Anda di halaman 1dari 15

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN

PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI


DI MA MA’ARIF NU 1 KEBASEN

Laporan

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dosen Pengampu:
Dr. Asep Herry Hernawan
Dr. Riche Chyntia Johan, M. Si.

disusun oleh:
Abid Khofif Amri Shidqi (1704007)

Program Studi Teknologi Pendidikan


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
2020
DAFTAR PUSTAKA

A. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
B. KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
C. TEMUAN OBSERVASI ..................................................................................... 6
D. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 8
E. KESIMPULAN .................................................................................................. 10
F. REFERENSI ...................................................................................................... 11

i
A. PENDAHULUAN
Hanushek dan Wobmann (dalam Ali, 2009) menyatakan outcome ekonomi dapat
dipengaruhi oleh kualitas suatu pendidikan. Pernyataan tersebut menandakan
penduduk dengan Pendidikan yang berkualitas dapat lebih meningkatkan
produktivitasnya dalam bidang ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa sektor yang
menjadi salah satu tolak ukur kesejahteraan negara adalah perekonomiannya.
Sehingga, dengan meningkatkan mutu pendidikan, berarti juga berusaha meningkatkan
kesejahteraan negara.
Untuk dapat bersaing dan mengikuti perkembangan zaman, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai aspek Pendidikan Indonesia
perlu merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi yang harus dimiliki
peserta didik. Lima kompetensi tersebut ialah kemampuan berpikir kritis, memiliki
kreatifitas dan kemampuan yang inovatif, kemampuan dan keterampilan
berkomunikasi yang baik, kemampuan kerjasama, dan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi. Maka dari itu, untuk dapat memenuhi lima kompetensi tersebut dibutuhkan
suatu gagasan dan inovasi dengan memanfaatkan sarana teknologi yang sedang
berkembang pesat. Teknologi tersebut harus dapat digunakan dalam metode
pembelajaran dengan maksud meningkatkan mutu pendidikan.
Pernyataan mantan Mendikbud Muhadjir Effendy menekankan aspek metode
dalam proses belajar mengajar. Tidak hanya sebagai aspek yang ditekankan saja,
namun metode juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pemenuhan kompetensi
yang harus dicapai siswa. Maka inilah yang disebut sebagai kurikulum berbasis
kompetensi. Pelaksanaan pembelajaran atau pendidikan berorientasi pada pencapaian
kompetensi peserta didik.
Sebagai bagian dari strategi pembelajaran, maka metode menjadi penting dikuasai
oleh para pengajar. Khususnya dalam lembaga pendidikan sekolah menengah atas
(SMA) penentuan metode dalam strategi pembelajaran tidak serta merta tanpa
pertimbangan. Relevansi antara materi dan kompetensi dengan metode pembelajaran
yang tepat harus menjadi perhatian penting. Karena tidak adanya relevansi tersebut

1
akan menghambat pencapaian kompetensi atau bahkan kompetensi yang diharapkan
tidak tercapai sama sekali.
Jika dilansir dari sumber di media, saat ini masih banyak ditemui guru yang dirasa
kurang dalam mempersiapkan pembelajaran dikelas khususnya yang berkaitan dengan
metode. Sebagaimana dikutip dari zenius.net (2015), “…masih banyak guru yang tidak
menjadikan “antusiasme murid dalam belajar” sebagai tolak ukur utama dalam proses
mengajar; tapi justru menciptakan semacam sistem yang membuat murid-
murid belajar dengan penuh keterpaksaan, seperti pemberian tugas dengan porsi yang
tidak wajar, memberi sanksi dan hukuman dengan cara yang kurang tepat sasaran, dan
sebagainya”.
Dengan masih terjadinya hal tersebut maka ditakutkan hal ini akan berpengaruh
kepada gagalnya implementasi kurikulum berbasis kompetensi di Indonesia. Meskipun
sudah sejak 2004 dilaksanakan, implementasi kurikulum berbasis kompetensi di
Indonesia masih belum menunjukan efek positif yang signifikan. Bahkan, saat ini justru
banyak dikatakan bahwa kualitas pembelajaran dan pendidikan Indonesia semakin
menurun.
Strategi pembelajaran adalah salah satu komponen dalam kurikulum berbasis
kompetensi. Dalam strategi, terdapat komponen metode yang menjadi bagian penting
dan berpengaruh dalam proses pembelajaran. Metode dapat diartikan sebagai cara yang
ditempuh untuk agar materi dapat tersampaikan.
Dalam laporan ini dibahas dalam observasi virtual ini karena sebenarnya metode
adalah jembatan antara tujuan dan hasil. Tujuan yang diharapkan akan berbanding
lurus dengan hasil jika penggunaan metode dalam strategi pembelajaran memiliki
relevansi yang kuat. Namun, akan sebaliknya jika penggunaan dan penentuannya tanpa
melalui pertimbangan yang matang terhadap materi yang akan disampaikan.
Laporan yang berjudul “Penggunaan Metode Pembelajaran pada Kurikulum
Berbasis Kompetensi di MA MA’Arif NU 1 Kebasen” ini akan menyajikan hasil
observasi virtual penulis kepada salah satu lembaga pendidikan menengah atas di
Kebasen, Banyumas. Observasi tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana

2
implementasi strategi pembelajaran yang dinilai berpengaruh terhadap penguasaan
kompetensi siswa, khususnya di MA Ma’arif NU 1 Kebasen.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Kompetensi
Kompetensi memiliki tiga komponen, yakni Kognitif, Afektif, dan
Psikomotor. Berdasarakan istilah, banyak definisi dari kompetensi itu sendiri.
Jika dikaitkan dengan ketiga komponen tadi, maka dapat didefinisikan bahwa
kompetensi merupakan integrasi antara kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam model lain, kompetensi didefinisikan sebagai proses knows-
knows how-show how-does. Definisi lain yang juga berkaitan erat adalah
kompetensi merupakan kemampuan dalam melakukan integrasi antara
pengetahuan dan sikap, menggunakan alat dan teknik untuk menyelesaikan
suatu tugas tertentu.
Kompetensi seringkali disebut sebagai karakteristik yang melekat dalam
diri seseorang dan mempengaruhi efektifitas kinerja seseorang. Karena sifatnya
yang melekat dan siebut sebagai karakteristik, maka kompetensi dibangun oleh
tiga elemen, yaitu ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas personal.
Menurut Model Ice Berg, ada beberapa faktor pembentuk kompetensi :
a) Motif
b) Sifat
c) Konsep diri
d) Pengetahuan
e) Keterampilan
Model ini menjelaskan bahwa motif, sifat, dan konsep diri merupakan
kualitas personal yang sangat sulit diamati, namun menentukan kepada
kesuksesan seseorang. Sedangkan pengetahuan dan keterampilan mudah
diamati dan penting bagi kesuksesan seseorang namun tidak cukup hanya
mengandalkan kemampuan.

3
Model lain juga menunjukan adanya perbedaaan antara kompetensi sosial
dan personal. Kompetensi sosial berupa social skills dan social awareness.
Sedangkan kompetensi personal berupa self motivation, self regulation, dan self
awareness.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi mampu membekali peserta didik yang akan memasuki dunia
kehidupan masyarakat dan melanjutkan kepada jenjang pendidikan ynag lebih
tinggi dengan kepemilikan kompetensi yang sesuai dengan kompetensinya.
Kompetensi merupakan pegetahuan keterampilan, sikap, dan ilai yang
diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kurikulum berbasis kompetensi bertujuan untuk memfokuskan pada
pemerolehan kemampuan atau kompetensi tertentu yang berkaitan dengan
kriteria tertentu. Sehingga dengan ini, kurikulum berbasis kompetensi mampu
mendeskripsikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan dijadikan
sebagai standar penetapan atau wujud suatu keberhasilan.
Kurikulum berbasis kompetensi dilaksanakan dengan adanya pembelajaran
kelompok menuju pembelajaran individual dan belajar tuntas, sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Adanya hal tersebut, menjadikan
kurikulum berbasis kompetensi ini juga dilaksanakan dalam pembelajaran di
perguruan tinggi. Hal ini didasarkan pada kondisi mahasiswa yang akan
memasuki dunia kerja sehingga harus dibekali dengan kemampuan yang
profesional dan kompetensi yang lebih tinggi. Sehingga hal ini yang juga
menjadi ciri khas dari kurikulum berbasis kompetensi, yakni menyatakan
kompetensi secara jelas dari proses pembelajaran dan berorientasi pada hasil
belajar.
Adapun langkah dalam pengembangan kurikulum berbasi kompetensi
adalah sebagai berikut:
a) Analisis kebutuhan
b) Perumusan kompetensi
c) Pengembangan kurikulum

4
d) Pengembangan silabus
e) Penyusunan RPP
f) Assesmen dan evaluasi
Dalam proses perumusannya, kurikulum berbasis kompetensi memanfaatkan
area of interest curriculum dan vocational areas yang pada intinya kompetensi
tersebut berguna namun belum diketahui dalam proses perkuliahan dan dunia
kerja.
3. Strategi dan Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran memiliki lingkup yang lebih luas jika dibandingkan
dengan metode pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, dapat disimpulkan
bagwa metode pembelajaran adalah bagian dari strategi pembelajaran. Tidak
hanya memuat metode, tetapi juga penggunaan media, pendekatan, kedalaman
materi, sumber, dan lain sebagainya.
Kemp (dalam Wina Sanjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dapat disimpulkan dari hasil pemikiran Kemp bahwa strategi sifatnya umum,
yaitu segala rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru dan
siswa dikelas. Sehingga dapat diartikan bahwa strategi pembelajaran mengatur
seluruh kegiatan pembeljaaran dari awal pemebelajaran hingga pembelajaran
selesai.
Sedangkan metode, yaitu cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana pembelajaran dalam bentuk kegiatan yang
sudah disusun dari awal sapai akhir. Sebagaimana menurut Wina Sanjaya
(2008) bahwa metode merupakan”a way in achieveng something” sedangkan
strategi adalah “a plan of operation ini achieveng something”. Kesalahan
dalam pemilihan metode pembelajaran akan berpengaruh kepada terpelesetnya
target yang ingin dicapai. Dimana seharusnya seorang siswa dapat “melakukan”
namun yang tercapai hanya mampu “mengetahui”.

5
C. TEMUAN OBSERVASI
MA Ma’arif NU 1 Kebasen merupakan salah satu madrasah yang ada di Kabupaten
Banyumas. Madrasah Aliyah sebagaimana diketahui adalah salah satu lembaga formal
yang setingkat dengan SMA/SMK. Hal yang berbeda adalah MA (Madrasah Aliyah)
menjadikan ilmu agama Islam menjadi poin tambahan. Sehingga, tidak heran jika siswa
yang lulus dari MA memiliki kompetensi keagamaan yang lebih baik jika dibandingkan
dengan siswa dari lembaga setingkat seperti SMA dan SMK.
Sebagai lembaga sekolah formal, MA Ma’arif NU 1 Kebasen mengikuti kurikulum
yang berlaku di Indonesia. Mata pelajaran keagamaan seperti Bahasa Arab, Fiqih, dan
sebagainya menginduk kepada kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Agama RI. Kemudian, untuk mata pelajaran umum tetap mengacu kepada kurikulum
2013 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Berdasarkan hasil observasi virtual ditemukan beberapa poin yang berkaitan
dengan penggunaan metode adalah sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran yang digunakan dalam mata pelajaran keagamaan
Saat penulis melakukan wawancara dengan salah satu murid di MA Ma’arif
NU 1 Kebasen, dikatakan bahwa dalam mata pelajaran keagamaan seperti Al-
Qur’an Hadits, Bahasa Arab, Fiqh, dan lainnya penggunaan metode dominan
ceramah.
Salah satu contoh dalam pelajaran Al-Qur’an Hadits, pendekatan mengajar oleh
guru masih bersifat teacher centered. Materi yang dipelajari hampir semuanya
disampaikan oleh guru. Sehingga, komunikasi yang berjalan di kelas dominan satu
arah. Hampir tidak ada komunikasi antar siswa khususnya dalam bentuk
kelompok. Penggunaan metode ceramah yang dominan juga dilakukan oleh guru
lainnya dalam mata pelajaran Fiqih dan Aqidah Akhlak.
Namun, berbeda dengan mata pelajaran Bahasa Arab yang menggunakan
metode pembelajaran sedikit berbeda dengan mata pelajaran keagamaan lainnya.
Salah satu contoh saat materi mengenai percakapan, maka guru meminta siswa
untuk melakukan praktik didepan kelas. Selebihnya, dalam pembelajaran Bahasa
Arab, guru menggunakan metode ceramah dengan siswa yang diminta mencatat.

6
2. Metode pembelajaran yang digunakan dalam mata pelajaran umum
Dalam mata pelajaran umum, metode pembelajaran yang paling sering
digunakan adalah ceramah. Menurut salah satu murid yang diwawancarai, kadang
ketika guru sedang menyampaikan materi melalui ceramah, kadang guru
mengingatkan siswa untuk mencatat materi yang disampaikan. Tak jarang juga
siswa inisiatif mencatat meski tidak di ingatkan oleh guru.
Siswa juga menyampaikan bahwa dalam mata pelajaran umum, guru juga
terkadang memanfaatkan media salindia dalam penyampaian materi. Penggunaan
salindia dinilai lebih memberikan pemahaman oleh siswa. Penggunaan salindia
dengan poin-poin memberikan pemahaman siswa lebih terstruktur. Disela-sela
penyampaian, guru juga terkadang memberikan penjelasan dengan papan tulis.
Dalam mata pelajaran sains khususnya biologi, pada materi tertentu siswa
diberikan kesempatan untuk melakukan riset kecil di luar kelas. Saat pelaksanaan,
siswa diminta untuk mengikuti petunjuk yang telah disediakan oleh guru.
Sehingga, proses pembelajaran langsung dapat terarah dengan baik.
Dalam mata pelajaran matematika, guru menggunakan metode drill soal-soal
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan
memilih cara yang paling tepat. Penggunaan metode drill seringkali ditingkatkan
intensitasnya ketika persiapan pelaksanaan ujian. Penggunaan drill dinilai oleh
siswa cukup efektif untuk memahami proses pemecahan masalah dalam soal
matematika.
3. Penggunaan variasi metode pembelajaran
Dalam proses observasi virtual, didapati keterangan bahwa metode
pembelajaran yang digunakan guru di MA Ma’arif NU 1 Kebasen kurang variatif.
Siswa menilai bahwa penyampaian materi terpusat pada guru, sehingga siswa
memiliki porsi yang sangat banyak untuk memerhatikan penjelasan guru. Hal ini
juga dapat diartikan bahwa mayoritas pembelajaran di MA Ma’arif NU 1 Kebasen
masih teacher centered.
Meskipun proses pembelajaran di sekolah mayotitas menggunakan metode
ceramah, namun dalam beberapa pembelajaran, guru menggunakan variasi metode

7
seperti simulasi dan drill. Namun demikian, penggunaan variasi metode
pembelajaran oleh guru masih dinilai kurang, hal tersebut sebagaimana
disampaikan oleh siswa. Bahkan, siswa mengatakan bahwa pembelajaran masih
monoton, sehingga kurang menarik minat siswa dalam belajar.

D. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Dalam jurnal eLearning, Neil O’Sullivan dan Alan Bruce (2014) mengemukakan
kompetensi adalah hal yang kompleks dan memiliki banyak definisi. Banyak ahli yang
mengungkapkan bahwa kurikulum berbasis kompetensi atau pendidikan berbasis
kompetensi harus melibatkan kemampuan mengajar guru dan strategi pembelajaran
yang mampu mengembangkan kompetensi peserta didik. Karena, bukti dari
keberhasilan kurikulum berbasis kompetensi adalah learning outcomes atau
kompetensi itu sendiri.
Strategi pembelajaran sebagaimana disebutkan diatas merupakan aspek penting
dalam menunjang pembelajaran. Maka dari itu, guru setidaknya harus mampu
memaksimalkan strategi dengan menggunakan metode pembelajaran yang relevan dan
variatif. Metode yang relevan dan variatif akan memberikan hasil yang positif bagi
keberhasilan pelaksanaann kurikulum berbasis kompetensi.
Dalam observasi virtual ini, didapati bahwa beberapa guru di MA Ma’arif NU 1
Kebasen, masih menggunakan metode pembelajaran ceramah sebagai metode
pembelajaran yang utama. Dengan begitu, guru lebih banyak berperan menyampaikan
materi dibandingkan eksplorasi siswa. Bukan berarti metode ceramah itu tidak penting,
tetapi perlu adanya penyesuaian intensitas penggunaan metode ceramah.
Fitri (2016) melakukan perbandingan penggunaan metode tradisional (klasikal dan
ceramah) dengan metode seven jumps tutorial pada problem based learning dan
menyimpulkan bahwa siswa dengan problem based learning memiliki motivasi belajar
yang lebih tinggi. Maka penggunaan metode tradisional atau ceramah klasikal
seharusnya digunakan seminimal mungkin dan direlevansikan dengan jenis materi.
Karena sebagaimana dalam kurikulum 2013, yang ditekankan adalah student centered
dengan siswa yang lebih aktif mengeksplorasi.

8
Dalam beberapa mata pelajaran umum, terkadang guru menggunakan salindia atau
powerpoint sebagai media penunjang. Metode ceramah dengan berbantuan salindia
atau media visual lainnya akan membantu meningkatkan ingatan siswa dibandingkan
metode ceramah tradisional. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Harsono, Soesanto,
dan Samsudi, (2009) metode ceramah dengan berbantuan media animasi atau
sejenisnya memberikan dampak yang positif jika dibandingkan dengan metode
ceramah tradisional. Ketika hasil belajar siswa diukur dengan post test, siswa yang
belajar dengan metode ceramah berbantuan media animasi mendapatkan rata-rata
76.72. sedangkan hasil pembelajaran dengan metode ceramah klasikal mendapatkan
rata-rata 62.56. Adanya perbedaan hasil dalam penggunaan metode pembelajaran
diatas adalah bukti bahwa semakin menarik pembelajaran, maka siswa akan semakin
termotivasi dan tentunya berpengaruh kepada hasil pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, tidak semua guru di MA Ma’arif NU 1 Kebasen
menggunakan metode yang monoton. Khususnya dalam pembelajaran umum seperti
biologi, fisika, dan kimia, dalam waktu tertentu guru akan memberikan penugasan
kepada siswa untuk melakukan mini riset di luar kelas. Variasi metode ini dinilai
menarik oleh siswa, karena tidak hanya mendapatkan pengalaman dalam satu metode
saja.
Herlina dan Winaryati (2017) telah membuktikan dalam penelitiannya, dalam
mata pelajaran kimia penggunaan variasi metode pembelajaran memberikan efek
positif. Pernyataan itu dibuktikan dengan data hasil quesioner bahwa kategori metode
pembelajaran adalah 2,88 dan termasuk kategori yang tinggi. Meskipun demikian, pada
dasarnya prestasi tidak hanya dipengaruhi oleh metode pembelajaran, tetapi juga
media, sarana prasarana, pengantar pembelajaran, dan evaluasi.
Penggunaan variasi metode memang sangat diperlukan dalam menunjang motivasi
belajar siswa. Namun, perlu diketahui bahwa tidak sepenuhnya variasi itu bersifat baik,
perlu adanya relevansi penggunaan metode yang tepat sesuai dengan materi. Sebagai
contoh, guru mengharapkan kompetensi keterampilan berenang dari siswa, namun
metode yang digunakan hanya ceramah dan diskusi. Dengan kondisi tersebut

9
kompetensi siswa sebagaimana diharapkan oleh guru akan sulit dicapai, bahkan tidak
tercapai.
Kurikulum berbasis kompetensi memiliki muatan yang kompleks, maka dalam
pembelajaran siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai aspek kognitif saja, tetapi
afektif dan psikomotor. Tentunya dengan penggunaan salah satu metode saja, sisi lain
dari siswa akan kurang terlihat jelas. Chang dan Mao (1999) menjelaskan dalam
penelitiannya bahwa ternyata dalam dua metode yang berbeda, mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam aspek yang berbeda. Dalam penelitiannya, dibahasa bahwa
jika dibandingkan dengan metode tradisional, penggunaan cooperative learning
mampu mengembangkan cara berpikir siswa. Dalam aspek kognitif memang hasilnya
tidak jauh berbeda, namun yang perlu dilihat adalah perkembangannya dalam
mengelola kerangka berpikir dan bagaimana ia menyampaikan hasil pikirannya dalam
sebuah kelompok atau forum.
Kemampuan mengolah strategi dengan menggunakan metode pembelajaran yang
tepat sangat berkaitan erat dengan kompetensi guru. Hal ini karena guru merupakan
transmisi segala aspek dalam kurikulum berbasis kompetensi. Tentunya karena
sifatnya begitu penting, maka hendaknya guru mampu menangani perkembangan
kompetensi siswa sesuai dengan aspek dalam kurikulum. Malm dan Löfgren (2006)
mengemukakakan, guru seyogyanya memahami betapa penting perannya dalam
pendidikan. Karena, pendidikan membutuhkan guru yang mampu menjawab tantangan
pendidikan di masa depan. Tentunya, salah satu bagian dari tantangan tersebut adalah
untuk terus menjaga siswa memiliki motivasi dalam mengembangkan kompetensi yang
harus dimiliki, yakni kompetensi afektif, psikomotor, dan kognitif.

E. KESIMPULAN
Laporan observasi virtual ini menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan
metode pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi di MA Ma’arif NU 1
Kebasen akan lebih optimal jika terus dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai
rujukan keilmuan pendidikan. Poin penting bagi guru untuk mampu melakukan variasi
pembelajaran. Karena, kompetensi yang seharusnya muncul dari siswa bukan hanya

10
kognitif, tetapi ada aspek lain. Penggunaan variasi pebelajaran di beberapa mata
pelajaran dapat menjadi perhatian bagi guru lainnya.
Guru harus senantiasa memahami bahwa mengajar juga memiliki seni, salah satu
caranya adalah dengan memanfaatkan strategi pembelajaran. Sangat penting bagi guru
untuk menguasai seni dalam mengajar. Mengkombinasikan satu metode dan metode
lain adalah salah satu contoh. Maka, ketika seni dalam mengajar sudah mampu dikuasai
oleh guru, celah untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi akan semakin besar.

F. REFERENSI
Cahya, L. (2015). 4 Hal yang perlu direfleksi guru di Indonesia. [online]. Diakses dari
https://www.zenius.net/blog/9573/cara-mengajar-guru-indonesia pada 15 Mei
2020.
Chang, C. Y., & Mao, S. L. (1999). The Effects on Students’ Cognitive Achievement
When Using the Cooperative Learning Method in Earth Science Classrooms.
School Science and Mathematics, 99(7), 374–379.
Fitri, A. D. (2016). Penerapan Problem Based Learning (Pbl) Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jambi Medical Journal "Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan", 4(1).
Harsono, B., Soesanto, dan Samsudi, (2009).Perbedaan Hasil Belajar Antara Metode
Ceramah Konvensional dengan Ceramah Berbantuan Media Animasi Pada
Pembelajaran Kompetensi Perakitan Dan Pemasangan Sistem Rem. Jurnal PTM,
9(2), 71-79.

Herlina, L., dan Winaryati, E. (2017) . Pengaruh Variasi Metode Pembelajaran Pada
Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Kimia. Jurnal Prosiding Seminar Nasional,
Pendidikan, Sains dan Teknologi FMIPA UNIMUS.
Hanushek, E., dan Wobmann, L. (2007). The Role of Education Quality in Economic
Growth. Working Paper Series, 4122.
Malm, B., & Löfgren, H. (2006). Teacher Competence and Students’ Conflict
Handling Strategies. Journal Research in Education, 76(1), 62–73.

11
O’Sullivan, N., dan Bruce, A (2014). Teaching and Learning in Competency-Based
Education. Proceeding Journal The fifth International Conference on e-Learning
Belgrade, Serbia.
Sanjaya, Wina. (2008). Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

12
Instrumen Wawancara

Rumusan masalah Khusus Indikator Pertanyaan Responden


Bagaimana Strategi yang Bagaimana metode
digunakan pada mata pelajaran yang sering
Metode
umum di MA MA’Arif NU 1 digunakan dalam
pembelajaran yang
Kebasen? proses
sering digunakan
pembelajaran mata
Murid, Kepala
pelajaran umum?
Sekolah
Bagaimana variasi
Variasi metode dalam
Penggunaan proses
metode pembelajaran mata
pelajaran umum?
Bagaimana Strategi yang Bagaimana metode
digunakan pada mata yang sering
pelajaran keagamaan di MA Metode digunakan dalam
MA’Arif NU 1 Kebasen? pembelajaran yang proses
sering digunakan pembelajaran mata
pelajaran
Murid, Kepala
keagamaan?
Sekolah
Bagaimana variasi
metode dalam
Variasi
proses
Penggunaan
pembelajaran mata
metode
pelajaran
keagamaan?

13

Anda mungkin juga menyukai