Anda di halaman 1dari 19

Hidup Manusia dan Pengelolaan Risikonya

Hidup Manusia dan Pengelolaan Risikonya


I. Mukadimah

QS Al Kahfi/18: 84-85
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di bumi, dan Kami telah memberikan
sesuatu sebab (jalan), maka dia pun menempuh suatu sebab (jalan)”.

QS Yunus/10:39
“Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya
dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-
orang yang sebelum mereka telah mendustakan. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-
orang yang dzalim itu”.

QS Ar Ruum/30:9
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan
bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu
adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta
memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang
kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-
kali tidak berlaku dzalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku dzalim kepada
diri sendiri”.

Setelah menyimak beberapa ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa keberhasilan
seorang manusia tergantung kepada, apakah manusia tsb., memahami dan mengikuti atau
menempuh sebab-sebab ataupun jalan-jalan sehingga dia mencapai apa yang ditujunya.
Kesimpulan ini juga berarti bahwa bila manusia tsb., mengikuti sebab/jalan yang menjadikan
dirinya gagal maka dia akan menemukan kegagalan atau tidak berhasil mencapai tujuannya.
Sebab-sebab kegagalan ini disebut dzalim atau tertutup (sadar atau tidak sadar). Dzalim bisa
berarti mendustakan terhadap apa yang belum diketahuinya dengan sempurna, daan tidak
berusaha mempelajari sejarah kegagalan manusia. Manusia tidak dibenarkan untuk menuduh
bahwa Allah lah penyebab kegagalan itu, karena Allah yang bersifat ArRahman dan ArRahim,
tidak pernah atau akan berbuat zalim kepada manusia.
Setiap manusia tentu menginginkan diri dan keluarganya berhasil dalam hidupnya. Keberhasilan
ini diukur relatif terhadap tujuan hidupnya.
Untuk itulah manusia seharusnya
1.     Memahami dan menentukan tujuan hidupnya.
2.     Memahami dan menjalankan semua proses atau aktifitas atau amal perbuatan yang menjadikan
tujuan hidupnya tercapai.
3.     Mengetahui, memahami dan mengatasi semua rintangan yang telah dan akan dihadapinya.
4.     Mengelola diri dan keluarganya sehingga tercapai tujuan hidupnya dengan istiqomah dengan
jalan lurus yang telah dipahaminya denga benar.

II. Mengetahui, Memahami dan Menentukan Tujuan Hidup

Sebagai manusia muslim yang beriman tentunya kita, menggunakan Al Qur’an sebagai
acuan utama dalam memahami dan menentukan tujuan hidup kita.
Perhatikan ayat-ayat Al Qur’an sbb :

QS adz-Dzaariyaat/51: 56 :

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

Sebenarnya semua makhluk diperintah untuk menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, tetapi karena Al
Qur’an diberikan sebagai petunjuk terutama kepada manusia dan jin maka yang disebut dalam ayat tersebut di atas
adalah manusia dan jin.

QS Shaad/38:26 :
”Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.”

Ayat tsb., walaupun menceritakan mengenai Nabi Daud AS, dapat diqiaskan kepada manusia mukmin, bahwa
sesungguhnya mukmin itu agar menjadi khalifah di bumi. Menjadi khalifah berarti mengelola manusia bumi dengan
adil dan tidak menuruti hawa nafsu. Hal itu berarti tidak menjadikan bumi sebagai acuan/tujuan hidup. Acuan/tujuan
hidup manusia mukmin adalah beribadah kepada Allah SWT. Dunia (harta, anak, tahta, dsb.,) cukup dijadikan
sebagai prasarana/sarana/kendaraaan untuk tercapainya hasilnya, yaitu tujuan hidup sebenarnya, yaitu ibadah untuk
menuju alam akhirat. Tidak sedikit ulama menjadikan agama (tatacara beribadah untuk menuju alam akhirat)
sebagai kendaraan untuk mencapai dunianya.

QS Al Anbiya/21: 107

Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam

QS Al Fath/48 :29

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku'
dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka
dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-
orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar”.

Nabi Muhammad di utus untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, begitupun kaum mukmin yang bersama beliau
bersifat kasih sayang. Jadi tugas hidup mukmin juga untuk menebar rakhmat untuk alam semesta.
Mengapa kaum muslim saat ini tidak menjadikan rakhmat di dunia, karena hidup kaum muslim tsb yang salah
prosedur. Bila prosedur yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan Allah, maka yang akan terjadi adalah laknat
untuk dunia.

QS Al Ahzab/33:72 :

”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah* kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
dzalim dan amat bodoh,”
(*Yang dimaksud dengan amanah di sini ialah tugas-tugas keagamaan)

Tugas-tugas keagamaan yang sangat berat tsb. jika dikerjakan sendiri, maka kegagalan yang akan didapat. Tetapi
bila tugas tsb., dilaksanakan dengan berjamaah, maka peluang keberhasilannya akan lebih besar.

QS Al Maidah/5:105 :
”Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali
semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

QS At Tahriim/66:6;

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”

QS Maryam/19 :71-72

“Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi
Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam
keadaan berlutut”.

QS Al Fajr 27-30

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”
Kesimpulan Awal

Setelah memperhatikan ayat-ayat tsb., dapat disimpulkan bahwa misi dan tujuan hidup manusia
muslim-mukmin yang taat dan beriman kepada Allah SWT, antara lain :
a.      Beribadah kepada Allah, menurut aturan-aturan Nya.
b.     Melaksanakan amanah untuk beribadah kepada Allah, yang antara lain menjadi pemimpin-
pengelola alam (pemimpin: diri sendiri, keluarga, atau suatu kaum) dan meneruskan perjuangan
para nabi terutama Nabi Muhammad SAW, untuk menjadikan rahmat Allah mewujud di alam
semesta ini.
c.      Memelihara diri dan keluarga dari api neraka dan kembali kepada kepada rahmat Ar Rahim
Allah SWT, yaitu diridhai-Nya dan masuklah ke dalam syurga-Nya.

 
III. Memahami Dan Menjalankan Semua Proses Untuk Mencapai Tujuannya

Perhatikan ayat-ayat Al Qur’an sbb :

QS Al Fatihah/1: 5-7

Hanya kepadaMu (Ya Alloh) kami menyembah dan hanya kepadaMu pada hakekatnya kami
meminta pertolongan. Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalannya mereka (para nabi,
shidiqin, syuhada, sholihin) yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalannya mereka yang Engkau
murkai, dan bukan jalannya mereka yang sesat.

QS: Al Baqarah/2 : 208

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara


keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu ". QS: Al Baqarah/2 : 208.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama-sama orang-orang yang Shiddiq ". QS. At Taubah/9 : 119.

"Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama sama orang-orang yang ruku".
QS. 2/43.

QS. Ash Shaff/61: 10 – 12


-   Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih?
-   (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya,
-   niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di
dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar.

QS Al Imran/3:103

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.

QS Al ‘Ashr/103 :

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”

Dan banyak ayat lain...........

Sampai ke suatu akhir proses amal manusia :

QS Ar Ruum/30:57:

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang
yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah,
sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak
meyakini(nya).". “Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang dzalim
permintaan udzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertobat lagi.”

Setelah memperhatikan ayat-ayat tsb., dapat disimpulkan bahwa proses yang dilakukan untuk
mencapai tujuan manusia muslim yang beriman antara lain :
a.      Menjalankan Al-Islam secara keseluruhannya, dan tidak menuruti langkah-langkah setan.
Yang dapat diartikan bahwa dalam setiap aktifitas kita, seharusnya kita selalu berpikir apakah
setiap aktifitas tsb., berkaitan dengan dukungan untuk mencapai tujuan hidup manusia menurut
Al Qur’an tsb., atau sebaliknya malah menggagalkannya. Jadi setiap aktifitas bisa dikategorikan :
-         Wajib, bila aktifitas diperlukan sebagai modal untuk mendukung tujuan hidup tsb,
-         Sunah, bila aktifitas diperlukan untuk menambah modal atau menutup kerugian dalam
mendukung tujuan hidup tsb.,
-         Haram, bila aktifitas dilaksanakan hanya mengurangi modal atau menambah kerugian dalam
mendukung tujuan hidup tsb.,
-         Mubah, bila aktifitas dilaksanakan tidak mengurangi modal atau tidak menambah kerugian
dalam mendukung tujuan hidup tsb. Dalam derajad manusia yang lebih tinggi, aktifitas mubah
ini, berarti menyia-nyiakan modal waktu manusia yang sangat sedikit atau sangat terbatas.
b.     Berjamaah/berorganisasi dalam menjalankan kehidupan untuk beribadah,
-         dengan bekerja sama dalam beribadah/beraktifitas meniti jalan yang lurus,
-         saling mengingatkan dalam kebenaran dan sabar, supaya efektif dan tidak tersesat,
-         memahami dan berhati hati dalam beramal sholeh karena adanya rintangan-rintangan (antara lain
adanya setan yang merintangi jalan)
IV. Memahami dan Mengatasi Semua Rintangan Yang Telah Dan Akan
Dihadapinya dalam Rangka Mencapai Tujuan

Menurut Imam Ghozali dalam Kitab Minhajul Abidin, rintangan yang dihadapi manusia dalam
beribadah kepada Allah SWT sbb :
1. Dunia
2. Manusia
3. Setan
4. Hawa nafsu

4.1. Dunia

QS Al Baqoroh/2: 86 :
“Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak
akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong”.
QS Al Baqoroh/2: 212 :
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka
memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih
mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas”.
QS Al Hadiid/57:20 :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-
Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

4.2. Manusia

QS Al An’aam/6: 116 :

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka,
dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)*”.
(*Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah
dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak).
Ibnu Mas'ud r.a. menceritakan pula kepada Harits bin Umairah suatu hadis nabi :
"Jika umurmu panjang kelak akan tahu bahwa akan datang satu zaman dimana banyak ahli
pidato tetapi sedikit orang yang alim. Dan banyak peminta sedikit pemberi, dan hawa nafsu
mengalahkan ilmu. Ibnu Umairah bertanya, "Ya Rasulullah, kapan akan terjadi zaman itu?",
Rasulullah Saw. menjawab : "Yaitu jika salat tidak lagi menjadi pehatian, suap menyuap telah
membudaya, dan agama telah dijual untuk kepentingan dunia. Maka, carilah keselamatan,
carilah keselamatan!"

4.3. Setan

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS Faathir/35: 6)
''Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi) mereka
dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (taat).'' (QS Al-A'raf/7:16-17).
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu” (QS Al Baqarah/2:168).
“'Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya
melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.' (QS
Ala'raf/7:27).

4.4. Hawa Nafsu

QS Al Furqon/25: 43

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

QS Al Jatsiah/45:23 :

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran?
1384]. Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang
diberikan kepadanya.

QS Asy Syuura/42:15 :
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada
semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu.
Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal
kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nya lah kembali (kita)"

QS Al Qashas 50 :
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka
hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang
yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.”
Menurut Imam Ghozali, mengelola hawa nafsu ini adalah yang paling sulit diantara rintangan-
rintangan lain yang telah disebutkan di atas.

 
Kesimpulan Akhir

Memahami tujuan hidup menjadi kewajiban setiap manusia yang beriman. Manusia yang
beriman diwajibkan menjalankan aktifitas yaitu beramal sholeh (a.l. Sholat, puasa, zakat, haji
dsb.) untuk mencapai derajad ketaqwaan. Untuk mencapai derajad taqwa banyak rintangan dan
cobaan yang akan dihadapi.
Rintangan-rintangan berupa dunia, manusia, setan, hawa nafsu dan lain-lain rintangan tsb., dapat
menimbulkan risiko pada diri manusia sehingga manusia menyimpang dari tujuannya semula.
Kita, sebagai manusia yang beriman, seharusnya memahami semua rintangan kita, sehingga kita
mengetahui cara untuk mengatasi dan mengelola diri kita dalam menjalankan semua aktifitas kita
di dunia maupun di alam barzah.
Kemudian untuk mencapai tujuan hidup kita yang hakiki secara efektif kita menggunakan
metoda-metoda yang kita pelajari dari berbagai sumber yang haq : Al Qur’an, Al Hadist, Ulama
pewaris Nabi yang bisa menjelaskan perintah Alloh dan RasulNya secara sahih. dsb.

Bandung, 24 Ramadhan 1427 H / 16 Oktober 2006


Idris Madjidi

di Jumat, Maret 29, 2013


Reaksi: 
Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Berbaik Sangkalah kepada Alloh SWT dan Janganlah Berburuk Sangka Kepada
Nya
Berbaik Sangkalah kepada Alloh SWT
dan Janganlah Berburuk Sangka Kepada Nya

Diantara yang mengaku muslim, ada yang mempunyai pendapat (yang salah) bahwa semua
keburukan dan bencana yang membuat sengsara umat manusia itu adalah kehendak Alloh SWT.
Tanpa disadarinya, sebenarnya mereka itu telah berprasangka buruk kepada Alloh SWT.
Ini merupakan bentuk kekurang sempurnaan keimanan kepada Alloh SWT yang mempunyai
nama-nama yang baik (Asma’ul Husna).
Prasangka buruk itu terjadi disebabkan kekurang dalamnya pengetahuannya mengenai Qadha’
dan Qadar yang merupakan satu dari enam Kerangka Dasar Iman (rukun iman). Ini terjadi disebabkan
bisikan setan kepada manusia dan jin supaya selalu berburuk sangka kepada Alloh. Setan akan
menjadikannya rusak ketauhidannya kepada Alloh SWT dan pada akhirnya akan menjerumuskannya ke
dalam neraka sebagai teman di akhirat nanti.

Untuk itu Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dalam kitabnya yang berjudul “Syifa’ul ‘Alif Fii Masaailii Qodlo
Wal Qodar Wal Hikmah Wal Ta’lil”, yang telah diterjemahkan menjadi berjudul “Rahasia Takdir
( Suatu Ketetapan)”, menerangkan secara gamblang bahwa :
Jika dikatakan bahwa Alloh itu menghendaki keburukan, maka yang demikian itu
diartikan bahwa Dia menyukai dan meridhai. Dan jika dikatakan bahwa Dia tidak
menghendaki keburukan, maka yang demikian itu diartikan bahwa Dia tidak
menciptakannya. Kedua hal tersebut terakhir adalah salah dan menyimpang.
Oleh karena itu, jika dikatakan, "Keburukan itu termasuk perbuatan Alloh", atau
"Alloh itu juga berbuat keburukan". Maka yang demikian itu benar-benar salah dan
sesat. Dan itu mustahil bagi Alloh Ta'ala.
Yang benar dan tepat mengenai masalah ini adalah seperti yang diisyaratkan Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW, yaitu bahwa keburukan dan kejahatan itu sama sekali tidak diidhafahkan
kepada Alloh Azza wa Jalla, baik dalam hal sifat maupun perbuatan. Dan tidak boleh pula
digunakan dalam penyebutan nama-Nya. Melainkan keburukan itu termasuk dalam objek dari
hasil ciptaan Nya secara umum.
Dari sifat dan perbuatan Alloh SWT, diambilkan nama-nama-Nya, yang tidak diambilkan dari makhluk
ciptaanNya. Dan setiap nama-Nya diambilkan dari sifat-sifat yang dimiliki-Nya atau perbuatan yang dilakukan-
Nya.. Dan jika diambilkan nama bagi-Nya dari makhluk ciptaan-Nya, niscaya akan muncul
nama seperti mutaharrik (yang bergerak), saakinan (yang diam), thawil (yang panjang), abjadh
( putih) dan nama-nama lainnya.
Dengan demikian, Alloh Azza wa Jalla tidak rnensifati dirinya dengan makhluk ciptaan-Nya yang
terpisah dari diri -Nya dan tidak juga memberi nama pada diri-Nya sendiri dengannya. Oleh karena
itu, ungkapan bahwa Alloh Ta'ala berbuat adil dengan keadilan makhluk yang terpisah dari-
Nya atau berbicara dengan ucapan makhluk yang terpisah dari-Nya, merupakan ungkapan
salah dan menyesatkan, baik menurut logika, dalil naqli, maupun menurut tata bahasa.

Lebih lanjut Ibnu Qoyyim menerangkan dalam kitabnya itu sebagai berikut :
Bab 1.
Iman Kepada Qadha’ dan Qadar Merupakan Kerangka
Dasar Iman
Sebagai orang yang beriman kita harus memahami bahwa takdir itu sama sekali tidak mengandung
suatu hal yang buruk, bagaimanapun bentuknya. Karena hal itu didasarkan pada ilmu, qudrah,
ketentuan dan dan kehendak Alloh SWT.. Bila kita telaah justru takdir mengandung kebaikan dan
kesempurnaan murni. Keburukan dan kejahatan, apapun bentuknya sama sekali tidak dapat
dinisbatkan kepada Alloh SWT, baik terhadap dzat, sifat, perbuatan maupun asma'Nya.
Sebenarnya keburukan itu hanya terdapat pada objek takdir itu sendiri. Namun keburukan itu
hanya bagian kecil saja, dan bagian besar lainnya adalah kebaikan. Misalnya, hukuman qishash dan
pembunuhan terhadap orang-orang kafir. Pada satu sisi tertentu, bagi mereka, qishash dan
hukuman mati bagi orang-orang kafir itu merupakan keburukan, namun baik bagi orang lain,
karena di dalamnya terdapat kemaslahatan yang besar dan perlindungan sebagian manusia atas
sebagian lainnya.
Demikian halnya dengan penderitaan dan juga penyakit , meskipun pada satu sisi mengandung
keburukan, namun pada sisi yang lain banyak mengandung kebaikan.
Jadi, kebaikan dan keburukan itu satu jenis dengan kenikmatan dan penderitaan, manfaat dan
madharat.
Keburukan itu terletak pada orang yang menjalani takdir dan bukan pada sifat dan perbuatan
Alloh Tabaraka wa ta'ala. Jadi, jika tangan seorang pencuri dipotong, maka keburukan,
penderitaan dan bahayanya terletak pada diri si pencuri itu sendiri. Sedangkan qodha' dan
qadar-Nya merupakan suatu hal yang adil, baik, penuh hikmah dan maslahah.
Jadi jika ditanya, apa perbedaan antara takdir yang baik dan yang buruk, yang manis dan yang
pahit?. Maka yang demikian itu dapat dijawab bahwa yang manis dan yang pahit itu berpulang
kepada sebab sebelum takdir itu terjadi. Sedangkan kebaikan dan keburukan itu kembali kepada
baik dan buruknya akibat. Dengan demikian, hal itu akan manis atau pahit pada
perniulaannya, dan akan baik atau buruk pada akhirnya.
Alloh Azza wa Jalla telah memberlakukan sunnah dan aturan-Nya bahwa rasa manis
berbagai sarana di awal akan mengakibatkan rasa pahit di akhir. Sebaliknya, rasa pahit
diawal akan mengakibatkan rasa manis di akhir. Jadi manisnya dunia merupakan
pahitnya akhirat, dan pahitnya dunia merupakan manisnya akhirat.
Selain itu, hikmah Alloh Azza wa Jalla menetapkan bahwa kenikmatan itu akan
membuahkan penderitaan, dan penderitaan itu membuahkan kenikmatan. Qadha
dan qadar mempunyai sistem dan pola yang sama dengan itu.

Keburukan itu kembali kepada kenikmatan dan berbagai macam faktornya. Kebaikan yang
diharapkan adalah kenikmatan yang abadi. Sedangkan keburukan yang sangat dibenci adalah
penderitaan yang abadi pula.

Bab 2.
Berprasangka Kepada Alloh Menghendaki Berbuat
Keburukan Tidak Dibolehkan
Ada suatu yang diperselisihkan oleh orang banyak, bahwa ada sekelompok orang yang
mengakui adanya takdir dan ada orang-orang yang tidak mengakui adanya takdir. Kelompok
terakhir ini mengatakan,
"Tidak diperbolehkan bagi manusia mengatakan bahwa Alloh SWT. menghendaki
keburukan, atau mengerjakannya. Dan yang melakukan keburukan itu disebut sebagai pelaku
keburukan".
Seperti halnya orang yang zalim disebut sebagi pelaku kezaliman, orang jahat disebut sebagai
pelaku kejahatan. Alloh SWT terlepas dari semuanya itu. Tidak ada sifat dan nama-Nya yang
mengandung keburukan sama sekali, karena semua namaNya adalah husna (baik). Demikian halnya
dengan semua perhuatan-Nya adalah baik. Sehingga suatu hal yang mustahil jika ia
menghendaki keburukan dan kejahatan. Keburukan dan kejahatan itu bukan sebagai kehendak dan
perbuatan-Nya.
Pendapat orang-orang tersebut di atas tadi ditentang oleh paham Jabariyah, di mana paham ini
mengatakan sebaliknya,
“Alloh Ta'ala itu menghendaki dan berbuat keburukan. Karena keburukan itu ada, sehingga
sudah pasti ada penciptanya. Dan tidak ada pencipta kecuali Alloh Azza wa Jalla. Dan Dia
menciptakan semua makhluk-Nya ini berdasarkan iradah-Nya. Dengan demikian, setiap
makhluk itu merupakan kehendak-Nya dan is merupakan perbuatan-Nya".
Pendapat mereka itu didukung oleh pendukungnya bahwa perbuatan itu adalah objek
perbuatan itu sendiri, dan penciptaan itu tidak lain adalah makhluk itu sendiri.
Seterusnya mereka mengatakan,
"Keburukan adalah ciptaan sekaligus sebagai objek penciptaan, dan hal itu jelas
merupakan perbuatan dan penciptaan-Nya, bahkan terjadi berdasarkan kehendak-Nya”.
Selain itu mereka pun mengatakan,
"Tidak dikatakannya Tuhan itu menghendaki dan berbuat itu hanya sebatas sebagai etika semata,
sebagaimana secara etis tidak boleh disebut bahwa Alloh itu sebagai Tuhannya anjing dan babi.
Tetapi boleh disebut sebagai Tuhan dan pencipta segala sesuatu”
Mereka juga mengatakan,
"Ungkapan anda bahwa orang jahat adalah orang yang menghendaki dan melakukan
kejahatan”. Maka mengenai hal itu dapat dijawab melalui dua sisi.
Pertama, letak permasalahnnya adalah bahwa orang jahat adalah orang yang melakukan
kejahatan itu sendiri. Sedangkan dzat Alloh Ta'ala tidak melakukan kejahatan, karena semua
perbuatan-Nya tidak berupa aksi dan gerakan dari-Nya, melainkan ia terjadi melalui penciptaan.
Dan darinya pula diambil beberapa sebutan, misalnya al-fajir (yang berbuat jahat), al-fasiq
(yang berbuat ke fasikan), al-mushalli (orang yang mengejakan shalat), al-haj (yang
mengerjakan ibadah haji), al-shaaim (orang berpuasa), dan lain-lain yang semisal.
Kedua, bahwa nama-nama Alloh SWT itu bersifat tauqiyah. Dia tidak menyebut dirinya
dengan sebutan-sebutan yang baik"

Kata iradah dapat diartikan sebagai kehendak dan juga cinta dan keridhaan.
Iradah dalam pengertian kehendak adalah seperti yang terdapat dalam firman Alloh SWT.
berikut ini:
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada
kamu, sekiranya Alloh hendak menyesatkan kamu*) , Dia adalah Tuhanmu dan kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan".(Tafsir QS Huud/11 : 34).
Demikian juga dengan firman-Nya :
"Barangsiapa yang Alloh menghendaki akan memberikan petunjuk kepadanya, niscaya
Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Alloh
kesesatannya*) niscaya Alloh menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Alloh menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman" (Tafsir QS Al-
An'am/6 125).

Firman-Nya yang lain:


Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri*) , maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Alloh) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
(Tafsir QS Al-Isra'/17 : 16).

Dan juga firman-Nya ini:


“Dan Alloh hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (Tafsir QS An-Nisa'
/4:27).

*) Kalimat-kalimat yang diartikan Alloh mengehendaki keburukan itu semuanya adalah kalimat
pengandaian (jika kami, barang siapa, sekiranya, dsb.). Ini menunjukkan bahwa Alah hanya
akan menjadikan adzab bagi siapa saja yang menyalahi hukumnya.

Serta firman-Nya yang lain:


"Alloh menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian" (Al-
Baqarah 185).

Iradah dengan pengertian di atas tidak mengharuskan terjadinya objek kehendak, tidak pula
mengharuskan kecintaan dan keridhaan-Nya padanya.

Kedua, iradah dalam pengertian yang tidak mengharuskan terjadinya objek kehendak,
tetapi mengharuskan kecintaan dan keridhaan Alloh Ta'ala padanya. Iradah dalam
pengertian ini tidak terbagi-bagi, tetapi semua yang menjadi kehendak-Nya sudah pasti
dicintai dan disukai-Nya.
Terdapat perbedaan antara iradah dari semua perbuatanNya dan iradah dari objek perbuatan-Nya.
Semua iradah dari perbuatan-Nya itu baik, adil penuh kemaslahatan dan himah, tanpa
sedikit pun keburukan didalamnya. Sedangkan iradah yang kedua masih terdapat
beberapa bagian. Sebagaimana yang telah menjadi pendapat ahlussunnah bahwa
perbuatan itu berbeda dengan objeknya, dan penciptaan juga berbeda dengan objeknya.
Yang demikian itu sudah sangat logis, dapat diterima oleh akal pikiran sehat, fitrah, dan tata bahasa,
dalil Al-Qur'an, hadist dan ijma' para ulama. Sebagaimana yang diceritakan Al-Baghawi dalam
bukunya, Syarhu al Sunnah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka di sini terdapat dua iradah (kehendak) dan dua muradah
(yang menjadi sasaran perbuatan), yaitu:
Pertama, iradah untuk berbuat dan muradahnya adalah perbuatan Alloh Ta'ala.
Kedua, iradah Alloh untuk menjadikan hamba-Nya berbuat, dan yang menjadi muradahnya
adalah objek dari perbuatan tersebut.
Namun yang demikian itu bukan suatu keharusan. Terkadang Dia menghendaki hamba-Nya berbuat
sedang Dia tidak menghendaki untuk membantunya berbuat. Sebagaimana Dia pernah
menghendaki Iblis bersujud kcpada Adam, namun demikian Dia tidak menghendaki diri-Nya
untuk membantu Iblis supaya dapat bersujud. Padahal, kalau saja Dia menghendaki untuk
membantunya, niscaya Iblis itu pasti akan bersujud kepada Adam dan tidak mungkin tidak.
Sedangkan firman Alloh Azza wa Jalla: "Alloh maha kuasa berbuat apa yang Dia kehendaki".
(Al-Buruj:16).
Yang demikian itu merupakan pemberitahuan dari-Nya mengenai iradah untuk perbuatan-Nya
dan bukan untuk hamba-hamba-Nya. Bukankah perbuatan dan kehendak itu hanya terbagi
menjadi baik dan buruk?
Berdasarkan hal di atas, jika dikatakan bahwa Dia itu menghendaki keburukan, maka
yang demikian itu diartikan bahwa Dia menyukai dan meridhai. Dan jika dikatakan
bahwa Dia tidak menghendaki keburukan, maka yang demikian itu diartikan bahwa
Dia tidak menciptakannya. Kedua hal tersebut terakhir adalah salah dan menyimpang.
Oleh karena itu, jika dikatakan, "Keburukan itu termasuk perbuatan Alloh", atau
"Alloh itu juga berbuat keburukan". Maka yang demikian itu benar-benar salah dan
sesat. Dan itu mustahil bagi Alloh Ta'ala.
Yang benar dan tepat mengenai masalah ini adalah seperti yang diisyaratkan Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW, yaitu bahwa keburukan dan kejahatan itu sama sekali tidak diidhafahkan
kepada Alloh Azza wa Jalla, baik dalam hal sifat maupun perbuatan. Dan tidak boleh pula
digunakan dalam penyebutan nama-Nya. Melainkan keburukan itu termasuk dalam objek dari
hasil ciptaan Nya secara umum.
Dari sifat dan perbuatan Alloh SWT, diambilkan nama-nama-Nya, yang tidak diambilkan dari makhluk
ciptaanNya. Dan setiap nama-Nya diambilkan dari sifat-sifat yang dimiliki-Nya atau perbuatan yang dilakukan-
Nya.. Dan jika diambilkan nama bagi-Nya dari makhluk ciptaan-Nya, niscaya akan muncul
nama seperti mutaharrik (yang bergerak), saakinan (yang diam), thawil (yang panjang), abjadh
( putih) dan nama-nama lainnya.
Dengan demikian, Alloh Azza wa Jalla tidak rnensifati dirinya dengan makhluk ciptaan-Nya yang
terpisah dari diri -Nya dan tidak juga memberi nama pada diri-Nya sendiri dengannya. Oleh karena
itu, ungkapan bahwa Alloh Ta'ala berbuat adil dengan keadilan makhluk yang terpisah dari-
Nya atau berbicara dengan ucapan makhluk yang terpisah dari-Nya, merupakan ungkapan
salah dan menyesatkan, baik menurut logika, dalil naqli, maupun menurut tata bahasa.
Nama-nama Alloh SWT. itu syarat dengan makna dan scmuanya adalah baik, tidak ada satupun
nama-Nya yang buruk. Berkenaan dengan hal itu, Dia telah berfirman di dalam sebuah ayat:
"Hanya milik Alloh Asma’ul Husna. Maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul
Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".
(Al-A'raf : 180)
Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW telah menunjukkan ketetapan sumber-sumber
nama-nama Alloh Ta'ala tersebut. Misalnya adalah firman-Nya yang berikut ini :
"Bahwa semua kekuatan itu hanya milik Alloh" (Al-Bagarah : 165),
Firman-Nya yang lain:
"Sesungguhnya Alloh Dialah al-Razzaq (Maha Pemberi rezeki) yang mempunyai kekuatan Al-
Matin (yang sangat kokoh)" (Al-Dzariyat 58).
Dan juga firman-Nya:
"Ketahuilah, sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Alloh, dan bahwasannya tiada
Tuhan selain Dia" (Huud 14).
Serta ucapan Aisyah ra., "Segala puji bagi Alloh yang pendengaran-Nya menjangkau semua
suara".
Juga sabda Rasulullah SAW berikut ini:
"Ya Alloh aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu, aku berlindung
dengan ampunan-Mu dan siksaan-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari diri-Mu, Aku tidak
dapat menghitung pujian atas-Mu, Engkau adalah seperti pujian-Mu diri-Mu sendiri".
Dalam buku Shahihain diriwayatkan sebuah hadits bahwa RasulAlloh SAW setiap kali selesai
mengerjakan shalat senantiasa mengucapkan:
"Tiada tuhan selain Alloh semata, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya semua kerajaan dan
semua puji-pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Alloh, tidak ada yang dapat
menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi kepada apa yang Engkau cegah"
Selain itu, masih ada sabda Rasulullah SAW. yang lain:
"Aku berlindung kepada keperkasaan-Mu supaya tidak Engkau sesatkan".

Kalau tidak ada sumber-sumber, niscaya hilanglah hakikat dari nama-nama, sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan Alloh Ta'ala tersebut. Perlu diketahui, bahwa perbuatan Alloh Ta'ala
itu bukanlah sifat-Nya, dan sifatNya bukanlah nama-Nya dan bukan pula perbuatan-Nya.
----------------------
Disalin dari buku karangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, “Syifa’ul ‘Alif Fii Masaailii Qodlo Wal Qodar
Wal Hikmah Wal Ta’lil”, yang diterjemahkan menjadi berjudul “Rahasia Takdir ( Suatu
Ketetapan)”.

di Jumat, Maret 29, 2013


Reaksi: 
Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Akhlak

Bentuk Ruhaniyah Manusia sesungguhnya

Bentuk Ruhaniyah Manusia sesungguhnya


by Idris Madjidi (Notes) on Thursday, December 31, 2009 at 9:22am
Dikutip dari Buku Hadis Arbain oleh Imam Khomeini
Kekuatan-Kekuatan Batin

Dengan kekuasaan dan kearifan-Nya, Allah telah menciptakan sejumlah daya dan fakultas di
alam gaib dan batin manusia yang bermanfaat luar biasa bagi kita. Di sini, kita akan
menyebutkan tiga di antaranya, yaitu al-quwwah al-wahmiyyah (daya imajinasi atau pencitraan),
al-qauwwah al-ghadhabiyyah (daya amarah), dan al-quwwah al-syahwiyyah (daya syahwat).
Masing-masing daya tersebut memiliki pelbagai man¬faat besar, seperti pelestarian spesies dan
individu manusia serta pembangunan dunia maupun akhirat, yang telah dibahas cukup panjang
oleh banyak pemikir dan tidak perlu saya ulangi di sini. Yang penting dicamkan di sini adalah
bahwa ketiga daya itu merupakan sumber bagi seluruh malakah (watak/ karakter) baik maupun
buruk dan dasar bagi seluruh bentuk- bentuk gaib yang tinggi.
Penjelasannya, sebagaimana Allah telah menciptakan manusia di dunia ini dengan sebuah bentuk
jasmani-duniawi yang memiliki kesempurnaan dan keindahan komposisi yang menakjubkan akal
pikiran seluruh filosof dan ilmuwan sedemikian sehingga ilmu anatomi hingga detik ini belum
juga mampu mengungkapkan dan menguraikan cara kerjanya secara benar. Allah telah
menjadikan bentuk manusia lebih unggul dibandingkan dengan seluruh makhluk dalam hal
postur yang bagus dan tampilan luar yang indah. Meskipun demikian, ada pula bentuk dan wajah
manusia yang berbeda, yang bersifat malakuti dan gaib, yang ditentukan oleh karakter jiwa dan
struktur batinnya.
Di alam setelah mati - baik di alam barzakh (masa antara kematian dan kebangkitan/ kiamat),
maupun di hari kiamat - jika struktur manusia di sisi batinnya, sisi karakter dan sukmanya
(sarirah) benar-benar bersifat manusiawi, maka penampilan malakuti gaibnya pun akan seperti
manusia. Namun, jika wataknya tidak manusiawi, maka bentuk malakutinya - di alam setelah
mati-akan tampak tidak manusiawi.
Sebagai ilustrasi, jika watak kesyahwatan (al-malakah al-syahwiyyah) dan kebinatangan (al-
malakah al-bahimiyyah) mendominasi batiniyahnya sehingga kerajaan batinnya berubah menjadi
hutan rimba, maka tampilan malakutinyapun akan tampak seperti salah satu binatang yang sesuai
dengan watak jiwanya. Jika daya amarah atau kebuasan (al-sabu’iyyah) mendominas batin dan
sukmanya sehingga kerajaan batin dan sukmanya ditegakkan atas hukum kekejaman, maka
penampilan malakut ghaibnya pun akan menyerupai salah satu binatang buas yang sesuai dengan
watak batinya itu.
Demikian pula, jika daya imajinasi atau manipulasi (syaithanah) menjadi watak batinnya
sehingga watak-watak setan (malakat syaithaniyyah) seperti tipu muslihat, kecurangan, namimah
(adu domba) dan menggunjing (ghibah) menjadi wataknya, maka ia akan memiliki penampilan
gaib dan malakuti layaknya salah satu setan yang cocok baginya. Kadang kala mungkin pula
seorang manusia memiliki penampilan yang menggabungkan dua atau beberapa watak
kebinatangan sekaligus. Jika demikian, ia akan mengambil bentuk yang tidak menyerupai salah
satu binatang, tetapi kombinasi bentuk yang aneh. Bentuk ini, dalam susunan bentuk yang
mengerikan dan menjijikkan, tidak akan menyerupai bentuk binatang manapun di alam ini.

Diriwayatkan dari Rasul Saw, bahwa beberapa orang akan dibangkitkan di akhirat dengan rupa
yang lebih buruk dari kera. Bahkan beberapa dari mereka akan memiliki beberapa rupa
sekaligus, lantaran alam itu tidak seperti alam ini yang tidak memungkinkan bagi seseorang
dapat memilik lebih dari satu bentuk. Pernyataan ini logis dan juga sudah dibuktikan pada
tempatnya.
Ketahuilah bahwa kriteria bagi (pengejawantahan) bentuk-bentuk yang berbeda itu - dengan
bentuk manusia sebagai salah satunya – adalah keadaan ruh saat berpisah dari tubuh, keadaan
tegaknya (hukum-hukum) alam barzakh dan alam akhirat atas ruh manusia, yang bermula persis
saat setelah ruh kelur dari dari tubuh manusia. Watak dan sifat ruh saat keluar dari dari tubuh
manusia akan menentukan bentuk ukhrawi manusia, yang akan segera tampak bagi mata ghaib di
alam barzakh. Setiap manusia di alam barzakh juga akan melihat dirinya dalam bentuk itu ketika
pertama kali membuka matanya di sana – bila ia memang memiliki mata penglihatan (bashar).
Tidaklah mesti manusia memasuki alam yang akan datang itu dalam bentuk yang sama dengan
ketika berada di alam fisik ini. Allah sendiri telah berfirman melalui lidah sebagian orang:
"Wahai Tuhanku, mengapa Kau bangkitkan aku dalam keadaan buta padahal dulunya aku aku
dapai melihat". Allah menjawab, "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-¬ayat Kami, tetapi
kamu melupakannya, dan begitu pula pada, hari ini kamu pun dilupakan". (QS Thaha [20]: 125-
126).
Wahai, orang malang, memang kau pernah punya mata fisik yang bisa melihat, tapi sisi batin dan
malakutmu sebenarya buta. Sekarang kau menyadari perkara ini, padahal kau telah buta sejak
semula. Kau tidak memiliki pandangan batin (bashirah) untuk melihat tanda¬tanda Allah. Wahai
makhluk yang malang, engkau memiliki postur yang tegap dan dan bentuk yang sempurna secara
fisik, tetapi ukuran¬nya di alam malakut dan batin bukanlah bentuk itu. Kau harus berjuang demi
ketegapan (bentuk) batinmu agar kelak di hari kiamat engkau juga, dapat berdiri gagah dan
tegap. Ruhmu harus menjadi ruh yang manusiawi agar bentukmu di alam barzakh tampak
sebagai bentuk manusia.
Engkau mungkin mengira bahwa alam gaib dan batin - yakni alam penyingkapan rahasia dan
pengejawantahan watak - sama de¬ngan alam fisik dan duniawi yang memungkinkan terjadinya
keka¬cauan, pencampuradukan, dan kekeliruan ini .... Tidak! Kedua mata, telinga, tangan, dan
kakimu serta seluruh anggota tubuhmu akan bersaksi atas semua perbuatanmu di dunia ini
dengan mulut-mulut malakuti. Bahkan, sebagian anggota tubuhmu akan tampil dalam bentuk
malakuti yang utuh (untuk menghadapimu).
Oleh karenanya, Sahabatku, bukalah telinga hatimu, singsingkan lengan bajumu dan kasihanilah
ketakberdayaan dirimu sendiri!. Kira¬nya kau dapat menjadikan dirimu sebagai manusia dan
keluar dari alam ini dalam bentuk anak Adam, sehingga kelak kau akan menjadi orang yang
sejahtera dan bahagia. Jangan sekali-kali kau menyangka bahwa semua yang kuucapkan itu
sekadar mauizah dan ceramah, karena semua itu merupakan kesimpulan dari beragam argumen
filosofis yang telah diajukan oleh para ahli hikmah, penyingkapan mistis (kasyfi), yang telah
ditangkap oleh para pelaku latihan spiritual (riyddhah) dan pemberitaan dari para Imam yang
jujur dan maksum. Hanya saja, lembaran-lembaran buku ini memang bukan tempat yang tepat
untuk mengajukan bukti-bukti atau menukil hadis-hadis berkenaan dengan pokok masalah di atas
secara keseluruhan.

Diskusi :

Abdul Rozak Fahrudin Minta izin buat di-share yo Pak Idris

Idris Madjidi silahkan dg senang hati


Makfi Widodo kita akan dibangkitkan sesuai dg amalan kita sewaktu di dunia, sdh diperlihatkan
nabi waktu isra' n mi'raj

Idris Madjidi Saya bukan syiah, tetapi saya yakini kebenaran tulisan di atas, yg sepadan dg
tulisan Imam Ghozali di Kimiatus Saadah dan Ihya Ulumuddin, serta penglihatan kasyfiyah dari
beberapa ulama bahwa bentuk ruhani kita saat ini sudah bisa terlihat, sesuai dg sifat kita.
Banyaknya amal ibadah tidak menjamin sifat kita menjadi manusiawi. itu sangat tergantung
keikhlasan kita yg bebas dari sifat riya, ujub, takabur dsb.

Saptadi Fadjatmiko terima kasih atas kiriman artikel nya. sgt bagus.

Evi Ghozaly Maturnuwun....

Anda mungkin juga menyukai