5 Kiat Mengatasi Persoalan Hidup
5 Kiat Mengatasi Persoalan Hidup
Menghadapi Persoalan
Hidup
Penulis
Abdullah Gymnastiar
Editor
Rashid Satari
Desainer/Layouter
Agus Anwar
Diterbitkan oleh
SMS Tauhiid
Jl. Gegerkalong Girang No.30F Bandung
Telp. 022-2002282, Hp. 0821 2002 2002
www.smstauhiid.com
Pengantar Penerbit
3
berbeda akan melahirkan dampak
yang berbeda pula.
Sejatinya, persoalan hadir dalam
kehidupan dunia ini adalah sebagai
sarana untuk pelatihan diri manusia
menjadi insan yang tangguh dan
berkualitas. Sayangnya, tidak setiap
orang mengetahui bagaimanakah cara
yang baik dalam menyikapi persoalan.
Dalam buku ini dijelaskan lima
kiat agar kita bisa menyikapi dengan
baik setiap persoalan yang datang di
dalam hidup kita. Lima kiat yang akan
membantu kita menghadapi setiap
persoalan sehingga kita bisa menjadi
pemenang sejati. Selamat membaca.
5
5 Kiat
Menghadapi
Persoalan Hidup
7
sia yang piawai menghadapi masalah
sehingga mereka bisa melewatinya
dengan baik bahkan menikmatinya.
Namun, ada juga manusia yang tidak
pandai menghadapi permasalahan
dunia sehingga mereka pun frustasi
dan tersiksa. Maka, yang jadi persoalan
itu bukanlah masalahnya, akan tetapi
sikap manusia dalam menghadapi
masalah itu.
Ada sebuah cerita ringan yang
menggambarkan tentang bagaimana
manusia menghadapi permasalahan
hidup. Cerita tentang kakak-beradik
penjual tape. Suatu ketika sehabis sha-
lat Subuh, mereka berdua berangkat
untuk berjualan tape. Ketika melintasi
pematang sawang, sang kakak terpe
leset dan terjatuh. Kayu pikulan keran-
jang tapenya patah sehingga tape yang
akan dijualnya itu tumpah berserakan
di atas sawah yang basah.
9
nya, ia menganggap bahwa terjatuh
nya ia dan patahnya pikulan itu sebagai
kesialan. Namun, beberapa saat kemu-
dian, ia menganggap kejadian tersebut
sebagai keberuntungan.
Cerita di atas menunjukkan bahwa
yang jadi masalah itu bukanlah ke-
jadian ia terjatuh dan patahnya kayu
pikulan. Akan tetapi yang jadi masalah
adalah cara atau sikapnya ketika meng-
hadapi kejadian tersebut.
Lantas, bagaimanakah supaya kita
bisa menjadi insan yang terampil dan
pandai menghadapi berbagai per-
masalahan kehidupan dunia. Sehingga
dari setiap permasalahan hidup ini, kita
justru bisa belajar dan menjadi manu-
sia yang lebih tangguh lagi.
Berikut ini lima kiat menghadapi
persoalan hidup.
11
siapkan diri untuk menghadapi ke-
jadian yang sesuai dengan keinginan
diri kita. Karena yang banyak terjadi
adalah yang tidak sesuai dengan ke-
inginan kita. Selain itu, yang penting
kita yakini adalah bahwa sesungguh
nya yang kita sangka baik untuk diri
kita itu belum tentu baik menurut
Allah Swt, Dzat Yang Maha Tahu.
Adalah suatu kesombongan terse-
lubung jika kita merasa bahwa perhi-
tungan kita adalah yang terbaik. Pada-
hal wawasan kita dan ilmu kita tidaklah
seberapa. Sedia payung sebelum hu-
jan, itu mengakibatkan apabila hujan
maupun tidak hujan bisa disikapi de
ngan sikap terbaik. Beda dengan orang
yang tidak mempersiapkan payung,
maka ketika hujan turun, ia harus me-
nanggung resiko yang cukup besar
yaitu dirinya basah kuyup, barang
bawaannya pun ikut basah.
13
Sungguh, Allah Swt yang Maha
Tahu apa yang terbaik untuk kita.
Bukankah banyak sekali orang yang
bisa meraih kesuksesan tanpa men-
jadi pegawai negeri, bahkan mereka
jauh lebih sukses ketimbang mereka
yang menjadi pegawai negeri. Boleh
jadi inilah yang Allah Swt rencanakan.
Apalagi, tidak jaminan juga bahwa
menjadi pegawai negeri itu adalah
jalan menggapai kesuksesan masa
depan. Bukankah banyak pegawai
negeri yang harus “pensiun” lebih ce-
pat karena tidak amanah pada tugas
yang diembankan kepadanya.
Contoh lain misalnya seorang wani
ta yang dilamar atau dikhitbah oleh
seorang pemuda. Meski sudah dilaku-
kan khitbah, kedua calon pengantin ini
sudah seharusnya memiliki kesiapan.
Siap apa? Siap jika pernikahan yang
mereka dambakan itu benar-benar ter-
15
samanya jika ia berdoa kepada-Ku.” (HR.
Turmudzi)
Di dalam hadits yang lain Rasu-
lullah Saw bersabda, “Allah Swt berfir
man, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku
kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya
selama ia mengingat-Ku. Jika ia meng
ingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan
mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia
mengingat-Ku dalam sekumpulan orang
maka Aku akan mengingatnya dalam se
kumpulan yang lebih baik dan lebih ba
gus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku
satu jengkal maka Aku akan mendekat
kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat
kepada-Ku satu hasta maka Aku akan
mendekat kepadanya satu depa, dan
jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan
maka Aku akan mendatanginya dengan
berlari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berprasangka baik terhadap Allah
Swt akan membuat kita senantiasa siap
17
membuat kita senantiasa siap meng-
hadapi kenyataan yang akan terjadi
terhadap diri kita. Karena, prasangka
baik terhadap Allah Swt akan mem-
buat mental kita lebih kuat sebelum
segala sesuatunya terjadi.
Hasan Al Bashri pernah mengung-
kapkan, “Sesungguhnya seorang muk
min selalu berhusnudzan kepada Tu
hannya lalu ia memperbagus amalnya.
Dan, sesungguhnya seorang pendosa
berpesangka buruk kepada Tuhannya
sehingga ia berbuat yang buruk.” (Di-
riwayatkan Imam Ahmad dalam Al
Zuhd, hal. 402).
Demikianlah pentingnya berpra-
sangka baik terhadap Allah Swt Kare-
na, berprasangka baik terhadap-Nya
akan berkonsekuensi logis terhadap
kecenderungan kita untuk berteguh
hati kepada-Nya dan untuk beramal
shaleh. Sedangkan prasangka buruk
19
apapun yang akan Allah Swt berikan
kepadanya.
Pernah mendengar teori tukang
parkir? Ini adalah gambaran sederha-
na bagaimana seseorang yang memi-
liki kesiapan diri dalam menghadapi
kenyataan yang akan terjadi.
Seorang tukang parkir senantiasa
siap dengan datangnya kendaraan yang
akan parkir di tempatnya. Demikian
juga apabila para pemilik kendaraan
itu mengambil kendaraannya kembali
dan pergi, ia senantiasa siap. Mengapa
demikian? Karena sejak semula ia sudah
memiliki pandangan bahwa semua ken-
daraan itu hanyalah titipan. Bisa datang
dan pergi kapan saja sesuai dengan ke-
hendak para pemiliknya. Tidak akan ada
rasa berat hati di dalam dirinya. Karena
ia hanya bertugas menjaganya selama
kendaraan-kendaraan itu dititipkan ke-
pada dirinya.
21
keluh kesah, karena siapa tahu yang
kita keluhkan itu adalah rezeki dari
Allah Swt.
Banyak sekali peristiwa di sekitar
kita yang awalnya membuat kita kesal
dan dongkol, namun kemudian mem-
buat kita bersujud syukur.
23
Mengapa kita harus ridha? Karena
jika kita tidak ridha pun, kejadian atau
hasil itu tetap terjadi. Contoh seder-
hananya adalah apabila kita sedang
berjalan di tengah lapangan golf, ke-
mudian ada satu bola golf yang ter-
lempar dan mengenai jempol kaki kita.
Jika peristiwa ini terjadi pada diri kita,
maka bersikaplah ridha. Karena tak ada
untungnya juga bersikap tidak ridha,
toh bola itu telah mengenai jempol
kaki kita. Biarlah rasa sakit sejenak.
Janganlah rasa sakit itu membuat kita
bersikap menggerutu, mengutuk atau
sikap apapun yang tidak baik.
Dalam salah satu haditsnya, Rasu-
lullah Saw bersabda, “Akan merasakan
kelezatan/kemanisan iman, orang yang
ridha kepada Allah sebagai Rabb-nya
dan Islam sebagai agamanya serta
(nabi) Muhammad sebagai rasulnya.”
(HR. Muslim)
25
deritaan mereka bukan disebabkan
oleh kenyataan yang terjadi, akan
tetapi karena ketidakterampilan men-
talnya dalam menerima kenyataan.
Maka, tidak heran apabila kita banyak
menyaksikan orang-orang yang me
ngalami stress. Mereka stress karena
tidak terampil untuk menerima kenya
taan yang terjadi pada diri mereka,
baik itu berkenaan dengan masalah
penampilan, keuangan, karir, dan lain
sebagainya.
Seorang wanita yang sudah melewati
umur 30 tahun, pontang-panting me-
nata penampilan diri demi menghindari
keriput di wajahnya. Berbagai cara ia
lakukan, meski harus mengeluarkan bi-
aya jutaan rupiah bahkan lebih. Namun,
keriput tetap saja muncul. Ia pun stress.
Sikap di atas adalah salah satu si-
kap tidak ridha menghadapi kenyataan.
Wanita ini bersikap berlebih-lebihan
27
nemukan kenyataan bahwa kliniknya
sedang tutup, maka bersikaplah ridha
kembali. Jangan lantas menggerutu,
karena sikap demikian hanya akan sia-
sia belaka, bahkan berpotensi menjeru-
muskan diri ke dalam dosa tanpa terasa.
Oleh karena itu, apapun kenyataan
yang kita hadapi, terimalah dan jangan
berkeluh kesah. Bersikaplah ridha dan
bukan mengutuk atau menggerutu.
Sikap ridha akan menghindarkan kita
dari rasa menderita. Kenyataan yang
berbeda dengan harapan akan jadi tera-
sa ringan dan kita pun akan lebih bisa
mengkondisikan diri untuk berbahagia.
Apalagi, sebagaimana kita yakini
bahwa tidak ada satu kejadianpun yang
tidak memiliki maksud dan tujuan. Ter-
masuk jika kejadian itu adalah sebuah
musibah atau ujian. Sungguh suatu
kerugian besar apabila musibah yang
datang disikapi dengan sikap negatif,
29
dari air yang kita tuangkan terlalu ban-
yak sehingga beras yang kita rencana-
kan menjadi nasi malah menjadi bubur.
Dalam keadaan seperti ini, sikap yang
kita lakukan bukanlah menggerutu dan
menyalahkan diri apalagi memarahi
orang lain. Akan tetapi bersikaplah
ridha, sembari mencari daun seledri,
kacang kedelai dan suwiran daging
ayam. Ditambahi kecap dan krupuk.
Maka, bubur itu menjadi bubur ayam
dengan rasa yang spesial.
Bersikaplah ridha menghadapi
kenyataan. Hidup akan terasa ringan
dan bahagia. Bukankah kita ingin sekali
memperoleh keridhaan dari Allah Swt..
Kunci untuk mendapatkannya ada-
lah bersikap ridha terhadap apapun
keputusan-Nya. Rasulullah Saw ber
sabda, “Barangsiapa yang ridha (kepada
ketentuan Allah) maka Allah akan ridha
kepadanya..” (HR. Tirmidzi).
31
Kiat berikutnya yang perlu kita laku-
kan dalam menyikapi kenyataan hidup
adalah tidak mendramatisir kenyataan
yang terjadi. Karena, jika mau jujur,
permasalahan yang terjadi di dalam
hidup kita adalah hasil dari dramatisasi
yang dilakukan oleh diri kira sendiri.
Kita lebih banyak merasakan pende
ritaan atas kenyataan yang terjadi, se-
bagai akibat dari karangan kita sendiri,
kekhawatiran kita sendiri, kepanikan
kita sendiri. Ternyata kesemua itulah
yang membuat kita menjadi merasa
tertekan dan terbebani.
Padahal, segala kenyataan yang
terjadi itu, jika kita sikapi dengan
kepala dingin, pikiran jernih dan hati
yang lapang, kita tidak akan merasa
kerepotan menghadapi segala kenya
taan yang terjadi pada hidup kita.
Sebagai contoh misalnya, sese-
orang yang merasakan sakit pada ping-
33
sendiri. Padahal ia sama sekali belum
menjalani pemeriksaan kesehatan oleh
dokter. Hal seperti inilah yang banyak
terjadi pada diri manusia, yang kemu-
dian menimbulkan penderitaan jiwa di
dalam diri mereka sendiri.
Maka, kendalikanlah diri sebisa
mungkin agar terhindar dari sikap men-
dramatisir masalah yang sedang terjadi.
Janganlah larut di dalam jebakan-jeba-
kan sikap yang mempersulit diri sendiri.
Karena sikap-sikap seperti itulah yang
akan semakin memperbesar kesulitan
dan penderitaan di dalam diri.
Hadapilah setiap kenyataan hidup,
baik yang menyenangkan ataupun
tidak, dengan sikap tenang, pikiran yang
jernih, dan hati yang lapang. Karena
pada hakikatnya, setiap persoalan yang
menimpa diri manusia itu sudah terukur
oleh Allah Swt, sesuai dengan kadar
kemampuan manusia tersebut untuk
35
dihadapi. Adapun yang berat adalah ka-
rena kita kurang ilmu dan kurang iman
dalam menghadapi kenyataan yang ter-
jadi pada diri kita, sehingga kita keliru
dalam menyikapi apa yang Allah Swt
tetapkan kepada diri kita.
Sebenarnya, tidak ada yang aneh
di dalam kehidupan ini. Polanya masih
sama, begitu-begitu saja. Seperti per-
gantian siang dan malam, terus-me-
nerus seperti itu. Ada senang dan tidak
senang, gembira dan kesedihan. Ada
gelap dan terang, murung dan riang.
Susah dan mudah, marah dan ramah.
Kadang dipuji, kadang dicaci. Sesekali
disukai, sesekali dibenci. Punya dan
tidak punya, sehat dan sakit, lapang
dan sempit. Begitulah seterusnya. Tidak
ada yang aneh, kecuali yang aneh itu
adalah apabila kita tidak semakin
mengerti tentang kehidupan ini.
37
nanti datangnya waktu siang karena
tahu bahwa ada hal menyenangkan
yang akan didapat di waktu siang.
Begitulah apabila kita siap meng-
hadapi berbagai kemungkinan yang
akan terjadi di dalam kehidupan ini
dan mengetahui ilmu cara mengha-
dapinya. Ketika kita dilimpahi kekayaan
materi yang berlebih, maka kita man-
faatkan kesempatan tersebut untuk
berderma, membantu sesama dan
membelanjakannya di jalan Allah Swt.
Kita manfaatkan juga kesempatan terse-
but untuk meraup lebih banyak ilmu,
memperluas wawasan, memperlebar
dan memperkuat persaudaraan, serta
manfaat lainnya.
Akan tetapi ketika kekayaan materiil
itu tidak ada di tangan kita, kita pun su-
dah mengetahui ilmunya. Yaitu, dengan
bersabar, berprasangka baik terhadap
Allah Swt, gigih menjaga kehormatan
39
memuji itu tidak mengetahui siapa diri
kita yang sebenarnya. Ia tidak menge
tahui kejelekan-kejelekan kita yang
tersembunyi. Sehingga apabila kita ke-
tahui ilmunya, ketika kita mendapatkan
pujian, maka kita tidak akan terjebak
untuk mendramatisir diri, memboho
ngi diri karena pujian tersebut dengan
bentuk sikap membangga-banggakan
diri karena pujian tersebut.
Jika kita mengetahui ilmunya, ke-
tika ada yang memuji diri kita, maka
kita tidak akan terjebak untuk mem-
bohongi diri, menipu diri dengan si-
kap sombong dan tinggi hati. Jika kita
mengetahui ilmunya, maka sikap yang
akan kita lakukan adalah mengemba-
likan pujian tersebut kepada Sang Pe-
milik pujian sejati yaitu Allah Swt, Dzat
Yang Maha Agung lagi Maha Terpuji.
Pujian memang bisa memotivasi
kita untuk meraih pencapaian baru
41
tentang sisi kejelekan kita. Oleh sebab
itu, Rasulullah Saw. dalam menanggapi
pujian, beliau berdoa, “Ya Allah, am
punilah aku dari apa yang tidak mereka
ketahui (dari diriku).” (HR Bukhari).
Ketiga, kalaupun pujian yang
dilontarkan orang lain terhadap diri
kita memang benar ada di dalam diri
kita, Rasulullah Saw mengajarkan kita
agar memohon kepada Allah Swt un-
tuk dijadikan pribadi yang lebih baik
lagi. Apabila mendengar pujian, Rasu-
lullah Saw kemudian berdoa, “Ya Allah,
jadikanlah aku lebih baik dari apa yang
mereka kira.” (HR Bukhari).
Sedangkan ketika kita memper-
olah cacian dan makian dari orang
lain, kita pun tidak akan panik apabila
kita mengetahui ilmunya. Karena ketika
itu terjadi pada diri kita, kita menya-
dari bahwa demikianlah kehidupan,
adakalanya dipuji dan adakalanya
43
naan yang datang dari orang lain kepa-
da kita itu adalah sarana dari Allah Swt
supaya kita bisa memperbaiki kualitas
diri kita. Bahkan tidak jarang, hinaan
itulah yang justru memperkokoh dan
memperjelas kemuliaan seseorang
yang dihina itu. Karena, banyak ke-
jadian, apabila sikap orang yang dihina
itu tetap tenang dan mantap, orang-
orang akan jadi bisa melihat dengan
jelas siapakah dan bagaimanakan se-
benarnya orang yang dihina dan orang
yang menghina.
Hinaan itu tidak akan melekat pada
diri orang yang dihina apabila dia bersi-
kap arif dan bijaksana dalam menyikapi
hinaan tersebut. Hinaan itu justru akan
berbalik dan melekat kepada diri orang
yang melontarkan hinaan itu.
Jika kita mengetahui ilmunya, maka
kita akan bersikap tenang dan arif ketika
diri kita dihina. Karena, kita menyadari
45
kita akan menyadari bahwa orang
yang sakit adalah ladang rezeki bagi
para dokter dan perawat. Kita juga
akan menyadari bahwa sakit adalah
satu episode di dalam hidup kita yang
juga harus kita nikmati.
Bukankah Rasulullah Saw sendiri
yang menjanjikan bahwa kita akan
digugurkan dosa ketika kita sakit,
bagaikan daun-daun kering yang ber-
guguran. Sebagaimana sabda Rasu-
lullah Saw, “Tidaklah seseorang muslim
ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan,
kesedihan, gangguan, kegundah-gu
lanan hingga duri yang menusuknya,
melainkan Allah akan menghapuskan
sebagian dari kesalahan-kesalahannya”.
(HR. Bukhari).
Sakit adalah sarana kita untuk ber-
tafakur, memohon ampun dan semakin
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Bukankah kita ingin sekali dihapus-
47
ki itu Allah Swt yang mengatur?! Allah
Swt tidak akan membebani hamba-Nya
dengan beban yang tidak akan sanggup
untuk dipikulnya. Allah Swt yang akan
mengatur semua, dengan cara-Nya.
Ada juga orang yang gelisah ke-
tika sakit karena takut mati. Jangankan
yang sedang sakit, bahkan yang sehat
saja bisa mati kapan saja dan di mana
saja jika memang sudah waktunya.
Jikapun memang sakit tersebut me
ngantarkan kepada kematian, apabila
sakit itu dilalui dengan sikap sabar
dan tawakal kepada-Nya, maka kita
akan meraih husnul khatimah. Jadi,
sikapilah sakit dengan prasangka baik
terhadap-Nya dan sikap optimis.
Benar, sakit itu ada juga yang ber-
langsung lama dan menyakitkan. Tapi,
tetaplah yakin bahwa sesungguhnya
semua sudah terukur oleh Allah Swt.
Sesungguhnya Allah Swt tidak akan
49
dunia ini, ia akan dengan mudah ter-
ombang-ambing. Sedangkan orang
yang sudah berkutat di dalam makna
kehidupan dunia ini yang sebenarnya,
ia akan hidup dengan tenang dan ko-
koh karena telah mengerti apa maksud
dan tujuan kehidupan ini.
Oleh karena itu, jangan memper-
sulit diri, tidak perlu mendramatisir
kenyataan yang terjadi. Hadapi saja,
jalani saja hidup ini. Tidak perlu panik
saat melihat kenyataan yang tidak
sesuai dengan keinginan. Juga tidak
perlu berbangga diri bisa melihat ke
nyataan yang sesuai dengan harapan.
Serahkan setiap yang terjadi kepada
Allah Swt.. Setiap kenikmatan yang
terjadi di dunia ini hanyalah sedikit
dan semu belaka. Ada kenikmatan
yang jauh lebih besar, tiada berbatas,
dan sejati di akhirat kelak.
51
Evaluasi Diri
53
bila mengalami peristiwa ini adalah
marah dan menyalahkan orang yang
telah memukul bola tersebut. Padahal
sebenarnya kita bisa melakukan hal
lain yang jauh lebih efektif daripada
marah-marah dan menyalahkan si pe-
mukul bola.
Sikap tersebut adalah misalnya
dengan berdiam diri sejenak dan me
ngucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi
raajiun. Ya Allah, bukankah lapangan
ini sangat luas, sementara jempol kaki
ini sangat kecil, mengapa dipilih jempol
saya ini yang tertimpa bola, ya Allah..
Bukankah di sebelah kiri dan kanan
saya lapangan masih sangat luas, atau
mengapa tidak menimpa batu saja..
Mengapa engkau pilih jempol kaki
hamba, ya Allah..”
Lalu, renungkanlah hikmah di ba-
lik peristiwa tersebut. Evaluasilah diri
kita. Boleh jadi itu adalah teguran dari
55
Contoh lain, apabila kita kehilangan
dompet karena kecopetan atau jatuh
di jalan. Segeralah bertafakur, me
ngapa dari sekian banyak orang yang
memiliki dompet, harus kita yang ke-
hilangan. Bertafakurlah, merenunglah,
karena pasti ada maksud dari peristi-
wa tersebut. Barangkali itu cara Allah
Swt mengingatkan kita supaya kita
lebih bisa mengendalikan diri dalam
membelanjakan harta kita. Evaluasilah
diri kita, barangkali kita masih lebih ban-
yak memubazirkan uang kita daripada
menggunakannya untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi kehidupan dunia dan
akhirat kita.
Sahabatku, sungguh kita tidak akan
pernah rugi sedikitpun apabila kita
membiasakan diri untuk melakukan
evaluasi terhadap diri sendiri dengan
cara yang positif. Ketika kita ingat pada
kekurangan dan kesalahan diri, jangan-
57
dengan mudah begitu saja menuduh
bahwa orang yang mengalami peris-
tiwa tersebut telah banyak melakukan
kemaksiatan atau kesalahan. Kita tidak
berhak memberikan penilaian terhadap
orang lain. Kita hanya berhak menilai
diri sendiri. Bahkan untuk menilai diri
sendiri saja kita masih kesulitan, apalagi
menilai orang lain.
Ketika anak-anak kita nakal, evalu-
asilah diri kita selaku orang tua. Siapa
tahu ternyata kita kurang sungguh-
sungguh dalam mendidik dan men-
doakan mereka disebabkan kita lebih
disibukkan dengan pekerjaan kedu-
niawian kita. Ketika anak nakal, itu
adalah kesempatan emas kita untuk
mengevaluasi diri kita sendiri. Siapa
tahu ternyata kita pun belum sungguh-
sungguh menjaga kualitas kebaikan
diri kita sendiri sehingga kejelekan kita
ditiru oleh anak-anak kita.
59
ka lupa kepada mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al
Hasyr [59]:18–19).
Di dalam ayat di atas, Allah Swt me-
nyeru kepada hamba-hamba-Nya yang
beriman untuk senantiasa mengevalu-
asi diri. Karena, dengan mengevaluasi
atau menilai diri sendirilah kita akan
mengetahui sudah seperti apa pen-
capaian kita. Khususnya pencapaian-
pencapaian hal yang berkaitan dengan
urusan akhirat kita. Jika dalam urusan
dunia saja kita seringkali melakukan
evaluasi, seperti evaluasi keuangan
di dalam perusahaan misalnya, maka
evaluasi dalam urusan akhirat kita jauh
lebih penting lagi.
Evaluasi diri hendaknya kita lakukan
dalam setiap hal yang kita lakukan, seke-
cil apapun. Sehingga apapun yang kita
lakukan akan bernilai ibadah dan kita
terhindar dari perbuatan yang sia-sia.
61
umrah), dan hidupku dan matiku hanya
lah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS. Al An’aam [6]:162).
Saudaraku, jadikan setiap peris-
tiwa yang menimpa diri kita sebagai
kesempatan untuk mengevaluasi diri,
sehingga kita bisa berubah menjadi in-
san yang semakin baik dari hari ke hari.
Daripada kita sibuk menilai orang
lain, lebih baik kita sibuk menilai dan
mengevaluasi diri kita sendiri. Suatu
rezeki yang besar dari Allah Swt ketika
kita diberikan kesempatan oleh-Nya un-
tuk mengetahui kekurangan diri, dan di-
berikan kesempatan untuk memperbai-
kinya. Kita tidak bisa mengubah orang
lain, sebelum kita bisa mengubah diri
sendiri. Bagaimana kita bisa mengubah
orang lain dan mengubah lingkungan
yang lebih besar lagi, jika kita tidak bisa
jujur dan memperbaiki diri sendiri.
63
paling besar. Hal itu beliau lakukan ka-
rena beliau yakin bahwa yang mereka
lakukan adalah perbuatan yang salah
kaprah dan sesat menyesatkan.
Nabi Ibrahim AS bermaksud untuk
mengajak mereka berpikir, menggu-
nakan akalnya, bahwa sesungguhnya
yang mereka lakukan adalah kesesa-
tan. Beliau bermaksud mengajak
mereka untuk menyembah Allah Swt,
Dzat yang telah menciptakan mereka.
Beliau berpikir, bagaimana mung-
kin mereka menyembah benda-ben-
da mati yang mereka buat sendiri.
Bagaimana mungkin mereka menyem
bah benda-benda yang bahkan tidak
bisa berbuat apa-apa sama sekali. Na-
mun, perbuatan beliau itu rupanya ter-
cium oleh para penguasa Babilonia.
Sehingga beliaupun dijatuhi huku-
man dengan dilemparkan ke dalam
api yang berkobar panas dan besar.
65
Kita berbuat sesuatu dengan niat yang
lurus dalam rangka ibadah kepada-
Nya. Kita pun meyakini bahwasanya
hanya kepada Allah Swt kita memas-
rahkan hasil dari segala ikhtiar yang
kita lakukan.
Nabi Ibrahim AS telah dengan
sedaya upaya memberikan pencera-
han kepada kaumnya kala itu. Beliau
telah berikhtiar supaya kaumnya mau
menggunakan akal pikiran agar ber-
henti berbuat kemusyrikan untuk ke-
mudian berpindah kepada keimanan
kepada Allah Swt. Setelah semua beliau
lakukan, beliau pasrahkan hasilnya ke-
pada Allah Swt dan beliau memohon
perlindungan hanya kepada-Nya dari
apapun perbuatan yang akan dilaku-
kan kaumnya terhadap beliau.
Sahabatku, setelah kita memper-
siapkan diri untuk menghadapi ber-
bagai kemungkinan yang akan terjadi,
67
akibatnya kita akan menjadi manusia
yang mengemis dan menjilat demi
terpenuhinya keinginan kita.
Tidak jarang kita temui orang yang
telah melakukan usaha sedemikian
rupa, namun sayangnya ia justru malah
masih percaya kepada jimat atau mantra
yang diberikan‘orang pintar’kepadanya.
Padahal ia telah menyatakan keimanan-
nya kepada Allah Swt. Sebagaimana fir-
man Allah Swt, “Dan sebagian besar dari
mereka itu beriman pada Allah, hanya
saja merekapun berbuat syirik kepada-
Nya “. (QS. Yusuf [12]:106). Jika demiki-
an yang terjadi, maka sungguh sia-sialah
segala apa yang telah diupayakannya.
Sia-sialah pula keimanan yang telah
dinyatakannya karena ia terjerumus
pada kemusyrikan.
Demikian juga apabila kita terlalu
besar rasa takut terhadap makhluk,
maka kita akan menyembah-nyembah
69
karena ketidaktahuan kita tentang cara
Allah Swt. memberikan jalan keluar bagi
kita. Ketika kita ditimpa suatu kepelikan
masalah keuangan, sesungguhnya Allah
Swt akan mendatangkan rezeki-Nya ke-
pada kita dari jalan dan cara yang tidak
kita sangka sebelumnya.
Hal ini akan terjadi apabila kita men-
jadi hamba yang bertakwa kepada-Nya,
bersungguh-sungguh dalam berusaha
dan memasrahkan hasil segala usaha
kita hanya kepada-Nya. Sebagaimana
firman Allah Swt, “..Dan barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)
nya..” (QS. Ath Thalaq [65]:3).
Oleh karenanya, dalam urusan
ekonomi misalnya, tidak perlulah kita
meminta untuk dijadikan manusia
yang kaya raya. Mintalah kepada Allah
Swt agar rezeki kita dicukupkan. Berke-
cukupan itu lebih bermakna dari sek-
71
dan menyongsong kehidupan abadi di
akhirat yang dipenuhi kebahagiaan.
Jadi, segala persoalan hidup yang
kita temui di dunia merupakan kesem
patan emas yang diberikan Allah Swt ke-
pada kita untuk mengangkat kemuliaan
kita, meninggikan derajat kita dan
membahagiakan kita. Cukuplah Allah
Swt sebagai penolong dan pelindung
kita. Wallahu a’lam bishawab.[]