Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada hakikatnya individu adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri
dan secara psikologis membutuhkan orang lain dalam menjali hubungan dengan
sesema, dan tidak lepas dengan yang namanya komunikasi, berbagai sarana dan
prasana dilakukan individu dalam menjalin komunikasi sangatlah beragam salah
satunya handphone. Telekomunikasi merupakan salah teknik penyampaian suatu
informasi. Media ini berkembang pesat dan melahirkan fenomena yang menarik
sehingga menyebabkan munculnya suatu budaya yang disebut dengan “budaya
mobile phone“ pada zaman sekarang khususnya pada generasi muda (Ezemenaka,
2013). Mobile phone merupakan alat komunikasi yang mudah dibawa kemana-mana
yang merupakan perangkat nirkabel canggih yang kini disebut dengan smartphone
(Cheever dkk.2014).
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi pada mobile phone,
kini benda padat tersebut telah menjadi bagian utama dari gaya individu, dimana
mobile phone sendiri telah menyediakan berbagai fitur atau aplikasi yang dapat
dinikmati sebagai sarana untuk berkomunikasi, media informasi, media hiburan, dan
media untuk bersosial dengan jaringan yang bernama internet. Internet merupakan
salah satu faktor penting seseroang untuk bermain mobile phone/ smartphone mereka
dengan durasi yang panjang hingga berjam-jam lamanya. Penggunaan internet pada
zaman sekarang dengan kegunaan yang berbeda-beda meski memiliki tujuan yang
sama yaitu untuk berkomunikasi.
Penggunaan telepon genggam yang terus menerus atau berlebihan jika
dibiarkan maka akan menimbulkan kecanduan telepon genggam (mobile phone
addict). Mobile phone addict didefinisikan sebagai perilaku keterikatan terhadap
telepon genggam yang disertai dengan kurangnya kontrol dan memiliki dampak
negatif bagi individu (Leung,2007). Individu yang mengalami Individu yang
2

mengalami mobile phone addict akan merasa bahwa telepon genggam dapat
memberikan hal baru yang juga hal positif karena saat menggunakan telepon
genggam seseorang akan merasakan hal yang tidak didapatkannya dari dunia nyata.
Penggunaan telepon genggam selama berjam-jam membuat seorang individu
akan kekuarangan waktu untuk sekedar bertatap muka dan mengurangi intensitas
seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain disekitarnya hal ini mengakibatkan
kualitas hubungan yang dimiliki akan berangsur-angsur memburuk. Tidak dipungkiri
jika seseorang akan merasakan kesepian dan menjadi semakin aktif dengan orang-
orang di dunia maya. Cara ini dilakukan untuk menghindari rasa sepi dengan harapan
dapat menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya.
Pemilik smartphone rata-rata membuka telepon mereka 150 kali sehari. tertawa
sekitar 15 kali sehari dan kita memeriksa telepon kami sepuluh kali lebih dari itu.
Pengguna menghabiskan rata-rata 2 jam dan 51 menit sehari pada smartphone
mereka. (Sumber: Bankmycell,2017) Sebagai perbandingan, waktu yang berkualitas
orang menghabiskan waktu dengan keluarga mereka berjumlah kurang dari 45 menit
sehari58% pengguna smartphone tidak pergi 1 jam tanpa memeriksa ponsel
mereka.Tentu saja, orang yang lebih muda merasa lebih sulit (68% orang usia 18-34)
untuk menjaga tangan mereka dari smartphone mereka selama satu jam.60% dari
mahasiswa AS menganggap diri mereka memiliki kecanduan ponsel. 71% orang tidur
dengan atau di samping ponsel mereka. 35% orang berpikir dari ponsel mereka ketika
mereka bangun sementara hanya 10% orang berpikir orang lain yang signifikan
mereka. 44% dari anak usia 18-24 tahun telah jatuh tertidur dengan ponsel mereka di
tangan mereka. 36% orang memeriksa ponsel mereka terus-menerus, sementara 54%
dari orang dewasa muda memeriksa terus-menerus. Hampir 40% dari orang tidak
pernah memutuskan sambungan dari ponsel, bahkan saat berlibur 44% orang
Amerika mengatakan mereka tidak bisa pergi hari tanpa perangkat mobile mereka.
(Sumber: Cnet,2018).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2013 bahwa jumlah
pengguna smartphone dengan rata-rata tinggi adalah berusia 18 hingga 24 tahun
3

dengan jumlah presentase 80% (Deloitte, 2014). Hal ini didukung oleh data statistik
sebuah survey yang dilakukan oleh Taylor Nelson Sofrens (TNS) di Indonesia
dengan jumlah presentase sebanyak 39% pengguna smarphone dengan kisaran usia
16 hingga 21 tahun. Dari hasil survei oleh Nationwide Building Society’s Flexplus
Current Account, sebanyak 58 persen orang tidak dapat hidup tanpa ponsel lebih dari
sehari. Penelitian yang dilakukan pada 2000 responden tersebut menemukan bahwa
53% responden hal pertama yang dilakukan dipagi hari adalah mengecek telepon
genggam mereka sebelum berbicara dengan pasangan. Dan sekitar 66% merasa tidak
bahagia ketika tidak bisa menggenggam ponsel ditangannya (infiatech, 2016). Seperti
yang tercantum dalam penelitian Yuwanto (2010) sekitar 53% dari 200 mahasiswa di
Surabaya mengalami mobile phone addict dengan tingkat sedang, analisis lebih lanjut
menurut kategorisasi aspek ditemukan bahwa aspek dengan kategori dominan tinggi
adalah withdrawal dan productivity loss yang mencapai prosentase 33% dan 45%
sedangkan aspek Anxiety dan Inability to control mendapat kategori dominan
sedang dengan presentase masing-masing 30% dari masing-masing aspek
keseluruhan.
Berdasarkan data Korlantas Polri menyebutkan, sejak 2014 sampai 2018
jumlah kecelakaan yang menimpa kaum milenial mencapai 18.000 jiwa. Rata-rata
umur 16 hingga 35 tahun yang jadi korban. Selain karena kurang cakapnya kaum
millenial dalam berkendara, kecanggihan teknologi ternyata juga jadi salah satu
faktor penyebab kecelakaan."Kaum millenial paling mendominasi. Ternyata
kecanggihan teknologi yang ada di gadget (telepon genggam) juga turut
berpengaruh," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusuf saat
dikonfirmasi, Sabtu (19/1/2019). Kombes Pol Yusuf mengaku sering melihat
pengendara milenial lebih fokus kepada telepon genggamnya ketika berkendara
dibanding memerhatikan jalan. Berkendara sambil menelepon menjadi salah satu
pemicu kecelakaan yang banyak didominasi kamu milenial. "Banyak anak muda yang
berkendara sambil telponan dan dengar musik, kalau bahkan ada pula ponsel yang
4

sengaja diletakan di dashbord depan. Tentu ini dapat mengurangi konsentrasi atau
fokus saat berkendara," tutur Kombes Pol Yusuf. (Tribun news,Jakarta,2018).
Menurut penelitian Park (2005) yang dilakukan pada 15 subjek di Seoul
menunjukkan beberapa penyebab kecanduan telepon genggam antara lain kebiasaan,
kesepian, menghibur diri, membuat rileks, mengalihkan diri dari masalah, menjaga
relasi dengan oang lain. Kesepian sebagai salah satu penyebab kecanduan sering
dialami oleh manusia pada masa mahasiswa berkisar antara 18-24 tahun, dimana pada
masa itu seseorang tergolong pada masa dewasa awal, mereka tidak lagi begitu saja
menikmati pergaulan yang yang spontan sebagaimana dulu saat masih bersekolah,
saling berinteraksi secara langsung, bersenda gurau dengan teman-temanya. Kesepian
menurut Paplau & Perlman sebagai perasaan yang dirugikan dan tidak terpuaskan
yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan sosial yang diinginkan dengan
hubungan sosial yang dimiliki. Kesepian juga berarti suatu keadaan mental dan
emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya
hubungan sosial yang ada (Bruno,2000). Kesepian tidak hanya disebabkan karena
kesendirian namun karena respon terhadap ketidak sesuian suatu hubungan yang
diharapkan.
Ketika mengalami kesepian seseorang akan merasa ketidakpuasan, kehilangan.
Tingkat kesepian seseorang akan berbeda-beda karena situasi yang menyebabkan rasa
sepi itu sendiri berbeda. Sebuah ketergantungan memiliki hubungan yang erat dengan
emosional, dimana seorang individu yang mengalami ketergantungan berusaha
mencoba untuk menemukan kebutuhan yang tidak didapatnya di dunia nyata. Meski
kenyamanan atau kebahagian yang didapatkan hanya secara virtual dan semu.
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai Hubungan Antara Loneliness Dengan Mobile Phone Addict Pada
Mahasiswa UIN SUSKA Riau.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
5

yang diajukan dalam penelitian ini adalah, “apakah ada hubungan antara Loneliness
Dengan Mobile Phone Addict Pada Mahasiswa UIN SUSKA Riau”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
hubungan anatara Loneliness dengan Mobile Phone Addict pada mahasiswa.

D. Manfaat peneliti

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi rujukan atau bahan kajian bagi
para peneliti berikutnya serta masyarakat umum yang mengkaji pendekatan psikologi
terutama mengenai Mobile Phone Addict serta dapat membantu dalam penyajian
informasi serta publikasi artikel mengenai hubungan loneliness dengan Mobile Phone
Addict.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat menjadi rujukan acuan bagi para
mahasiswa pada UIN SUSKA Riau khususnya mengenai penggunaan handphone
dengan sebijak mungkin. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna
sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir berbagai masalah yang muncul
akibat dari penggunaan handphone yang berlebihan sehari-hari.

E. Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian yang juga menggunakan variabel seperti yang di


teliti diantaranya adalah: Hale Jafari 1 , Abas Aghaei 2 dan Alireza khatony The
relationship between addiction to mobile phone and sense of loneliness
among students of  medical sciences in Kermanshah, Iran. (2019). penelitian ini
bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kecanduan ponsel dan rasa kesepian di
antara mahasiswa ilmu kedokteran. Pembelajaran alat adalah kecanduan ponsel dan
kuesioner rasa kesepian SELSA. Rata-rata skor seluler kecanduan telepon pada anak
laki-laki dan perempuan adalah 73,77 ± 11,48 dan 74,64 ± 12,28 dari 100, masing-
6

masing. Tidak ada signifikansi tidak bisa membedakan antara mereka. Menurut


peringkat kecanduan ponsel, 17,8% siswa kisaran ketergantungan sedang dan 10,9%
dari mereka berada dalam kisaran ketergantungan ekstrim. Juga, 71,3% dari para
siswa diidentifikasi sebagai pecandu ponsel. Skor rata-rata rasa kesepian pada anak
laki-laki dan perempuan adalah 43.22 ± 5.16 dan 42.82 ± 5.30, dari 105, masing-
masing. Tidak ada perbedaan yang signifikan di antara mereka. Tetapi ada korelasi
signifikan dan negatif antara skor kecanduan ponsel dan rasa kesepian.

Riska Dwi Cahyani Wahyu dan Agusti Tino Leonardi (2015) Hubungan Antara
Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan problematic
internet use pada mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
metode korelasi. Total subjek pada penelitian ini sebanyak 97 mahasiswa berusia 18-
21 tahun. Pengukuran menggunakan skala yang diadaptasi dari Generelized
Problematic Internet Use Scale 2 dan UCLA Loneliness Scale Version 3. Analisis
data menggunakan Spearman’s Rho. Hasil uji hipotesis menunjukkan angka 0,014
dan koefisien korelasi sebesar 0,250. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang lemah antara loneliness dengan Problematic Internet Use pada
mahasiswa.

Diana Savitri Hidayati (2018). Smartphone Addiction and Loneliness in


Adolescent. penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kecanduan
smartphone dan kesepian pada remaja. Peserta dari penelitian ini adalah 356
mahasiswa tahun mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, berusia 18-22.
Data dikumpulkan menggunakan Smartphone Addiction Scale (SAS) dan R-UCLA
Kesepian Skala. Hasil menunjukkan, ada korelasi positif antara kecanduan
smartphone dan kesepian pada remaja (r = 0,227; p = 0,000).

Chóliz M (2012) Mobile-phone addiction in adolescence: The Test of Mobile


Phone Dependence (TMD). Item yang termasuk dalam instrumen ini Material dan
metode: Item yang termasuk dalam instrumen ini dikembangkan berdasarkan kriteria
7

yang terkandung dalam Diagnostik dan Statistik Manual untuk Mental Disorders-
Fourth Edition-Text Revision (DSM-IV-TR; American Psychiatric Association, 2000)
untuk gangguan ketergantungan. Kuesioner diberikan kepada total 2.486 remaja
Pengantar: Telepon selular adalah salah satu alat teknologi dengan kehadiran terbesar
di pasar. Selama periode hampir 10 tahun, itu telah berubah dari hampir tidak ada
untuk menjadi perangkat yang paling digunakan (dan diinginkan) oleh remaja.
karakteristik fisik serta proses psikologis yang terlibat dalam penggunaannya
menjelaskan baik daya tarik itu memunculkan dan penyalahgunaan atau
ketergantungan dapat datang untuk memprovokasi atau mendorong pada remaja.
Penelitian ini mensyaratkan pengembangan dan evaluasi kuesioner yang dirancang
untuk mengevaluasi ketergantungan pada ponsel. Material dan metode: Item yang
termasuk dalam instrumen ini Material dan metode: Item yang termasuk dalam
instrumen ini dikembangkan berdasarkan kriteria yang terkandung dalam Diagnostik
dan Statistik Manual untuk Mental Disorders-Fourth Edition-Text Revision (DSM-
IV-TR; American Psychiatric Association, 2000) untuk gangguan ketergantungan.
Kuesioner diberikan kepada total 2.486 remaja berusia 12-18 tahun, dan analisis
faktor kemudian dilakukan. Hasil: Kuesioner ini ditandai dengan sifat psikometrik
yang baik hasil: Kuesioner ini ditandai dengan sifat psikometrik yang baik serta
dengan kemampuan untuk diskriminasi antara jenis kelamin dan di antara kelompok
usia dalam sampel remaja. Faktor-faktor yang terdiri dari instrumen ini adalah
kongruen dengan konsep ketergantungan sebagaimana didefinisikan dalam DSM-IV-
TR. Proses dimana kuesioner ini dikembangkan dijelaskan, dan versi final dari itu
kuesioner disajikan. Kesimpulan: Ujian Kesimpulan: Ujian Mobile Phone
Ketergantungan (TMP) adalah kuesioner dibangun dengan mempertimbangkan
kriteria ketergantungan DSM-IVTR. Proses dimana kuesioner ini dikembangkan
dijelaskan, dan versi final dari kuesioner disajikan.

Angga Wirajaya Subagio dan Farida Hidayati (2007) Hubungan Antara


Kesepian Dengan Adiksi Smartphone Pada Siswa Sma Negeri 2 Bekasi. Penelitian ini
8

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan adiksi smartphone


pada remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2
Bekasi. Sampel penelitian berjumlah 193 siswa. Teknik sampling yang digunakan
adalah teknik cluster random sampling. Alat pengumpul data yang digunakan yaitu
Skala Kesepian (26 aitem valid, α = 0,868) dan Skala Adiksi Smartphone (26 aitem
valid, α = 0,859). Analisis data menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil
analisis data menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara kesepian
dengan adiksi smartphone (r = 0,189; p = 0,004). Hasil tersebut menunjukkan
semakin tinggi kesepian maka semakin tinggi adiksi smartphone. Sumbangan efektif
kesepian terhadap adiksi smartphone sebesar 3,6% dan sisanya sebesar 96,4%
dijelaskan oleh faktor lain.

Dewi Ayu Masyiroh (2016) Hubungan antara loneliness dengan Mobile Phone
Addict pada Mahasiswa Universitas Negeri di Malang. Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui
tingkat mobile phone addict pada mahasiswa Universitas Negeri di Malang. (2) untuk
mengetahui tingkat loneliness pada mahasiswa Universitas Negeri di Malang. (3)
untuk mengetahui hubungan antara loneliness dengan Mobile Phone Addict pada
Mahasiswa Universitas Negeri di Malang, dengan menggunakan metode kuantitatif
korelasional. Sampel berjumlah 150 mahasiswa dengan rincian 50 mahasiswa berasal
dari Universitas Negeri di Malang, 50 mahasiswa berasal dari Universitas Brawijaya
dan 50 mahasiswa berasal dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang. Pemilihan Sampel menggunakan purposive sampling. Instrumen pada
penelitian ini adalah University California Los Angeles (UCLA) dan Mobile Phone
Addict Index (MPAI). Analisis data menggunakan korelasi product moment. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Universitas Negeri di Malang tingkat
Mobile Phone Addict berada dalam kategori sedang dengan prosentase 81% dan
tingkat loneliness mahasiswa berada dalam kategori sedang dengan prosentase 49%.
Koefisien korelasi pearson (r) sebesar 0,29 dengan sign (p)= 0.000 (p < 0.001) dapat
9

diartikan terdapat hubungan positif dan signifikan antara loneliness dengan Mobile
Phone Addict. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat loneliness maka
akan semakin tinggi pula tingkat mobile phone addict begitu pula sebaliknyasemakin
rendah tingkat loneliness maka akan semakin rendah pula tingkat mobile phone
addict.
Dari enam penelitian diatas, maka persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan ialah penelitian dari Dewi Ayu Masyiroh (2016) Hubungan antara
loneliness dengan Mobile Phone Addict pada Mahasiswa Universitas Negeri di
Malang. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dimana variabel X
(bebas) dan Y (terikat) nya sama, skala loneliness dan mobile phone addict yang
sama. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah teknik analisis
data dan pemilihan sampel yang berbeda.
10

BAB II
LANDASAN TEORI

A. MOBILE PHONE ADDICT


1. Definis Mobile Phone Addict
Menurut kamus psikologi (2011), definisi addiction atau kecanduan adalah
keadaan bergantung secara fisik dan psikologis. Secara umum addict telah
didefinisikan semata-mata untuk suatu hal yang berkenaan dengan zat adiktif
(misalnya alkohol, tembakau, obat-obatan) yang masuk melewati darah dan menuju
ke otak, dan dapat merubah komposisi kimia ke otak. Istilah addict sendiri
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat, sehingga istilah
addict tidak selamanya melekat pada obat-obatnya tetapi dapat juga melekat pada
kegiatan atau suatu hal tertentu yang dapat membuat seseorang addict secara fisik
atau psikologis Konsep kecanduan dapat diterapkan pada perilaku secara luas salah
satu yang sering kita jumpai pada zaman sekarang adalah mobile phone addict.
Mobile phone addict handphone didefinisikan oleh Leung (2007). sebagai
perilaku keterikatan terhadap telepon genggam yang disertai dengan kurangnya
kontrol dan memiliki dampak negatif bagi individu. Sedangkan Toda (2006)
mengartikan mobile phone addict sebagai penggunaan berlebihan telepon genggam di
depan umum tanpa mempertimbangkan kerugian yang muncul. Penggunaan telepon
genggam tanpa kontrol dengan intensitas yang berlebihan di setiap harinya
merupakan salah satu ciri seseorang mengalami mobile phone addict. penggunaan
telepon genggam tanpa kontrol akan medatangkan permasalahan di
lingkungan sosial sekitarnya. Bahkan hal-hal buruk lainnya seperti gangguan
kesehatan, kesepian, kesejahteraan, dan lain sebagainya akan muncul seiring dengan
penggunaan telepon genggam tanpa batas. Dengan beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa mobile phone addict adalah ketidakmampuan seseorang untuk
mengontrol penggunaan telepon genggam sehingga memunculkan dampak-dampak
negative.
11

2. Ciri-ciri mobile phone addict


Ciri-ciri mobile phone addict menurut Leung (2007) adalah sebagai berikut :
a. Inability to control craving adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
keinginan menggunakan telepon genggam.
b. Anxiety and feeling lost adalah kecemasan dan merasa kehilangan bila
tidak menggunakan telepon genggam.
c. Withdrawal and escape adalah menarik diri dan melarikan diri, artinya
telepon genggam digunakan sebagai sarana untuk mengalihkan diri saat
mengalami kesepian atau masalah.
d. Productivity loss adalah kehilangan waktu untuk menjadi produktif.

Sedangkan pendapat lain diungkapkan oleh Bianchi dan Philips (2007) mengenai
beberapa ciri mobile phone addict antara lain :

a. Preokupasi dengan telepon genggam.


b. Waktu menggunakan telepon genggam semakin meningkat untuk memuaskan
diri.
c. Melakukan kontrol penggunaan namun gagal.
d. Menggunakan telepon genggam dalam kurun waktu yang lama.
e. Merasa kehilangan, gelisah, tidak nyaman ketika menghentikan menggunakan
telepon genggam.
f. Menggunakan telepon genggam sebagai sarana pengalihan.
g. Menggunakan telepon genggam saat bersama teman, keluarga atau orang lain.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
kecanduan telepon genggam adalah kurangnya kontrol dalam penggunaan telepon
genggam, menarik diri dari lingkungan, merasa cemas saat tidak dapat menggunakan
telepon genggam dan mulai berkurangnya waktu-waktu produktif.

3. Penyebab Mobile Phone Addict

Yuwanto (2010) dalam penelitiannya mengenai mobile phone addict


12

mengemukakan beberapa faktor penyebab kecanduan telepon genggam yaitu:

a. Faktor internal

Faktor ini terdiri atas faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik individu.


Pertama, tingkat sensation seeking yang tinggi, individu yang memiliki tingkat
sensation seeking yang tinggi cenderung lebih mudah mengalami kebosanan dalam
aktivitas yang sifatnya rutin. Kedua, selfesteem yang rendah, individu dengan
selfesteem rendah menilai negatif dirinya dan cenderung merasa tidak aman saat
berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Menggunakan telepon genggam akan
membuat merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain. Ketiga, kepribadian
ekstraversi yang tinggi. .Keempat, kontrol diri yang rendah, kebiasaan menggunakan
telepon genggam yang tinggi, dan kesenangan pribadi yang tinggi dapat menjadi
prediksi kerentanan individu mengalami kecanduan telepongenggam.

b. Faktor situasional

Faktor ini terdiri atas faktor-faktor penyebab yang mengarah pada penggunaan
telepon genggam sebagai sarana membuat individu merasa nyaman secara psikologis
ketika menghadapi situasi yang tidak nyaman, seperti pada saat stres, mengalami
kesedihan, merasa kesepian, mengalami kecemasan, mengalami kejenuhan belajar,
dan leisure boredom (tidak adanya kegiatan saat waktu luang) dapat menjadi
penyebab kecanduan telepon genggam.

c. Faktor sosial

Terdiri atas faktor penyebab kecanduan telepon genggam sebagai sarana


berinteraksi dan menjaga kontak dengan orang lain. Faktor ini terdiri atas mandatory
behavior dan connected presence yang tinggi. Mandatory behavior mengarah pada
perilaku yang harus dilakukan untuk memuaskan kebutuhan berinteraksi yang
distimulasi atau didorong dari orang lain. Connected presence lebih didasarkan pada
perilaku berinteraksi dengan orang lain yang berasal dari dalam diri.
13

4. Faktor eksternal

Merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor


ini terkait dengan tingginya paparan media tentang telepon
genggam dan berbagai fasilitasnya. Semakin tinggi paparan media
tentang iklan telepon genggam maka makin besar kemungkinan
menyebabkan mobile phone addict.

Sedangkan menurut Walsh, White Young(2007) penyebab


kecanduan telepon genggam adalah:

a. Self gratification

Penggunaan telepon genggam karena menghibur diri


atau dengan kata lain karena kesenangan pribadi dengan tujuan
untuk membuat individu merasa nyaman atau rileks
b. Social gratification
Penggunaan telepon genggam karena menjaga kontak
dengan orang lain. kebutuhan untuk terus terhubung dengan
orang lain semakin dimudahkan dengan kemajuan teknologi,
karena seseorang tidak harus bertatap muka ataupun bertemu
fisik secara langsung.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas dapat
disimpulkan bahwa mobile phone addict memiliki beberapa
penyebab yang diantaranya dapat berasal dari faktor internal,
faktor situasional, faktor eksternal dan faktor sosial individu.

5. Dampak Mobile Phone Addict


Beberapa dampak dari kecanduan telepon genggam menurut
Yuwanto (2010) antara lain:
14

a. Konsumtif, penggunaan telepon genggam dengan berbagai fasilitas


yang ditawarkan penyedia jasa layanan telepon genggam (operator)
sehingga membuat individu harus mengeluarkan biaya untuk
memanfaatkan fasilitas yang digunakan.
b. Psikologis , individu merasa tidak nyaman atau gelisah ketika tidak
menggunakan atau tidak membawa telepon genggam.
c. Fisik, terjadi gangguan seperti gangguan atau pola tidur yang berubah
d. Relasi sosial, berkurangnya kontak fisik secara langsung dengan orang
lain.
e. Akademis/pekerjaan, berkurangnya waktu untuk mengerjakan sesuatu
yang penting dengan kata lain berkurangnya produktivitas sehingga
mengganggu akademis atau pekerjaan.
f. Hukum, keinginan untuk menggunakan telepon genggam yang tidak
terkontrol menyebabkan menggunakan telepon genggam saat
mengemudi dan membahayakan bagi diri sendiri dan pengendara lain.

Adapula dampak positif dari kecanduan telepon genggam menurut


Yuwanto (2010) diantaranya:
a. Penggunaan telepon genggam dapat brfungsi sebagai pengurang
depresi. Bila individu mengalami sterss, sedih atau mengalami
kecemasan maka telepon genggam dapat digunakan sebagai
saranamengurangi kondisi tidak nyaman tersebut.
b. Mempertahankan dan memperkuat kontak dengan orang lain. hal
ini dapat terjadi namun dengan catatan jika ketergantungan terkait
dengan penggunaan telepon genggam untuk kontak dengan orang
lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak dari
kecanduan telepon genggam tidak hanya negatif melainkan juga
positif meski masih lebih banyak dampak negatifnya dibandingkan
dengan dampak positifnya.
15

A. LONELINESS

1. Definis Loneliness
Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan
pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang
gagal untuk membangun hubungan dekat dengan orang lain. Akan tetapi,
kesepian bukan termasuk kelainan jika masih dalam intensitas yang
rendah. Moustakas (1961) berpendapat bahwa ada kesepian berupa
kenyataan dalam diri dari kehidupan manusia dimana perasaan sedih yang
berkepanjangan dan rasa sakit dalam dirinya. Kesepian diri yaitu ketika
seseorang menyadari bahwa dirinya adalah orang yang terisolasi dan
sendiri dalam kesepian
Kesepian atau loneliness didefnisikan sebagai perasaan kehilangan
dan ketidak puasan yang dihasilkan oleh ketidak sesuaian antara jenis
hubungan sosial yan g kita inginkan dan jenis hubungan yang kita miliki
(Perlman dan peplau dalam Taylor 2009). Loneliness merupakan hidup
tanpa melakukan hubungan, tidak punya keinginan untuk melakukan
hubungan interpersonal yang akrab (Baron,1991).
Loneliness (kesepian) diartikan sebagai perasaan kehilangan dan
ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan
sosial yang seseorang inginkan dan jenis hubungan sosial yang dimiliki.
Hubungan sosial memang penting bagi manusia namun ketika kita
kekurangan beberapa aspek penting kita akan merasakan penderitaan
personal dari situasi loneliness (kesepian). Kesepian merupakan sesuatu
yang ada dalam batin manusia yang tidak dapat dideteksi hanya dengan
melihat seseorang (Peplau dan Perlman ,2009).
Kesepian merupakan keadaan mental dan emosional negatif yang
dicirikan dengan munculnya perasaan tidak menyenangkan dan
16

kegelisahan subyektif yang dialaminya. Individu yang mengalami


kesepian biasanya ketika dilibatkan pada lingkungan sekitar akan merasa
dirinya kurang puas, kurang bahagia, lebih pesimis dan kurang
bersemangat. Mahasiswa yang mampu memulai tahun pertamanya di
sekolah dengan harapan positif akan berhasil mendapatkan teman baru,
mempunyai penilaian yang baik tentang dirinya dan mampu menciptakan
kehidupan sosial yang memuaskan, baik akan terhindar dari perasaan
kesepian (Sears dalam dwi Nur Prasetia,2009).
Menurut Bruno (dalam Dayakisni & Hudaniah, ) loneliness
merupakan suatu keadaan mental dan emosional terutama yang dicirikan
oleh adanya perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang
bermakna dengan orang lain. Selain itu Brehm & Kassin berpendapat
bahwa loneliness adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang
diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada.
Kesepian terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara apa yang
diharapkan seseorang dan kenyataan dari kehidupan interpersonalnya,
sehingga seseorang menjadi sendiri dan kesepian. Selanjutnya,
kesepian akan disertai dengan berbagai emosi negatif seperti depresi,
kecemasan, ketidak bahagian,ketidak puasaan,menyalahkan diri sendiri
dan malu.
Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
loneliness adalah keadaan ketika seseorang memliki kualitas hubungan
sosial yang kurang bermakna sehingga dapat memicu perasaan negatif.

2. Macam-macam loneliness

Robert Weiss (dalam David O’Sears, 2005) membedakan dua tipe


kesepian berdasarkan hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami
seseorang, yakni:
17

a. Emotional Loneliness kesepian karena kurangnya sosok yang menjadi


disayangi atau menjadi sosok tambatan. Ketiadaan figur kasih sayang
yang intim, seperti yang bisa diberikan oleh orang tua kepada anaknya
atau teman akrab kepada seseorang.
b. Social loneliness kesepian karena kurangnya kawan dan asosiasi.
Kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau terintegrasi dalam suatu
komunikasi yang bisa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan
kerja

Selanjutnya Shaver dkk (dalam Wrightsman, 1993) mengemukakan


tipe-tipe kesepian yang lain berdasarkan sifat kemenetapannya, yaitu:
a. Trait loneliness, yaitu kesepian yang cenderung menetap (stable
pattern) sedikit berubah, dan biasanya dialami oleh orang yang
memiliki self esteem yang rendah, dan memiliki sedikit interaksi
sosial yang berarti.
b. State loneliness, yaitu kesepian yang bersifat temporer, biasanya
disebabkan oleh pengalaman-pengalaman dramatis dalam
kehidupan seseorang.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas dapat
disimpulkan bahwa macam-macam loneliness adalah kesepian
secara emosional (Emotional Loneliness) yang berasal dari diri
individu dan kesepian secara sosial (Social loneliness) yang
berasal dari orang di sekitarnya.

3. Aspek-aspek Loneliness
Menurut Daniel W Russel (1996) loneliness didasari oleh tiga aspek yaitu :

a. Personality
18

Kepribadian individu dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan


karakteristik perilaku berfikir

b. Social desirability
Adanya keinginan kehidupan sosial yang disenangi individu pada
kehidupannya dilingkungannya
c. Depression
Adanya tekanan dalam diri yang mengakibatkan depresi.

Menurut Bruno (2000) yang menjadi aspek-aspek kesepian ada delapan, yaitu:

a. Isolalsi
Suatu keadaan dimana seseorang merasa terasing dari tujuan-tujuan dan nilai-
nilai dominan dalam masyarakat kemenangan,agresivitas, manipulasi
merupakan faktor-faktor pemicu munculnya keterasingan.
b. Penolakan
Penolakan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak diterima, diusir dan
dihalau oleh lingkungannya. Seseorang yang kesepian akan merasa dirinya
ditolak dan ditinggalkan walaupun berada ditengah-tengah keramaian.
c. Merasa disalah mengerti
Suata keadaan dimana seseorang merasa seakan-akan dirinya disalahkan dan
tidak berguna. Seseorang yang selalu merasa disalah mengerti dapat
menimbulkan rasa rendah diri, rasa tidak percaya diri dan merasa tidak
mampu untuk bertindak.
d. Merasa tidak dicintai
Adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mendapatkan kasih sayang,
tidak diperlakukan secara lembut dan tidak dihormati, merasa tidak dicintai
akan jauh dari persahabatn dan kerja sama.
e. Tidak mempunyai sahabat
19

Tidak ada seseorang yang berada disampingnya, tidak ada hubungan, tidak
dapat berbagi. Orang yang paling tidak berharga adalah orang yang tidak
memiliki sahabat.

f. Malas membuka diri


Suatu keadaan dimana seseorang malas menjalin keakraban, tekut terluka,
senantiasa merasa cemas dan takut jangan-jangan orang lain akan melukainya.
g. Bosan
Suautu perasaan seseorang yang merasa jenuh tidak menyenangkan tidak
menarik, merasa lemah, orang-orang yang pembosan biasanya orang-orang
yang tidak menikmati keadaan-keadaan yang ada.
h. Gelisah
Suatu keadaan dimana seseorang merasa resah, tidak nyaman dan tentram
didalam hati merasa selalu khawatir, tidak senang, dan perasaan galau dilanda
kecemasan.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi lenoliness


Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang mempengaruhi
seseorang mengalami loneliness, yaitu:
a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang
Hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseoran
tidak puas akan hubungan yang dimiliki. Ada banyak alasa
seseorangmerasa tidak puas dengan hubungan yang tidak memenuhi
syarat-syarat suatu hubungan yangbermakna.
b. Terjadi perubahan keinginan terhadap suatu hubungan
Loneliness dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang
diinginkan seseorang dari suatu hubungan atau dapat dikatakan mengenai
tujuan hubungan tersebut. Pada saat tertentu hubungan sosial yang
dimiliki seseorang cukup memuaskan sehingga orang tersebut tidak
20

mengalami loneliness. Tetapi di saat lain hubungan tersebut tidak lagi


memuaskan karena salah seorang menginginkan tujuan hubungan yang
berbeda.
c. Self-esteem
Loneliness berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang
memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada
situasi yang beresiko secara sosial (misalnya berbicara didepan umum dan
berada di kerumunan orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini
orang tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus
menerus akibatnya akan mengalami loneliness.
d. Perilaku interpersonal
Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami loneliness, orang
yang mengalami loneliness akan menilai orang lain secara negatif, tidak
begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,
mengintepretasikan tindakan dan intensi kecendrungan untuk berperilaku
orang lain secara negatif, dan cenderung memegang sikap-sikap yang
bermusuhan. Orang yang mengalami loneliness cenderung lebih lambat
dalam membangun keintiman dalam hubungan dengan orang lain Hal ini
akan membatasi kesempatan orang itu untuk bersama dengan orang lain
dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan.

Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menyimpulkan


beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang yang mengalami
loneliness yaitu:
a. Being unattached
Suatu keadaan dimana individu merasa loneliness ketika dia tidak
mempunyai pasangan, tidak memiliki pasangan seksual, ataupun
berpisah dengan pasangannya.
21

c. Alienation
Suatu keadaan dimana individu merasa loneliness saat dia merasa
berbeda dengan orang lain, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan
oleh orang lain, dan tidak mempunyai teman dekat.
d. Being alone
Suatu keadaan dimana individu merasa loneliness ketika individu
merasa dirinya selalu sendirian pulang ke rumah dan tidak ada
seseorang yang menyambutnya.
e. Forced isolation
Suatu keadaan dimana individu merasa loneliness saat dikurung
dirumah, rawat inap di rumah sakit, dan tidak bisa kemna-mana.
f. Dislocation
Suatu keadaan dimana individu merasa loneliness saat individu
merasa jauh dari rumah, memulai pekerjaan atau sekolah baru, terlalu
sering melakukan perpindahan, dan sering melakukan perjalanan.

Berdasarkan penjelasan para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa


penyebab loneliness dapat ditinjau dari berbagai hal terutama ialah saat
seseorang kurang memiliki hubungan yang erat dengan orang lain, harga diri
seseorang, memiliki hubungan yang kurang memuaskan karena perubahan
tujuan dari hubungan yang dimiliki, dan perilaku interpersonal yang dimiliki
oleh individu.

B. Kerangkan Befikir
Kecanggihan telepon genggam telah menarik minat banyak orang untuk
memilikinya. Banyak hal yang ditawarkan sebuah telepon genggam, saat ini
telepon genggam tidak hanya memenuhi kebutuhan komunikasi
melainkan untuk memenuhi segala macam kebutuhan manusia.
22

Hingga membuat seseorang menggunakan telepon genggam tanpa


kontrol atau dengan kata lain mobile phone addict. sebagai perilaku
keterikatan terhadap telepon genggam yang disertai dengan kurangnya kontrol
dan memiliki dampak negatif bagi individu. Intensnya penggunaan telepon
genggam membuat seseorang mulai mengacuhkan lingkungan sosialnya. salah
satu dampak negatif dari kecanduan telepon genggam adalah individu yang
merasa terisolasi dari orang lain. komunikasi yang terus dilakukan melalui
telepon genggam barakibat pada berkurangnya keintiman secara fisik dan
psikis,penggunaan telepon genggam tanpa kontrol akan medatangkan
permasalahan sosial di lingkungan sekitarnya. Karena mobile phone addict
membuat seseorang menarik diri di lingkungan sosialnya, memicu timbulnya
perasaan cemas dan kehilangan jika berjauhan dengan telepon genggam
bahkan hal yang lebih buruk ialah berkurangnya keterampilan sosial
seseorang.
Orang-orang yang memiliki perasaan loneliness kurang memiliki
keterampilan sosial dalam interaksi dengan orang lain. Penyebab kecanduan
telepon genggam diantaranya adalah kesepian, kebiasaan, menghibur diri
sendiri. Membuat diri rileks, mengalihkan diri dari masalah, dan menjaga
relasi dengan orang lain. Seseorang cenderung mencari pengalihan dari rasa
sepi atau tidak nyaman yang dialaminya. Berbagai jenis aktifitas dapat
dilakukan seseorang sebagai bentuk pengalihan rasa sepi yang dialaminya,
diantaranya ialah dengan menggunakan telepon genggam. Faktor penyebab
kecanduan telepon genggam yakni self gratification dan social gratification.
Faktor menghibur diri dan mengalihkan diri masuk pada self gratification,
sedangkan menjaga kontak dengan orang lain termasuk pada social
gratification. Rasa nyaman yang muncul akibat penggunaan telepon genggam
sebagai obyek pengalihan akan menimbulkan intensitas yang semakin sering
hal itu terulang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin sering
seseorang mengalami kesepian maka semakin sering pula seseorang
23

menggunakan telepon genggam. Dari penjelasan diatas, peneliti menduga ada


hubungan antara lenoninnes dengan mobile phone addict pada mahasiswa
UIN SUSKA Riau.

C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah diungkapkan diatas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah ada hubungan posistif antara lenoliness dengan
mobile phone addict pad mahasiswa UIN SUSKA Riau.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini kuantitatif dengan
pendekatan dengan pendekatan korelasional, yang bertujuan untuk meneliti
hubungan sebab-akibat yang tidak diberi perlakuan (dirancang dan
dilaksanakan) oleh peneliti yaitu mencari hubungan antara variabel lenolinnes
sebagai variabel independen terhadap variabel dependen yaitu mobile phone
addict.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau
meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena, atau berbagai variabel
penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya yang disusun secara
sistemtis untuk digunakan sebagai suatu kesimpulan. (Suharsimi Arikunto,
2010).
Menurut Cholid dan Abu (2007) penelitian korelasional merupakan
penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variabel-variabel
24

pada suatu faktor berkaitan dengan variabel-variabel pada satu atau lebih
faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel dependen
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat (Sugiyono,
2016). Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas (X) : Lenolinnes
Variabel Terikat (Y) : Mobile Phone Addict

C. DEFINISI OPERASIONAL

Azwar (2013) Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai


variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel
tersebut yang dapat diamati. Definisi operasional dari kedua variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mobile Phone Addict

Mobile Phone Addict adalah ketidakmampuan seseorang untuk


mengontrol penggunaan telepon genggam sehingga memunculkan
25

dampak- dampak negatif. Untuk memahami Mobile Phone Addict dapat


diukur melalui skala Mobile Phone Addict yang memiliki ciri-ciri
diantaranya adalah: inability to control craving (kurang
kontrol), anxiety (kecemasan), withdrawal (penarikan diri) dan
productivity loss (kehilangan produktifitas).

2. Loneliness

Loneliness adalah keadaan ketika seseorang memiliki kualitas


hubungan sosial yang kurang bermakna sehingga dapat memicu muncul
perasaan- perasaan negatif. Untuk memahami Loneliness dapat diukur
menggunakan skala Loneliness yang memiliki macam-macam
Emotional loneliness (kesepian emosional) dan Social loneliness
(kesepian sosial).

D. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian
Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2013: 77). Sedangkan menurut
Sugiyono (2016: 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada
penelitian ini menjadikan mahasiswa UIN Suska Riau yang berusia 18-22
tahun sebagai populasi yang berjumlah 27.008 mahasiswa yang didapat data
dari Kasubag Rektorat UIN SUSKA Riau.
26

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebgaian dari populasi yang akan dijadikan subjek
penelitian. Arikunto (2010) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti dengan maksud untuk menggeneralisasikan hasil
penilitian sampel . sampel diambil apabila kita tidak mampu meneliti seluruh
populasi. Syarat utama dari sampel adalah harus mewakili populasi . Oleh
karena itu semua ciri-ciri populasi harus diwakili dalam sampel.sampel pada
penelitian ini menggunkan rumus solvin.
Adapun rumus yang peneliti gunukan untuk menetapkan sampel adalah
ɳ= N
1+N α2

ɳ= Jumlah sample yang dicari

N= Jumlah populasi

α2= Nilai Presesi/kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran


ketelitian karena kesalahan sample yang dapat di tolerir 5%)

ɳ= N
1+(N x e2 )

ɳ= 27.088
1+27.088. 0,052

394,179 dibulatkan menjadi 394 sample mahasiswa UIN Suska Riau.

3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel adalah Probability sampling dengan
menggunakan teknik simple random Sampling. Menurut (Sugiyono,2010)
teknik simple random Sampling adalah teknik pengambilan sampel dari
27

anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata


yang ada dalam populasi itu.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala sebagai instrumen


pengumpul data. Arikunto (2005:105) menjelaskan skala sebagai sebuah
intrumen pengumpul data yang bentuknya seperti daftar cocok tetapi alternatif
yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala banyak digunakan
untuk mengukur aspek-aspek kepribadian atau aspek kejiwaan lain. Skala
psikologi yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan skala
likert yang didalamnya terdapat beberapa butir pernyataan mendukung
pernyataan psikologi yang ingin diungkap (favorable) dan tidak mendukung
pernyataan psikologi yang diungkap (unfavorable). Jawaban setiap
pernyataan/butir instrument diberikan pada respon dalam tingkatan positif
hingga negatif dengan empat pilihan jawaban, yaitu: sangat setujui (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

1. Skala Mobile Phone Addict


Skala yang digunakan oleh peneliti adalah skala adopsi dari Mobile
Phone Addict Index (MPAI) oleh Louis Leung dengan jumlah aitem 18.
Yang aspek-aspeknya diadaptasi dari beberapa simtom yang ada dalam
The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM). Aspek-aspek tersebut adalah inability to
control,anxiety, withdrawal,dan productivity loss.

Blueprint skala Mobile Phone Addict

Aspek Indikator F UF Jumlah


(inability to control Ketidakmampuan
1,4,6,
28

craving) mengontrol keinginan 7 2,3,5, 7

kurang control menggunakan handphone


Individu merasa cemas
(Anxiety)
Merasa kehilangan saat 8,11 9,10 4
Kecemasan
tidak menggunakan
(Withdrawal) Menarik diri/mengalihkan
13,14 12 3
Penarikan diri dari masalah
(productivity loss)
Berkurangnya waktu 15,17,
Kehilangan 16 3
produktivitas diri 18
produktifitas
Total 12 6 18

2. Skala Loneliness
Skala yang digunakan peneliti adalah skala adopsi yang dari
University California Los Angels (UCLA) loneliness scale oleh Russel D.
Peplau L.A & Ferguson M. L. dengan aspek emotional loneliness
(kesepian emosi) dan social loneliness (kesepian sosial) serta jumlah
aitem sebanyak 20.

Aspek Indikator F UF Jumlah


Emotional
loneliness Individu merasakan
2,3,7 4,15,1 6
(Kesepian ketidakhadiran
6
Emosi) hubungan emosional
yang intim
Individu yang tidak memiliki
12, 18 1,10,1 5
keterlibatan dalam kelompok
7
29

Social loneliness Individu yang tidak ikut


(Kesepian Sosial) berpartisipasi dalam 6,8 5,19,2 5
kelompok, peran-peran 0
berarti dan minat yang
sama
Individu merasa dikucilkan 11,13,
9 4
dengan sengaja 14
TOTAL 10 10 20
Bleu print skala lenolinnes

F. Validitas dan Reabilitas


1. Uji Coba Alat Ukur
Sebelum alat ukur ini digunakan dalam penelitian, maka alat ukur
yang akan digunakan harus diujicobakan terlebih dahulu dengan melakukan
uji coba (try out). Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan
(validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) guna mendapatkan aitem-aitem
yang layak sebagai alat ukur. Menurut Arikunto (2010: 212), sebuah skala
dapat digunakan apabila dikatakan valid dan reliabel berdasarkan statistik
melalui uji coba (try out) terlebih dahulu. Uji coba alat ukur dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas suatu alat ukur. Setelah
melakukan uji coba, selanjutnya diskor dan melakukan pengujian validitas
dan reliabilitas dengan bantuan komputer, yaitu menggunakan aplikasi SPSS
20 for Windows.

2. Validitas

Validitas dapat diartikan sejauh mana suatu tes mampu mengukur


atribut yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini, validitas yang
digunakan peneliti adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas
yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional
30

atau lewat professional judgement (Azwar, 2009: 52). Validitas isi dalam
penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi dan narasumber
seminar penelitian.

3. Uji Daya Beda


Salah satu cara yang sederhana untuk melihat apakah validitas isi telah
terpenuhi adalah memeriksa apakah masing-masing butir telah sesuai dengan
indikator perilaku yang akan diungkapkan. Analisis rasional ini juga
dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk menganalisis skala tersebut.
Langkah selanjutnya setelah melakukan pengujian validitas isi adalah
melakukan validitas kon Daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak
memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem merupakan
indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala
secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem total Untuk
mengetahui tingkat validitas alat ukur dianalisis dengan cara menggunakan
korelasi product moment pearson (dalam azwar, 2010) dengan bantuan
program SPSS 20 for windows, dengan cara menghubungkan skor tiap butir
dengan skor totalnya. Adapun rumus dari product moment pearson adalah
sebagai berikut :

Rumus dari product moment pearson adalah sebagai berikut :

N . Σ XY − ( ΣX ) (ΣY )
rxy= √[ N . ΣX 2 − (ΣX )2 ] [ N .ΣY 2 − (ΣY )2 ]
Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi skor aitem dan total aitem


31

N : Jumlah subjek penelitian

X : Skor butir tiap aitem

Y : Skor total aitem setiap subjek

X2 : Jumlah kuadrat skor setiap aitem

Y2 : Jumlah kuadrat skor total aitem

xy : Jumlah hasil perkalian skor tiap aitem

Untuk menentukan aitem yang soheh dan gugur, peneliti mengacu


kepada pendapat Azwar (2010), yang mengatakan apabila aitem yang
memiliki indeks daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar dari pada
0,30 dan jumlahnya melebihi aitem yang direncakan untuk dijadikan skala,
maka peneliti dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya
diskriminasi yang tertinggi.

Sebaliknya, apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak


mencukupi jumlah yang diinginkan, peneliti dapat mempertimbangkan untuk
menurunkan sedikit batas kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah
aitem yang diinginkan dapat tercapai.

4. Reliabilitas
Konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil dari suatu pengukuran
dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang
relative sama, sel Untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat ukur dalam
32

penelitian ini maka peneliti menggunakan rumus Alpha Cronbach (dalam


Azwar, 2010: 87).

Adapun rumus Alpha Cronbach tersebut adalah:

1- S 12+ S 22
α=
Sx2
S 12 +S 22 S 12 +S 22
∝=2 1−( SX 2 ) (
∝=2 1−
SX 2 )
Keterangan :

α : Koefisien reliabilitas alpha

S 12dan S 22 : Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2 : Varians skor skala

Dalam perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus program


SPSS 20 for windows. Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh
koefisien reabilitas (rxy) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan
1. Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1, maka semakin
tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas semakin
mendekati angka 0, maka semakin rendah tingkat reliabilitasnya (Azwar,
2010).

5. ANALISIS DATA
Effendi dan Singarimbun (1989:103) menyatakan bahwa analisis data
merupakan proses peyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diintepretasikan. Selain itu analisis data merupakan kegiatan
pengujian hipotesis-hipotesis penelitian. Data kuantitatif yang diperoleh dalam
33

penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi product


moment dengan bantuan SPSS for windows version 20 Adapun rumus dari
Product Moment dari Pearson adalah sebagai berikut :

N . Σ XY − ( ΣX ) (ΣY )
rxy= √[ N . ΣX 2 − (ΣX )2 ] [ N .ΣY 2 − (ΣY )2 ]
Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi skor aitem dan total aitem

N : Jumlah subjek penelitian

X : Skor butir tiap aitem

Y : Skor total aitem setiap subjek

X2 : Jumlah kuadrat skor setiap aitem

Y2 : Jumlah kuadrat skor total aitem

xy : Jumlah hasil perkalian skor tiap aitem

DAFTAR PUSTAKA

Adrianabianch. 2005. Psychological Predictors Of Problem Mobile Phone Use.


Cyberpsychology & Behavior Volume 8

Agghal Abas, Hale Jefari dan Alireza khatony.(2019). The relationship


between addiction to mobile phone and sense of loneliness
among students of medical sciences in Kermanshah, Iran. BMC Research
Notes. Desember. 676
34

Agusta Duha.2016 Faktor-Faktor Resiko Kecanduan Menggunakan


Smartphone Pada Siswa Di Smk Negeri 1 Kalasan Yogyakarta Addiction
Risk Factors Using Smartphone To Students In Smk Negeri 1 Kalasan
Yogyakarta. E-Journal Bimbingan Dan Konseling Edisi 3 Tahun Ke-5

Angga Wirajaya Subagio. 2017. Hubungan Antara Kesepian Dengan Adiksi


Smartphone Pada Siswa Sma Negeri 2 Bekasi. Jurnal Empati, Januari,
Volume 6(1), 27-33

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin, J.P. (2011). Kamus Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Chóliz M. Mobile-phone addiction in adolescence: The Test of Mobile Phone


Dependence (TMD). Department of Basic Psychology University of
Valencia Avda Blasco Ibáñez, Spain. Prog Health Sci 2012, Vol 2 ,
No1 Test Mobile Phone Addiction

Dwi Rsika Cahyani. 2015. Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic


Internet Use pada Mahasiswa. Surabaya. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental Vol. 04 No. 1

Kurniawan Abram. Hubungan antara Academic Stress dengan Smartphone


Addiction pada Mahasiswa Pengguna Smartphone. Jurnal Psikologi
Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 1, April 2013
Leung, l., & Wei, R. (2007). “Who are the cell phone have-nots? Influences

Octavianus Prabowo. Penerimaan Teman Sebaya, Kesepian, dan Kecanduan


Bermain Gim Daring pada Remaja di Jakarta. Universitas Bina
Nusantara Jakarta.XXVIII No.1 Juni, 2012
35

Prabowo Octavinus.2012. Penerimaan Teman Sebaya, Kesepian, dan


Kecanduan Bermain Gim Daring pada Remaja di Jakarta. MIMBAR,
Vol. XXVIII, No. 1 (Juni, 2012): 9-18

Savitri Diana Hidayati. 2018. Smartphone Addiction and Loneliness in


Adolescent. Advances in Social Science, Education and Humanities
Research (ASSEHR), volume 304 4th ASEAN Conference on
Psychology, Counselling, and Humanities

Sears, David . (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Y. Aminchai Hamburger. Loneliness and Internet use. Computers in Human


Behavior 19 (2003) 71–80

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Sandra TPP
    Sandra TPP
    Dokumen35 halaman
    Sandra TPP
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen84 halaman
    Tugas
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Sandra TPP
    Sandra TPP
    Dokumen35 halaman
    Sandra TPP
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Aji CV PDF
    Aji CV PDF
    Dokumen2 halaman
    Aji CV PDF
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Lala
    Lala
    Dokumen8 halaman
    Lala
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 & 5
    Bab 4 & 5
    Dokumen8 halaman
    Bab 4 & 5
    Berita Opini
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 & 5
    Bab 4 & 5
    Dokumen8 halaman
    Bab 4 & 5
    Berita Opini
    Belum ada peringkat