Anda di halaman 1dari 9

KURVA DILATASI SERVIKS DARI PERSALINAN SPONTAN PADA WANITA

JEPANG YANG HAMIL


Yusuke Inde, Akihito Nakai, Atsuko Sekiguchi, Masako Hayashi, Toshiyuki Takeshita

Abstrak
Latar belakang: Walaupun kurva dilatasi serviks penting untuk manajemen yang tepat dari
kemajuan persalinan, kemajuan persalinan abnormal dan intervensi obstetri dimasukkan
dalam kurva dilatasi serviks terdahulu maupun yang digunakan secara luas. Kami bertujuan
mendeskripsikan kurva dilatasi servikal dari kemajuan persalinan normal pada wanita Jepang
yang hamil tanpa abnormalitas kemajuan persalinan dan intervensi obstetri.
Metode: Kami menyelesaikan ulasan riwayat obstetri secara retrospektif dari 3.172 wanita
Jepang yang hamil (paritas = 0, n = 1.047; paritas = 1, n = 1.083; paritas ≥ 2, n = 1.042),
berusia 20 hingga 39 tahun saat persalinan, dengan indeks massa tubuh pregravida kurang
dari 30. Seluruh pasien menjalani persalinan spontan dengan neonatus tunggal, lahir hidup,
cukup bulan, sefalik dengan berat badan lahir sesuai usia kehamilan dan tanpa kelainan
penyerta. Kami mengkarakterisasi pola progresi persalinan dengan cara memeriksa hubungan
antara waktu yang dihabiskan dari dilatasi penuh dan fase dilatasi serviks, dan durasi
persalinan dengan cara memeriksa distribusi interval waktu dari satu fase dilatasi serviks,
hingga ke fase berikutnya dan akhirnya mencapai dilatasi penuh.
Hasil: Perubahan serviks yang tercepat terjadi pada dilatasi 6 cm (primipara) dan 5 cm
(multipara). Persentil 95 dari kemajuan persalinan memerlukan 3 jam untuk bertambah dari 6
cm menjadi 7 cm (primipara) dan lebih dari 2 jam untuk bertambah dari 5 cm menjadi 6 cm
(multipara). Persentil 5 dari waktu yang dilalui untuk mencapai dilatasi penuh, ketika fase
aktif, adalah kurang dari 1 jam (primipara) dan 0,5 jam (multipara). Pada akhir fase aktif,
tidak dijumpai fase deselerasi.
Kesimpulan: Persalinan aktif dapat saja belum dimulai hingga dilatasi mencapai 5 cm. Pada
permulaan fase aktif, dilatasi serviks lebih lambat dari yang telah disebutkan sebelumnya.
Temuan ini dapat menurunkan kebutuhan akan intervensi obstetri selama kemajuan
persalinan.
Kata kunci: dilatasi serviks, persalinan kala satu, kurva persalinan, manajemen persalinan,
persalinan spontan.

PENDAHULUAN
Kurva dilatasi serviks berperan sebagai referensi klinis untuk manajemen kemajuan
persalinan yang tepat. Diagnosis yang tidak akurat dari persalinan berkepanjangan atau yang
terhenti dapat berakhir pada intervensi obstetri yang tidak tepat, seperti persalinan seksio
sesarea (CS). Menimbang risiko yang berhubungan dengan CS primer dan efek samping
berkaitan dengan CS yang dapat berimplikasi pada kehamilan selanjutnya, CS primer sedapat
mungkin harus dihindari. Friedman adalah yang pertama kali menggambarkan kurva
persalinan awal, dan dua penanda kurva persalinan dari primipara serta multipara yang
menunjukkan kriteria pasti untuk kemajuan persalinan serta durasinya. Namun, kemajuan
persalinan yang abnormal dan intervensi obstetri dimasukkan dalam kurva dilatasi serviks
yang sebelumnya digunakan secara luas.
Teori sebelumnya mengenai progresi persalinan dan durasinya mungkin sudah tidak
aplikatif pada keadaan obstetri saat ini. Friedman menciptakan kurva persalinan yang
mempertimbangkan berbagai faktor eksogen dan endogen, baik dari sisi maternal maupun
fetal. Selain perubahan pada karakteristik maternal dan fetal, intervensi obstetri dan prosedur
statistik juga sudah membaik. Kurva persalinan terkini oleh Zhang dkk. dan Suzuki dkk.
banyak berbeda dengan kurva persalinan milik Friedman. Kurva persalina kedua peneliti
tersebut menunjukkan dilatasi serviks yang lebih lambat pada fase akselerasi dan kurangnya
fase deselerasi. Desain studi mereka juga memasukkan variasi pada latar belakang maternal
dan fetal, serta memasukkan kemajuan persalinan abnormal dan intervensi obstetri.
Penetapan akan referensi kurva persalinan untuk persalinan spontan diperlukan demi
manajemen kemajuan persalinan yang tepat. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
kemajuan persalinan dan durasi adalah ras dan usia maternal, ukuran tubuh maternal dan
fetal, usia gestasi saat persalinan, kehamilan kembar, anestesi obstetri, penggunaan oksitosin,
komplikasi obstetri dan persalinan dengan penyulit. Penggunaan anestesi obstetri dan
oksitosin terkadang dianggap sebagai intervensi obstetri opsional selama persalinan spontan.
Guna mengembangkan referensi kurva persalinan untuk kemajuan persalinan normal dan
durasinya, kami menjelaskan kurva dilatasi serviks pada persalinan spontan, berdasarkan
standar populasi maternal dan fetal.

METODE DAN BAHAN


Kami melakukan ulasan secara retrospektif terhadap 3.172 riwayat obstetri yang
terdiri dari 1.047 primipara dan 2.125 multipara (1.083 paritas = 1 dan 1.042 paritas ≥ 2)
wanita Jepang. Seluruh pasien menjalani persalinan spontan yang melahirkan neonatus lahir
hidup dengan berat badan lahir sesuai masa gestasi (AGA) selama periode Januari 2008
hingga Desember 2015. Karakteristik maternal dan outcome perinatal didapatkan dari enam
institusi obstetri primer (Berun Forest Clinic (N = 759), Belier Hill Clinic (N = 413), Ladies
Clinic Concerto (N = 153), Machida Obstetrics and Gynecology Nanohana Clinic (N = 56),
Higashi-Fuchu Hospital (N = 128) dan Yamaguchi Women’s Hospital (N = 343)) serta satu
rumah sakit universitas (Nippon Medical School Tama-Nagayama Hospital (N = 1.320)).
Seluruh institusi sepakat untuk berpartisipasi dalam studi ini. Komite etik Nippon Medical
School menyetujui studi retrospektif ini, yang dilakukan berdasarkan prinsip yang ditetapkan
oleh Deklarasi Helsinki. Kami melakukan pengukuran dilatasi serviks serta pencatatan waktu
secara kontinu, setelah onset persalinan, dari grafik persalinan. Seorang peneliti tunggal
melaporkan riwayat obstetri dari catatan proses kelahiran dan seorang peneliti yang terlatih
memeriksa kesalahan laporan tersebut. Seluruh peneliti menjaga kerahasiaan nama pasien.
Kriteria eksklusi meliputi bukan orang Jepang, kehamilan multipel, usia maternal
kurang dari 20 tahun atau lebih sama dengan 40 tahun saat persalinan, indeks massa tubuh
(BMI) pregravida lebih sama dengan 30, riwayat persalinan CS, riwayat mioektomi
enukleasi, persalinan prematur atau postmatur, malpresentasi, persalinan dibantu instrumen
atau CS, malrotasi, anestesi obstetri, penggunaan oksitosin, disproporsi sefalopelvis, abruptio
plasenta, berat badan lahir tidak AGA, kelainan kongenital, cedera persalinan, skor Apgar 5
menit kurang dari 7, membutuhkan perawatan di neonatal intensive care unit (NICU) dan
kematian perinatal. Untuk menginvestigasi karakteristik alamiah kemajuan persalinan
spontan, kami tidak menetapkan adanya kriteria eksklusi untuk dilatasi serviks pada saat
masuk rumah sakit atau durasi persalinan dari saat masuk rumah sakit hingga persalinan. Di
antara pasien multipara, kami memilih persalinan pertama untuk menghindari korelasi
intrapersonal.
Definisi klinis adalah sebagai berikut: usia gestasional dihitung dari hari pertama haid
terakhir pasien, dan dikonfirmasi kembali dengan pengukuran fetal crown-rump length, yang
dilakukan dengan ultrasonografi transvaginal pada trimester pertama. Presentasi fetal
diperiksa sebelum dan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan ultrasonografi
transabdominal. Onset persalinan adalah onset nyeri persalinan, yang berkelanjutan hingga
persalinan, dengan interval ≤ 10 menit antar kontraksi, atau ≥ 6 kali jumlah kontraksi per jam.
Bidan dan ahli obstetri melakukan pengukuran dilatasi serviks dalam sentimeter, umumnya
pada saat onset nyeri persalinan, bukan saat interval antar nyeri persalinan, seperti yang
diarahkan oleh standar perawatan institusi atau dipandu oleh momen obstetri seperti waktu
masuk rumah sakit, ruptur membran, konstruksi intensif, perubahan pola detak jantung fetal,
perubahan pola pernapasan, atau pengejanan secara spontan. Namun, kami tidak dapat
memastikan apakah seluruh pemeriksaan pelvis dilakukan pada saat onset nyeri persalinan.
Pendekatan non-farmakologis (misalnya stimulasi puting susu, minyak jarak dan rempah-
rempah) tidak dilakukan. Episiotomi dilakukan sesuai kondisi maternal atau fetal. Tidak
terdapat banyak perbedaan dalam hal manajemen persalinan antar pusat studi dan selama
periode studi.
Kami menganalisis normalitas variabel kontinu dengan menggunakan tes Shapiro-
Wilk W. Median dan confidence interval sebesar 95% dihitung untuk variabel kontinu yang
tidak terdistribusi secara normal. Perbedaan statistik pada karakteristik maternal dan outcome
perinatal antara primipara dan multipara (paritas = 1 dan ≥ 2) dianalisis dengan menggunakan
tes Mann-Whitney U atau Kruskal-Wallis untuk variabel kontinu yang tidak terdistribusi
secara normal dan tes X2 untuk variabel kategorikal. Perbedaan dari P < 0,05 dianggap
signifikan. Kami menggunakan software JMP® 12.0 (SAS Institute Japan Co. Ltd, Tokyo,
Jepang) untuk analisis statistik.
Analisis statistik yang utama dilakukan seperti yang dilaporkan sebelumnya. Kami
mengkarakterisasi pola kemajuan persalinan dengan memeriksa hubungan antara waktu yang
dihabiskan dari dilatasi penuh hingga fase dilatasi serviks. Karena partisipan masuk rumah
sakit pada fase dilatasi serviks yang bervariasi, yang pada akhirnya mencapai 10 cm, kami
melakukan analisis regresi terbalik, dengan dilatasi 10 cm dianggap sebagai titik mula dan
bergerak mundur sesuai perjalanan waktu. Pengukuran regresi secara berulang dengan model
polinomial enam derajat paling sesuai dengan nilai dilatasi serviks. Kami mengkarakterisasi
durasi persalinan dengan cara memeriksa distribusi interval waktu dari suatu fase dilatasi
serviks, selanjutnya ke fase berikutnya, hingga akhirnya mencapai dilatasi penuh. Durasi
persalinan mengakibatkan distribusi tidak seimbang, dengan kecondongan ke arah kiri
sehingga menyerupai distribusi log-normal. Setiap pastisipan berkontribusi terhadap nilai
interval tersensor pada fase dilatasi serviks tertentu. Kami menghitung serial interval waktu,
di antara dua dilatasi serviks untuk tiap pastisipan.

HASIL
Tabel 1 dan 2 menunjukkan karakteristik maternal dan outcome perinatal dari para
primipara dan multipara. Usia maternal pada saat persalinan dan massa tubuh meningkat
seiring bertambahnya paritas. Ruptur membran prematur berhubungan dengan primipara.
Durasi persalinan berkurang sesuai dengan bertambahnya paritas (median (95 persentil) 7,75
(18,71) vs 4,07 (10,07) vs 3,75 (9,91) jam pada kala satu dan 0,72 (2,34) vs 0,20 (0,75) vs
0,15 (0,55) jam pada kala dua untuk paritas = 0, 1 dan ≥ 2). Median dilatasi serviks pada saat
pasien masuk rumah sakit adalah 4 cm (primipara) dan 5 cm (multipara). Ukuran tubuh
neonatus bertambah seiring dengan bertambahnya paritas. Walaupun beberapa neonatus
menunjukkan pH arteri umbilikus yang rendah dan skor Apgar yang rendah pada menit 1,
tidak terdapat neonatus yang memerlukan perawatan di NICU dan tidak terdapat kelainan
outcome neonatus yang terjadi.
Gambar 1 dan 2 menjelaskan kurva dilatasi serviks rata-rata untuk primipara dan
multipara. Kurva persalinan primipara menunjukkan dilatasi serviks yang lambat selama fase
akselerasi dengan tidak adanya poin perubahan yang pasti, sedangkan kurva persalinan
multipara tampak mengalami percepatan dilatasi sekitar 5 cm. Persalinan maju secara lebih
cepat seiring dengan bertambahnya paritas, dan pada kurva persalinan multipara, fase aktif
dimulai secara lebih cepat pada paritas ≥ 2, dibandingkan dengan paritas = 1. Pada akhir fase
aktif, kami tidak menemukan adanya fase deselerasi. Karena multipara pertama kali masuk
rumah sakit dengan keadaan fase dilatasi serviks yang lebih lanjut dibandingkan primipara,
maka riwayat median dari kebanyakan multipara memiliki lebih sedikit informasi mengenai
pengukuran dilatasi serviks sebelum 4 cm.
Tabel 3 menunjukkan perkiraan waktu interval, dengan fase dilatasi serviks dari satu
sentimeter hingga ke ukuran berikutnya, baik pada primipara maupun multipara. Persalinan
maju secara lebih cepat seiring dengan bertambahnya paritas dan fase dilatasi serviks.
Perubahan serviks yang paling cepat, yaitu perubahan median yang maksimal dari interval
waktu yang diharapkan antara dua fase dilatasi serviks secara berurutan, terjadi secara
berurutan pada 6 cm (-0,52 cm/ jam) dan 5 cm (-0,37 cm/ jam dan -0,33 cm/ jam untuk
paritas = 1 dan ≥ 2) dari dilatasi pada primipara dan multipara. Di antara primipara dan
multipara pada persentil 95, kemajuan persalinan memerlukan lebih dari 3 jam (primipara)
dan lebih dari 2 jam (multipara) untuk mengalami kemajuan secara berurutan dari 6 cm
mencapai 7 cm, dan dari 5 cm mencapai 6 cm. Seluruh persalinan menghasilkan persalinan
spontan tanpa kemajuan persalinan abnormal dan intervensi obstetri.
Tabel 4 menunjukkan waktu yang dilalui, oleh fase dilatasi serviks dari satu
sentimeter hingga dilatasi penuh, baik pada primipara maupun multipara. Kemajuan
persalinan berkembang secara lebih cepat seiring dengan bertambahnya paritas dan fase
dilatasi servikal (dari 4 cm hingga 10 cm, median 3,75 cm vs 2,33 vs 2,00 jam untuk paritas =
0, 1 dan ≥ 2). Pada fase aktif, waktu yang dilalui untuk mencapai persentil 5 dilatasi penuh
secara berurutan adalah kurang dari 1 jam dan 0,5 jam untuk primipara dan multipara (0,58
jam dari 6 cm mencapai 10 cm untuk paritas = 0; 0,42 vs 0,28 jam untuk 5 cm mencapai 10
cm untuk paritas = 1 dan ≥ 2). Bahkan pada fase laten, waktu tersebut dapat kurang dari 1
jam (0,77 jam dari 5 cm mencapai 10 cm untuk paritas = 0; 0,67 vs 0,42 jam dari 4 cm
mencapai 10 cm untuk paritas = 1 dan ≥ 2).
Analisis awal menunjukkan bahwa durasi persalinan meningkat pada kala dua dan
tidak meningkat pada kala satu pada kasus-kasus dengan perdarahan atonia setelah
melahirkan. Di Jepang, persentil 90 total kehilangan darah pada persalinan janin tunggal per
vaginam adalah 800 mL. Durasi persalinan pada kala dua antara kasus-kasus dengan dan
tanpa perdarahan atonia setelah kelahiran adalah sebagai berikut: median 0,95 vs 0,70 jam
untuk paritas = 0, 0,27 vs 0,20 jam untuk paritas = 1 dan 0,20 vs 0,15 jam untuk paritas ≥ 2.
Kami betujuan mendeskripsikan kurva dilatasi servikal rata-rata pada kala satu. Karena
perdarahan atonia setelah kelahiran merupakan sebuah progresivitas persalinan yang
abnormal setelah kala tiga, kasus-kasus tersebut tidak dieksklusikan.

PEMBAHASAN
Kami memeriksa wanita Jepang hamil tanpa kemajuan persalinan abnormal dan
intervensi obstetri untuk mendeskripsikan kurva dilatasi serviks yang mengkarakterisasi
kemajuan persalinan normal. Hasil yang kami dapat menunjukkan bahwa kemajuan
persalinan lebih cepat seiring dengan meningkatnya paritas dan fase aktif persalinan dapat
belum dimulai hingga dilatasi mencapai 5 cm. Hasil terebut juga mengarahkan bahwa pada
awal fase aktif, dilatasi serviks lebih lambat dibandingkan yang dilaporkan sebelumnya, dan
pada akhir fase aktif, tidak ditemukan fase deselerasi. Temuan tersebut dapat memberikan
informasi yang bermanfaat untuk manajemen obstetri dan berpotensi mengurangi kebutuhan
intervensi medis pada persalinan.
Perubahan serviks yang tercepat terjadi pada dilatasi 6 cm (primipara) dan 5 cm
(multipara). Hasil tersebut berbeda dari kurva Friedman dengan poin perubahan pasti sekitar
4 cm. Studi oleh Friedman memasukkan banyak progresivitas persalinan yang abnormal
maupun intervensi obstetri; misalnya, pada primipara, 20,8% menunjukkan malrotasi dan
51,2% memerlukan ekstraksi persalinan dengan bantuan vakum. Selain itu, metode sintesis
kurva persalinan tidak dijelaskan secara jelas. Peisner dan Rosen menganalisis 1.060
primipara dan 639 multipara serta melaporkan bahwa pasien tanpa komplikasi dengan dilatasi
5 cm harus dimasukkan dalam fase aktif. Temuan tersebut sesuai dengan data kami. Pasien
memasuki fase aktif pada berbagai fase, dan dengan laju yang berbeda-beda. Karena variasi
interpersonal, rata-rata kurva persalinan cenderung tampak landai. Pola kemajuan persalinan
konsisten pada fase aktif tidak dijumpai, umumnya di antara primipara, dan kemajuan
persalinan kami lebih lambat dibandingkan yang dilaporkan oleh Friedman. Zhang dkk.
menganalisis 62.415 kelahiran, dari tahun 2002 hingga 2008, dan melaporkan bahwa
primipara dan multipara tampak mengalami kemajuan pada kecepatan yang serupa, sebelum
6 cm, dan laju dilatasi serviks menjadi cepat setelah 6 cm. Studi lain dari 26.838 kelahiran,
dari tahun 1959 hingga 1966, mengungkapkan bahwa multipara secara konsisten
menunjukkan kemajuan persalinan yang lebih cepat dibandingkan primipara. Transisi
demografis dapat mempengaruhi kemajuan dan durasi persalinan. Anestesi epidural dan nyeri
ringan pada penggunaan oksitosin dapat memperpanjang fase aktif. Karena studi oleh Zhang
memasukkan banyak partisipan dengan penggunaan oksitosin dan analgesik epidural,
kemajuan persalinan pasien-pasien tersebut berlangsung lebih gradual dibandingkan
kemajuan persalinan yang kami laporkan.
Persentil 95 kemajuan persalinan menghabiskan waktu lebih dari 3 jam agar dilatasi
bertambah dari 6 cm menjadi 7 cm (primipara), dan lebih dari 2 jam untuk bertambah dari 5
cm menjadi 6 cm (multipara). Dengan mempertimbangkan augmentasi persalinan pada fase
aktif, dilatasi serviks ≤ 1,2 cm/ jam dan ≤ 1,5 cm/ jam untuk primipara dan multipara
dianggap sebagai kelainan persalinan memanjang. Sebelumnya, di Jepang, ambang batas 2
jam dan 1 jam umumnya digunakan untuk mendiagnosis kelainan persalinan terhambat,
untuk primipara maupun multipara, setelah 4 cm, yang dianggap sebagai “pada fase aktif”
dalam kurva Friedman. Kriteria tersebut mungkin terlalu singkat sebelum 6 cm, dianggap
sebagai “pada fase laten” dalam kurva terkini. Partisipan kami mencapai persalinan spontan,
bahkan jika durasi persalinan mereka melampaui persentil 95 dari interval waktu yang
diharapkan, yang melewati ambang batas tersebut. Diagnosis persalinan memanjang atau
terhambat harus berbasis, tidak hanya berdasarkan definisi penelitian, melainkan juga
berdasarkan kondisi maternal dan fetal. Hal tersebut menawarkan keyakinan akan status
maternal dan fetal, yang dalam rentang normal durasi persalinan, sehingga dapat
mengizinkan pasien untuk melanjutkan kemajuan persalinan spontan. Untuk mengoptimisasi
kesempatan akan manajemen persalinan yang tepat dan memperbaiki prognosis perinatal,
studi prospektif diperlukan untuk untuk menetapkan ambang batas klinis untuk mendiagnosis
persalinan memanjang dan terhambat. Batas atas rentang normal, misalnya persentil 95 dari
durasi yang diharapkan, dapat menjadi referensi yang bermanfaat untuk jenis studi prospektif
ini.
Persentil 5 dari waktu yang dilalui untuk mencapai dilatasi penuh, selama fase aktif,
adalah kurang dari 1 jam (primipara) dan 0,5 jam (multipara). Riwayat alamiah dari fase aktif
normal, selama persalinan kala satu, memprediksi kemajuan persalinan. Laporan terkini dari
penyususan kurva persalinan memasukkan kriteria inklusi dilatasi serviks < 7 cm pada saat
pasien masuk rumah sakit dan durasi persalinan, dari saat pasien masuk rumah sakit hingga
melahirkan, > 3 jam. Berdasarkan kriteria tersebut, sebagian besar persalinan presipitatus
dapat dieksklusikan. Sheiner dkk. mengobservasi bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada komplikasi perinatal, namun rasio komplikasi maternal yang lebih tinggi,
berkaitan dengan persalinan presipitatus. Selama kemajuan persalinan presipitatus, neonatus
dapat jatuh ke permukaan keras atau mengalami cedera yang tidak diharapkan bila tanpa
bantuan persalinan. Kontraksi intens dapat menyebabkan komplikasi perinatal lainnya.
Dalam studi kami, prevalensi persalinan presipitatus sebesar 21,3% (4,4% vs 29,6% untuk
paritas = 0 dan ≥ 1), yang lebih besar dari 14,3% (6,9% vs 21,5% untuk paritas = 0 dan ≥ 1)
yang dilaporkan oleh penelitian di Jepang sebelumnya. Rasio persentase tersebut lebih tinggi
dibandingkan 2,1%, seperti yang dilaporkan pada sebuah studi di Amerika Serikat. Seperti
yang disebutkan sebelumnya, di Jepang, onset persalinan didefinisikan sebagai adanya
kontraksi reguler dengan jarak ≤ 10 menit, seperti yang dilaporkan oleh pasien. Suzuki
mencatat bahwa insidensi yang tinggi dari persalinan presipitatus dapat merupakan akibat
dari definisi yang berbeda-beda atau dari diagnosis kontraksi reguler oleh alat pemantau
klinis, bukan dari deklarasi pasien.
Tidak terdapat fase deselerasi yang dijumpai pada akhir fase aktif. Friedman mencatat
bahwa terjadi pertahanan laju dilatasi maksimum sampai dilatasi 8 cm hingga 9 cm, dan laju
dilatasi tampak melambat. Namun Friedman mengakui, “Pada keadaan sesungguhnya, secara
normal tidak ada yang melambat”. Kami jarang mendapatkan fase deselerasi pada sebagian
besar partisipan, begitu juga pada studi-studi sebelumnya. Fase deselerasi menandakan waktu
pada persalinan ketika proses penurunan fetus menjadi maksimal, dan acap kali singkat atau
tidak ada sama sekali, mungkin disebabkan hanya karena tidak terpantau. Namun, kurva
persalinan Friedman memasukkan 25,6% primipara dan 6,4% multipara, dengan fase
deselerasi secara berurutan lebih dari 1 jam dan 0,5 jam. Kurva persalinan berkaitan dengan
fase deselerasi yang memanjang karena distosia memiliki fase aktif yang memanjang dan
pelandaian maksimum yang rendah, yang secara signifikan akan mempengaruhi rata-rata
kurva persalinan. Kurangnya fase deselerasi pada studi ini dapat disebabkan oleh
dieksklusinya kasus-kasus dengan distosia.
Karakteristik maternal dan neonatal secara jelas telah berubah dalam lebih 60 tahun,
dan hal tersebut dapat mempengaruhi pola kemajuan persalinan. Rata-rata usia maternal
meningkat, dan persalinan kala satu menjadi lebih cepat seiring dengan meningkatnya usia
maternal. Rata-rata massa tubuh maternal juga meningkat, dan kemajuan persalinan kala satu
menjadi lebih lambat pada pasien dengan BMI lebih atau sama dengan 30. Menurut
Kementrian Kesehatan, Persalinan dan Kesejahteraan Hidup, karakteristik maternal pada
studi ini tidak berbeda dengan rata-rata wanita Jepang. Singkatnya, pada tahun 2015, rata-rata
usia maternal pada saat kelahiran primipara dan multipara (paritas = 1 dan ≥ 2) secara
berurutan adalah 30,7, 32,5 dan 33,5. Kami juga mendapatkan bahwa persalinan maju secara
lebih cepat seiring dengan bertambahnya usia maternal, dan lebih lambat seiring dengan
bertambahnya massa tubuh (tidak ditampilkan). Rata-rata usia maternal dari pasien primipara
adalah lebih dari sama dengan 30 tahun, sehingga berhubungan dengan usia kelahiran yang
lebih lanjut . Wanita yang kelebihan berat badan lebih jarang dijumpai, dan wanita ramping
lebih umum dijumpai di Jepang. Mempertimbangkan tendensi tersebut, referensi klinis baru
untuk manajemen kemajuan persalinan yang tepat dibutuhkan.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kami tidak menentukan reabilitas
intrapersonal dan pengukuran dilatasi serviks interpersonal, dan pemeriksaan vaginal
prospektif tiap jam tidak dilakukan, seperti yang dijabarkan oleh Friedman. Kedua, karena
konstruksi dinilai oleh ahli obstetri dan bidan yang bertugas, realibilitas diagnosis persalinan
intrapersonal maupun interpersonal tidak dikaji. Ketiga, kami mengakui adanya bias seleksi,
yang berhubungan dengan kriteria eksklusi, yang dapat menurunkan rentang normal,
misalnya persentil 5 dan 95 dari berbagai penilaian. Akhirnya, database saat ini cenderung
mewakili populasi penduduk kota Jepang. Namun, kami percaya bahwa hasil yang kami
dapatkan menggambarkan secara akurat kurva dilatasi serviks, dari persalinan spontan pada
wanita Jepang hamil. Kurva tersebut menyajikan informasi yang bermanfaat untuk
manajemen obstetri dan dapat mengurangi kebutuhan akan intervensi obstetri selama progresi
persalinan.

PENHARGAAN
Kami berterima kasih kepada Dr. Saburo Kogi, Dr. Yong-soon Kim, Dr. Norihiro
Matsushita dan Dr. Hideki Iwamoto (Berun Forest Clinic dan Belier Hill Clinic), Dr. Hiroshi
Ohmura (Ladies Clinic Concerto), Dr. Toshimasa Machida (Machida Obstetrics and
Gynecology Nanohana Clinic), Dr. Masako Juzoji (Higashi-Fuchu Hospital), Dr. Satoru
Yamaguchi (Yamaguchi Women’s Hospital) dan Ms. Mizue Hagiwara (Nippon Medical
School Tama-Nagayama Hospital) untuk kesabarannya dalam menyiapkan rekam medis.

KONFLIK KEPENTINGAN
Penulis menyatakan bahwa tidak terdapat konflik kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai