1. Definisi perawatan paliatif menurut WHO (2002) Pendekatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa sakit dan masalah lain±baik fisik, psikososial maupun spiritual. 2. Karena perawatan paliatif berguna untuk mengurangi penderitaan pasien, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya. Meski pada akhirya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. 3. Sel abnormal membentuk sebuah kelompok dan mulai berproliferasi secara abnormal, membiarkan sinyal pengatur pertumbuhan dilingkungan sekitarnya sel. Sel mendapatkan karakteristik invasif sehingga terjadi perubahan jaringan sekitar. Sel menginfiltrasi jaringan dan memperoleh akses kelimfe dan pembuluh darah, yang membawa sel kearea tubuh yang lain. kejadian ini dinamakan metastasis (kanker menyebar kebagian tubuh yang lain). Sel-sel kanker disebut neoplasma ganas/ maligna dan diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan tempat jaringan yang tumbuhnya sel kanker tersebut. Kegagalan sistem imun untuk menghancurkan sel abnormal secara cepat dan tepat tersebut meneyebabkan sel-sel tumbuh menjadi besar untuk dapat ditangani dengan menggunakan imun yang normal. 4. Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 5. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekulvasoaktif seperti sitokinin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin- angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin- angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal juga yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik,terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. 6. Gagal jantunng bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan adanya suatu respon hemodinamik, ginjal, saraf dan hormonal yang yata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Pada awal gagal jantung, akibat Co yang rendah, didalam tubuh terjadui peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin dan angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin fasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. 7. Diabetes mellitus akan menyebabkan Hiperglikemia sehingga menyebabkan terjadinya pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak adiposa. Asam lemak bebas ini akan mengalami proses beta oksidasi di hepar sehingga terkonversi menjadi badan keton yang memiliki pH rendah. Penumpukan badan keton ini menyebabkan terjadinya metabolik asidosis. Ketoasidosis diabetik yang terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya edema serebral. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti dehidrasi, asidosis, dan rendahnya kadar karbondioksida pada darah (PaCO2). Faktor-faktor tersebut bersama dengan proses inflamasi yang terjadi akibat ketoasidosis diabetik akan menurunkan aliran darah ke otak sehingga terjadi risiko edema serebral saat terapi rehidrasi dilakukan. Edema serebral ini akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga berpotensi menyebabkan kematian.