Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit
menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah Sakit. (Kepmenkes, 2007).
Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi
sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah Sakit
merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan
peralatan kesehatannya. Rumah Sakit sebagai tempat kerja yang unik dan
kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran.
Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka
semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. (Kepmenkes, 2007).
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi
juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cedera lainnya), radiasi, bahanbahan kimia yang berbahaya, gasgas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua

1
potensipotensi.bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan para
karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan rumah sakit. (Kepmenkes, 2007).
Hasil laporan  National Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari
pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi
dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada
pekerja RS, yaitu sprains, strains 52%, contusion, crushing, bruising:11%,
cuts, laceration, punctures:10,8%, fractures 5,6%; multiple injuries: 2,1%;
thermal burns:2%; scratches, abrasions: 1,9%, infection:1,3%;
dermatitis:1,2% dan lainlain 12,4% (US Department of Laboratorium
Statistic, 1983). Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa
terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni
hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta
nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan
juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas
RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain. Yaitu penyakit
infeksi dan parasit, saluran pernapasan, saluran cerna dan keluhan lain
seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah
kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem
otot dan tulang rangka. (Kepmenkes, 2007).
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya oleh
karena itu K3 rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efisien dan terpadu
diperlukan sebuah Manajemen K3 di rumah sakit baik bagi pengelola
maupun karyawan rumah sakit. Tujuan dari diterapkannya Sistem
Manajemen K3 ini pada rumah sakit menurut Peraturan Menkes adalah
terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan

2
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan rumah sakit.
(Kepmenkes, 2007).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit merupakan upaya
untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi. Manajemen K3 di rumah sakit adalah suatu
proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk
memberdayakan K3 dirumah sakit.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bahaya faktor biologi di rumah sakit?
2. Bagaimana penyebab faktor biologis di rumah sakit?
3. Bagaimana mekanisme penularan faktor biologis di rumah sakit?
4. Bagaimana mekanisme pencegahan faktor biologis di rumah sakit?
5. Bagaimana pengendalian bahaya faktor biologis di rumah sakit?
6. Bagaimana contoh kasus terkait faktor biologi di rumah sakit?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahaya faktor biologi di rumah sakit.
2. Untuk mengeahui penyebab faktor biologis di rumah sakit.
3. Untuk mengetahui mekanisme penularan faktor biologis di rumah
sakit.
4. Untuk mengetahui mekanisme pencegahan faktor biologis di rumah
sakit.
5. Untuk mengetahui pengendalian bahaya faktor biologis di rumah sakit.
6. Untuk mengetahui contoh kasus yang terkait dengan faktor biologi di
rumah sakit.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Biologi di Rumah Sakit


Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem
kerja.
Pajanan bahaya potensial kesehatan sangat tergantung dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja di rumah sakit tersebut. Dapat juga
terjadi suatu bahaya potensial kesehatan menyebabkan pajanan pada
semua pekerja yang berada ditempat tersebut dan tidak hanya pekerjanya.
Termasuk dalam kelompok biologis adalah virus, bakteri, jamur dan
parasit lainnya. Selain kelompok biologis diatas terdapat juga bahaya
biologis yang berasal dari serangga, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya. Faktor bahaya biologis merupakan penyebab utama untuk
penyakit akibat kerja. Untuk itu perlu pengendalian yang lebih untuk faktor
bahaya biologis. Berikut ini adalah faktor bahaya biologis di rumah sakit:

1. Virus
Virus adalah parasite berukuran mikroskopik yang menginfeksi
sel organisme biologis. Virus bersifat arasit obligat, hal tersebut
disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi didalam material
hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena
virus tidak memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi sendiri,
di lingkungan rumah sakit akan banyak sekali ditemukan virus seperti
HIV, dan Hepatitis B yang merupakan bahaya potensial bagi  petugas
kesehatan dan mereka yang bekerja di lingkungan rumah sakit. 
Contohnya virus hepatitis B merupakan salah satu factor resiko
gangguan kesehatan yang ditularkan dengan kontak melalui cairan
tubuh. Sedangkan untuk virus Hepatitis C merupakan jenis pathogen
yang tinggi resiko penularannya pada kelompok pekerja rumah sakit.

4
Resiko penularan Hepatitis C ini tergantung pada frekuensi terkena
darah dan produk darah dan ternasuk dengan cara tertusuk jarum suntik
(Kepmenkes RI, 2007).
Virus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Virus bersifat aseluler (tidak mempunyai sel).
b. Virus berukuran amat kecil, jauh lebih kecil dari bakteri,
yakni  berkisar antara 20 mµ - 300 mµ (1 mikron= 1000
milimkron). Untuk mengamati diperlukan mikroskop
electron yang  pembesarannya dapat mencapai 50.000 kali.
c. Virus hanya memiliki salah satu macam asam nukleat
(RNA/DNA).
d. Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan
bentuknya  bervariasi. Ada yang berbentuk oval,
memanjang, silindris, kotak dan kebanyakan berbentuk
seperti kecebong dengan kepala oval dan ekot selindris
e. Tubuh virus terdiri atas kepala, kulit (selubung atau kapsid),
isi tubuh, dan serabut ekor
f. Virus memiliki lapiran protein yang disebut kapsid
g. Virus hanya dapat berkembang baik di sel hidup lainnya.
Seperti sel hidup pada bakteri, hewan, tumbuhan dan sel
hidup pada manusia
h. Virus tidak dapat membelah diri
i. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa,
tetapi dapat dikristalkan.
Di lingkungan rumah sakit akan banyak sekali ditemukan
virus. Seperti virus HIV, virus SARS dan virus Hepatitis yang
merupakan  bahaya potensial bagi petugas kesehatan dan mereka
yang bekerja di lingkungan rumah sakit.Virus Hepatitis B
merupakan salah satu faktor resiko gangguan kesehatan yang
ditularkan dengan kontak melalui cairan tubuh. Sedangkan untuk
virus Hepatitis C merupakan jenis pathogen yang tinggi resiko

5
penularannya pada kelompok pekerja rumah sakit. Risiko
penularan Hepatitis C ini tergantung pada frekuensi terkena darah
dan produk darah dan termasuk dengan cara tertusuk jarum suntik.
(Kepmenkes RI, 2007).

Gambar 1. Perbesaran dari virus Hepatitis B

2. Bioaerosol
Salah satu faktor biologis yang mengganggu kesehatan dapat
masuk kedalam tubuh melalui inhalasi bioaerosol. Bioaerosol adalah
disperse jasad renik atau bahan lain dari bagian jasad renikdi udara.
Sumber bioaerosol adalah kapang, jamur, protozoa dan virus. Sumber-
sumber tersebut menimbulkan bahan-bahan alergen, pathogen dan
toksin di lingkungan.

Gambar 2. Bio Aerosol

6
3. Bakteri dan Patogen lainnya
Bakteri (dari kata lain bacterium: jamak: bacteria) adalah
kelompok organisme yang tidak memiliki membrane inti sel.
Organisme ini termasuk kedalam domain prokariota dan berukuran
sangat kecil (microskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan
di bumi. Bakteri mempuyai 3 bentuk dengan ukuran yang  bervariasi
yakni bentuk bulat (kokus) yang berdiameter 0,7-1,3 micron (1
micron=0,001 mm), bentuk lengkung (koma, vibron dan spiral) dan
bentuk batang (basil) dengan lebar 0,2-2,0 micron dan panjang 0,7-3,7
miccron, ukuran bakteri sangat kecil sekitar 1/100 kali lebih kecil dari
pada kemampuan mata manusia untuk dapat melihat, namun jika
bakteri tersebut dalam bentuk koloni akan dapat diliat dengan mata
telanjang.
Petugas kesehatan dan pekerja lain di rumah sakit mempunyai
resiko terinfeksi beberapa jenis bakteri dan pathogen lainnya. Salah
satunya adalah mycrobacterium tuberculosisBentuk tubuh bakteri di
pengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium dan usia. Walaupun
secara morfologi berbeda-beda, bakteri tetap merupakan sel tunggal
yang dapat hidup mandiri bahkan saat terpisah dari koloninya.
Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan
makhluk hidup lainnya:
a. Organisme multiseluler
b. Prokariot (tidak memiliki membrane inti sel)
c. Umunya tidak memiliki klorofil
d. Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 sampai dengan
ratusan micron umumnya memiliki ukuran rata-rata 1-5 mikron
e. Memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam
f. Hidup bebasa atau parasite
g. Yang hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas,
kawah atau gambut dinding selnya tidak mengandung

7
peptidoglikan. Yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan
dinding selnya mengandun peptidoglikan.
Petugas kesehatan dan pekerja lain di rumah sakit
mempunyai resiko terinfeksi beberapa jenis bakteri dan pathogen
lainnya. Salah satunya adalah  Mycobacterium tuberculosis.

Gambar 3. Bacteria
Beberapa patogen penyebab infeksi saluran nafas yang
banyak terdapat di rumah sakit dan laboratorium dapat dilihat dari
tabel  berikut:

Tabel 1. Patogen penyebab infeksi saluran pernapasan pada pekerja di


rumah sakit (Kepmenkes RI, 2007).

Selain virus, jamur, bakteri dan parasit faktor biologis penyebab


penyakit akibat kerja yang lain berasal dari binatang pengganggu seperti
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.Untuk  binatang
pengganggu jenis serangga memang memerlukan  pengawasan lebih dari

8
binatang yang lain karena sifat-sifatnya lebih  banyak mendatangkan
penyakit. Di antara jenis serangga yang bisa menyebabkan infeksi bila
menggigit manusia karena bibit penyakit yang dibawa serangga masuk ke
tubuh manusia, contohnya adalah  nyamuk aedes aegypti pembawa virus
DHF. Jenis serangga lain yang hidup di tempat-tempat kotor seperti kecoa,
sangat berbahaya bila merayap di alat-alat dapur seperti piring, cangkir
dan lain-lain karena alat dapur tersebut bisa terkontaminasi oleh bibit
penyakit.
Kemudian serangga yang suka hinggap pada kotoran yang
mengandung bibit penyakit, lalu terbang dan hinggap pada makanan yang
menyebabkan makanan tersebut terkontaminasi bibit penyakit. Contohnya
lalat. Untuk itu pengendalian terhadap serangga, tikus dan  binatang
pengganggu lainnya perlu dilakukan untuk mengurangi  populasinya
sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan  penyakit.

4. Kuman
Kuman merupakan istilah awam yang identic dengan bakteri,
yaitu organisme bersel satu yang hanya bisa dilihat dengan bantuan
mikroskop. Kuman adalah isitilah umum di Indonesia yang
menggambarkan hewan mikrobiologis yang juga disebut dengan
bakteri. Biasanya kuman dianggap sebagai bibit penyakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit, menyebutkan indeks angka kuman diudara.
Depkes RI melalui Kepmenkes RI No.
1204/MEMKES/SK/X/2004 menyatakan standar angka kuman pada
lantai rumah sakit sebesar 5-10 CFU/cm.
Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan
sebagai  berikut:
a. Ruang operasi : 0-5 CFU/cmdan bebas pathogen dan gas ganggren  
b. Ruang perawatan: 5-10 CFU/cm

9
c. Ruang isolasi : 0-5 CFU/cm
d. Ruang UGD : 5-10 CFU/cm
Alat yang digunakan untuk mengukur jumlah koloni yang ada
yaitu Colony Counter adalah alat bantu yang digunakan untu
menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan di media yang disimpan
dalam cawan  petridish.

B. Faktor Penyebab
Faktor bahaya biologis merupakan penyebab utama untuk penyakit
akibat kerja yaitu virus, bakteri, dan kuman :
1. Virus
Contoh virus di rumah sakit yaitu Hepatitis B. Orang yang
mempunyai pekerjaan dalam menangani darah seperti ahli
laboratorium, yang terbiasa mengambil sampel darah bagi para pasien
penyakit tertentu, bisa menjadi indikator tersebarnya virus Hepatitis
yaitu penggunaan jarum suntik secara bersamaan.
2. Bakteri
Contoh bakteri di rumah sakit yaitu penyebab penyakit TBC
memang infeksi bakteri mycobacterium tubercolosis. Faktor-faktor
yang menjadi penyebab penyakit TBC di antaranya adalah sistem
kekebalan tubuh penderita yang lemah, bakteri mycorobacterium
tubercolosis yang tumbuh menjadi agresif, dan lingkungan yang lembab
dan kotor sehingga kemungkinan penularan dan penyebaran  bakteri
menjadi lebih besar.
3. Kuman
Contoh kuman di rumah sakit yaitu salmonella typhi melalui
makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit
perut yang mendadak. Jadi, melalui makanan yang terjangkit atau
terkontaminasi bakteri salmonella. Berdasarkan keputusan.
Menteri Kesehatan RI No. 432 tahun 2007,  bahaya potensial
biologi berdasarkan lokasi dan pekerja di rumah sakit meliputi.

10
C. Mekanisme Penularan Faktor Biologis Di Rumah Sakit
Adapun mekanisme penularan dari factor biologis diatas yaitu: 
1. Virus (Hepatitis B) melalui kulit
Penularan ini terjadi jika bahan yang mengandung partikel
virus Hepatitis B masuk ke dalam kulit. Contohnya, kasus penularan
terjadi akibat transfuse darah yang mengandung positif Hepatitis B,
hemodialysis (cuci darah) pada penderita gagal ginjal kronik, serta
melalui alat suntik yang tidak steril, seperti penggunaan jarum suntik
bekas jarum akupuntur yang tidak steril..
2. Bakteri (mycrobacterium tuberculosis)
melalui saluran pernapasan Siklus penularan dimulai dari
penderita TBC positif yang mengeluarkan droplet ketika batuk maupun
saat bersin, droplet yang mengandung bakterimycrobacterium
tuberculosisakan tertahan di udara dan dapat bertahan lama jika
kondisi lingkungan sesuai. Jika  bakteri tersebut terhirup oleh orang
lain maka orang tersebut juga akan terinfeksi TBC. Bakteri ini akan
cepat berkembang baik pada tubuh seseorang yang memiliki daya
tahan tubuh rendah, dan akan menyebar melalui pembuluh darah dan
juga kelenjar getah bening serta menginfeksi organ lain di dalam
tubuh.

11
3. Kuman (Salmonell Typhi) melalui makanan Adapun penyebaran dari
salmonella typhi ini melalui makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh kuman tersebut. Makanan dan minuman yang
membawa bakteri tersebut masuk kedalam mulut kemudian akan
melewati saluran pencernaan dan akan sampai ke usus.
Media penularan salmonella typhi dapat juga melalui makanan
dan minuman yang telah tercemar oleh bakteri tersebut terutama susu,
produk susu maupun perikanan, bisa juga tercemar melalui tangan
kotor ataupun lalat yang mungkin menyebabkan kontaminasi.

D. Mekanisme Pencegahan Faktor Biologi Di Rumah Sakit


1. Penerapan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
432/MENKES/SK/X/2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1807/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
2. Penerapan Kewaspadaan Standar
a. Kebiasan mencuci tangan menggunakan sabun anti septik  
b. Pengelolaan alat-alat kesehatan setalah melakukan pemeriksaan
c. Pengelolaan benda tajam seperti jarum suntik
d. Pengelolaan limbah rumah sakit
e. Penggunaan APD yang sesuai
3. Pemantauan Lingkungan Kerja
Kegiatan pemantauan lingkungan kerja berupa: membuat
mapping lingkungan kerja yang berpotensi bahaya dan melakukan

12
evaluasi lingkungan tempat kerja seperti wawancara pekerja, survey
dan lain-lain.
4. Pengujian dan Pemeriksaan Tenaga Kerja Berdasarkan Standar
Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja  
b. Melakukan pemeriksaan secara khusus, misalnya pemeriksaan
HbsAg dan HIV’
c. Melakukan pemeriksaan secara berkala bagi pekerja sesuai pajanan
yang ada di rumah sakit.

E. Pengendalian Faktor Bahaya Biologis


Apabila suatu resiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja
telah diidentifikasi dan dinilai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengendalian resiko untuk mengurangi resiko sampai batas- batas yang
dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku.
1. Pengendalian Virus, Jamur, Bakteri Pathogen lainnya Untuk
pengendalian bahaya biologis yang berupa virus, jamur,  bakteri dan
pathogen lainnya dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu
dengan cara sebagai berikut:
a. Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik Rekayasa Teknik
untuk pengendalian faktor bahaya  biologis dapat dilakukan dengan
cara memisahkan alat-alat bekas  perawatan pasien, seperti jarum
suntik, perban kedalam wadah tersendiri. Hal ini dimaksudkan
untuk memudahkan dalam proses  pembuangan dan pengolahannya,
selain itu juga untuk menghindarkan menyebarnya virus dari pasien.
Untuk penyebaran faktor biologis yang ditularkan melalui media
udara, Rekayasa Teknik dapat membantu dalam hal  pembuatan
instalasi HVAC, yaitu dengan mensirkulasi udara dalam ruangan
tertentu, memfilter udara tersebut, sehingga Virus, Jamur, dan
Bakteri tersebut dapat tertangkap pada filter, sedangkan udara yang
sudah tersaring dapat dimasukkan dalam ruangan itu kembali. Yang

13
perlu diperhatikan berikutnya adalah proses  pencucian dan
penggantian filter udara tersebut secara berkala. Umumnya instalasi
ini dipasangkan pada Ruangan Operasi.  
b. Upaya Pengendalian Administratif Pengendalian administrasi
dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya.
Upaya untuk pengendalian secara administratif sudah dilakukan
misalnya dengan perputaran jadwal kerja bagi petugas kesehatan
yang dibagi dalam tiga shift kerja. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi pajanan bahaya kepada tenaga kerja.
c. Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD) Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari suatu
sistem pengendalian resiko. Untuk pengendalian faktor bahaya
biologis dapat menggunakan alat pelindung diri berupa masker,
sarung tangan, penutup kepala, yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya. Pemakaian APD tersebut dapat mengurangi resiko
paparan penularan penyakit kepada petugas kesehatan.
2. Pengendalian Serangga, Tikus dan binatang pengganggu lainnya
Pengendalian dan pemberantasannya dilaksanakan dengan menjaga
kebersihan lingkungan di dalam maupun di luar ruangan dengan cara
menyapu dan mengepel lantai setiap hari, membuang dan mengolah
sampah sesuai dengan syarat kesehatan, menutup celah atau lubang
yang berpotensi sebagai tempat tinggal serangga dan tikus. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi keberadaan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lainnya di lingkungan rumah sakit.
a. Nyamuk
Pencegahan :
1) Melakukan pembersihan sarang nyamuk dengan mengubur,
menguras dan menutup.
2) Pengaturan pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan
tertutup.

14
3) Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang
menjadi tempat perindukan.
4) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan
kelambu terutama diruang perawatan anak.
Pemberantasan :
1) Pemberantasan pada larva atau jentik nyamuk aedes sp
dilakukan dengan cara abatisasi.
2) Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan
menggunakan predator.
3) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular dirumah
sakit maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah
sakit.  
b. Kecoa
Pencegahan :
1) Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat
tertutup.
2) Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
3) Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak
masuk ke dalam ruangan.
Pemberantasan :
1) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu
membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
2) Pemberantasan kecoa secara fisik atau mekanis : membunuh
langsung kecoa dengan alat pemukul, menyiram tempat
perindukan dengan air panas. Dan menutup celah-celah dinding.
Sedangkan secara kimiawi dengan menggunakan insektisida
dengan pengasapan bubuk, semprotan dan umpan.
c. Tikus
Pencegahan :

15
1) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di
dinding, plafon, pintu dan jendela.
2) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat
kesehatan.
Pemberantasan :
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan
pemasangan perangkap, pemukulan atau sebagai alternative terakhir
dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
Untuk pecegahannya dapat dilakukan dengan cara pengelolaan
sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan
pengendaliannya dengan cara : Bila kepadatan lalat disekitar tempat
sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block grill maka
dilakukan pengendalian lalat secara fisik, biologic dan kimia.
d. Binatang pengganggu lainnya
Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi
syarat kesehatan adalah pencegahan, sedangkan apabila dijumpai
kucing dan anjing maka perlu dilakukan :
1) Penangkapan lalu dibuang jauh dari rumah sakit.
2) Bekerja sama dengan Dinas Peternakan setempat untuk
menangkap kucing dan anjing.

F. Contoh Kasus Faktor Biologi Di Rumah Sakit


1. Terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih
besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain. Yaitu penyakit infeksi dan
parasit, saluran pernapasan dan saluran percernaan.
2. Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, kepatuhan penerapan
Kewaspadaan Universal/Standar pada petugas masih belum optimal,
dilaporkan adanya kasus kecelakaan tertusuk jarum suntik yang terjadi
selama periode Januari sampai dengan Mei 2013 ada 7 kejadian.
3. Data Badan Penelitian dan Pengembengan Kementerian Kesehatan
tahun 2013 menunjukkan sekitar 7000 tenaga kesehatan di Indonesia

16
terkena hepatitis B. Sebanyak 4900 diantaranya disebabkan karena
tertusuk jarum suntik dan hanya 2200 yang terinfeksi karena popuasi.
4. Terdapat kasus infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat di RSUD
Tugurejo pada tahun 2015 sebanyak 24 dari 55 pasien di ruang rawat
inap yang mengalami plebitis saat dan selama pemasangan infus
karena perawatan infus tidak menggunakan prinsip aseptic.
5. Petugas labotaorium yang setiap hari melakukan pemeriksaan darah,
urin, sputum, feses pasien dengan segala jenis penyakit sehingga akan
beresiko terpajan bakteri maupun virus yang berasal dari bahan objek
pemeriksaan.
6. Petugas londri rumah sakit yang setiap hari terpajan dengan bahan
linen yang berasal dari bekas pakai pasien dengan segala jenis penyakit
menular, hal ini dapat menyebabkan penyebaran bakteri maupun virus
yang berasal dari linen kotor. Bakteri dan virus menyebar pada saat
petugas londri melakukan seleksi jenis linen, sehingga dapat beresiko
terhadap penyakit gangguan pernapasan.
7. Perawat yang setiap hari kontak dengan pasien dalam waktu yang
cukup lama 6 sampai 8 jam perhari, sehingga selalu terpajan dengan
mikroorganisme pathogen dapat membawa infeksi dari satu pasien ke
pasien yang lain. Hasil penelitian membuktikan bahwa tenaga kerja
perawat banyak di temukan cedera sprain dan strain, nyeri pinggang,
merupakan keluhan terbanyak yang temukan pada pekerja perawat di
rumah sakit. Luka sayat dan tusukan jarum suntik yang tidak sesuai
prosedur penggunaannya atau pada saat pencucian instrument tajam
yang beresiko tersayat.

G. IKP Medication Error

Bila terjadi IKP medication error maka pelaporannya mengikuti


alur pelaporan IKP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dan kemudian
melakukan investigasi untuk menentukan proses yang mengalami
kegagalan dengan menggunakan form yang terlampir.

17
H. Prinsip Medication Safety

1. Peran Apoteker Dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien

Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan


kefarmasian. Dalam mewujudkan pengobatan rasional,
keselamatan pasien menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Dari
data-data yang termuat dalam bab terdahulu disebutkan, sejumlah
pasien mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat
memperoleh layanan kesehatan khususnya terkait penggunaan obat
yang dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat
dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker
yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju, sudah ada
apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety.
Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety
Pharmacist) meliputi :
a) Mengelola laporan medication error
1) Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
2) Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi

b) Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik


untuk menjamin medication safey

1) Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan


medication error
2) Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
3) Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk
menurunkan insiden yang sering terjadi atau berulangnya
insiden sejenis

18
c) Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan
praktek pengoloahan
1) Mengembangkan program pendidikan untuk
meningkatkan medication safety dan kepatuhan terhadap
aturan/SOP yang ada
d) Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan
medication safety
1) Komite Keselamatan Pasien RS

19
2) Komite terkait lainnya

e) Terlibat di dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat

f) Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien


yang ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek


yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur
pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan, aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan
obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring
dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien
yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam
tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui
kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan
insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

a. Pemilihan

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat


diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat
sesuai formularium.
b. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
Melakukan evaluasi terhadap distributor mengenai transportasi yang aman,
ketepatan waktu, dan ketersediaan obat.
c. Penyimpanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan


kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
- Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,sound-
alike medication names) secara terpisah.
- Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya:
20
 menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin,
insulin, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik,
dan agonis adrenergik.

21
 kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
- Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

 Menyimpan obat menurut abjad dan bentuk sediaan

 Disesuaikan dengan suhu, kelembaban, dan pengaruh cahaya

- Obat narkotika, psikotropika, prekursor disimpan dalam lemari khusus


terkunci
- Melakukan pemeriksaan berkala untuk penyimpanan obat yang benar dan
kadaluarsa
d. Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error

melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

- Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor
rekam medik/ nomor resep,
- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
- Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:
 Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda
vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
- Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.

- Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan


penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
- Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi
dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang
diminta benar, dengan mengaja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang

22
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.

e. Dispensing

- Penyiapan yang aman

 Menjamin proses peracikan yang aman

 Menyediakan lingkungan yang mendukung penyiapan yang aman

 Menyediakan informasi obat mengenai cara penyiapan yang aman

 Edukasi kepada petugas mengenai penyiapan yang aman

 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

- Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali yaitu pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada
saat mengembalikan obat ke rak.
- Dispensing yang aman

 Menjamin obat yang didistribusi dari farmasi adalah obat yang benar
dengan menyediakan serangkaian proses pemeriksaan dan dilakukan
pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket. Mengedukasi petugas agar dapat memberikan
informasi obat kepada petugas bangsal

f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan
dan didiskusikan pada pasien adalah :
- Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
- Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan

- Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
- Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
- Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang
sudah rusak atau kadaluarsa.

23
- Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan
untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses
sebelumnya.

g. Penggunaan Obat

Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama
dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah
- Tepat pasien

- Tepat indikasi

- Tepat waktu pemberian

- Tepat obat

- Tepat dosis

- Tepat label obat (aturan pakai)

- Tepat rute pemberian

h. Monitoring dan Evaluasi

Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui


efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil
monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan
melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan. Seluruh personal
yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam program
keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus menerus
mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
Apoteker juga dapat berpartisipasi dalam proses-proses:

- Peresepan yang aman

 Membuat aturan penulisan resep yang lengkap dan jelas

 Melakukan penilaian kualitas peresepan berdasarkan indikator peresepan

 Menyebarkan informasi mengenai masalah keamanan dan efektivitas


suatu obat
 Melakukan pembahasan kasus medication error berkaitan dengan

prescription error

- Pemberian obat yang aman

 Persiapan obat di bangsal :

a) Memberi masukan untuk proses persiapan yang akurat dan dengan


teknik yang tepat di bangsal

24
b) Memberi masukan untuk proses persiapan yang aseptis
di bangsal

c) Mengedukasi petugas untuk penyiapan obat di bangsal

d) Menyediakan informasi obat yang mudah


diakses mengenai persiapan obat
 Pemberian obat :

a) Mengedukasi kepada petugas mengenai pemberian


obat dengan prinsip 6 B, proses verifikasi dan
double cek
b) Mengedukasi untuk pemberian obat dengan cara yang
benar

c) Menjamin pemberian obat high alert medicine


dengan aman misalnya dengan membuat standar
konsentrasi dan pelarutan, protokol pemberian, SPO
double check
d) Menjamin pelaksanaan medication reconciliation
untuk obat pulang dengan aman

25
26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Faktor biologis di tempat kerja merupakan penyebab utama dalam
penyakit akibat kerja biasanya dikenal dalam bentuk mikroorganisme
seperti virus, bakteri, jamur, parasite dan binatang lainnya yang dapat
menyebebkan gangguan kesehatan terutama pada petugas, pasien,
pengunjung dan masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit.
Adapun mekanisme pencegahan faktor biologi di rumah sakit yaitu
penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan
kewaspadaan standar, pemantauan lingkungan kerja, dan pengujian dan
pemeriksaan tenaga kerja berdasarkan standar pelayanan kesehatan dan
keselamatan kerja di rumah sakit.
Sedangkan pengendalian faktor biologi di rumah sakit dapat
dilakukan dengan cara, pertama rekayasa teknis (pembuatan instalasi
HVAC untuk sirkulasi udara di ruang operasi dan penggunaan sinar UV
untuk mensterilisasi ruang operasi), kedua secara administarsi (penerapan
kewaspadaan standar, sift kerja) dan penggunaan APD (masker, sarung
tangan, penutup kepala yang sesuai dengan pekerjaannya).

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan akan
saran kritik dari para pembaca untuk membangun makalah ini lebih baik
lagi. Semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

27

Anda mungkin juga menyukai