ABDUL THALIB
P4200215016
i
ABSTRAK
Sitokinin berperan penting pada penyembuhan luka, salah satu sitokinin yang berperan
pada proses penyembuhan luka adalah interleukin-6 (IL-6). Penggunaan buah naga merah
sebagai modalitas penyembuhan luka menjadi salah satu alternatif perawatan. Kandungan
flavonoid khusunya senyawa steoid yang ada pada buah naga bisa digunakan sebagai anti
inflamasi, sayangnya masih sangat terbatas penelitian yang melaporkan penggunaan buah naga
merah pada penyembuhan luka khususnya luka akut. Diamana pada luka akut yang sering
menjadi masalah yaitu fase inflamasinya. Tujuan penelitian ini untuk mengindentifikasi efek
dari pemberian Ekstrak Buah Naga Merah (EBNM) secara topikal terhadap kadar IL-6 pada
penyembuhan luka akut pada wistar.
Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen dengan desain Randomized Post Test
Control Group, dimana wistar jantan albino (n=41) berat badan 250-300 gr dibagi ke dalam 3
kelompok (control negatif (n=12), control positif (n=12), EBNM 7,5% (n=12)). Wistar dilukai
pada punggung kiri dan kanan menggunakan Punch Biopsi 5 mm, selanjutnya kadar IL-6
diperiksa melalui serum dengan teknik ELISA. Data dianalisis menggunakan uji One Way
Anova menggunakan SPSS 22 dengan nilai α < 0,05.
Hasil penelitian ini pada hari ke-7, kadar IL-6 pada kelompok EBNM (101.9±32,2 ;
p=0,379) lebih rendah dibandingkan kelompok control negatif (142,4±85,0; p=0,479) dan
tidak lebih inferior dari kontrol positif (97.9±41.9; p=0,140). Pada hari ke-7, diameter luka
lebih kecil pada kelompok EBNM (2.66±1.51) dibandingkan kelompok positif (3.16±0.52) dan
kontrol negatif (4.33±0.71). Krim topikal EBNM 7,5% mempercepat penyembuhan luka yang
ditandai dengan pengecilan diameter luka, yang disertai dengan penurunan kadar IL-6 yang
sama baiknya dengan kontrol positif pada hari ke-7.
iii
ABSTRACT
Abdul Talib, THE EFFECT OF TOPICAL CREAM RED DRAGON FRUIT EXTRACT
(Hylocereus polyrhizuz) ACUTE WOUNDS ON LEVELS OF INTERLEUKIN-6 PHASE
INFLAMMATION IN WISTAR (Supervised by Kadek Ayu Erika, Muh. Nasrum Massi)
Cytokines play an important role in wound healing, one of cytokinin which plays a
role in the wound healing process is interleukin-6 (IL-6). The use of red dragon fruit as
wound healing modalities into one of the alternative treatments. Steoid especially flavonoid
compounds that exist in the dragon fruit can be used as an anti-inflammatory, unfortunately
still very limited studies have reported the use of the red dragon fruit in particular wound
healing of acute wounds. Acute wounds that are often a problem that inflammatory phase.
The purpose of this study to identify the effect of Red Dragon Fruit Extract topically (RDFE)
to the levels of IL-6 in acute wound healing in Wistar.
This study is aexperimental design Randomized Post Test Control Group, in which
male Wistar albino (n = 41) weight 250-300 g were divided into 3 groups (a negative control
(n = 12), positive control (n = 12), RDFE 7.5% (n = 12)). Wistar wounded in the back left
and right by Punch Biopsy 5 mm, then the levels of IL-6 is checked through the serum with
ELISA technique. Data were analyzed using One Way ANOVA using SPSS 22 with a value of
α <0.05.
The results of this study at day 7, the levels of IL-6 on RDFE group (101.9 ± 32.2; p
= 0.379) lower than the negative control group (142.4 ± 85.0; p = 0.479) and not inferior of
the positive control (97.9 ± 41.9; p = 0.140). On day 7, the diameter of the smaller wound on
RDFE group (2.66 ± 1:51) than the positive group (3.16 ± 0.52) and negative controls (0.71 ±
4:33). RDFE 7.5% topical cream promotes wound healing characterized by downsizing the
diameter of the wound, which is accompanied by a decrease in the levels of IL-6 as well as
the positive control on day 7.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Abdul Thalib
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya,
Topikal Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizuz) Pada Luka Akut
Penulisan Hasil Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka
Hasanuddin Makassar.
1. Ibu Dr. Elly L. Sjatar, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Program Studi Magiter Ilmu
Keperawatan.
2. Ibu Dr. Kadek Ayu Erika, S.Kep,Ns., M.Kes selaku pembimbing I yang dengan
dorongan kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai penulisan Hasil
Penelitian ini.
3. Bapak Prof. dr. Muh. Nasrum Massi, Ph.D selaku pembimbing II yang dengan
dorongan kepada penulis sejak awal Penulisan hingga selesai penulisan Hasil
Penelitian ini.
4. Kedua Orangku, Ayahanda Hamzah Djanni dan Ibunda Andi Ama yang tak kenal
lelah bekerja, menasehatiku dan berdoa untukku dalam setiap tetes keringat dan air
mata yang mengalir semoga Allah SWT senantiasa meridohi setiap langkah
kakinya dan memberikan umur panjang agar kiranya saya misa membahagiakan
keduanya. Aaminn….
vi
5. Istriku Tercinta Nurul Fajrina, yang terus bersabar menghadapi semua
kekuranganku dan terap berada disampingku dalam suka maupun duka. Serta
anak-anakku Muh. Al-ghifari & Muh. Fathan Al-Rajab sebagai motifasi spirit
Aaminn….
Universitas Hasanuddin. Terkhusus kepada teman yang serasa jadi saudara yang
(Musdalifah, Ferly, Ita Sulistiani, I Kade Wijaya, Alfian Mas’ud, Jia) Semoga
perkembangan ilmu di masa mendatang. Penulis mohon maaf bilamana ada hal-hal
yang tidak berkenan dalam penulisan ini, karena disadari sepenuhnya bahwa penulisan
Abdul Thalib
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 33
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 59
B. SARAN ........................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka mejadi hal yang akan sering terjadi baik yang disengaja maupun
kerusakan pada struktur anatomi dan fungsi. Namun, tidak hanya terbatas terhadap
struktur kulit normal yang rusak atau hancur tetapi bisa luka terbuka maupun luka
tertutup seperti memar karna trauma benda tumpul (Han, 2016; Korting,
bersih (clean wounds) seperti luka tertutup (memar) dan luka bekas operasi
akibat kecelakaan dan luka akibat operasi yang kotor atau luka infeksi (Li, Chen,
sendirinya mengikuti fase-fase penyembuhan luka mulai dari fase fase hemostasis,
hampir mirip dengan proses pembangunan sebuah gedung dimulai dari penutupan
area luka dengan adanya pendarahan yang kemudian darah tersebut mengeras
disekitar luka yang berupakan bagian dari fase hemostasis dimana fase ini
biasanya berlangsung 10-15 menit setelah adanya luka dan menjadi fase
tenpendek dalam proses penyembuhan luka (Han, 2016). Fase selanjutnya adalah
1
asing, bakteri dan kulit mati yang kemungkinan besar bisa mengganggu proses
penyembuhan luka. Fase inflamasi ini secara fisiologis berlangsung 3-5 hari,
namun lebih sering kali memanjang karena adanya gangguan baik dari lingkungan
internal maupun dari lingkungan eksternal tubuh. Setelah melewati fase inflamasi
maka regenerasi kulit akan dimulai dimana sel-sel disekitar luka akan
menghasilkan sel keratinocit dan fibroblast yang berfungsi sebagai pabrik dalam
merupakan fase poliferasi. Fase selanjutnya adalah fase remodeling atau fase
maturasi dimana dalam fase ini kulit akan menutup secara sempurna yang bisa
diklasifikasikan menjadi luka akut dan luka kronik berdasarkan lama sembuhnya.
Luka akut merupakan luka yang diprediksi bisa sembuh dalam 2 minggu
sedangkan luka kronik adalah luka akut yang proses penyembuhannya lambat atau
stagnan yang dialami lebih dari 3 bulan (Dealey, 2012; Han, 2016; Korting et al.,
2011)
membutuhkan penanganan serius tetapi luka akut juga tidak kalah penting untuk
kejadian luka akut berdampak kepada 11 juta orang dan sekitar 300.000 orang
yang dirawat dirumah sakit setiap tahunnya dan luka akut yang sudah menjadi
2
Di Indonesia, prevalensi kejadian luka secara nasional 8,2% dan
Sulawesi Selatan memiliki prevalensi paling tinggi yaitu 12,8%. Penyebab luka
terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), terkena
Pada dasarnya yang menjadi masalah pada kasus luka akut yaitu rasa
akibat penumpukan cairan kedalam jaringan sekitar luka; kemerahan dan panas
akibat vasodilatasi pembuluh darah serta gangguan fungsi pada bagian organ yang
mengandung senyawa aktif dengan jenis sekitar 7000 jenis dan beberapa
3
sebagai antivirus. Flavonoid bekerja dengan menghasilkan enzim yang akan
dalam proses peradarangan seperti sel limfosit, monosit, sel mast, neutrophil dan
makrofag. (Davies & Yanez, 2013; Jaganath & Crozier, 2011; Sangeetha,
yakni bahan alam yang mengandung kadar flavonoid tinggi khususnya pada
senyawa steroid yang fungsinya sebagai anti-inflamasi dan buah naga merah
yang terlaporkan seperti penggunaan ektrak buah naga merah untuk mempercepat
proses granulasi dan epitalisasi terbukti efektif (Tahir, Bakri, Patellongi, Aman,
& Upik, 2017). Nurhayana (2016) juga meneliti tentang buah naga merah dengan
melihat Fibroblast Growh Factor (FGF) dan menunjukkah hasil yang sangat
signifikat. Oleh karena itu, potensi yang dimiliki oleh buah naga merah
responnya khusunya pada sitokinin pro-inflamasi yakni TNF-α. INF α/β serta
4
Salah satu tanda inflamasi yang memanjang yaitu meningkatnya kadar IL-
6 saat terjadi luka akut setelah melewati fase inflamasi fisiologis (3-5 hari setelah
luka) (Dembic, 2015). Oleh karena itu gejala fase inflamasi bisa dipantau melalui
kadar IL-6.
B. RUMUSAN MASALAH
diharapkan bisa menjadi obat alami dan bisa diaplikasikan dalam perawatan luka
pengaruh pemberian krim topikal ekstrak buah naga merah pada luka akut
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
merah pada luka akut terhadap kadar Interleukin 6 (IL-6) fase inflamasi pada
wistar.
2. Tinjauan Khusus
5
c. Mengidentifikasi kadar Interleukin 6 (IL-6) fase inflamasi pada wistar
yang diberi ektrak buah naga merah krim topikal dengan yang diberikan
yang diberi ektrak buah naga merah krim topikal dengan yang diberikan
basic krim
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Ilmiah
2. Manfaat Institusi
kegunaan dan efektivitas dari pemberaian ekstrak buah naga merah dalam
3. Manfaat Praktis
Ekstrak ekstrak buah naga merah dapat digunakan oleh masyarakat luas
luka akut dalam menekan fase inflamasi untuk mengurangi gejala akibat fase
inflamasi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit terdiri atas dua lapisan utama yaitu lapisan superfisial atau lapisan
terluar yang disebut dengan epidermis dan yang kedua yaitu lapisan dalam yang
disebut dengan dermis (kulit sesungguhnya), dibawah dermis ada yang disebut
lemak, otot, pembuluh darah, limphatik dan akar rambut (Huether, Mccance,
Brashers, & Rote, 2017). Terdapat struktur tambahan epidermis yaitu: kelenjar
ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, folikel rambut dan kuku (Black &
Hawks, 2014)
7
1. Lapisan Epidermis
ketebalan bervariasi. Kulit dikelopak mata merupakan kulit yang paling tipis
dengan ketebalan 0,05 mm dan yang paling tebal berada pada telapak dangan
dan kaki dengan ketebalan 1,5mm. Epidermis merupakan lapisan yang tidak
memiliki pembulu darah atau yang dikenal dengan avascular yang menerima
suplai darah dari dermis(Han, 2016). Epidermis terdiri dari (Black & Hawks,
2014):
a. Melanosit
dasar, yaitu :
2) Melanin (coklat)
b. Sel Langerhans
c. Sel Merkel
8
d. Keratinosit
a. Kelenjar
1) Kelenjar Ekrin
ditemukan pada: telinga, bantalan kuku, glans penis, labia minora dan
paling banyak ditemukan pada telapak tangan, telapak kaki, dahi serta
aksila
2) Kelenjar Apokrin
substansi seperti susu yang menjadi berbau jika diubah oleh bakteri
3) Klenjar Sebaseus
Terdapat pada wajah, kulit kepala, punggung atas dan dada. Kelenjar
9
b. Rambut dan Kuku
1) Rambut
kecuali telapak tangan dan kaki. Folikel rambut berfungsi sebagai unit
2) Kuku
Kuku adalah bagian epidermis yang berzat tanduk. Kuku dan matriks
2. Lapisan Dermis
a. Papilaris
b. Retikularis
lebih tinggi
10
3. Hipotermis
Lemak subkutan umumnya ada pada punggung dan bokong. Lapisan berfungsi
sebagai insulasi dari panas dan dingin yang ekstrim, sebagai bantalan terhadap
trauma, sebagai sumber energi dan metabolisme hormone (Black & Hawks,
2014)
a. Proteksi
dimediasi imun terhadap berbagai antigen. Hal ini dilakukan oleh sel
langerhans
b. Hemeostatis
c. Termoregulasi
panas. Aliran darah kulit bervariasi dalam respon terhadap perubahan suhu
berdilatasi saat suhu panas dan konstriksi saat suhu dingin. Hipotalamus
11
bertanggung jawab secara parsial untuk meregulasi aliran darah kulit,
d. Reseptor Sensorik
tekanan oleh sel Merkel dan ujung-unjung Ruffini, vibrasi dan tekanan,
spesifik pada epidermis dan nyeri dirasakan oleh ujung-ujung saraf bebas
di lapisan epidermis
e. Produksi Vitamin D
f. Perawtan Dermatologis
12
h. Efek Penuaan
1) Remaja
2) Dewasa
3) Lansia
sirkulasi dan penurunan fungsi berbagai struktur kulit. Pada masa ini,
1. Definisi Luka
fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan
ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori, Renu, & Neha,
2010). Namun, tidak hanya terbatas terhadap struktur kulit normal yang rusak
atau hancur tetapi bisa luka terbuka maupun luka tertutup seperti memar karna
13
Luka diklasifikasikan dengan berberapa cara seperti berdasarkan durasi
al., 2011). Berdasarkan durasi atau lama penyembuhannya maka luka itu
sendiri dibagi menjadi 2 yaitu luka akut dan luka kronik meskipun perbedaan
antara keduanya masih sulit untuk dipahami (Dealey, 2012). Luka akut
merupakan luka yang diprediksi bisa sembuh dalam 2 minggu sedangkan luka
kronik adalah luka akut yang proses penyembuhannya lambat atau stagnan
(Han, 2016) yang dialami lebih dari 3 bulan (Korting et al., 2011).
terbuka dan luka tertutup berdasarkan penyebab dasar dari luka, serta luka akut
secara kasat mata dimana darah keluar dari tubuh baik berupa luka insisi,
luka laserasi, abrasi atau luka dangkal, luka tusukan kecil, luka penetrasi,
b. Luka tertutup merupakan jenis luka dimana darah keluar dari sistem
sirkulasi darah tetapi tidak terlihat darah secara kasat mata dan tampak
tetapi lebih berbahaya dari luka terbuka. Luka tertutup meliputi benturan
atau luka memar, hematoma atau tumor darah, dan cedera yang keras.
14
bedah dan proses penyembuhan luka yang lengkap dalam kerangka waktu
yang diharapkan.
luka dalam tahap yang normal dan kemudian masuk ke dalam tahap
hal ini biasaya terjaki akibat adanya Infeksi lokal, hipoksia, trauma, benda
2. Penyembuhan Luka
Pada dasarnya luka yang terjadi akan sembuh secara fisiologis dengan
melalui 3 fase yaitu fase inflamasi, fase poliferasi dan fase remodeling atau
maturasi (Korting et al., 2011). Namun, sebenarnya ada fase sebelum ke tiga
tersebut saling overlapping karena mediator yang dikeluarkan pada setiap fase
tersebut sering sama. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh fase berjalan secara
luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, bahkan
a. Fase Inflamasi
mengeluarkan sel-sel kulit baik itu lapisan epidermis, dermis dan subkutan
15
berlebih, mencegah dehidrasi serta menutup lapisan kulit untuk sementara
inflamasi akut ini biasanya antara 3-5 hari (Korting et al., 2011). Fase ini
merupakan tahap awal yang alami untuk mengangkat jaringan debris dan
clot dan koagulasi. Pembentukan fibrin clot diawali dengan platelet untuk
intrinsik dan ekstrinsik coagulation pathways. Pada fase ini platelet yang
factor (G-CSF), C5a, TNFα, IL-1 dan IL-6. Seiring dengan proses ini
lekosit ke daerah luka Segera setelah terjadinya luka sel netrofil dalam
16
monosit). Monosit segera berubah menjadi makrofag pada jaringan luka
fase selanjutnya, kurang lebih dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka
Selain efek positif untuk membunuh bakteri, ROS ini juga berdampak
17
tertentu, atau faktor lain yang dihubungkan dengan respon imun pasien .
b. Fase Proliferasi
epitelisasi, dan kontraksi luka. Fase ini akan dimulai pada hari ke 3
bersamaan dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari
c. Epitelisasi
18
yang menghubungkan epidermis dan dermis. Epidermal growth factor
Hari ke 7-9 sesudah epitelisasi, BMZ terbentuk. Struktur kulit pada BMZ
d. Fase Remodeling
vitamin C
sesudah cedera. Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama
fase proliferasi akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan
19
terbanyak adalah kolagen tipe I. Kekuatan regangan yang merupakan
waktu 1 bulan dan terus meningkat sampai 1 tahun, mencapai lebih dari
ketat antara sintesa kolagen baru dan lisis dari kolagen lama yang
terdeteksi atau kadarnya sangat rendah pada jaringan sehat, dan timbul
selama perbaikan luka. Aktifitas katalitik dari MMP juga dikontrol oleh
dan inhibitornya juga merupakan hal penting dalam perbaikan luka dan
Keadaan ini dapat terjadi pada penderita diabetes, infeksi, usia lanjut, dan
3. Interleukin-6 (IL-6)
pertumbuhan dan reseptornya. IL-6 diproduksi dari beberapa type sel yang
berbeda seperti sel T dan B limposit, monosit, Fibroblast, dan makrofak yang
diaktifkan selain itu IL-6 juga diproduksi oleh TNF α, IL-1 yang merupakan
bagian dari sitokinin pro inflamasi. Meningkatnya IL-6 menjadi salah satu
indikator bahwa terjadi inflamasi kronik pada tubuh hal ini bisa dianalisa
20
bahwa peningkatan IL-6 itu sendiri karna meningkatnya jumlah oleh sel T dan
B limposit yang merupakan sel imun yang diproduksi ketika terjadi inflamasi
yang turut penghasilkan IL-6. Selain itu, IL-6 menghasilkan fase akut protein
poliferasi dari kreatinosit dan sangat baik dalam proses penyembuhan luka
salah satunya adalah IL-6 yang akan memicu pembentukan CRP dan
fibrinogen oleh hati yang meningkat pesat dalam 2 jam pertama dan mencapai
puncaknya pada 48 jam. Peran fisiologis dari CRP ini adalah mengikat
fosfokolin yang diekskresikan pada permukaan sel-sel mati atau sekarat (dan
Hal ini dapat diartikan bahwa CRP turut berpartisipasi dalam pembersihan sel-
sel mati dan apoptosis. Karena merupakan reaktan apda fase akut ia akan
1. Buah Naga
Buah naga atau Dragon fruit merupakan buah yang berasal dari Negara
bagian selatan Amerika yaitu Meksiko (Ong, Tan, Rosfarizan, Chan, & Tey,
2012). Pada awalnya, seorang warga Negara prancis membawa buah naga ini
ke Thailand dan Vietnam pada tahun 1870 dari Guyama sebagai hiasan karena
sosoknya unik dan cantik. Pada tahun 1977 pertama kali buah naga dibawa ke
21
budidaya buah naga tersebar seperti Malaysia dan Vietnam (Zainoldin, 2009)
dimana mereka selalu menyajikan buah naga dalam acara-acara religious dan
(Hardjadinata, 2010)
Ordo : Cactaeceae
Famili : Cactaeceae
Subfamily : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies :
22
a. Hylocereus udatus (daging putih)
Buah naga dengan daging berwarna merah ini biasa disebut dengan
23
Gambar 2.4 Hylocereus coctaricensis (http://www.growables.org)
24
2. Kandungan Buah Naga
antioksidan, antosianin.
a. Senyawa Fenolik
Rahim, 2010).
Buah naga merah mengandung antioksidan alami yang lebih efektif dari
Red Dragon fruit (Hylocereus spp) atau buah naga merah memiliki anti
oksidan lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis buah naga putih dengan
a. Antioksidan
antioxidant) dan menjadi system pertahanan tubuh dalam plasma dan sel.
25
Vitamin C memiliki rumus molekul C6H6O6 dengan berat molekul 176,13
b. Antikanker
c. Anti-inflamasi
2014).
26
Penggunaan terapi senyawa steroid dalam penanganan inflamasi
d. Antibakteri
bakteri dan merusak memberan sel yang tidak dapat diperbaiki kembali.
Protein)
27
D. PENELITIAN TERKAIT PENGGUNAAN BAHAN ALAM UNTUK PENYEMBUHAN LUKA
Judul
Tujuan Desain
No Penelitian/Peneliti/T Metode/Group Partisipan Intervensi Hasil
Penelitian Penelitian
ahun
1. Evaluation of Mengevaluasi Penelitian ini - Subjek penelitian Hewan Pemberian - Granulasi paling
Topical Red Dragon efek krim merupakan terdiri dari 18 ekor coba Ektrak bagus terdapat pada
Fruit Extract Effect ( topikan ektrak penelitian wistar dan dibagai buah naga konsentrasi EBNM
Hylocereus buah naga ekperimenttal menjadi 2 merah 7,5% dengan nilai
Polyrhizus ) on merah dengan post- kelompok besar topikal p < 0.068 (DM)
Tissue Granulation terhadap test only terdiri dari 9 ekor dan nilai p < 0.034
and Epithelialization penyembuhan control group wistar DM dan 9 (Non-DM)
in Diabetes Mellitus luka DM dan design ekor wistar Non- - Epitalisasi paling
( DM ) and Non-DM Non-DM pada DM. Masing- bagus dengan
Wistar Rats : Pre wistar masing dari konstrasi EBNM
Eliminary kelompok tersebut 7,5% dengan nilai
Study/Tahir et.al dipecah menjadi 3 p < 0.034 (DM)
(2017) kelompok kecil dan nilai p < 0.034
yang terdiri dari 3 (Non-DM)
ekor wistar.
- 3 kelompok kecil 1
kelompok control
negative (NaCl), 1
kelompok control
positif
(Bioplasenton) dan
1 kelompok
intervensi (EBNM)
28
- Pengukuran
dilakukan hari 0, 7
dan 14
29
E. KERANGKA TEORI
30
Gambar. 2.5 Kerangka Teori
Sumber : (Han, 2016; Korting et al., 2011; Nurliyana et al., 2010; Preedy, 2011)
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA KONSEP
Kadar
Ekstrak Interleukin 6
Buah Naga Merah (IL-6) Fase
Inflamasi
Variabel Kendali
- Umur Tikus
- Jenis Tikus
- Jenis Kelamin
- Berat Badan
- Makanan dan minuman
- Temperatur
- Karakteristik luka yang
Sama
B. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Independen
Variabel indenpenden pada penelitian ini adalah ekstrak buah naga merah 7.5%
2. Variabel Dependen
Variable dependen dalam penelitian ini adalah Kadar Interleukin-6 (IL-6) fase
inflamasi
31
C. DEFINISI OPRASIONAL
1. Ekstrak buah naga merah merupakan zat aktif yang terkandung dalam buah
naga merah yang berasal dari Kalimantan Indonesia yang diekstraksi dan
disajikan dalam bentuk krim dengan komposisi asam stearate, cetyt alcohol,
steanyl alcohol, gliserin, PG, α-tokoferol, MP, FP, novomer dan aquades
dengan konsentrasi 7.5% yang diberikan secara topikal pada luka akut yang
2. Iodine povidone 10% merupakan salep luka akut yang sudah beredar
diambil dari jaringan kulit yang diukur dengan metode ELISA (Enzime
Linked Immuno Sorbant Assay) dari jaringan luka yang diperika pada hari ke-
D. HIPOTESIS
1. Ada perbedaan rerata kadar IL-6 fase inflamasi pada wistar yang diberi ekstrak
buah naga merah dibandingkan wistar yang diberikan iodine povidone 10%
2. Ada perbedaan rerata kadar IL-6 fase inflamasi pada wistar yang diberi ekstrak
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
tikus wistar percobaan sebagai subjek penelitian. Tikus wistar dibagi dalam 3
kelompok besar yaitu kontrol negatif, kontrol positif (salep povidion iodine 10%)
dan ekstrak buah naga merah yang selanjutkan kelompok dibagi menjadi 3
secara topical pada luka tikus putih model perlukaan akut setiap hari sampai hari
ke-0, hari ke-3, dan ke-7 dengan outcome berupa penurunan kadar Interleukin 6
perawatan luka dengan teknik perawatan luka tertutup dengan menggunakan kain
33
kasa steril setelah sebelumnya dioles dengan kream topical ektrak buah naga
merah salep povidion iodine 10% dan basic krim sesuai dengan kelompoknya.
kurang lebih 3 bulan. Perlakuan pada tikus sampai dengan tindakan eksisi biopsi
Makassar
September
diberi pakan standar 300gr/ekor/hari dan minum secukupnya. Pakan standar yang
berupa lampu ruangan dengan siklus 12 jam dinyalakan dan 12 jam dipadamkan
34
Kriteria Inklusi
b. Keturunan murni
h. Karakteristik Luka
Kriteria Inklusi :
Besar sampel yang diambil menurut WHO 5 Ekor dan perkiraan drop-out
10 %, jadi pada penelitian ini memakai jumlah sampel sebanyak 6 ekor, tiap
kelompok perlakuan. Proses dilakukan secara random terhadap 54 ekor tikus yang
35
D. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
1. Alat Penelitian
b. Penggaris
d. Bengkok
2. Bahan Penelitian
(albino rat)
d. Eter 0,5-1 cc
e. Alcohol 75%
36
E. PROSEDUR TINDAKAN
1. Tahap Persiapan
Tikus wistar dalam penelitian ini diperoleh dari unit pengembangan hewan
coba Universitas Gajah Mada sebanyak 54 ekor dengan berat badan 250-
Ektrak Buah Naga Merah 7,5% ini dibuat sesuai komposisi sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Kadungan Sediaan Ektrak Buah Naga Merah 7,5% Kream
Kandungan Senyawa gr. gr.
37
Tabel 4.2
Komposisi Pembuatan Ektrak Buah Naga Merah 7,5% Kream
Tahap pertama fase minyak dan fase air dipanaskan terlebih dahulu
c. Pembuatan Luka
berikut :
38
4) Lakukan cuci tangan kemudian menggunakan handscoon bersih
6) Tempelkan Punch biopsy 5mm dan tempelkan pada kulit wistar yang
telah dianastesi
2. Tahap pelaksanaan
a. Mencuci tangan
b. Tempatkan perlak yang dilapisi kain pada luka yang akan dirawat
e. Mengolesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan topikal
39
F. ALUR PENELITIAN
Diambil sampel biopsy pada area luka pada hari ke-0, ke-3, ke-7
Analisi Data
Interpretasi Hasil
Gambar 4.2
Alur Penelitian
40
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
diambil pada hari ke-0, ke-3 dan ke-7. Prosedur pengambilan sampel,
linked Immunosorbent Assay). Spesimen diambil dari jaringan luka pada hari
ke-3 dan hari ke-7. Prosedur pengambilan dan penyimpanan sampel, persiapan
reagen dan prosedur assay serta hasil perhitungan mengikuti aturan yang telah
Tabel 4.3
Standard Curve Range IL-6
Standard S5 S4 S3 S3 S1
30 pg/ml 60 pg/ml 120 pg/ml 240 pg/ml 480 pg/ml
41
Prosedur pemeriksaan kadar IL-6 dengan menggunakan Mouse IL-6
Tabel 4.4
Pembuatan Dilusi Berseri
120µl Original Standard + 120µl Standard diluent
30 pg/ml Standard No.5
42
tambahkan pelarutnya sebanyak 9.900µl. Homogenkan menggunakan
e. Prosedur ASSAY
(plate).
4) Tutup dan inkubasi pada suhu selama 10 menit pada suhu 37⁰C.
5) Buka plate sealer dan aspirasi kemudian cuci plate dengan wash
ke seluruh well.
7) Tutup dan inkubasi pada suhu selama 30 menit pada suhu 37⁰C.
43
10) Tutup dan inkubasi pada suhu selama 10 menit pada suhu 37⁰C,
hindarkan cahaya.
nm.
Interpretasi hasil :
diduplikat.
sampel.
1. Penyuntingan (Editing)
44
2. Pengkodean (Coding)
komputer.
3. Tabulasi
Data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat sesuai dengan
olah
5. Pembersihan (Cleaning)
6. Penyajian Data
I. ANALISA DATA
1. Analisa Univariat
Test
45
2. Analisa Bivariat
bila data numeric tidak berpasangan dan lebih dari 2 kelompok dan
berdistribusi normal dilakukan One Way ANOVA dan bila data tidak
berdistribusi normal maka yang digunakan adalah Uji Mann Whitney (Dahlan,
J. ETIKA PENELITIAN
surat keterangan kelayakan etik (Ethical Clearance) dari Komisi Etik Penelitian
(396/H.4.8.4.5.31/ PP36-KOMETIK/2017).
tikus diperlakukan dengan layak, kandang yang bersih, cahaya yang cukup serta
makanan dan minuman yang cukup. Perlakuan binatang coba yang menimbulkan
percobaan diawasi oleh supervisor/ laboran yang ahli dalam penanganan tikus
wistar
46
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Data hasil penelitian ini telah dianalisa oleh peneliti dengan bantuan
program SPSS 22. Data terlebih dahulu di uji homogenitas dengan Levene Test
dan melakukan uji normalitas data dengan menggunakan Shapiro Wilk Test.
Hasilnya data IL-6 Homogen pada setiap kelompok perlakuan sedangkan pada uji
1. Kadar IL-6
142,4±85,0.
Tabel 5.1
Kadar IL-6 Pada Wistar Berdasarkan Kelompok dan Lama Pengamatan
Hari Setelah Perlukaan
Kelompok Nilai p
3 7
Basic Krim 170,4±38.9 142,4±85,0 0,479
Iodin Povidon 10% (K+) 137,4±43,4 97.9±41.9 0,140
EBNM 101.9±32.2 106,4±46,7 0,379
Baseline =5 (113,5±48.6), Basic Krim = 18, Iodine Povidone 10% =18, EBNM = 18
Nilai diperoleh dari mean±SD,
47
Grafik Kadar IL-6
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-7
Perlakuan
iodine povidone 10% meningkat (-12,23). Pada lama perlakuan hari ke-7
48
Tabel 5.2
Perbedaan Kadar IL-6 Pada Wistar Berdasarkan Kelompok dan Lama
Perlakuan
Mean 95% CI
Lama Kelompok p*
Perlakuan Difference Lower Upper
EBNM-Basic Krim -45,22 -101,87 11,42 0,129
3 Hari Iodine Povidone10%- Basic Krim -32,99 -89,68 23,65 0,313
EBNM- Iodine Povidone10% -12,23 -68,88 44,42 0,843
EBNM-Placebo -43,81 -143,03 55,39 0,501
7 Hari Establish-Placebo -44,44 -143,65 54,77 0,492
EBNM-Establish 0,62 -98,59 99,84 1,000
* Post Hoc One Way Anova (-) Meningkat/Lebih Tinggi (+) Menurun/Lebih rendah
Basic Krim = 18, Iodine Povidone 10% =18, EBNM = 18
2. Diameter Luka
Pengamatan
yang bisa terlihat jelas dimana pada hari ke-3 penurunan paling rendah
Krim (K-) 4,3mm ±0,516. Namun hal tersebut berubah pada pemantauan
pada kelompok basic krim tidak tampak terjadi perubahan yang berarti
49
Hasil uji statistic uji Anova diperoleh nilai p paling rendah berada
(p=1,000)
Tabel 5.3
Diameter Luka Pada Wistar Berdasarkan Kelompok dan Lama
Pengamatan
Hari Setelah Pembuatan Luka Nilai
Kelompok
3 7 p
Basic Krim 4,33±0,516 4,33±0.816 1.000
Iodin Povidon 10% (K+) 3,83±0,408 3,16±1,169 0,271
EBNM 4,0±0,632 2,66±1,505 0,073
Baseline =5 (5±0,0), Basic Krim = 18, Iodine Povidone 10% =18, EBNM = 18
Nilai diperoleh dari mean±SD, Uji Anova
0
Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-7
50
b. Perbendaan Diameter Luka Pada Wistar Antara Kelompok Berdasarkan
Lama Perlakuan
iodine povidone 10% menurun (0,16). Pada lama perlakuan hari ke-7
Tabel 5.2
Perbedaan Diameter Luka Pada Wistar Berdasarkan Kelompok dan Lama
Perlakuan
Mean 95% CI
Lama Kelompok Differenc p*
Perlakuan Lower Upper
e
EBNM-Basic Krim -0,33 -1,12 0,45 0,531
3 Hari Iodine Povidone10%- Basic Krim -0,59 -1,29 0,29 0,259
EBNM- Iodine Povidone10% 0,16 -0,62 0,95 0,849
EBNM-Placebo -1,66 -3,46 1,27 0,071
7 Hari Establish-Placebo -1,16 -2,96 0,62 0,242
EBNM-Establish -0,50 -2,29 1,29 0,754
* Post Hoc One Way Anova (-) Meningkat/Lebih Tinggi (+) Menurun/Lebih rendah
Basic Krim = 18, Iodine Povidone 10% =18, EBNM = 18
51
Adapun diameter luka pada hari ke- 0 sampai hari ke -7 pada semua
Base Line
Hari 0
Hari ke-3
Hari ke-7
Gambar. 5.3 Diameter Luka (mm) Pada wistar dari hari ke-0 sampai hari ke-7
B. PEMBAHASAN
1. Kadar IL-6
Kadar IL-6 pada hari ke-3 paling tinggi ditemukan pada kelompok
(137,4±43,4) dan yang paling renda pada kelompok EBNM (101.9±32.2). Hal
dengan baik dimana pada hari ke-3 kadar IL-6 kelompok EBNM kadar IL-6
52
krim kadar interleukin paling tinggi dikarenakan basic krim tidak mengandung
anti-inflamasi.
Pada hari ke-7 kadar IL-6 paling tinggi masih berada pada kelompok
Penurunan kadar IL-6 pada kelompok basic krim dan kelompok iodine povidon
10% menunjukkan bahwa fase inflamasi sudah mulai beralih ke fase poliverasi.
Namun berbeda halnya pada kelompok EBNM yang mana pada hari ke-7 ini
dalam produksi IL-6 pada hari ke-7 yang sudah memasuki fase poliferasi jika
hari ke-7 fase inflamasi sudah mulai tumpang tindih dengan fase poliferasi hal
bahwa IL-6 sangat menguntungkan dalam proses penyembuhan luka pada awal
53
IL-6 terbukti berhasil pada pengobatan dengan kasus inflamasi sistemik
2013)
menjelaskan tentang IL-6 dalam proses poliferasi, hal ini menunjukkan bahwa
pada saat peralihan dari fase inflmasi menuju ke fase poliferasi IL-6 masih
berbeda pada hari ke-7 dari kelompok yang lain ditandai dengan kadar IL-6
yang justru meningkat pada hari ke-7 dimana pada kelompok lain mengalami
penurunan. Hal inilah yang menjadi nilai plus bagi EBNM yang diharapkan
mesikipun kecil. Pada hari ke-14 memang sudah seharusnya terjadi penurunan
kadar IL-6 yang mana fase poliferasi sudah berakhir kemudian fase maturasi
54
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ishartadiati yang
menjelaskan bahwa ketika terjadi infeksi maka kadar IL-6 akan meningkat dan
terjadi penurunan kadar IL-6 ketika tidak ada infeksi (Ishartadiati, 2010)
berarti antara diameter luka dengan kadar IL-6 pada semua kelompok
penelitian namun diperoleh nilai p paling kecil pada kelompok Iodine povidon
Bila dituinjau lagi pada hasil diameter luka yang diperoleh kelompok
dengan kelompok iodine povidone 10% dan kelompok basic krim begitu juga
pada kadar IL-6 yang cenderung stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa
fungsi EBNM sebagai anti inflamasi berfungsi secara baik dengan kadar IL-6
yang lebih rendah dibandingkan kelompok basic krim dan kelopok iondine
povidone 10%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nontji, dkk secara
statistic menjelaskan bawah diameter luka dengan kadar IL-1 dan IL-6
signifikat secara statistic dengan nilai p= 0,000 (p>0,05) dengan jumlah sampel
Arafat, 2015)
55
2. Diameter Luka
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada hari ke-3 diameter luka
dan yang paling rendah yaitu kelompok Basic Krim (4,33±0,516). Hasi ke-3
memiliki diameter luka terkecil yang mana membuktikan bahwa dengan yang
diameter luka dimana fungsi sebagai anti-inflamasi ini juga dimiliki oleh
EBNM meskipun tidak sebaik Iodine Povidon 10% jika dilihat berdasarkan
nilai mean yang ada. Sedangkan kelompok basic krim memiliki diameter luka
yang masih luas dikarenakan tidak adanya sifat anti bakteri, antiseptic dan anti
inflamasi yang dimiliki oleh basic krim. Basic krim hanya membantu
Hal yang berbeda ditemukan pada hari ke-7 dimana kelompok EBNM
iodine povidon 10% (3,16±1,169) sedangkan pada kelompok basic krim tidak
luka paling kecil masih pada kelompok EBNM (1,25±0.612), kelompok iodine
Perbedaan ini diyakini sebagai akibat dari kandungan kimia yang ada
56
(12,2%), ϒ-sitosterol (9,35%), octadecane (6,27%), 1-tetracosanol (5,19%),
tersebut sebagian besar merupakan dari senyawa steroid sebagai anti inflamasi
sangat berperan dalam proses penyembuhan luka tersebut. Flavonoid dalam hal
dalam proses peradarangan seperti sel limfosit, monosit, sel mast, neutrophil
dan makrofag. (Davies & Yanez, 2013; Jaganath & Crozier, 2011; Sangeetha
dalam hal ini krim EBNM akan mempercepat pembentukan Grow faktor yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Takdir, dkk yang
menjelaskan bahwa diameter luka pada hari ke-7 pada EBNM (Non-DM group
Proses penyembuhan luka memang unik karena dalam setiap fase yang
belum jelas kapan dimulai dan kapan berakhir. Belum lagi berbagai faktor yang
57
yang bisa mempercepat proses penyembuhan luka dan melakukan manipulasi
pada hal-hal yang bisa untuk diusahakan. Sebagaimana dalam penelitian ini
3. Keterbatasn Penelitian
kadar IL-6 pada wistar yang sama tidak dilakukan melainkan pada kelempok
yang berbeda sehingga evaluasi kada IL-6 dari awal perlakuan sampai akhir
dibalut dengan menggunkan kasa steril namun pada prosesnya kasa selalu
terlepas serta posisi luka yang berada pas pada punggung belakang yang
58
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kadar IL-6 pada wistar dengan perawatan menggunakan basic krim hari ke-
2. Kadar IL-6 pada wistar dengan perawatan menggunakan iodine povidon 10%
3. Kadar IL-6 pada wistar dengan perawatan menggunakan EBNM 7.5% hari
4. Berdasarkan uji One Way Anova kelompok EBNM 7,5% (p=0,379) masih
5. Berdasarkan uji One Way Anova kelompok EBNM 7,5% (p=0,379) tidak
(p=0,140).
B. SARAN
khususnya untuk aplikasi keperawatan pada setiap senyawa yang dikandung oleh
59
DAFTAR PUSTAKA
Aitdafoun, M., Mounier, C., Heymans, F., Binisti, C., Bon, C., & Godfroid, J. J.
(1996). 4-Alkoxybenzamidines as new potent phospholipase A2 inhibitors.
Biochemical Pharmacology, 51(6), 737—742. http://doi.org/10.1016/0006-
2952(95)02172-8
Arawwawala, M., Thabrew, I., Arambewela, L., & Handunnetti, S. (2010). Anti-
inflammatory activity of Trichosanthes cucumerina Linn. in rats. Journal of
Ethnopharmacology, 131(3), 538—543. http://doi.org/10.1016/j.jep.2010.07.028
Black, J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan) (Edisi 8). Jakarta: Salemba Medika.
Clausen, B. ., & Laman, J. . (2017). Inflammation ; Methods and Protocol. (J. . Laman,
Ed.). USA: Humana Press.
Dahlan, M. S. (2014). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (6th ed.). Jakarta:
Epidemiologi Indonesia.
Dealey, C. (2012). The Care of Wounds : A Guide for Nurses (4th ed.). USA: Wiley
Blackwell.
Dembic, Z. (2015). The cytokines of the immune system : The rore of cytokines in
disease related to immune respon. International Journal of Plant Sciences (Vol.
158). United States Of America: ELSEVIER. http://doi.org/10.1016/S2468-
0125(16)30008-6
Demidova-Rice, T., Hambilin, M., & Herman, I. (2012). NIH Public Access. Adv Skin
Wound Care, 25(7), 304–314.
http://doi.org/10.1097/01.ASW.0000416006.55218.d0.Acute
Han, S. (2016). Innovations and Advances in Wound Healing (2nd ed.). New York:
Springer Verlag Berlin Heidelberg.
60
Hardjadinata, S. (2010). Budi Daya Buah Naga Super Red Seacra Organik (1st ed.).
Jakarta: Penebar.
Kasolo, J. N., Bimenya, G. S., Ojok, L., Ochieng, J., & Ogwal-okeng, J. W. (2010).
Phytochemicals and uses of Moringa oleifera leaves in Ugandan rural
communities. Journal of Medical Plants Reseacrh, 4(9), 753–757.
http://doi.org/10.5897/JMPR10.492
Korting, H. C., Schöllmann, C., & White, R. J. (2011). Management of minor acute
cutaneous wounds: Importance of wound healing in a moist environment. Journal
of the European Academy of Dermatology and Venereology, 25(2), 130–137.
http://doi.org/10.1111/j.1468-3083.2010.03775.x
Kuhn, K. A., Manieri, N. A., Liu, T.-C., & Stappenbeck, T. S. (2014). IL-6 Stimulates
Intestinal Epithelial Proliferation and Repair after Injury. PLOS ONE, 9(12),
e114195. Retrieved from https://doi.org/10.1371/journal.pone.0114195
Li, J., Chen, J., & Kirsner, R. (2007). Pathophysiology of acute wound healing. Clinies
in Dermatology, 25, 9–18. http://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2006.09.007
Lim, T. . (2012). Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. New York: Springer
Publishing Company.
Luo, H., Cai, Y., Peng, Z., Liu, T., & Yang, S. (2014). Chemical composition and in
vitro evaluation of the cytotoxic and antioxidant activities of supercritical carbon
dioxide extracts of pitaya ( dragon fruit ) peel. Chemistry Central Journal, 8(1),
1–7.
61
Macleod, A. S., & Mansbridge, J. N. (2015). The Innate Immune System in Acute and
Chronic Wounds. Wound Healing Society, 5(2), 65–78.
http://doi.org/10.1089/wound.2014.0608
Nagori, B. ., Renu, S., & Neha, S. (2010). Natural healing Agent: Garlic, An Approach
To Healty Life. International Journal of Research in Ayurveda & Pharmacy,
1(2), 358–366.
Nontji, W., Hariati, S., & Arafat, R. (2015). Teknik perawatan luka modern dan
konvensional terhadap kadar interleukin 1 dan interleukin 6 pada pasien luka
diabetik. Jurnal Ners, 10(1), 133–137.
Nurliyana, R., Zahir, S., Suleiman, M., & Rahim, K. (2010). Antioxidant study of
pulps and peels of dragon fruits : a comparative study. International Foof
Research Journal, 17, 367–375.
Ong, Y., Tan, W. ., Rosfarizan, M., Chan, E. ., & Tey, T. (2012). Isolation and
Identification of Lactic Acid Bacteria from Fermented Red Dragon Fruit Juices.
Journal of Food Science, 0(0), 1–5. http://doi.org/10.1111/j.1750-
3841.2012.02894.x
Pereira, R. F., & Bártolo, P. J. (2016). Traditional Therapies for Skin Wound Healing.
Advances in Wound Care, 5(5), 208–229.
http://doi.org/10.1089/wound.2013.0506
Preedy, V. . (2011). Cytokines. (P. V.R & R. . Hunter, Eds.). Francis: CRC Press.
Tahir, T., Bakri, S., Patellongi, I., Aman, M., & Upik, A. (2017). Evaluation of Topical
Red Dragon Fruit Extract Effect ( Hylocereus Polyrhizus ) on Tissue Granulation
and Epithelialization in Diabetes Mellitus ( DM ) and Non-DM Wistar Rats : Pre
Eliminary Study. International Journal of Science : Basic and Applied Research,
4531, 309–320.
62
Veer, B. (2014). Dasar - dasar Biostatistik. (S. Hartati & K. Achmad, Eds.).
Tangerang: Karisma Publishing Group.
63
GET
FILE='D:\PROPOSAL THALIB\TESIS MANTAP KRIM\Kadar IL-6 7 HARI.sav'.
DATASET NAME DataSet6 WINDOW=FRONT.
DATASET CLOSE DataSet4.
EXAMINE VARIABLES=IL_6BasicKrim IL_6IP IL_6EBNM
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
Notes
Cases
Descriptives
Median 154.48000
Variance 4187.747
Minimum 83.500
Maximum 296.380
Range 212.880
Median 117.13000
Variance 2480.006
Minimum 37.830
Maximum 208.550
Range 170.720
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Notes
ANOVA
Total 46065.217 11
Iodine Povidon 10% Between Groups 4680.355 1 4680.355 2.571
Within Groups 18205.744 10 1820.574
Total 22886.099 11
EBNM Between Groups 2129.335 1 2129.335 .847
Sig.
Within Groups
Total
Iodine Povidon 10% Between Groups .140
Within Groups
Total
EBNM Between Groups .379
Within Groups
Total
Oneway
Notes
Total 4.667 11
Iodine Povidon 10% Between Groups 1.333 1 1.333 1.739
Within Groups 7.667 10 .767
Total 9.000 11
EBNM Between Groups 5.333 1 5.333 4.000
Total 18.667 11
ANOVA
Sig.
Within Groups
Total
Iodine Povidon 10% Between Groups .217
Within Groups
Total
EBNM Between Groups .073
Within Groups
Total
BIODATA MAHASISWA
DATA PRIBADI
Nim : P4200215016
Agama : Islam
Telp./HP : 081355466224
Judul Tesis : Pengaruh Pemberian Krim Topikal Ekstrak Buah Naga Merah
(Hylocereus Polihyzus) Pada Luka Akut Terhadap Kadar
Interleukin-6 Pada Wistar
DATA PENDUKUNG
Pekerjaan : Dosen
Alamat Kantor : Jalan Waitatiri, Maluku Tengah, Ambon
Telp./Fax :-
Pendidikan Terakhir : Profesi Ners
Sumber Biaya : Pribadi
Makassar, Oktober 2017