.d. tipe VII berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang

ditemukan serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal dominan atau

autosomal resesif.

Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan diagnosis

osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan foto Röntgen

36
dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi vertebra, dan kelainan osifikasi tulang

pada osteogenesis imperfecta. Hasil radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan

keadaan klinis untuk menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta.

Pemeriksaan foto Röntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi

medikamentosa. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat pada

masa intrauterine. Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti computed

tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone mass

densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis imperfecta.

Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta,

penatalaksanaan difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk

mengkorekasi deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan densitas

massa tulang, dan fungsi independen. Langkah-langkah penatalaksanaan osteogenesis

imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan gaya hidup, manajemen ortopedi, dan

medikamentosa. Prognosis bergantung dengan keparahan tipe osteogenesis imperfecta.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 699.

2. Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and Family


Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service;
2007, 1-24.

3. Rogers LF, Auringer ST, 2007. The Congenital Malformation Syndromes:


Osteochondrodysplasias, Dysostoses, and Chromosomal Disorders. Dalam:
Juhl JH, Crummy AB, Kuhlman JE, ed., Paul and Juhl’s Essentials of
Radiologic Imaging, seventh edition. Philadelphia: Lippincott – Raven
Publisher; 2007, 293-328.

4. Murray RK, Keeley FW, 2014. Matriks Ekstrasel. Dalam: Murray RK, Granner DK,
Mayes PA, Rodwell VW, ed., Biokimia Harper, edisi ke-29, cetakan
pertama, terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014 662-680.

5. Suresh SS, Thomas JK, 2010. Metaphyseal Bands in Osteogenesis Imperfecta.


Indian J. Radiol. Imaging. 2010; 20: 42-44.

6. Kirpalani A, 2012. Imaging in Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari


http://www.emedicine.medscape.com/article411919-overview.html pada 18
Juli 2017

7. Anderson PD, 2012. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia, edisi sebelas, cetakan
keempat, terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012, 37-44.

8. Bhadada SK, et al., 2008. Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari


http://www.japi.org/january_2009/O-4.html pada 18 Juli 2017.

38
9. Peterson CR, 2003. Radiological Features of The Brittle Bone Disease. Journal of
Dagnostic Radiography and Imaging. 2003; 5, 39-45.

10. Eroglu D, et al., 2005. Prenatal Diagnosis of Osteogenesis Imperfecta associated


with Nuchal Edema: A Case Report. J Turkish German Gynecol Assoc.
2005; 6(4).

11. Setiyohadi S, 2007. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam: Sudoyo AW,


Setiyohadi S, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi keempat, jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 1162-1165.

39

Anda mungkin juga menyukai