1234

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

Dyspepsia adalah gangguan akut, kronik, atau nyeri yang berulang atau rasa tidak nyaman pada perut

bagian atas.
Rome III Committee telah mendefinisikan dyspepsia sebagai nyeri epigastrik/rasa terbakar, rasa kenyang, atau rasa
penuh setelah makan. Rasa terbakar di dada harus dibedakan dari dyspepsia. Saat rasa terbakar di dada lebih
dominan, hal ini mengarahkan kepada terjadinya gastroesofageal refluks. Dispepsia terjadi pada 15% dewasa dan
3% pada orang yang melakukan pemeriksaan umum.

Penyebab dispepsia terdiri dari beberapa hal. berikut ini akan saya paparkan beberapa penyebab dari dispepsia.

1. Intoleransi Makanan atau Obat

intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada kondisi akut,  dispepsia  mungkin disebabkan oleh
makan berlebihan, makan yang terlalu cepat, makan makanan berlemak, makan saat keadaan stress, atau minum
alcohol atau kopi terlalu banyak. Selain makakan, banyak juga obat-obatan yang menyebabkan dyspepsia, seperti
aspirin, NSAID, antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes (metformin, penghambat alfa glukosidase,
analog amylin, antagonis reseptor GLP-1), obat antihipertensi (ACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker), agen
penurun kolesterol (niasin, fibrat), obat-obat neuropsikiatrik (penghambat kolinestraseàdonepezil, rivastigmine),
SSRIs (fluoxetine, sertraline), penghambat serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat
Parkinson (agonis dopamine, monoamine oxidase (MAO-B) inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, zat besi,
dan opioids.

2. Dyspepsia Fungsional

dispepsia fungsional Ini adalah penyebab utama dyspepsia kronik. Pada 3-4 dari 10 pasien tidak ditemukan kelainan
organik setelah di evaluasi. Gejala mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas
visceral aferen, pengosongan lambung yang terlambat atau sistem akomodasi makanan yang terganggu, atau stress
psikososial. Walaupun jinak, gejala ini bisa menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan apabila tidak ditangani
dengan tepat.

3. Disfungsi Lumen dari Traktus Gastrointestinal

Dispepsia juga dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran cerna. keadaan keadaan berikut ini dapat
menyebabkan disfungsi lumen saluran cerna: Ulkus peptik terjadi pada 5-15% pasien dyspepsia. Gastro Esofageal
Refluks Desease (GERD) terjadi pada 20% pasien dengan dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar di dada. Kanker
lambung atau esophagus teridentifikasi pada 0.25-1% tapi ini sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan
dyspepsia yang tidak berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis (terutama pada DM), intoleransi
laktosa atau kondisi malabsorpsi, dan infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis).

4. Infeksi Helicobacter pylori

Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah penyebab utama dari penyakit ulkus peptic, infeksi ini
bukan penyebab pada dyspepsia yang tidak ada penyakit ulkus peptiknya. Prevalensi dari H. pylori berhubungan
dengan gastritis kronik pada pasien dengan dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar 20-50%, sama pada
sebagian besar populasi.

5. Penyakit Pankreas

Karsinoma pancreas dan pancreatitis kronik sering bergejala dispepsi.

6. Penyakit Saluran Empedu

Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas karena kolelitiasis atau koledokolitiasis harus dibedakan dari
dyspepsia.

7. Kondisi Lainnya
DM, penyakit tiroid , peyakit ginjal kronik, iskemik miokard, keganasan intraabdomen, volvulus gaster atau hernia
paraesofageal, dan kehamilan kadang-kadang disertai dyspepsia.

DAFTAR PUSTAKA

Aro P et al. Anxiety is associated with uninvestigated and functional dyspepsia (Rome III criteria) in a Swedish
population based study. Gastroenterology. 2009. Jul;137(1):94-100. [PMID: 19328797]

Ford AC et al. Meta-analysis: H. pylori test and treat compared with empericall acid suppression for managing
dyspepsia. Aliment Pharmacol Ther. 2008 Sep 1; 28(5):534-44. [PMID: 18616641]

Ford AC et al. What is the prevalence of clinically significant endoscopic finding in subjects with dyspepsia?
Systematic review and meta-analysis. Clin Gastroenterol Hepatol. 20]

Anda mungkin juga menyukai