Anda di halaman 1dari 3

Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi yang ditandai dengan kadar gula darah (glukosa) yang terukur lebih rendah dari nilai normal.
Meskipun umumnya dikaitkan dengan pengobatan diabetes, namun nyatanya dapat disebabkan oleh kondisi medis lain.

Selain dengan pemberian makanan atau minuman, penyakit ini juga dapat ditangani dengan terapi obat-obatan; keduanya
bertujuan untuk kembali meningkatkan gula darah agar berada di kisaran normal (70-110 mg/dL).

Gejala dan Tanda


Berikut beberapa gejala yang umum ditunjukkan oleh pasien hipoglikemia:

 Irama jantung yang tidak teratur atau jantung berdebar-debar


 Lemah, lesu, dan tidak bertenaga
 Mengantuk
 Merasa lapar
 Kulit pucat
 Hilang keseimbangan
 Kliyengan
 Gelisah
 Berkeringat
 Badan gemetar
 Sensasi kesemutan di sekitar mulut
 Mudah marah
 Sulit untuk berkonsultasi

Ketika gula darah rendah tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat, maka gejalanya akan semakin
memburuk. Tanda dan gejala gula darah rendah yang memburuk termasuk:

 Kebingungan
 Penglihatan kabur
 Kejang
 Berperilaku seperti orang mabuk
 Penurunan kesadaran

Epidemiologi

Data epidemiologi global menunjukkan hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe
1 (T1DM) dibandingkan pasien diabetes mellitus tipe 2 (T2DM). Data terbatas di Indonesia mengungkap
bahwa terdapat kemungkinan kaitan antara pemantauan glukosa yang buruk dengan tingginya insidens
hipoglikemia. Terkait penggunaan insulin, tingkat kejadian hipoglikemia berat lebih tinggi pada pasien yang
mendapatkan terapi insulin intensif dibandingkan terapi insulin konvensional. Studi Diabetes Control and
Complication Trial (DCCT) mengungkap bahwa proporsi hipoglikemia berat pada pasien yang mendapatkan
terapi insulin konvensional dibandingkan terapi insulin intensif, masing-masing adalah 35% vs 65%. [22]
Di sisi lain, data antara tahun 2008-2012 pada negara Skandinavia menunjukkan bahwa tidak terdapat
variasi bermakna insidens hipoglikemia berat pada populasi anak-anak di bawah 15 tahun selama periode
tersebut. Secara umum, insidens hipoglikemia di negara Skandinavia tersebut bervariasi antara 5-7 per 100
pasien-tahun

Patofisiologi
Respons Neurohumoral terhadap Hipoglikemia
Ketika hipoglikemia terjadi, respons awal untuk melawan kondisi tersebut adalah penurunan sekresi insulin
dari pankreas. Lalu, produksi glukagon oleh pankreas akan meningkat. Penurunan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukagon akan terdeteksi oleh hati dan direspons dengan peningkatan glikogenolisis
serta glukoneogenesis. Selanjutnya, epinefrin akan dihasilkan semakin banyak oleh kelenjar adrenal dan
menimbulkan berbagai efek terhadap sel otot, lemak, dan ginjal untuk menurunkan pengeluaran glukosa dari
tubuh. [6]
Apabila defisiensi glukagon terjadi, maka respons epinefrin akan meningkat. [7] Kelenjar adrenal dan sistem
saraf perifer yang mendeteksi hipoglikemia akan memicu respons otonom yang diperantarai neurotransmiter
seperti asetilkolin dan norepinefrin. Asetilkolin merangsang rasa lapar dan diaforesis, sedangkan
norepinefrin akan memicu tremor dan palpitasi. Inilah yang kemudian dikenal sebagai respons penyelamatan
pada hipoglikemia yang juga merupakan tanda klinis hipoglikemia yang paling mudah dikenali.

Diagnosa banding
Di sisi lain, pada individu dengan penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, gagal
jantung, maupun defisiensi hormon, diagnosis banding penyebab hipoglikemia biasanya lebih sulit
diidentifikasi. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya kaitan antara satu penyakit dengan entitas
penyakit lainnya yang membuat identifikasi penyebab hipoglikemia menjadi kompleks. Sebagai contoh,
agak sulit membedakan penyebab pasti hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (T2DM) disertai
komorbiditas berupa gagal ginjal kronik yang mendapat terapi insulin. [34]
Namun, secara umum, obat-obatan dan senyawa lainnya yang berpengaruh pada metabolisme glukosa
merupakan penyebab tersering hipoglikemia. Selain insulin dan sekretagognya, sejumlah bukti ilmiah
melaporkan adanya kaitan antara penggunaan gatifloxacin, quinine, glucagon, pentamidine, artesunate, dan
litium. Risiko ini terutama meningkat pada pasien yang dirawat di RS akibat kesalahan dalam sistem.
Kealpaan dalam menyamakan daftar instruksi pemberian obat di rawat inap dengan daftar obat sebelum saat
pasien di unit gawat darurat, frekuensi transfer antar unit rawat yang berbeda yang tinggi, pemindahan
pasien untuk prosedur bedah maupun radiologis yang sering, serta penggunaan skala luncur insulin yang
tidak tepat dapat berkontribusi pada kejadian hipoglikemia imbas obat di RS. [3]

Pemeriksaan penunjang
Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah ≤ 70 mg/dL merupakan suatu nilai waspada hipoglikemia sebagaimana
direkomendasikan menurut klasifikasi hipoglikemia oleh International Hypoglycemia Study Group (IHSG).
Ini merupakan ambang batas perlunya pemberian karbohidrat kerja cepat dan penyesuaian dosis terapi
penurun glukosa darah pada pasien dengan DM. Kemudian,  kadar glukosa darah < 54 mg/dL
menggambarkan suatu hipoglikemia yang bermakna secara klinis. Apabila hipoglikemia disertai dengan
suatu gangguan kognitif berat yang memerlukan bantuan orang lain untuk pemulihan gejala, maka ini
dikenal dengan sebutan hipoglikemia berat. 

Diagnosis Hipoglikemia
Dokter akan mendiagnosis hipoglikemia dengan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis, berupa pemeriksaan kadar gula darah. Terdapat tiga
kriteria untuk memastikan diagnosis, yaitu:

 Adanya gejala.
 Adanya pemeriksaan yang menunjukkan kadar glukosa darah yang rendah.
 Hilangnya gejala setelah kadar glukosa darah kembali normal.

Terapi
Ternyata, penanganannya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

 Penanganan awal segera

Penanganan awal segera ini tergantung pada gejala yang terjadi. Gejala awal biasanya bisa diobati dengan mengonsumsi 15-
20 gram karbohidrat ‘cepat’, seperti permen, jus buah, minuman ringan, atau tablet/gel glukosa.

Namun, jika gejala bertambah parah, maka pasien mungkin saja memerlukan suntikan glukagon atau glukosa intravena.

 Pengobatan kondisi yang mendasarinya

Untuk mencegahnya berulang, umumnya dokter akan mengidentifikasi kondisi yang mendasarinya; lalu menyesuaikan jenis
dan dosis obat sesuai dengan hasil identifikasi.

Selain dengan menerapkan langkah penanganan di atas, pasien juga dapat mencegah terjadinya penyakit ini dengan
mempraktikkan cara berikut:

1. Bagi penderita diabetes, sangat dianjurkan untuk mengikuti rencana pengelolaan dengan hati-hati. Selain itu,
pahami dengan benar-benar efek samping apa saja yang mungkin muncul jika obat yang diresepkan dokter dikonsumsi
secara berlebihan.
2. Menggunakan perangkat Continuous glucose monitor(CGM). Dengan memasukkan kawat kecil di bawah kulit,
perangkat ini dapat mengirimkan pembacaan glukosa darah setiap lima menit atau lebih. Jika tingkat gula darah
menurun terlalu rendah, maka CGM akan memberikan peringatan berupa alarm.
3. Jika Anda tidak menderita diabetes tetapi mengalami episode hipoglikemia berulang, maka biasakanlah untuk
sering mengonsumsi kudapan. Tapi, ingat! Pendekatan ini bukanlah strategi jangka panjang, karena Anda tetap
dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter demi mengenali dan mengobati penyebabnya.

Edukasi
Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

Edukasi yang idealnya melibatkan pendidik diabetes, staf keperawatan, dan ahli gizi dimulai pada
kunjungan awal dengan pasien. Pasien perlu mengetahui cara pemantauan glukosa darah mandiri (self-
monitoring blood glucose/SMBG) yang kekerapannya diatur sesuai dengan jenis obat yang diterima pasien.
SMBG mungkin perlu lebih sering pada pasien yang mendapat obat hipoglikemik risiko tinggi maupun
terapi insulin. Pasien perlu diajarkan agar senantiasa membawa alat pengukur glukosa darah dan buku diary
tiap kunjungan ke poliklinik untuk ditinjau oleh tenaga medis

Prognosis
Tanpa memandang status diabetes melitus pada diri suatu individu, prognosis hipoglikemia kurang baik sebab
berkaitan langsung dengan peningkatan risiko kematian secara umum maupun yang terkait dengan luaran
kardiovaskuler.

Komplikasi

Hipoglikemia dapat menimbulkan komplikasi berupa perubahan inflamasi, kardiovaskuler, dan neurologis
akut. Hipoglikemia pada individu dengan diabetes mellitus tipe 1 (T1DM) maupun individu sehat dapat
menimbulkan peningkatan adhesi platelet monosit, aktivasi platelet, dan sejumlah penanda inflamasi (CD-
40, IL-6, dan hsCRP). Namun, belum diketahui apakah perubahan penanda inflamasi tersebut berkaitan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai