Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir
semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang.
Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan
42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: infeksi, tetanus
neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare. (Imral Chair, 2007).
Laporan WHO tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di
Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di
Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000
kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal,
setiap satu jam 10 bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu
bayi Indonesia meninggal. (Roesli Utami, 2008) Menurut DEPKES RI
angka kematian infeksi neonatorum cukup tinggi 13-50% dari angka
kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi
infeksi neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi,
hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum. (Depkes, 2007)
Menurut dr. Imral Chair SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia dan ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinsia) dalam
seminar “Orientasi Metode Kanguru” yang diselenggarakan Forum Promosi
Kesehatan Indonesia, bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir
dengan berat badan rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam
kematian akibat hipotermi yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,5 oC
disamping asfiksia dan infeksi. (Imral Chair, 2007).
Untuk mengetahui kematian perinatal diperlukan tindakan bedah
mayat, karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia maka
kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik
laboratorium. Dengan dasar pemeriksaan itu, sebab utama kematian
perinatal di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah infeksi,

1
asfiksia neonatorum, trauma, kelahiran, cacat bawaan, penyakit yang
berhubungan prematuritas, immaturitas, dan lain-lain. (Sarwono, 2002).
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap
terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2%
janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama
persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. (Rachma, 2005).
Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan
merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan
neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang
tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas
masih rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus
yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi
neonatorum. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan
resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003).
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi
umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah
laku BBL tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin
tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba
menurun, muntah dan diare.
Dunia hewan pada umumnya telah memberikan contoh nyata
bagaimana induk dan anaknya selalu bersama, disusui dan dilindungi
sampai anak hewan tersebut mampu untuk hidup sendiri. Bahkan pada
binatang kanguru memberi contoh lebih ekstrim dengan cara membawa
anaknya kemana saja sambil menyusuinya dalam kantong alami yang telah
tersedia (lahir istilah cangaroo system).
Sepanjang sejarah peradaban manusia, dari manusia purba sampai
sekarang, demikian pula keadaannya. Tetapi perkembangan menunjukkan
adanya perubahan-perubahan yang justru memisahkan bayi dari ASI yang
dimiliki ibunya. Peningkatan pamor susu formula di tahun enam puluhan,
serta rumor tentang tidak modernnya ASI serta kebijakan-kebijakan rumah
sakit dan sistem perawatan yang keliru, menyebabkan makin berkurangnya

2
penggunaan ASI. Dengan pernah adanya jam-jam tertentu untuk menyusui
bayi, dan bayi-bayi yang mempunyai kamar tersendiri yang terpisah dari
ibunya serta adanya masa puasa beberapa jam setelah bayi lahir sebelum
diberikan ASI, menunjukkan betapa penyimpangan telah terjadi dan jauh
dari tujuan memanfaatkan ASI yang sudah diketahui mempunyai
banyak keunggulan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Bayi Baru Lahir?
2. Bagaimana pencegahan infeksi pada Bayi Baru Lahir?
3. Bagaimana cara sistem rawat gabung pada Bayi Baru Lahir?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum:
a. Mengetahui bagaimana asuhan perawatan Infeksi pada Bayi Baru
Lahir
b. Mengetahui bagaimana asuhan perawatan rawat gabung pada Bayi
Baru Lahir
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui pengertian Infeksi pada Bayi Baru Lahir
b. Mengetahui pembagian infeksi, etiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, komplikasi, serta tindakan yang tepat untuk mengatasi
Infeksi pada bayi baru lahir
c. Mengetahui evaluasi yang di harapkan
d. Mengetahui pengertian dan konsep dasar rawat gabung pada Bayi
Baru Lahir
e. Mengetahui tujuan, manfaat, indikasi dan kontraindikasi, syarat,
keuntungan dan kerugian, serta penatalaksanaan rawat gabung pada
Bayi Baru Lahir
f. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bayi Baru Lahir


2.1.1 Pengertian Bayi Baru Lahir
a. Menurut Saifuddin (2002), bayi baru lahir adalah bayi yang baru
lahir selama satu jam pertama kelahiran.
b. Menurut Donna L. Wong (2003), bayi baru lahir adalah bayi dari
lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia
gestasi 38 – 42 minggu.
c. Menurut Dep. Kes. RI (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
d. Menurut M. Sholeh Kosim (2007), bayi baru lahir normal adalah
berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung
menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang
berat.
2.1.2 Kriteria Bayi Baru Lahir Normal
a. Berat badan lahir bayi antara 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan bayi 48 – 50 cm
c. Lingkar dada bayi 32 – 34 cm
d. Lingkar kepala bayi 33 – 35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit,
kemudian turun sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi
berumur 30 menit
f.Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80
kali/menit disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal
dan intercostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan
cukup terbentuk dan dilapisi verniks kaseosa
h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik
i.Kuku telah agak panjang dan lemas

4
j.Genitalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia
mayora sudah menutupi labia minora (pada bayi perempuan)
k. Reflek isap, menelan, dan moro telah terbentuk
l.Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam
pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan
lengket. (Jenny J.S Sondakh, 2013)
2.1.3 APGAR Score
APGAR ringkasan dari:
A : Appearance : Rupa (warna kulit)
P : Pulse Rate : Nadi/frekuensi jantung
G : Grimace : Menyeringai (akibat reflek kateter dalam
hidung)
A : Activity : Keaktifan/tonus otot
R : Respiration : Pernafasan
Setiap Penilaian diberi angka : 0, 1, 2
KU bayi dimulai 1 menit setelah lahir dengan menggunakan
nilai APGAR. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfiksia/tidak.
Penilaian bayi dilakukan berdasakan:
1. Usaha bernafas
2. Frekuensi denyut jantung
3. Warna kulit
4. Tonus otot
5. Reaksi Penghisapan

Tabel Nilai APGAR


TANDA 0 1 2
1. Appearance/ Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh tubuh
warna kulit biru atau putih tangan dan kaki kemerahan
biru

2. Pulse/ bunyi Tidak ada < 100 > 100


jantung

5
3. Grimace/ Tidak ada Perubahan mimik Bersin, batuk,
Reflek menangis kuat

4. Activity/ Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif,


aktivitas sedikit flexi ekstremitas
flexi
5. Respiratory/ Tidak ada Lambat, tidak
pernapasan teratur Menangis
keras atau kuat

Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui keadaan bayi


dengan kriteria sebagai berikut:
Nilai APGAR 7 – 10 : Bayi normal
Nilai APGAR 4 – 6 : Asfiksia ringan – sedang
Nilai APGAR 0 – 3 : Asfiksia berat
Bila nilai APGAR dalam 2 menit tidak mencapai nilai 7, maka
harus dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut.

2.2 Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir


2.2.1 Pengertian Pencegahan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir
Infeksi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum
generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan.
yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia
dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada
darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara
cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan
psikologis yang sangat besar. Infeksi merupakan respon tubuh
terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.
Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan
penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5
kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya

6
kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, infeksi mulai timbul dalam waktu 6 jam
setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam
setelah lahir. Infeksi yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih
kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit).
Infeksi neonatus pada bayi sering dijumpai, apalagi di daerah
pedesaan dengan persalinan dukun beranak. Menghadapi keadaan
demikian bidan harus mampu mengatasi dan segera melakukan
rujukan sehingga bayi mendapat pengobatan yang cepat dan tepat.
Menurut Blame (1961) 3 Patogenesis infeksi pada neonatus:
1. Infeksi pre natal : rubella, sifilis, bakteri (melalui placenta)
2. Infeksi intranatal : KPD, PARTUS LAMA
3. Infeksi post natal : penggunaan alat atau perawatan yang tidak
steril
2.2.2 Pembagian Infeksi
1. Infeksi Dini
Terjadi 7 hari pertama kehidupan.
Karakteristik: sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau
cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Infeksi lanjutan/nosokomial
Terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir.
Karakteristik: Didapat dari kontak langsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan
tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
2.2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri,
virus, jamur dan protozoa (jarang). Penyebab yang paling sering dari
infeksi awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang
didapat dari saluran kelamin ibu. Infeksi awitan lanjut dapat
disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan

7
E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida
dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen
yang paling umum pada infeksi awitan lanjut.
Jika dikelompokan maka didapat:
1. Bakteri gram positif
a. Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
b. Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama
bakterimia nosokomial.
c. Streptokokus bukan grup B.
2. Bakteri gram negatif
a. Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
b. H. influenzae.
c. Listeria monositogenes.
d. Pseudomonas
e. Klebsiella.
f. Enterobakter.
g. Salmonella.
h. Bakteria anaerob.
i. Gardenerella vaginalis.

Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang


terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi dalam rahim,
ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan
terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di
masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
Adapun faktor yang berpengaruh terhadap infeksi pada
neonatus antara lain:
1. Belum matangnya sistem imun terutama pada bayi prematur.
2. Prosedur invasif mengganggu barrier kulit normal misalnya
intubasi, kateterisasi dan jalur intravaskular.
3. Terlalu penuh dan kurangnya jumlah staf.
4. Penyalahgunaan antibiotik.

8
5. Ketidakpatuhan kebijakan pengendalian infeksi terutama cuci
tangan. (Anik Maryunani, 2011).
2.2.4 Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan
fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara
umum berasal dari tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan
alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan
umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
c. Kurangnya perawatan prenatal
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram),
merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal.
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada
bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah

9
lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza.
IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut,
aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B
tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total
dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,
menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar.
Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga
sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/
arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa
menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
c. Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.

10
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.coli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat
mencapai neonatus melalui beberapa. cara yaitu:
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal
kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk
kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus
plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur
ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat
persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus
masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain
melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes
genitalis, candida albican dan gonorrea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi
sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial
dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial.

11
2.2.5 Tanda dan Gejala
1. Umum:
Panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,
sklerema
2. Saluran cerna:
Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly
3. Saluran napas:
Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung,
merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler:
Pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardi, bradikardia.
5. Sistem saraf pusat:
Irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high-pitched cry
6. Hematologi:
Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II, Mansjoer Arief 2008).

Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi


tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan
suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa
gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung.
Gejala dari infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber
infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah
atau darah dari pusat.
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh
melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.

12
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena.
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan,
kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
2.2.6 Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolic
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan
intracranial
4. Ikterus/kernicterus
2.2.7 Manifestasi Klinis
Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan
banyak organ (setempat atau sistemik).
1. Dapat ringan, sedang atau berat.
2. Akut, sub akut atau kronis.
3. asimtomatik
4. Ketidakmampuan mentoleransi makanan.
5. Iritabilitas.
6. Lesu
2.2.8 Diagnosa
Gambaran klinisnya tumpang tindih dan mungkin pada
awalnya tidak dapat dibedakan.
1. Penyakit mungkin tidak tampak.
2. Infeksi ibu sering kali asimtomatik.
3. Pemeriksaan laboratorium khusus mungkin diperlukan.
4. Pengobatan spesisfik untuk toksoplasmosis, sifilis dan herpes
simpleks didasarkan pada suatu diagnosis yang akurat dan dapat
menurunkan morbiditas jangka panjang secara bermakna.

13
2.2.9 Pencegahan
Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang
dicurigai menderita:
1. Korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan,
2. Persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir,
3. Kemoprofilaksis intrapartum
4. Selektif nampak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan
mortalitas pada infeksi bakteri neonatus.
5. Personal hygiene pada bayi (mandi, membersihkan mata. kuku,
telinga dan hidung)
a. Memandikan Bayi
Memandikan bayi adalah salah satu upaya untuk
mencegah infeksi pada bayi. Selain itu mandi juga merangsang
kelancaran peredaran darah bayi untuk membantu relaksasi.
b. Membersihkan Mata
Ada kalanya pada mata atau kelopak mata bayi terdapat
kotoran yang menempel di selaput mata atau di sudut mata.
Kondisi mata bayi baru lahir seringkali bengkak dan sembab.
Selain itu, seringkali matanya juga berair dan mengeluarkan
kotoran. Jika mata bayi hanya sedikit mengeluarkan kotoran
dan tidak membuat kedua kelopak matanya lengket, maka
kondisi ini masih normal. Namun, jika kotorannya cukup
banyak dan menyebabkan mata bayi menempel terus,
kompreslah matanya dengan kapas yang telah dicelupkan ke
air hangat. Kotoran yang menumpuk pada mata bayi dapat
menyebabkan infeksi pada mata bayi.
c. Membersihkan Telinga
Hal ini berfungsi untuk mencegah adanya infeksi telinga
pada bayi. Pada infeksi telinga, kuman memasuki
kerongkongan dan hidung lalu bepergian ke tuba eustachius
hingga ke telinga bagian tengah. Tuba eustachius
menghubungkan kerongkongan ke telinga bagian dalam dan

14
bertugas untuk menyamakan tekanan timbal balik di kedua
sisi gendang telinga itu. Tanpa tuba ini, telinga anda akan
terasa sakit dan meletup-letup serat seperti tersumbat untuk
sementara waktu ketika anda memanjat ke tempat yang tinggi
atau terbang. Selain membuat tekanan tetap seimbang, tuba ini
melindungi telinga bagian tengah, membuka dan menutup
sewajarnya, serta mengalirkan akumulasi cairan serta kuman
yang tidak diinginkan.
Tuba kecil inilah yang membuat lebih banyak mendapat
infeksi telingan dibanding anak-anak yang lebih tua. Bila tuba
eustachius menutup, cairan di dalam telinga bagian tengah ini
menjadi terperangkap. Ada prinsip umum dari tubuh manusia
bahwa cairan yang terperangkap selalu mendatangkan infeksi.
Cairan yang terperangkap ini berperan sebagai bahan gizi
untuk kuman yang tumbuh di dalam cairan, membuatnya tebal
seperti nanah. Cairan yang tebal ini menyebabkan tekanan
pada gendang telinga, memproduksi rasa nyeri, terutama ketika
anak sedang berbaring. Inilah alasan yang membuat infeksi
telinga lebih terasa menyakitkan pada malam hari ketika anak
berbaring, namun kadang-kadang tampak lebih baik pada siang
hari.
6. Perawatan tali pusat,
7. Sterilisasi peralatan
8. Pencucian tangan sebelum kontak dengan bayi adalah hal yang
sangat penting.

15
2.2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama perawatan bayi segera setelah lahir adalah
membersihkan jalan nafas, memotong tali pusat dan merawat tali
pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi dan
pencegahan infeksi. Pencegahan infeksi yang dilakukan pada bayi
baru lahir adalah perawatan tali pusat dan pemberian salep mata.
Cara atau upaya pencegahan infeksi Menurut Depkes RI
(2000), berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah infeksi pada
bayi baru lahir yaitu:
1. Pencegahan infeksi pada tali pusat
Merawat tali pusat untuk menjaga luka tetap bersih. Jangan
mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke tali pusat. Perawatan
tali pusat dilakukan dengan membungkus tali pusat memakai
kasa steril dan kering.
2. Pencegahan infeksi pada kulit
Kontak kulit bayi dan ibu sedini mungkin setelah lahir
menyebabkan terjadinya kolonisasi mikro organisme ibu yang
cenderung bersifat non pathogen, dan juga antibodi yang
terkandung di dalam air susu ibu. Di samping itu lakukan rawat
gabung ibu dan bayi dapat menghilangkan bahaya bayi terkena
infeksi silang
3. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
Segera setelah lahir kedua mata bayi diberi salep mata
tetrasiklin 1% atau salep mata eritromisin 0,5% dalam 1 jam
setelah lahir. Upaya profilaksasi untuk gangguan pada mata tidak
akan efektif jika pemberiannya lewat 1 jam pertama.
4. Imunisasi
Pada usia bayi neonatal perlu mendapatkan imunisasi untuk
menghindari penyakit. Imunisasi yang didapatkan adalah:
a. BCG

16
Mengandung kuman hidup dari biakan bacillus calmate
quirine untuk mencegah TBC. Diberikan pada bayi segera
setelah lahir dengan dosis 0,05 ml secara intracutan di daerah
musculus deltoideus
b. Polio
Mengandung virus polio tipe 1,2,3 yang hidup dan
sudah dilemahkan. Tiap 2 tetes mengandung 0,1 ml tipe 1,2,3.
Diberikan secara tetes ke dalam mulut bayi sebanyak 2 tetes
segera setelah lahir. Polio I, II, III, IV diberikan dengan
interval 4 minggu
c. Hepatitis B
Diberikan sedini mungkin, dapat diberikan bersamaan
dengan pemberian imunisasi BCG.
Kebijakan program pemerintah imunisasi HB 1 diberikan
pada umur 0-7 hari. Dosis pemberian 0,5 ml diberikan secara
IM pada antero lateral paha. Imunisasi berikutnya diberikan
dengan interval 4 minggu (Depkes RI dan PATH, 2005)

Pencegahan infeksi saluran pernafasan


Dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi tidak boleh
dibawa berpergian keluar, di rumah hubungan dengan orang dewasa
harus sedikit mungkin. Jika salah satu anggota keluarga ada yang
menunjukkan tanda- tanda flu atau pilek, Ia tidak boleh mengurus
bayi atau perlengkapan bayi sampai benar-benar sembuh.
Biasanya anak-anak di rumah harus diajari agar tidak
memegang bayi, terutama bayi hanya boleh dipegang atau dicium
pada kakinya dan tidak boleh pada tangan atau mukanya. Kebersihan
itu sendiri sangat diperlukan untuk mencegah infeksi pada bayinya.
Ketelitian ibu untuk mencuci tangan sebelum memegang bayi dan
kebersihan akan pakaiannya dan pakaian bayi amat penting.

17
Ada sumber lain yang menyebutkan, jika penatalaksanaan
pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cara:
1. Suportif
a. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan
hipoglikemia
c. Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik
Hormon) batasi cairan
d. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e. Awasi adanya hiperbilirubinemia
f. Lakukan transfuse tukar bila perlu
g. Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui.
Biasanya digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin
ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin. Pada infeksi
nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora
di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya
diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin
generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis
diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14
hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21
hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.
Pada masa Antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi
yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan
janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa
Persalinan. Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara

18
aseptik. Pada masa pasca persalinan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan
tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.

2.3 Rawat Gabung Pada Bayi Baru Lahir


2.3.1 Konsep Dasar Rooming-In (Rawat Gabung)
Rooming in sering juga disebut dengan rawat gabung yaitu
menyatukan antara ibu dan bayinya dalam satu kamar, agar antara
ibu dan bayinya terjalin suatu hubungan batin dan ibu bisa menjadi
lebih dekat dengan bayinya (Pusdiknakes, 2000). Bayi yang lahir di
rumah dan juga yang lahir di lembaga kesehatan hendaknya dijaga
agar tetap berada bersama ibunya selama 24 jam sehari, sebaiknya
ditempat tidur yang sama, diruangan yang hangat (sedikitnya
bersuhu 25˚C). Bila ibu dan bayi berada bersama-sama, maka akan
lebih mudah menjaga agar bayi tetap hangat dan juga untuk
menyusuinya atas permintaan. Pada lembaga kesehatan, rooming in
atau rawat gabung bertujuan agar bayi tidak terkena infeksi yang
ditularkan dalam rumah sakit. Dalam pelaksanaannya bayi harus
selalu dekat ibunya semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang
karena ini bukanlah hal yang baru lagi.
2.3.2 Pengertian Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak
bersama sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga
memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat, ibu tersebut dapat
menyusui anaknya.
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi
yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam
sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam
penuh seharinya.
Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya
semenjak dilahirkan sampai saatnya pulang. Ini sesungguhnya bukan

19
hal yang baru. Bahkan di daerah pedesaan hampir 80% ibu mela-
hirkan segera melakukan rawat gabung di rumahnya masing-masing.

20
Rawat gabung dapat bersifat:
1. Kontinu
Dengan bayi tetap berada di samping ibunya terus menerus, atau
2. Parsial
Ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam
seharinya. Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari
dirawat di kamar bayi.
2.3.3 Tujuan Rawat gabung
1. Bantuan emosional
Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah
dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang dan bahagia
bila dekat dengan bayinya. Si ibu dapat membelai-belai bayi,
mendengar tangisnya serta memperhatikannya disaat buah hatinya
tidur. Hubungan ibu dan bayi ini sangat penting ditumbuhkan
pada saat-saat awal dan bayi akan memperoleh kehangatan tubuh
ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayangnya (bonding effect).
2. Penggunaan ASI
Dari segala sudut pertimbangan maka ASI adalah makanan
terbaik bagi bayi. Dan produksi ASI akan makin cepat dan makin
banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering mungkin.
Pada hari-hari pertama yang keluar adalah kolostrum yang
jumlahnya sedikit. Tetapi hal itu tak perlu dikhawatirkan karena
kebutuhan bayi masih sedikit.
3. Pencegahan infeksi
Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi
silang akan sulit dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka
infeksi silang dapat dihindari. Kolostrum yang mengandung
antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan
mukosa dari saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi
sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan
ini akan mencegah infeksi terutama terhadap diare.

21
4. Pendidikan kesehatan
Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan
untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama
primipara. Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi,
merawat tali pusat, perawatan payudara dan nasihat makanan
yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu.
Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi
dan merawat diri akan mempercepat mobilisasi, sehingga si ibu
akan lebih cepat pulih dari persalinan.
2.3.4 Manfaat Rawat Gabung
Dalam rawat gabung suami dan keluarga dapat membantu ibu
dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain
itu ibu akan mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat
selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian
pula sebaliknya bayi dengan ibunya.
Rooming in akan membantu memperlancar pemberian ASI.
Karena dalam tubuh ibu menyusui ada hormon oksitosin. Hormon
ini sangat berpengaruh pada keadaan emosi ibu. Jika ibu tenang dan
bahagia karena dapat mendekap bayinya, maka hormon ini akan
meningkat dan ASI pun cepat keluar sehingga bayi lebih puas
mendapatkan ASI. Manfaat rooming in bagi bayi akan lebih cepat
menyesuaikan dengan waktu tidur dan bangun dengan ibu. Selain itu
jika bayi menangis akan langsung di dekap ibu sehingga bayi akan
tenang mendengrakan detak jantung ibu.
Adanya rawat gabung sangat menguntungkan bagi ibu karena
dapat menurunkan angka kesakitan pada bayi seperti ibu dapat
memberi ASI eksklusif kepada bayinya yang dapat memberikan
system kekebalan tubuh pada bayi. Rooming in juga akan membantu
menurunkan angka kematian ibu, dengan dilakukannya rooming in
akan menurunkan terjadinya perdarahan post partum yaitu dengan
cara ibu memberikan ASI eksklusif.

22
Dalam sumber lain juga disebutkan manfaat rawat gabung baik
bagi ibu, bayi, keluarga dan petugas, yaitu:
1. Bagi ibu
a. Aspek psikologi
1) Antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early
infant-mother bonding) dan lebih akrab akibat sentuhan
badan antara ibu dan bayi
2) Dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar
merawat bayinya
3) Memberikan rasa percaya kepada ibu untuk merawat
bayinya. Ibu dapat memberikan ASI kapan saja bayi
membutuhkan, sehingga akan memberikan rasa kepuasan
pada ibu bahwa ia dapat berfungsi dengan baik
sebagaimana seorang ibu memenuhi kebituhan nutrisi bagi
bayinya. Ibu juga akan merasa sangat dibutuhkan oleh
bayinya dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini
akan memperlancar produksi ASI.
b. Aspek fisik
1) Involusi uteri akan terjadi dengan baik karena dengan
menyusui akan terjadi kontraksi rahim yang baik
2) Ibu dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat
mempercepat mobilisasi
2. Bagi bayi
a. Aspek psikologi
1) Sentuhan badan antara ibu dan bayi akan berpengaruh
terhadap perkembangan pskologi bayi selanjutnya, karena
kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang
mutlak dibutuhkan oleh bayi.
2) Bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, dan ini
merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri
anak

23
b. Aspek fisik
a. Bayi segera mendapatkan colostrum atau ASI jolong yang
dapat memberikan kekebalan/antibodi
b. Bayi segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya
c. Kemungkinan terjadi infeksi nosokomial kecil
d. Bahaya aspirasi akibat susu botol dapat berkurang
e. Penyakit sariawan pada bayi dapat dihindari/dikurangi
f. Alergi terhadap susu buatan berkurang
3. Bagi keluarga
a. Aspek psikologi
Rawat gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk
memberikan support pada ibu untuk memberikan ASI pada
bayi
b. Aspek ekonomi
Lama perawatan lebih pendek karena ibu cepat pulih
kembali dan bayi tidak menjadi sakit sehingga biaya perawatan
sedikit.
4. Bagi petugas
a. Aspek psikologi
Bayi jarang menangis sehingga petugas di ruang
perawatan tenang dan dapat melakukan pekerjaan lainnya.
b. Aspek fisik
Pekerjaan petugas akan berkurang karena sebagian besar
tugasnya diambil oleh ibu dan tidak perlu repot menyediakan
dan memberikan susu buatan.

24
2.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi Rawat Gabung
Kendatipun gagasan rawat gabung telah dicanangkan dan ber-
hasil dengan baik dan memuaskan, namun masih terdapat beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan untuk melakukan rawat
gabung, yaitu sebagai berikut.

2.3.6 Pelaksanaan Rawat Gabung


Di berbagai senter situasi dan kondisinya bisa berbeda
sehingga di sini akan diambil satu contoh yang bisa dilaksanakan
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat yang ada. Pelaksanaan
rawat gabung hendaknya merupakan akhir dari kegiatan yang telah
dimulai dari perawatan pranatal di poliklinik sampai di kamar
bersalin dan kemudian di ruangan rawat gabung. Hal itu
dimaksudkan untuk mempersiapkan ibu-ibu agar sudah mulai
melakukan adaptasi, mengerti dan akhirnya tidak canggung
menerima konsep rawat gabung itu.
1. Di Poliklinik Kebidanan:
a. Ibu-ibu diberikan penyuluhan tentang: kebaikan ASI dan
perawatan gabung, perawatan payudara, makanan ibu
hamil, perawatan bayi dan lain-lain.
b. Lebih baik bila ada ruangan untuk memutar film tentang

25
cara perawatan payudara, keluarga berencana, cara
memandikan bayi, merawat tali pusat dan lain sebagainya.
c. Melayani konsultasi dalam masalah kesehatan ibu dan
anak.
d. Membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung,
aktivitas-aktivitas, problems yang dijumpai dan lain
sebagainya.
2. Di Kamar Bersalin:
a. Bayi yang memenuhi syarat perawatan gabung dilakukan
perawatan bayi baru lahir seperti biasa. Kriteria yang
diambil sebagai patokan untuk dapat dirawat bersama
ibunya adalah:
d. Nilai Apgar lebih dari 7
e. Berat badan > dari 2500 gr dan kurang dari 4000 gr
f. Masa kehamilan lebih dari 36 minggu dan kurang dari 42
minggu
g. Lahir spontan
h. Tidak ada infeksi intrapartum
i. Ibu sehat
j. Tidak ada komplikasi persalinan baik pada ibu maupun
pada bayinya
k. Tidak ada kelainan bawaan yang berat
b. Dalam setengah jam pertama setelah lahir, bayi segera
disusukan kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran
ASI.
c. Memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawatan
gabung, terutama bagi yang belum mendapat penyuluhan
di poliklinik.
l. Mengisi status secara lengkap dan benar.
m. Persiapan agar ibu dan bayinya dapat bersama-sama
keruangan.
n. Memberitahukan kepada petugas di ruangan Perin atol ogi

26
dan bahwa ada bayi yang akan dirawat serta pengurusan
administrasinya.
3. Di Ruang Perawatan:
1. Bayi diletakkan dalam tempat tidur yang ditempatkan di
samping tempat tidur ibu.
2. Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat
mengenali keadaan-keadaan yang tidak normal serta kemudian
melaporkan kepada dokter jaga.
3. Bayi boleh menyusu bila bayi/ibu menginginkan.
4. Bayi tidak boleh diberi susu dari botol. Bila terpaksa/sesuai
dengan indikasi medis bayi dapat diberi susu formula dengan
menggunakan sendok/cangkir/pipet/sonde lambung.
5. Ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik,
juga untuk merawat payudaranya.
6. Keadaan bayi sehari-hari dicatat dalam status.
7. Bila bayi sakit/perlu observasi lebili teliti, maka bayi
dipindahkan ke ruang perawatan khusus bayi barn lahir.
8. Bila ibu dan bayi sudah boleh pulang, sekali lagi diberi
penerangan tentang cara-cara merawat bayi dan memberikan
ASI serta perawatan payudara dan makanan ibu menyusui.
Kepada ibu diberikan brosur yang berhubungan dengan itu dan
dipesan agar memeriksakan bayinya satu minggu kemudian.
9. Status yang sudah lengkap, dikirim ke ruangan follow-up
(Klinik Laktasi/Poliklinik).
4. Di Ruangan Poliklinik/Ruangan Rawat Jalan:
Biasanya dilakukan di Poliklinik Kebidanan atau di Klinik
Laktasi.

Pemeriksaan di ruangan poliklinik meliputi pemeriksaan


bayi dan keadaan ASI. Yang dikerjakan di ruangan ini ialah:

a. Menimbang berat badan bayi.


b. Memperhatikan payudara ibu, apakah ada kelainan yang

27
mengganggu proses laktasi.
c. Anamnesis mengenai makanan bayi yang diberikan serta
keluhan yang timbul.
d. Mengecek keadaan ASI.
e. Memberi nasihat mengenai makanan bayi, cars menyusukan
bayi, perawatan payudara, perawatan bayi dan makanan ibu
menyusui.
f. Memberikan peraturan makanan bayi.
g. Pemeriksaan bayi oleh ahli anak.
h. Pemberian immunisasi menurut aturannya.

28
2
.3.7 2.3.7 Sasaran Dan Syarat
1. Bayi lahir dengan spontan, baik presentasi kepala atau bokong
2. Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat
dilakukan setelah bayi cukup sehat, reflek hisap baik, tidak ada
tanda-tanda infeksi dsb
3. Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum,
RG dilakukan segera stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak
ngantuk) misalnya 4-6 jam setelah operasi.
4. Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal
7)

29
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
8. Bayi dan ibu sehat
2.3.8 Persyaratan Rawat Gabung Yang Ideal
1. Bayi
a. Ranjang bayi tersendiri yang mudah terjangkau dan dilihat
oleh ibu
b. Bagi yang memerlukan tersedia rak bayi
c. Ukuran tempat tidur anak 40 x 60 cm
2. Ibu
a. Ukuran tempat tidur 90 x 200 cm
b. Tinggi 90 cm
3. Ruang
a. Ukuran ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m
b. Ruang dekat dengan ruang petugas (bagi yang masih
memerlukan perawatan)
4. Sarana
a. Lemari pakaian
b. Tempat mandi bayi dan perlengkapannya
c. Tempat cuci tangan ibu
d. Setiap kamar mempunyai kamar mandi ibu sendiri
e. Ada sarana penghubung
f. Petunjuk/sarana perawatan payudara, bayi dan nifas,
pemberian makanan pada bayi dengan bahasa yang sederhana
g. Perlengkapan perawatan bayi
5. Petugas
a. Rasio petugas dengan pasien 1 : 6
b. Mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan
RG
2.3.9 Model Pengaturan Ruangan Rawat Gabung
a. Satu kamar dengan satu ibu dan anaknya

30
b. Empat sampai lima orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada
kamar yang lain bersebelahan dan bayi dapat diambil tanpa ibu
harus meninggalkan tempat tidurnya
c. Beberapa ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1
ruangan kaca yang kedap udara
d. Model dimana ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama
e. Bayi di tempat tidur yang letaknya disamping ibu
2.3.10 Keuntungan dan Kerugian
1. Keuntungan
a. Menggalakkan penggunaan ASI
b. Kontak emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih erat
c. Ibu segera dapat melaporkan keadaan-keadaanbayi yang aneh
d. Ibu dapat belajar merawat bayi
e. Mengurangi ketergantungan ibu pada bidan
f. Membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam
merawat bayi
g. Berkurangnya infeksi silang
h. Mengurangi beban perawatan terutama dalam pengawasan
2. Kerugian
a. Ibu kurang istirahat
b. Dapat terjadi kesalahan dalam pemberian makanan karena
oengaruh orang lain.
c. Bayi bisa mendapatkan infeksi dari pengunjung
d. Pada pelaksanaan ada hambatan teknis/fasilitas

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Menurut Dep. Kes. RI (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat
lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Kriteria Bayi Baru Lahir Normal:
a. Berat badan lahir bayi antara 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan bayi 48 – 50 cm

32
c. Lingkar dada bayi 32 – 34 cm
d. Lingkar kepala bayi 33 – 35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian turun
sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit
f. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit
disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
intercostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan dilapisi verniks kaseosa
h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik
i. Kuku telah agak panjang dan lemas
j. Genitalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora
sudah menutupi labia minora (pada bayi perempuan)
k. Reflek isap, menelan, dan moro telah terbentuk
l. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam
pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan
lengket. (Jenny J.S Sondakh, 2013)
2. Pencegahan Infeksi bayi baru lahir:
a. Pencegahan infeksi pada tali pusat
b. Pencegahan infeksi pada kulit
c. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
d. Imunisasi
1) BCG
2) Polio
3) Hepatitis B
3. Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak bersama sama
atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-
waktu, setiap saat, ibu tersebut dapat menyusui anaknya. Dalam rawat
gabung suami dan keluarga dapat membantu ibu dalam menyusui dan
merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu akan mendapatkan
kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati
yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.

33
3.2 Saran

34
35
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Nana. 2014. Handbook for Newmom. Jogjakarta: CV Diandra Primamitra


Media
Ai Yeyeh Rukiyah. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Trans
info Media
Bagus, Ida. 2004. Penuntun Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylin. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Imelda, Rina. 2014. Panduan Kehamilan dan Perawatan Bayi. Surabaya: Victory
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:
FKUI.
Mansjoer Arief. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:
FKUI.
Maryunani, Anik. 2011. Pencegahan Infeksi dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans
Info Media
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Pusdiknakes. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga. (Muscari,
Mary E. 2005. hal 186). (Bobak, 2005.). (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92).
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
& Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Sears, William, dkk. 2003. The Baby Book. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Sholeh, M. Kosim, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak
Soetjiningsih. 2007. Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC
Sondakh, Jenny J.S., 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Erlangga.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta:
Infomedika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:
Infomedika.

36
Stright, Barbara. 2005. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Sudarti. 2010. Kelainanan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak. Yogyakarta:
Medical books.
Suriadi & Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

37

Anda mungkin juga menyukai