Anda di halaman 1dari 29

1.

Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus Tipe Lain
Diabetes mellitus Gestasional

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM


Tipe 2 di Indonesia, 2011)
 DM Spesifik:
 Defek genetic fungsisel β : Maturity onset of Diabetes on the Young
(MODY)
 Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, sindrom Rabson
Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya
 Penyakit eksokrin pancreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya
 Endokrinopati : sindrom cushing, hipertiroidisme somatostatinoma,
akromegali, aldosteronoma, lainnya
 Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, glukokortikoid, hormone
tiroid, asam nikotinat, interferon α, diazoxide, aldosteronoma, lainnya
 Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya
 Immunologi (jarang) : sindrom “ stiffman” ,antibody anti reseptor
insulin, lainnya
 Sindroms genetic lain :sindrom Down’s,sindromKlinefelter,
sindromTurner, lainnya
 IPD Jilid III, EdisiV
Perbedaan DM Tipe 1 dan DM tipe 2?
Sebutkan factor – factor yang menyebabkan
terjadinya Diabetes Melitus
 Factor demografi (jumlah penduduk meningkat,
penduduk usia lanjut bertambah banyak, urbanisasi
makin tidak terkendali)
 Gaya hidup yang kebarat baratan
 Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
 Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien
diabetes mellitus jadi lebih panjang

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid


III)
Bagan tentang kadar GDS dan GDP dalam plasma vena
dan darah kapiler
Cara mendiagnosis Diabetes Melitus
 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakan
diagnosis DM
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL dengan
adanya keluhan klasik
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75g glukosa lebih sensitive dan spesifik disbanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di


Indonesia, 2011)
cara pelaksanaan TTGO

Beda
 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari
hari dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
 Puasa ± 8 jam
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram/ 17,5 gram dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa
 Periksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia,


2011)
6. Apa arti kadar HbA1c yang meningkat pada
pasien Diabetes Melitus dan berapa normalnya
Cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan
terapi 8-12minggu sebelumnya. Pemeriksaan dianjurkan
3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.
 Normalnya 4,0-6,0 %
 DM terkontrol baik : <7%
 DM tidak terkontrol : >8,0%

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe


2 di Indonesia, 2011)
7.Sebutkan dan jelaskan pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus
 Edukasi
 Menujun perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya.
 Terapi nutrisi medic
 Komposisi makanan (karbohidrat, lemak, protein, natrium, serat, pemanis
alternatif)
 Kebutuhan kalori
 Latihan jasmani
 3-4 x/menit ± 30 menit dengan melihat target nadi maksimal dan optimal

 Terapi farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia, 2011)


Target pengendalian Diabetes Melitus
Baik sedang buruk
 glukosa darah
 Puasa 80-100 100-125 ≥126
 2 jam post prandial 80-144 145-179 ≥180
 AIc <6,5 6,5-8 ≥8
 Kolesterol total <200 200-239 ≥240
 Kolsterol LDL <100 100-129 ≥130
 Kolesterol HDL >45
 Trigliserid <150 150-199 ≥200
 IMT 18,5-23 23-25 >5
 Tekanan Darah ≤130/80 130-140/80-90
>140/90

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia,


2011)
Sebutkan macam – macam obat OHO
 Golongan insuin sensitizing (biguanid, glitazone)
 Golongan sekretagok insulin (sufonilurea,glinid)
 Penghambat alfa glukosidase (acarbose)

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III)

 Pemicu sekresi insulin (sulfonylurea,glinid)


 Peningkat sensivitas terhadap insulin (tiazolidindion)
 Penghambat glukoneogenesis (metformin)
 Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
 DPP-IV inhibitor (glucagon-like peptide-1)

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia,


2011)
10. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat
OHO
 Dosis dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikan
bertahap
 Mengetahui cara kerja, lama kerja, dan efek samping
 Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan adanya
interaksi obat
 Pada kegagalan sekunder terhadap OHO, usahakan
menggunakan obat oral lain, bila gagal beralih kepada insulin
 Usahakan harga obat terjangkau

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III)


11. Sebutkan penyulit Diabetes Melitus
 Penyulit akut : ketoasidosis diabetic, status hiperglikemia
hiperosmolar, hipoglikemia
 Penyulit menahun :
 Makroangiopati : pembuluh darah jantung, pembuluh
darah tepi (penyakit arteri perifer, claudicatio
intermiten, ulkus iskemik kaki), pembuluh darah otak
 Mikroangiopati: retinopati diabetic, nefropati diabetik
 Neuropati

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe


2 di Indonesia, 2011)
Sebutkan macam – macam pencegahan DM
Tipe 2
 Pencegahan primer
 Pencegahan sekunder
 Pencegahan tersier

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM


Tipe 2 di Indonesia, 2011)
Berapa lama Diabetes Melitus menyebabkan Neuropati Diabetik
Subyek penelitian ini adalah penderita DM yang menjalani rawat jalan di
balai pengobatan Puskesmas Gemarang, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi. Terdiri dari 82 pasien DM yaitu 41 pasien DM dengan
neuropati (+) dan 41 pasien DM dengan neuropati (-). Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan diagnosis neuropati
sensorik diabetik. Untuk mengetahui signifikansi rerata lama menderita
DM pada pasien neuropati (+) dan neuropati (-) digunakan uji Mann-
Whitney. Didapatkan rerata lama menderita DM pada kelompok neuropati
(+) sebesar 6,46 tahun dan kelompok neuropati (-) sebesar 2,41 tahun.
Dari analisis uji Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

Bagus Fitriadi Kurnia Putra, J500070054, 2011. Hubungan antara


Terjadinya
Neuropati Sensorik Diabetik dengan Lamanya Menderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
 Frekuensi neuropati perifer pada diabetes melitus cukup
tinggi yaitu 57,81%, sebagian besar diantaranya
mengidap DM lebih dari 10 tahun (40,54%) dan keluhan
utama yang terbanyak adalah rasa kramp-kramp pada
kedua tungkai.

H.A.Syaiful Bahri, Andreas.H, JMF.Adam,


H.Harsinen.S
Sub Bagian Endokrin-Metabolik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Unhas
14. Apa komplikasi terburuk pada pasien Dm
dengan Neuropati Dibetic
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal.
Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi.

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di


Indonesia, 2011)
15. Bagaimana pathogenesis terjadinya Neuropati
Diabetic
Proses kejadian neuropati diabetic berawal dari hiperglikemia
berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan
aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi
protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut
berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah
ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam
sel terjadilah neuropati diabetic.

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III)


16. Klasifikasi Neuropati Diabetic
Menurut perjalanan penyakit :
 Neuropati fungsional / subklinis : gejala yang
muncul sebagai perubahan biokimiawi
 Neuropati structural / klinis : gejala timbul akibat
kerusakan structural serabut saraf
 Kematian neuron/ tingkat lanjut : penurunan
kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron.
Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi :
 Neuropati difus
 Polineuropati sensori motor simetris distal
 Neuropati otonom
 Neuropati lower limb motor simetris proksimal
(amiotropi)
 Neuropati fokal
 Neuropati cranial
 Radikulopati, pleksopati
 Entrapment neuropathy
Berdasarkan anatomi serabut saraf perifer
 Motorik
 Sensorik
 Otonom

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV,


Jilid III)
17. Pengelolaan pasien Neuropati Diabetic
 Strategi pertama : diagnosis neuropati diabetes sedini
mungkin
 Strategi kedua : kendali glikemik dan perawatan kaki
sebaik-baiknya
 Strategi ketiga : pengendalian keluhan neuropati /nyeri
neuropati diabetic setelah strategi kedua. (NSAID,
Antidepresan trisiklik, anti konvulsan, antiaritmia,
topical)

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid


III)
DOSIS PEMBERIAN OHO
Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang diabetes,
biasanya pemberian obat dimulai dari dosisterendah.
Dosis kemudian dinaikkan secara bertahap setiap 1-2
minggu, hingga mencapai kadar glukosadarah yang
memuaskan atau dosis hampir maksimal. Jika dosis
hampir maksimal namun tidakmenghasilkan kontrol
kadar glukosa darah yang memadai, maka
dipertimbangkan untuk diberikan obatkombinasi atau
insulin. Tidak ada keuntungan menggunakan dua OHO
dari golongan yang sama secarabersamaan

http://www.scribd.com/doc/94771323/OHO-DM
 Glimepirid diberikan pada pasien yang tidak gemuk dan pada
pasien yang kontraindikasi dengan metformin.

 Glimepirida merupakan antidiabetes oral dari golongan


sulfonilurea generasi II yang terbaru. Obat ini bekerja dengan
cara menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas.
Belakangan penggunaan obat ini sebagai antidiabetes
semakin meningkat, karena keuntungannya yaitu dosis terapi
yang rendah dan risiko timbulnya efek hipoglikemia yang
lebih kecil dibandingkan golongan sulfonil urea lainnya.

(Kahn, CR (Ed) 1995),(Shargel et al. 1988)).


http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n01/yahdiana0301
24. Alasan diberikan terapi insulin, dosis?
Indikasi :
 Penurunan BB yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetic
 Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stress berat (infeksi berat, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia, 2011)


Patofisiologi neuropati DM

 Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia


berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan
aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan
aktivitas protein kinase C (PKC). Aktivitas berbagai
jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND.
Berbagai penelitian membuktukan bahwa kejadian ND
berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya
DM.

Buku Ajar IPD jilid III edisi V


25. Gejala polineuropati diabetes (motorik, sensorik,
otonom)
 Sensorik : hilangnya akson dan serabut saraf terpanjang
terkena lebih dulu menimbulkan nyeri, parastesi, hilang rasa
timbul ketika malam hari. Khas diawali dari jari kaki berjalan
ke proksimal tungkai. (gambaran sarung tangan dan kaos
kaki)
 Motorik : kelemahan otot tungkai dan penurunan reflek lutut
dan tumit, gangguan propioseptif, rasa getar dan gaya
berjalan.
 Otonom : anhidrosis, atonia kandung kencing dan pupil
reaksi lambat.

eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf
Patofisiologi neuropati DM

 Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia


berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan
aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan
aktivitas protein kinase C (PKC). Aktivitas berbagai
jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND.
Berbagai penelitian membuktukan bahwa kejadian ND
berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya
DM.

Buku Ajar IPD jilid III edisi V


1. Apakah faktor risiko terjadinya
DM pada pasien ini?
 Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
 Umur.Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
 Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

Anda mungkin juga menyukai