1
3. Etiologi
Menurut Robson & Waugh (2011), etiologi pasti dari preeklamsia masih
belum jelas, namun kemungkinan ada masalah pada plasenta dan endotelium ibu,
akan tetapi masih belum ada kejelasan mengenai mekanisme yang menyebabkan
disfungsi endotel dan hubungannnya dengan plasenta.
Menurut Mitayani (2011) pun penyebab pasti preeklamsia hingga saat ini
belum diketahui, namun terdapat beerapa teori yang mengungkapkan bahwa penyebab
dari preeklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatosa
b. Frekuensi hipertensi yang sejalan dengan makin tuanya kehamilan
c. Keadaan perbaikan ibu dengan kematian janin dalam uterus
4. Faktor Risiko
Menurut Mitayani (2011) faktor risiko preeklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Primigravida, baik itu kehamilan muda dan tua
b. Kelompok sosial ekonomi rendah
c. Hipertensi esensial
d. Penyakit ginjal kronis (menahun/terus-menerus)
e. Diabetes melitus
f. Multipara
g. Polihidramnion
h. Obesitas
i. Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya atau pada keluarga
5. Manifestasi Klinis
Gejala khas pada kejadian preeklamsia yaitu hipertensi dan proteinuria yang
biasanya tidak disadari oleh wanita hamil (Mitayani, 2011):
a. Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus
b. Kenaikan berat badan 1 kg dalam seminggu dan mendadak, biasanya dimulai dari
kelopak mata dan telapak tangan yang tampak membengkak
c. Proteinuria +1, hingga +3 bila preeklamsi berat
Menurut Pratami (2018), preeklamsia bersifat multifaktor dan ditandai dengan
manifestasi klinis yang kompleks antara lain:
a. Hipertensi adalah gejala awal dalam preeklamsia, batas yang digunakan untuk
menentukan hipertensi adalah tekanan darah 140/90 mmHg. Namun tekanan
darah yang meningkat (sistolik 30 dan diastolik 15 mmHg atau lebih) biasanya
2
digunakan sebagai indikator hipertensi, jika timbul tekanan darah sistolik
melebihi 200 mmHg, maka terjadilah hipertensi kronis.
b. Edema dan kenaikan berat badan yang berlebih dapat muncul karena sebelumnya
memiliki berat badan yang berlebih pula. Normalnya kenaikan berat badan pada
ibu hamil adalah 0.5 kg dalam seminggu, namun bila ada kenaikan berat badan 1
kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan patut dicurigai adanya preeklamsia.
Retensi air dalam jaringan menyebabkan berat badan naik secara tiba-tiba,
kemudian menyebabkan edema yang tidak hilang walau ibu beristirahat.
c. Proteinuria yang terjadi karena adanya vasospasme pembuluh darah ginjal, hal ini
sering dijumpai pada kondisi preeklamsia, namun timbulnya lebih lambat dari
hipertensi dan edema.
6. Patofisiologi
Etiologi preeklamsia belum diketahui dengan pasti hingga saat ini, maka dari
itu patofisiologi preeklamsia hanya sebatas “mengumpulkan” berbagai temuan dan
fakta. Pengetahuan tentang berbagai temuan dan fakta ini yang menjadi kunci utama
dalam keberhasilan menangani preeklamsia (Pratami, 2018).
Menurut Aspiani (2017) patofisiologi preeklamsia ada kaitannya dengan
perubahan fisiologi kehamilan. Perubahan fisiologi pada kehamilan normal yaitu
adanya peningkatan plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik
atau Systemic Vascular Resistence (SVR), peningkatan curah jantung, dan penurunan
tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, terjadi penurunan perfusi ke plasenta,
menyebabkan sel endotelium plasenta memproduksi zat toksik dan terjadi vasospasme
pada uteroplasenta sehingga volume plasma darah yang kaya akan oksigen mengalami
penurunan ketika beredar ke plasenta, selanjutnya terjadi penurunan perfusi organ
maternal termasuk perfusi ke unit janin dan plasenta, dan mengakibatkan pasokan
oksigen maternal pun menurun.Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar
tanda dan gejala yang menyertai preeklamsia, peningkatan sensitivitas terhadap
tekanan darah (vasokonstriksi), seperti angiotensin II dan akibat lainnya yaitu
ketidakseimbangan antara prostasiklin, prostaglandin, dan tromboksan A2.
Vasokonstriksi dapat menyebabkan kerusakan sel endotel dan juga peningkatan
permeabilitas kapiler. Karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler ini muncul
lah edema, baik ekstremitas, anasarka, atau bahkan edema paru. Maka dari itu
hipertensi menjadi salah satu ciri khas dari preeklamsia. Penurunan volume plasma
darah juga memengaruhi kerja ginjal, vasospasme ginjal timbul karena adanya
3
mekanisme proteksi karena darah yang mengalir ke ginjal berkurang, hal ini pada
akhirnya mengakibatkan proteinuria yang menjadi ciri lain dari preeklamsia (Aspiani,
2017).
4
7. Pathway
Persepsi Sensori
6
1) Magnesium sulfat, berguna untuk mengatasi kejang eklamsia dibanding
dengan diazepam dan fenitoin, serta dapat meningkatkan aliran darah ke janin
dan uterus
2) Fenitoin, dapat menstabilkan neuron dengan menurunkan ion di sebrang
membran depolarisasi, namun fentinoin juga dapat mengakibatkan
bradikardia dan hipotensi
3) Diazepam, sudah sejak lama menjadi salah satu obat andalan kejang eklamsia,
diazepam memiliki waktu yang pendek dan memilki efek depresi sistem saraf
pusat yang signifikan
b. Antihipertensi, diindikasikan bagi penderita preeklamsia untuk mengontrol
tekanan darah secara adekuat dan digunakan jika tekanan darah ibu >110mmHg.
Dalam menurunkan tekanan darah harus secara bertahap, karena jika tidak, dapat
mengakibatkan hipoperfusi uterus dan menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta. Beberapa obat yang biasanya dapat diberikan sebagai
antihipertensi yaitu:
1) Hidralazin, merupakan vasodilator arteriolar yang dapat meningkatkan aliran
darah ke uterus, dan dapat menyebabkan takikardia dan peningkatan curah
jantung. Obat ini memiliki kontra indikasi bagi ibu yang hipersensitif
terhadap hidralazin atau mengalami penyakit reumatik katup mitral jantung
2) Labelatol, merupakan penyekat beta non-selektif yang digunakan sebagai
alternatif hidralazin pada ibu yang mengalami eklamsia
3) Nifedipin, merupakan penyekat kanal kalsium sebagai vasodilator erteriolar
yang kuat, kontra indikasi obat ini yaitu bagi ibu yang hipersensitif terhadap
Nifedipin
4) Klodinin, merupakan agonis selektif reseptor 2 dan dapat merangsang
adrenoresepior 2 di sistem saraf pusat dan perifer, efek samping yang sering
terjadi adalah mulut kering dan sedasi, kontra indikasinya yaitu pada kondisi
ibu yang mengalami sick sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat 2 atau
3.
Menurut Leveno (2015) tujuan penatalaksanaan setiap kasus dengan
preeklamsia adalah terminasi kehamilan dengan meminimalisir trauma pada ibu
dan janin, melahirkan bayi yang dapat hidup, dan restorasi kesehatan ibu secara
keseluruhan, maka dari itu ketepatan usia janin sangat dibutuhkan demi
7
keberhasilan tenaga medis dalam menangani kasus ini. Beberapa hal ini menjadi
sangat berarti sebagai penanganan preeklamsia, yaitu seperti:
a. Pengawasan pranatal, secara rawat jalan dilakukan setiap 4 minggu sejak
kehamilan pertama hingga usia kehamilan 28 minggu, kemudian dilanjut
menjadi setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 36 minggu, hal ini sangat
penting dalam pengawasan ibu dengan preeklamsia, kecuali bila ada
hipertensi yang memburuk, proteinuria, gangguan penglihatan, dan
ketidaknyamanan epigastrik maka biasanya ibu dilakukan rawat inap.
b. Perawatan di rumah sakit, evaluasi dilakukan secara sistematis mencakup:
1) Pemeriksaan terperinci yang dibarengi dengan temuan gejala klinis
seperti nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri epigastrik, dan penambahan
berat badan yang sangat cepat;
2) Peninjauan berat badan saat masuk dan pada hari-hari saat perawatan;
3) Analisa proteinuria saat masuk dan paling tidak setiap 2 hari;
4) Pemeriksaan tekanan darah saat duduk setiap 4 jam setiap harinya,
kecuali tengah malam;
5) Pengukuran kreatinin serum, hematokrit, trombosit, dan enzim serum
hati, dengan frekuensi pemeriksaan ditentukan tergantung dari keparahan
hipertensi;
6) Sering mengevaluasi ukuran janin dan volume cairan amnion baik secara
klinis maupun dengan sonografi;
7) Pengurangan aktivitas fisik, namun bukan tirah baring, akan sangat
bermanfaat;
8) Asupan protein dan kalori yang cukup dan tidak berlebihan harus
tercakup dalam diet; dan
9) Penanganan selanjutnya tergantung bagaimana kondisi ibu, dilihat dari
keparahan preeklamsia, usia kehamilan, dan kondisi serviks.
c. Pelahiran tertunda dengan preeklamsia berat, banyak dijumpai seiring dengan
tidak menghilangnya tanda dan gejala secara menyeluruh hingga mendekati
waktu kelahiran, karena demi keselamatan si ibu, dan penanganan untuk
kasus ini harus lebih hati-hati baik itu dalam pengawasan atau pemberian
terapi farmakologi
d. Glukokortikoid, akan diberikan pada wanita hamil dengan hipertensi berat
dan usia kehamilan yang jauh dari cukup bulan, serta dalam upaya
8
pematangan paru janin, namun pada wanita dengan kelainan laboratorium
berat, glukokortikoid sangat tidak dianjurkan bila diberikan dalam rangka
menunda kelahiran untuk waktu yang lama
e. Perawatan di rumah, dilakukan bila penyakit tidak memburuk, bila hipertensi
telah mereda dalam beberapa hari, dan bila tidak ada curiga cidera pada
janin, dibantu dengan instruksi-instruksi secara terperinci mengenai
pelaporan gejala
f. Terminasi kehamilan, pelahiran adalah obat preeklamsia, bila muncul tanda
perburukan preeklamisa seperti sakit kepala dan epigastrik, gangguan
penglihatan, dan oliguria dapat menandakan bahwa klien sudah mendekati
kejang, maka terapi yang diberikan yaitu antikonvulsan dan antihipertensi
g. Pelahiran sesar elektif, pada wanita dengan diagnosa preeklamsia berat
memiliki kecenderungan untuk dilakukan pelahiran segera, pelahiran sesar
lebih dianjurkan dibanding spontan, karena beberapa kekhawatiran seperti
serviks yang belum matang akan menghalagi keberhasilan persalinan, rasa
urgensi karena preeklamsia berat, dan perlunya menyediakan perawatan
neonatus yang intensif.
10. Komplikasi
Menurut Pratami (2018) komplikasi preeklamsia diantaranya:
a. Eklamsia
Ekalmsia adalah suatu kondisi yang mana ketika ibu dengan preeklamsia berat
muncul kejang tanpa ada gangguan neurologis sebelumnya, kejang ini biasanya
muncul kurang dari 3-4 menit dan akan hilang dengan sendirinya, penyebab
kejang ini belum pasti namun beberapa teori penyebab kejang pada preeklamsia
berat ini karena adanya vasospasme serebral dengan iskemia lokal, hipertensi
ensefalopati dan hiperperfusi, edema vasogenik, dan kerusakan endotelial.
b. Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut terjadi karena adanya kegagalan glomerulus dalam
penyaringan, komplikasi ini jarang terjadi namun dampak yang timbul dapar
merupakan retensi air dan urea yang berlebih serta gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam basa, penyebabnya dibagi menjadi tiga kategori. yaitu:
1) Pre-renal, yang berkaitan dengan hipoperfusi ginjal tanpa melibatkan
parenkim
2) Intra-renal, yang menyebabkan kerusakan intrinsik pada parenkim ginjal
9
3) Post-renal, yang berimplikasi pada uropari obstruktif
c. Kedaruratan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
ensefalopati dan serangan serebrovaskular, karena dapat menyebabkan
terjadinya kematian material pada preeklamsia berat.
d. Hipertensi Ensefalopati dan Kebutaan Kortikal
Manifestasi oftalmologi preeklamsia antara lain ablasi retina, vasospasme
arteriol retina, dan trombosis arteri sentralis retina.
e. Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated enzymes, Low platelet count)
Pada penderita Sindrom HELLP pertimbangan untuk transfusi darah dan
pemberian trombosit sangat diperlukan untuk mencegah anemia atau
trombositopenia. Pemberian terapi kortikosteroid dapat juga dipertimbangkan
untuk pematangan paru janin, meningkatkan kadar trombosit, dan memperbaiki
fungsi hati. Pemberian kortikosteroid pada ibu postpartum dapat diulangi
dengan tujuan mempercepat pemulihan kondisi. Menurut Audidert et. al. dalam
Pramita (2018), Sindrom HELLP Komplet dapat ditegakkan diagnosanya bila
hasil pemeriksaan labolatorium menunjukkan nilai SGOT >70 Iu/L, LDH >600
Iu/L, Bilirubin >1,2 mg/dL, Trombosit <100.000/mm3, sedangkan untuk
Sindrom HELLP Parsial dapat ditegakkan diagnosanya bila ditemukan
perubahan hanya beberapa dari parameter tersebut. Pengelompokkan Sindrom
HELLP berdasarkan jumlah trombosit ada tiga macam, yaitu:
1) Sindrom HELLP kelas I, jika jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3.
2) Sindrom HELLP kelas II, jika jumlah trombosit > 50.000/ mm3 hingga ≤
100.000/ mm3.
3) Sindrom HELLP kelas III, jika jumlah trombosit > 100.000/ mm 3 hingga ≤
150.000/ mm3.
Dibandingkan dengan penanganan preeklamsia berat, penanganan Sindrom
HELLP lebih sulit dilakukan karena prioritas utamanya adalah stabilitas tubuh
terutama tekanan darah, keseimbangan cairan, dan perbaikan gangguan
pembekuan darah.
10
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Preeklamsia
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Murray & McKinney (2014) komponen penting untuk mencapai
keberhasilan dalam manajemen preeklamsia salah satunya adalah dengan melakukan
pengkajian keperawatan secara cermat agar bisa menentukan bagaimana kondisi klien
yang sebenarnya dalam merespon manajemen medis, atau apakah ada perburukan
pada penyakitnya. Menurut Aspiani (2017) pengkajian awal meliputi:
a. Identitas umum ibu
Megkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi nama, usia, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat. Biasanya
preeklamisa berat terjadi pada multi gravida dan usia kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
b. Keluhan utama
Biasanya yang dirasakan oleh klien dengan preeklamsia berat yaitu bengkak pada
kaki disertai dengan tekanan darah tinggi, mual muntah, nyeri ulu hati, dan
pusing.
c. Data riwayat kesehatan:
1) Riwayat kesehatan dahulu, ada kemungkinan bahwa si ibu telah menderita
hipertensi sejak sebelum hamil, memiliki riwayat kehamilan ganda, mola
hidatosa, hidramnion, dan preeklamsia pada kehamilan sebelumnya,
menderita obesitas, dan memiliki riwayat penyakit ginjal, anemia, vaskuler,
dan/atau diabetes mellitus
2) Riwayat kesehatan sekarang, tanyakan pada klien secara seksama tentang
keluhan yang mungkin dialaminya, seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium, mual muntah, atau adanya bengkak yang
bertambah, biasanya klien datang dengan keluhan bengkak pada trimester III
disertai tekanan darah tinggi, peningkatan berat badan 1 kg dalam seminggu,
dan proteinuria positif
3) Riwayat kesehatan keluarga, kemungkinan ada anggota keluarga klien yang
memiliki riwayat operasi karena penyakit berat
d. Penilaian psikososial, menurut Murray & McKinney (2014) biasanya terjadi:
1) Pada penderita preeklamsia yang memiliki anak biasanya tekanan akan
bertambah, bila penyakitnya ringan ibu harus mengurangi aktivitas fisik di
rumah, namun bila kondisinya berat dan harus dirawat di rumah sakit, akan
11
lebih menyulitkan ibu untuk merawat anak-anaknya yang lain, sehingga pada
kondisi seperti ini akan menimbulkan kecemasan pada ibu
2) Kebanyakan wanita merasa baik-baik saja dan tidak cemas, terutama bila
preeklamsianya tidak memburuk dengan cepat, namun tetap saja ada
kemungkinan lahir prematur pada janin yang dikandungnya sehingga hal ini
juga menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran keluarga
3) Tilik kembali bagaimana fungsi keluarga ketikasi ibu dirawat di rumah sakit,
bagaimana ibu beradaptasi dengan "peran sakit" dan harus bergantung pada
orang lain, berapa banyak dukungan yang tersedia dan siapa saja yang mau
berpartisipasi, dan apakah diperlukan rujukan untuk mengelola kehilangan
penghasilan
e. Pemeriksaan fisik, nilai abnormalnya manurut Aspiani (2017) yaitu:
1) Keadaan umum klien dengan preeklamsia berat biasanya lemah
2) Tanda-tanda vital pada klien dengan preeklamsia berat biasanya tidak stabil,
penafasan cepat, suhu meningkat dan tekanan darah meningkat
3) Berat badan klien dengan preeklamsia berat biasanya meningkat karena ada
edema
4) Pemeriksaan head to toe, biasanya ada kondisi abnormal pada wajah karena
tampak edema, pada konjungtiva tampak anemis, edema pada retina, pada
leher biasanya ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis, serta kuduk
terasa berat, pada paru kemungkinan ada suara nafas lembab karena terjadi
edema paru, pada jantung biasanya tekanan darah dan nadi meningkat, pada
abdomen dilakukan pemeriksaan manuver Leopold dan denyut jantung janin
biasanya akan meningkat bisa nadi ibu meningkat, pada ekstremitas biasanya
terjadi edema pada perifer, ekstremitas, atau bahkan anasarka, dengan pitting
edema derajat 1-4, pada genetalia harus tetap bersih, periksa haluaran urin
biasanya terdapat oliguria (urine output <30 ml/jam).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Mitayani (2011), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan preeklamsia berat yaitu:
a. Kelebihan volume cairan interstisial berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik, perubahan permeabilitas pembuluh darah.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia atau penurunan aliran
balik vena.
12
c. Risiko cidera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi
darah ke plasenta.
Menurut PPNI (2017) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan preeklamsia berat yaitu:
a. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga dibuktikan
dengan klien merasa khawatir dengan kondisi sistem keluarga, tampak gelisah,
tampak tegang, dan sulit tidur, frekuensi nafas dan nadi meningkat, kontak mata
buruk.
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
dibuktikan dengan adanya ortopnea, dispnea, edema perifer/anasarka, berat badan
meningkat dalam waktu singkat, kadar Hb/Ht mengalami penurunan, oliguria,
dan balance cairan positif lebih dari batas normal (+200 cc).
c. Risiko cidera pada ibu (D.0137) dibuktikan dengan riwayat penyakit ibu dengan
PEB dan usia ibu >35 tahun.
d. Risiko cidera pada janin (D.0138) dibuktikan dengan riwayat ibu dengan PEB
pada persalinan sebelumnya dan usia ibu >35 tahun.
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut Mitayani (2011) perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan preeklamsia berat yaitu:
a. Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik, perubahan permeabilitas pembuluh darah.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
volume cairan klien kembali seimbang.
Rencana tindakan:
1) Pantau dan catat intake dan output setiap hari. Rasional: untuk mengetahui
kondisi balance cairan dan dapat memperkirakan keadaan dan kerusakan
glomerulus.
2) Pantau tanda-tanda vital dan catat waktu pengisian kapiler (capilery refill time
atau CRT). Rasional: data tersebut digunakan sebagai pedoman untuk
penggantian cairan atau menilai repon dari sistem kardiovaskuler.
3) Memantau atau menimbang berat badan ibu. Rasional: dengan memantau berat
badan ibu dapat diketahui berat badan yang merupakan indikator yang tepat
untuk menentukan keseimbangan cairan.
13
4) Observasi keadaan edema. Rasional: keadaan edema merupakan indikator
keadaan cairan dalam tubuh.
5) Berikan diet rendah garam sesuai hasil kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional:
diet rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan.
6) Kaji distensi vena jugularis dan perifer. Rasional: retensi cairan yang
berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran vena jugularis dan edema
perifer.
7) Kaji dengan dokter dalam pemberian diuretik. Rasional: diuretik dapat
meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat penyerapan sodium dan air
dalam tubulus ginjal.
b. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan hipovolemia atau penurunan
aliran balik vena. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan curah jantung klien kembali normal. Rencana tindakan:
1) Pemantauan nadi dan tekanan darah. Rasional: melihat peningkatan volume
plasma dan relaksasi vaskuler dengan penurunan tahanan perifer.
2) Lakukan tirah baring pada ibu dengan posisi miring kiri. Rasional:
meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal.
3) Pemantauan parameter hemodinamik invasif (kolaborasi). Rasional:
memberikan gambaran akurat dari perubahan vaskuler dan volume cairan,
konstruksi vaskuler yang lama, peningkatan dan hemokonsentrasi, serta
perpindahan cairan menurunkan curah jantung.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti hipertensi sesuai
kebutuhan. Rasional: obat anti hipertensi bekerja secara langsung pada arteriol
untuk meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskuler dan membantu
meningkatkan suplai darah.
5) Pemantauan tekanan darah dan obat hipertensi. Rasional: mengetahui efek
samping yang terjadi seperti takikardi, sakit kepala, mual muntah, dan
palpitasi.
c. Resiko cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi
darah ke plasenta.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan agar
cedera tidak terjadi pada janin.
Rencana tindakan:
14
1) Istirahatkan ibu. Rasional: diharapkan metabolisme menurun dan peredaran
darah ke plasenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan oksigen untuk janin
dapat terpenuhi.
2) Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri. Rasional: diharapkan vena kava di
bagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar, sehingga aliran darah
ke plasenta menjadi lancar.
3) Pantau tekanan darah ibu. Rasional: dengan memantau tekanan darah ibu dapat
diketahui keadaan aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran
darah ke aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin
berkurang.
4) Memantau bunyi jantung janin. Rasional: dengan memantau bunyi jantung
janin dapat diketahui keadaan jantung janin lemah atau menurun menandakan
suplai oksigen ke plasenta berkurang, sehingga dapat direncanakan tindakan
selanjutnya.
5) Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter. Rasional: obat anti
hipertensi akan menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan
afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah
turun. Dengan menurunya tekanan darah, makak aliran darah ke plasenta
menjadi adekuat.
Menurut PPNI (2017; 2019) perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan preeklamsia berat yaitu:
a. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat ansietas
menurun dengan kriteria hasil (L.09093):
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
Keluhan pusing menurun
Frekuensi pernafasan dan nadi membaik (nadi 60-100x/menit, pernafasan: 16-
20x/menit)
Kontak mata membaik
Rencana tindakan:
1) Identifikasi tingkat ansietas (kondisi, waktu, stresor). Rasional: dapatkan data
yang tepat tentang ansietas klien
15
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non-verbal). Rasional: mengetahui
progres klien setelah diberikan asuhan keperawatan
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. Rasional: membangun
kepercayaan dengan klien
4) Latih kegiatan pengalihan. Rasional: untuk mengurangi ketegangan
5) Latih teknik relaksasi. Rasional: menciptakan lingkungan klien yang nyaman
6) Anjurkan mengambil posisi nyaman. Rasional: menciptakan lingkungan
klien yang nyaman
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka status cairan
membaik dengan kriteria hasil (L.03028):
Edema menurun atau tidak meningkat
Tekanan darah dan nadi membaik (tekanan darah normal: 110-130/60-90
mmHg, nadi 60-100x/menit)
Hemoglobin membaik (nilai normal: 11.7-15.5 g/dl)
Hematokrit membaik (nilai normal: 33-45%)
Rencana tindakan:
1) Identifikasi penyebab hipervolemia. Rasional: mengetahui penyebab
hipervolemia
2) Monitor intake dan output cairan. Rasional: balance cairan dapat memonitor
adanya penumpukan cairan pada tubuh berlebih atau kurang
3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat intake dan output cairan. Rasional:
memudahkan dalam mengontrol cairan yang masuk dan keluar
4) Batasi asupan cairan dan garam. Rasional: membantu mengurangi
penumpukan cairan pada insterstisial
5) Tinggikan kepala 30-40o. Rasional: memudahkan klien dalam bernapas dan
mengurangi sesak karena edema
6) Kolaborasi dalam pemberian diuretik. Rasional: diuretik membantu dalam
pengeluaran cairan
c. Risiko cidera pada ibu (D.0137) dibuktikan dengan riwayat penyakit ibu dengan
PEB dan usia ibu lebih dari 35 tahun. Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 3x24 jam maka tingkat cidera menurun dengan kriteria hasil (L.14136):
Perdarahan menurun
16
Ekspresi wajah kesakitan menurun
Gangguan mobilitas menurun
Tanda-tanda vital membaik (tekanan darah normal: 110-130 mmHg, nadi 60-
100x/menit, pernafasan: 16-20x/menit, suhu: 36.5-37.5oC)
Nafsu makan membaik
Rencana tindakan:
1) Identifikasi riwayat obstetrik. Rasional: menentukan faktor risiko cidera
2) Sediakan pencahayaan yang memadai. Rasional: mencegah ibu terjatuh
3) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan.
Rasional: menentukan tindakan selanjutnya yang sesuai dengan kebutuhan
klien
4) Anjurkan ibu melakukan perawatan diri. Rasional: meningkatkan kesehatan
ibu
5) Anjurkan ibu beraktivtas dan beristirahat yang cukup. Rasional: mencegah
ibu keletihan dan meningkatkan kecepatan nadi
6) Kolaborasi dengan spesialis jika ditemukan tanda dan bahaya kehamilan.
Rasional: deteksi dini tanda dan gejala perburukan PEB sehingga dapat
diatasi lebih awal
d. Risiko cidera pada janin (D. 0138) dibuktikan dengan riwayat ibu dengan PEB
pada persalinan sebelumnya dan usia ibu lebih dari 35 tahun.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil (L.14137):
Kebersihan badan ibu meningkat
Demam menurun (nilai normal suhu: 36.5-37.5oC)
Kadar sel darah putih membaik (nilai normal: 5.0-10.0 ribu/ul)
Nafsu makan membaik
Rencana tindakan:
1) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan.
Rasional: deteksi dini tanda dan gejala perburukan PEB sehingga dapat
diatasi lebih awal
2) Periksa denyut jantung janin selama 1 menit. Rasional: menjamin hasil
perhitungan lebih akurat
17
3) Monitor denyut jantung janin. Rasional: Fetal takikardi yang berkelanjutan
dapat membuat janin kekurangan oksigen hingga gawat janin
4) Monitor tanda-tanda vital ibu. Rasional: bila frekuensi nadi ibu tinggi akan
berpengaruh juga ke denyut jantung janin
5) Atur posisi klien. Rasional: dengan posisi miring kiri diharapkan vena kava
di bagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar, sehingga aliran
darah ke plasenta menjadi lancar
6) Lakukan man uver Leopold. Rasional: menentukan posisi janin dan kesiapan
janin untuk melewati jalan lahir
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah hasil wujud nyata berupa tindakan yang berlandaskan
rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya (NANDA, 2012).
Menurut Potter & Perry (2012) implementasi keperawatan adalah kegiatan
seorang perawat yang dilakukan untuk mencapai kriteria hasil yang telah dibuat
sehingga mencapai status kesehatan klien menjadi sehat.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Mitayani (2011), evaluasi keperawatan adalah kegiatan akhir dari
proses keperawatan, di mana ada data hasil keadaan ibu setelah diberikan asuhan
keperawatan dengan capaian harapan perawat, sehingga dapat dinilai sejauh mana
masalah ibu dapat teratasi. Berikut ini evaluasi dari diagnosa di atas:
a. Volume cairaan kembali seimbang
b. Curah jantung kembali normal
c. Cedera tidak terjadi pada janin
Menurut PPNI (2019) luaran pada kasus preeklamsia berat berdasarkan
diagnosa yaitu:
a. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga. Luaran:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat ansietas
menurun dengan kriteria hasil (L.09093):
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
Keluhan pusing menurun
Frekuensi pernafasan dan nadi membaik membaik (nadi 60-100x/menit,
pernafasan: 16-20x/menit)
Kontak mata membaik
18
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka status cairan
membaik dengan kriteria hasil (L.03028):
Edema menurun atau tidak meningkat
Tekanan darah dan nadi membaik (tekanan darah normal: 110-130 mmHg,
nadi 60-100x/menit)
Hemoglobin membaik (nilai normal: 11.7-15.5 g/dl)
Hematokrit membaik (nilai normal: 33-45%)
c. Risiko cidera pada ibu (D.0137) dibuktikan dengan riwayat penyakit ibu dengan
PEB dan usia ibu lebih dari 35 tahun.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat cidera
menurun dengan kriteria hasil (L.14136):
Perdarahan menurun
Ekspresi wajah kesakitan menurun
Gangguan mobilitas menurun
Tanda-tanda vital membaik (tekanan darah normal: 110-130 mmHg, nadi 60-
100x/menit, pernafasan: 16-20x/menit, suhu: 36.5-37.5oC)
Nafsu makan membaik
d. Risiko cidera pada janin (D. 0138) dibuktikan dengan riwayat ibu dengan PEB
pada persalinan sebelumnya dan usia ibu lebih dari 35 tahun.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil (L.14137):
Kebersihan badan ibu meningkat
Demam menurun (nilai normal suhu: 36.5-37.5oC)
Kadar sel darah putih membaik (nilai normal: 5.0-10.0 ribu/ul)
Nafsu makan membaik
19
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Tanggal : 11 September 2019
Jam : 14.50 WIB
I. IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. N Nama Wali Pasien : Tn. P
Umur : 29 tahun Umur : 34 tahun
Status Perkawinan : Menikah Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku : Medan Suku : Medan
Pendidikan : Diploma III Pendidikan : Diploma III
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Rawasari 2, Alamat : Jl. Rawasari 2
Cipayung, Kota Depok Cipayung, Kota Depok
20
1. RIWAYAT KESEHATAN
Penyakit yang pernah dialami Ibu : Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
(√) Penyakit Diabetes Mellitus - Ayah (O) Penyakit Jantung
(O) Penyakit hipertensi (O) Penyakit lainnya: -
2. RIWAYAT LINGKUNGAN
Kebersihan : Rumah klien tampak bersih dan rapi
Bahaya : Lantai rumah klien selalu disapu dan tidak licin
Lainnya. Sebutkan : Klien tinggal di daerah kapling, airnya bersih
3. ASPEK PSIKOSOSIAL
a. Persepsi ibu tentang keluhan/penyakit :
Klien mengatakan menerima kondisinya sekarang, klien sempat bingung dengan
kondisinya yang bengkak namun sudah diberi penjelasan oleh dokter.
b. Harapan yang ibu inginkan :
Klien berharap bisa segera pulang dengan selamat ibu beserta anaknya.
c. Ibu tinggal dengan siapa :
Klien mengatakan tinggal di rumah bersama dengan suaminya.
d. Siapakah orang yang terpenting bagi ibu :
Klien mengaku orang yang terpenting bagi hidupnya yaitu orang tua dan suami.
e. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini :
Klien mengatakan semua keluarga mendukung klien dan bisa menerima penyakit klien.
f. Kesiapan mental untuk menjadi ibu : (√) ya, (O) tidak
Klien mengatakan siap menjadi ibu.
b. Pola eliminasi
BAK
Frekuensi : 5-7x/hari
Warna : Kuning bersih
Keluhan BAK : Tidak ada
BAB
Frekuensi : 1x/hari
Warna : Kuning khas feses
Bau : Khas feses
Konsistensi : Padat
Keluhan : Tidak ada
21
Oral Hygiene :
Frekuensi : 2x/hari, saat mandi dan sebelum tidur
Cuci Rambut :
Frekuensi : 2 hari sekali saat di rumah, namun saat di RS klien baru
sekali mencuci rambut
Shampo : (√) ya, (O) tidak
5. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 180/110 mmHg Nadi : 98x/menit
Respirasi : 20x/menit Suhu : 36.8oC
Berat Badan : 82 kg Tinggi Badan : 163 cm
BB sebelum hamil : 64 kg TBJ : 2.400 gram
Mata
Kelopak mata : Simetris, tidak ada pembengkakkan, tidak ada luka
Gerekan mata : Simetris, gerakan mata dapat mengikuti benda
Konjungtiva : Ananemis
Sklera : Anikterik
Pupil : Isokor 3mm/3mm, reaksi pupil positif dan simetris
Akomodasi : Tidak memakai kaca mata
Lainnya sebutkan : Tidak ada keluhan
22
Hidung
Reaksi alergi : Tidak ada alergi
Sinus : Tidak ada sinus dan polip
Lainnya sebutkan : Tidak ada
Pernapasan
Jalan napas : Bersih, napas spontan
Suara napas : Vesikuler
Menggunakan otot-otot bantu pernapasan : Tidak ada
Lainnya sebutkan : Klien mengeluh sesak jika tidur terlentang
Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical : 98x/menit
Irama : Reguler
Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
Sakit dada : Tidak ada
Waktu : Tidak ada
Lainnya sebutkan : Tidak ada
Abdomen
Mengecil : Membesar karena hamil
Linea dan Striae : Linea alba dan striae
Luka bekas operasi: Tidak ada
Kontraksi : Tidak ada
Lainnya sebutkan :
- TFU : 30 cm
- DJJ : 145x/menit
Genitourinary
Perineum : Normal
Vesikula urinaria : Normal
Lainnya, sebutkan : Tidak ada
Ekstremitas (integumen/muskuloskeletal)
Turgor kulit : Baik
Warna kulit : Kuning langsat
Kontraktur pada persendian ekstremitas : Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakkan : Klien mengatakan kesulitan dalam bergerak karena
bengkaknya
23
6. DATA PENUNJANG
a. Laboratorium .
Tanggal: 11 September 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.5 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 35 % 35-47
Leukosit 10.2 (H) ribu/ul 3.6-11.0
Trombosit 343 ribu/ul 150-440
Eritrosit 3.99 juta/ul 4.0-5.0
URIN LENGKAP
Urobilinogen Positif E.U./dl <1.0
Protein Positif 4 - Negatif
Berat Jenis 1.025 1.005-1.030
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Glukosa Urin/Reduksi Negatif Negatif
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
SEDIMEN URIN
Epitel +4 Pria: ≤5.7 /uL (≤ 1/
LPB)
Wanita: ≤45.6 /uL
(≤ 8/ LPB)
Leukosit 7-10 /uL Pria: ≤9.2 /uL (< 2 /
LPB)
Wanita: ≤39 /uL (≤
7 / LPB)
Eritrosit 1-2 /uL Pria: ≤13.1 /uL (<
2 / LPB)
Wanita: ≤30.7 /uL
(≤ 6 / LPB)
Silinder Negatif Negatif
Kristal Amorf (+) Negatif
Bakteri +2 /uL Pria: ≤11.4 /uL
Wanita: ≤385.8 /uL
24
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 20 mg/dL 10 – 50
Kreatinin Darah 1.07 mg/dL 0.51 – 0.95
b. USG
[19 Juni 2019] Kesan :
Sesuai kehamilan 25-26 minggu, aktivitas dan perkembangan janin normal.
Tidak tampak tanda hipoperfusi janin.
Tidak tampak kelainan anatomi mayor pada janin.
c. EKG
Kesimpulan : Sinus ryhtme
25
ANALISA DATA
Nama Klien / umur : Ny. N / 29 tahun No. Register : 012237
Ruangan / No. Kamar : IGD
DO:
Edema pada ekstremitas
bawah
BB meningkat.
BB sebelum hamil: 64 kg
BB saat ini: 82 kg
Hemoglobin: 11.5 g/dl
Hematokrit: 35% (normal)
Protein urin: +4
2. DS: Faktor risiko ‘Riwayat Risiko Cidera pada
Penyakit penyerta PEB kehamilan sebelumnya Janin
dengan PEB’ (D.0138)
DO:
Usia ibu 29 tahun
Usia kehamilan 36-37
minggu
Kadar leukosit tinggi 10.2
ribu/ul
Hasil DJJ 145x/menit
Hasil TTV
TD: ± 180/110 mmHg
N: 98x/menit
RR: 20x/menit
S: 36.8oC
26
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Ny. N / 29 tahun No. Register : 012237
Ruangan / No. Kamar : IGD
27
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Ny. N / 29 tahun No. Register : 012237
Ruangan / No. Kamar : IGD
28
36.5-37.5oC) 3. Monitor hasil 3. Leukosit yang tinggi
Kadar sel darah pemeriksaan khawatir muncul
putih membaik laboratorium masalah risiko infeksi
(nilai normal: 5.0- 4. Periksa denyut jantung 4. Fetal takikardi yang
10.0 ribu/ul) janin selama 1 menit berkelanjutan dapat
Nafsu makan membuat janin
membaik kekurangan oksigen
hingga gawat janin
Edukasi
5. Anjurkan ibu untuk 5. Diharapkan vena kava
posisi miring kiri di bagian kanan tidak
tertekan oleh uterus
yang membesar,
sehingga aliran darah
ke plasenta menjadi
lancar
6. Anjurkan ibu 6. Membantu
melakukan teknik meningkatkan asupan
relaksasi nafas dalam oksigen bagi ibu dan
janin
7. Anjurkan ibu untuk 7. Deteksi dini tanda dan
melaporkan segala gejala perburukan PEB
keluhan yang mungkin sehingga dapat diatasi
muncul lebih awal
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan 8. Obat-obatan golongan
dokter dalam antihipertensi akan
pemberian terapi menurunkan tekanan
farmakologis darah sehingga
Nifedipine 10 mg per melancarkan oksigen
oral dan Dopamet
yang dibawa oleh
3x250 mg per oral
pembuluh darah ke
plasenta
29
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Ny. N / 29 tahun No. Register : 012237
Ruangan / No. Kamar : IGD
Hari,
No. Paraf &
Tanggal, Tindakan Keperawatan, Respon / Hasil
Dx Nama
Jam
Selasa, 11 1,2 Memonitor tanda-tanda vital dan keluhan ibu, memposisikan ibu
september dengan semi-fowler
2019 H: Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, akral hangat, TD:
14.50 WIB 180/110 mmHg, N: 98x/menit, RR: 20x/menit, S: 36.8oC, SatO2:
Perawat
97%, edema pada ekstremitas bawah
R: Klien mengatakan pusing ada, pandangan kabur tidak ada, nyeri
ulu hati ada, sesak tidak ada, posisi sudah nyaman
15.00 WIB 1,2 Menganjurkan ibu untuk miring kiri dan kolaborasi dengan dokter
dalam memasang infus RL 500 ml 24 tpm
H: Infus terpasang, tidak ada plebitis, tidak ada bengkak Perawat
R: Klien mengatakan posisi sudah nyaman
15.10 WIB 2 Memeriksa DJJ selama 1 menit dan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian Nifedipine 10 mg
H: DJJ 145x/menit, pergerakan janin aktif, his tidak ada, obat sudah Perawat
diminum oleh klien
15.20 WIB 1,2 Menganjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam
dan kolaborasi dengan dokter dalam memberikan MgSO4 40% 4 gr
via I.V
H: Klien melakukan teknik relaksasi napas dalam dan MgSO4 40% Perawat
4 gr sudah diberikan
R: Klien tidak mengeluh panas
30
15.40 WIB 1,2 Menganjurkan ibu untuk melaporkan segala keluhan yang mungkin
muncul dan kolaborasi dengan dokter dalam memberikan RL 500 ml
+ MgSO4 40% 6 gr Perawat
H: RL 500 ml + MgSO4 40% 6 gr sudah diberikan
17.00 WIB 2 Kolaborasi dengan dokter dalam memasang Foley Catheter No. 16
H: Foley Catheter sudah terpasang, output urin 500 ml Perawat
31
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Ny. N / 29 tahun No. Register : 012237
Ruangan / No. Kamar : IGD
Selasa, 3 S : Perawat
09 April 2019 Sesak, penglihatan kabur, mual muntah, nyeri kepala
17.00 dan ulu hati tidak ada
O :
Keadaan umum: baik
Kesadaran: compos mentis
Hasil tanda-tanda vital
TD: 160/100 mmHg, N: 94x/menit
RR: 20x/menit S: 37.1oC
Hasil DJJ 145x/menit
Pergerakan janin aktif
His tidak ada
A : Masalah risiko cidera janin belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan di ruangan
Monitor KU, TTV, dan keluhan ibu
Anjurkan ibu untuk posisi miring kiri
Anjurkan ibu melakukan teknik relaksasi nafas
32
dalam
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi:
- IVFD RL + drip MgSO4 40% 6 gr/kolf 24 tpm
- Amlodipine 2x5 mg per oral
- Dopamet 3x250 mg per oral
- Rawat VK
33