A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place
to share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004.
Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious
blogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan
depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S
blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
B. Etiologi
Menurut Gail W. Stuart, (2006) dalam Buku Saku Keperawatan Jiwa , dijelaskan
bahwa etiologi dan resiko bunuh diri adalah :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai
riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat
kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat
tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang
dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik
faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang
yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan
angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi
menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar
ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya.
Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
Objektif :
Impulsif.
Menunujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh).
Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan
penyalahgunaan alcohol).
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau
penyakit terminal).
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
Status perkawinan yang tidak harmonis.
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo.
Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami
masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk,
sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi
kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri.
II. Teori
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya
dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi
pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri,
2004).
Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu
secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri
meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.
B. Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia
Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-
laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan
pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering
menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering
menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya
sendiri atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu
juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari
tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.
C. Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja
Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam
upaya bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa
lingkungan terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak,
menurut Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah
tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisosial. Anak akan
lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola
asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga
dengan alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan,
kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik
kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif, anak
akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa
aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila
stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.
E. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!”
atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
III. Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
A. Rencana Keperawatan
TUM :
TUK 1
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
TUK 2
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 3
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 5
Kriteria evaluasi :
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain.
TUK 6
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 7
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
A. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar
ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana
dan berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B
berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien,
misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat
diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian
ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba
bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu
dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat
dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.
KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi
B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B
terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius
seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang
tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal
positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain
sepak bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B,
sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini?
O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”
KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau
keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang
telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?
Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat
yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk
membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
2. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian
dirumah.
2) Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang
yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau
atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala
bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak
menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.
3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya
bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.
4. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu
benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu
penggunaannya.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama
Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”
KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu
diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui
percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”
Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri
di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang
akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan
dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa
Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan
yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B
lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari
kita latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa
saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B
ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi
kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
P 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan
dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum
obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera
hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan
bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan
membantu memantau perkembangan B”
TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di
rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau
ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun
suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,
penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline,
antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting
rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara
lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf
yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien.
Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah
sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya.
Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat
terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang
penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu
penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko
terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan
pendekatan proses keperawatanya.
A. Pengkajian
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun
dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N:
80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Psikososial
Genogram :
Keterangan: laki-laki
perempuan
klien
9. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Koping maladaptif
\
Pasien:
a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2.1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca,
dan lain-lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
3.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.3. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain.
3.5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
Keluarga
1. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
Tindakan:
1.1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
1.2.Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekita pasien
1.3.Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri
1.4.Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.
2. Tujuan: pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri
Tindakan:
1.1.Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko
bunuh diri
1.2.Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
- Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah di awasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian
dirumah
- Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari
barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin,
api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk atau racun
serangga.
- Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan
gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien
tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.
1.3.Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya
bunuh diri tersebut
b. Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.
1.4. Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a. Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar
pemberian obat.
Sp IV Pasien
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
SP 1 Keluaga
1. Mendiskusikan massalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertia, tanda dan
gejala resiko bunuh diri, dan jenis
prilaku yang di alami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya.
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat pasien
dengan resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri.
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat\
2. Mendiskusikan sumber rujukan
yang bias dijangkau oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama
Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Ø Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat
bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikumba M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini?
Bagaimana, Masi adakah doorongan M’ba Ayu untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai
janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian
tuhan yang masih M’ba miliki serta aspek positif dalam diri M’ba, bukannya M’ba
masih punya keluarga dan teman yang sayang dengan M’ba serta calon bayi yang
Mba’kandung. Berapa lama kita akan bercakap dan mau dimana?
Tahap Kerja
“Menurut M’ba, apa saja dalam hidup M’ba yang perlu disyukuri, siapa saja yang akan sedih
dan merasa rugi jika M’ba meninggal. Coba sekarang M’ba Ayu ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan M’ba. Keadaan yang bagaimana yang membuat M’ba merasa puas? Bagus!.
Ternyata kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut di syukuri. Coba M’ba
sebutkan kegiatan apa yang masih M’ba lakukan selama ini” Bagaimana kalau M’ba
mencoba melakukan kegiatan tersebut lagi, mari kita berlatih.”
Terminasi
““Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa M’ba sebutkan
kembali apa–apa saja yang patut M’ba syukuri dalam hidup M’ba?. Ingat dan ucapkan selalu
hal-hal yang baik dalam hidup M’ba jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus
M’ba Ayu! Coba inggat-ingat lagi hal-hal lain yang masih M’ba Ayu miliki dan perlu
syukuri nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik? Tempatnya
dimana. Namun, jika ada perasaan-perasaan yang tak terkendali segera hubungi saya ya
M’ba. Permisi.
Ø SP III Pasien: meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)
pasien isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikum M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah
keinggina untuk bunuh diri? Menurut M’ba, Apa lagi hal-hal positif yang perlu M’ba
syukuri? Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah
yang selama ini timbul. Mau berapa lama? di sini saja?
Tahap Kerja
“ Coba ceritakan situasi yang membuat M’ba Ayu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apa
kira-kira jalan keluar dari masalah yang M’ba alami. Hemm… ternyata banyak juga yah.
Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut.
Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!, kalau menurut M’ba
Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan
memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian baM’ba.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang akan M’ba Ayu gunakan? Coba dalam satu hari ini, M’ba menyelesaikan
masalah yang M’ba alami dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita
akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang
dipilih’.
KELUARGA
Ø SP I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara
merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat Nova yang merawat Anak Bapak/Ibu
di rumah sakit ini”.
“ Bagaiman kalua kita berbincang-bincang tentang cara merawat agar M’ba Ayu tetap
selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia? Bagaimana
kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita mengawasi terus M’ba
Ayu.
Tahap Kerja
‘Apa masalah atau kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat M’ba Ayu?.
“Oww….Begini Bapak/Ibu, M’ba Ayu sedang mengalami putus asa yang sangat berat akibat
kekasihnya yang telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan wanita lain ini
terjadi, sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya karena merasa tak berguna.
“Bapak/Ibu sebaiknya baM’ba dan M’ba memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda
dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan gejala
melalui percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.
Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar M’ba Ayu mengatakan hal tersebut?”
“ Jika Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari M’ba Ayu secara serius. Pengawasan terhadap M’ba
Ayu pun harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau
jangan biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala tersebut, dan
menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti tali tambang, silet,
gunting, ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya yang mungkin bisa di gunaka untuk
melukai diri, sebaiknyan dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan
untuk tidak melakukan hal tersebut. Katakana Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada
M’ba Ayu dan katakana juga kebaikan-kebaikannya.
“ Selain itu usahakan 5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak berlebihan”.
“Tetapi jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang
lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas untuk mendapatkan peraeatan yang
serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar M’ba Ayu terus berobat
untuk mengatasi keingginan bunuh dirinya.
Karena kondi M’ba Ayu yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita
semua harus mengawasi M’ba Ayu terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta
partisipasinya untuk juga dapat mengawasi M’ba Ayu ya… pokoknya baM’ba Ayu tidak
boleh ditinggal sendiri sedikitpun untuk sementara karena dalam kondisi serius”
“Jika Bapak/Ibu berbicara pada M’ba Ayu focus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan
negative”. “Selain itu sebaiknya M’ba Ayu pumya kegiatan positif seperti melakukan
hobinya bermain music, menyulam dll supaya M’ba Ayu tidak sempat melamun sendiri”.
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan inggin
bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”
Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu tolong bisa
diulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh diri?”. Ya, Bagus jika
Bapak/Ibu sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan
bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk membicarakan cara-cara
meningkatlkan harga diri M’ba Ayu dan penyelesaian masalahnya pada pertemuan akan
datang”. “ Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau begitu sampai bertemu lagi besok disini”.
Terima kasih atas waktunya.
Ø SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita sekarang bisa
bertemu lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien resiko
bunuh diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.
“ Sekarang kita akan mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “ Kita akan
coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke M’ba Ayu ya?”
“Bapak/Ibu berapa lama waktu mau kita latihan?”
Tahap Kerja
“Sekarang anggap saya M’ba Ayu yang mengatakan inggin mati saja, coba baM’ba dan M’ba
praktikan cara berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti ini”
“Bagus, cara Bapak/Ibu sudah benar”
“Sekarang coba praktekan cara member pujian kepada M’ba Ayu?”
“Bagus, Kemudian bagaimna jika cara memotivasi M’ba Ayu minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak/Ibu sudah mengerti cara merawat M’ba Ayu?”
“Bagaimana Jika sekarang kita mencobanya langsung kepada M’ba Ayu?” (Ulangi lagi
semua cara diatas langsung kepada klien)
Terminasi
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa M’ba Ayu di Rumah?” “Setelah ini
coba Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk M’ba Ayu”
“ Baiklah bagaimana kalau 2/3 hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita kan
mencoba lagi cara merawat M’ba Ayu sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”. “Jam berapa
Bapak/Ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Bapak/Ibu”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide
adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,
penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline,
antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien
yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu
mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko
bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko
bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat
dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang
memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk
menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui
bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan
yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya
bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan
proses keperawatanya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara
umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang
• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive
behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah
metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak
akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu
menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri,
• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan
dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada
umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah
pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup
dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di
selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di
selesaikan.
• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri
adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.
2.3 Penyebab Bunuh Diri
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri
pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif..
Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi
terjadinya resiko buuh diri.
5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri
adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana
spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi
menjadi 4 kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau”
segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri.
Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk
melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan
mengagas akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan
mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi
terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan
perilaku sebagai berikut :
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan
secara bersamaan
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri
diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding
wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh
diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih
tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri
sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia
lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri
biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta
dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik
terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang
disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk
dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang
akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan
diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus
pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan
dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini
akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk
klien yang memiliki resiko tinggi;
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang
perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien
misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya
lainnya.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan
tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di
RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan
• Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak
memberikan makanan dalam tas plastic)
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup
seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya
komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3.4 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang
telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya
saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai
kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah
asal atau waktu.
Klien menggunakan koping yang adaptif.
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan
kesejahteraan sosial.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya kegagalan
beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan
bunuh diri
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat
rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin
mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa
REFERENSI
Pendahuluan
Bunuh diri, Tindakan merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Ratio kejadiaan antara pria dan wanita = 3 : 1 ( ss, 1995 ).Menurut Stuart & Sandeen ( 1995 )
penyebab bunuh diri :
• Perceraian * Pengangguran * Isolasi sosial
Dalam hidup, orang berhadapan dengan banyak risiko dan harus mengambil risiko yang
sesuai dengan pertimbangannya. Kadang pilihannya rasional, kadang tidak rasional. Merusak
diri atau bunuh diri merupakan pilihan yang tidak rasional.
Bunuh diri merupakan kedaruratan → Kecemasan yang tinggi & koping yang mal daptif.
Situasi gawat pada bunuh diri → saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana
spesifik.
Depresi
• Dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
• Ditandai oleh kesedihan dan rendah diri
• Bunuh diri → saat individu keluar dari depresi berat
Bunuh diri
• Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan
• koping terakhir untuk memecahkan masalah yang dihadapi
b. Tidak langsung
- Aktif merusak kesehatan tubuhnya sehingga pada akhirnya kematian datang. Individu tidak
menyadari perilakuya dan mungkin meenyangkal bila dikonfrontasi. Misalnya : pecandu
rokok, obat, anoreksia nervosa, bulimia
Pengkajian
• Dibutuhkan observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda dan
rencana spesifik.
Faktor Predisposisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita
mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
• Setiap kejadian bisa menjadi faktor pencetus, perilaku merusak diri dilakukan karena ingin
lepas dari perasaan tidak nyaman, tidak mampu bertoleransi lagi dan adanya kecemasan.
A. Stresor yang tidak langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri
• Stresor fisiologis
Karena peningkatan dopamin ( menyebabkan menurunnya nafsu makan). Sering terjadi pada
anoreksia nervosa
• Stresor psikologis
- Despair (Kesedihan yang mendalam). Situasi dimana individu mencoba memecahkan
masalah yang berat tapi tidak menemukan jalan keluar)
- Gangguan emosional, misalnya pada remaja yang tidak bisa menerima perubahan dirinya,
harga diri rendah, depresi
• Stresor psikologis
- Kemarahan yang terpendam sehingga mengarahkan kepada dirinya.
- Merusak dirinya juga bermaksud untuk menunjukkan kemarahan kepada orang lain
Perilaku
Mekanisme koping
- Pengrusakan diri : Denial
- Koping yang menonjol : Rasionalisasi, Intelektualisasi & regresi
Faktor penyebab
a. Kegagalan adaptasi b. Perasaan terisolasi
c. Perasaan marah / bermusuhan d. Cara untuk mengakhiri keputusan
e. Tangisan minta tolong
Menurut Halton, valente dan Rink, 1977 ( dikutip oleh Shiver, 1986 )
Masalah keperawatan
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.
- Depresi Mayor
Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu :
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur,
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu
berpikir, sering ingin mati.
Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.
Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
Pada klien yang anoreksia & bulimia, awasi klien pada saat makan, biar banyak yang
dimakan.
2. Meningkatkan harga diri
- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai
4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.
7. Pendidikan mental
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan
obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh
diri
Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1)
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, 4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya
stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993).
Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab
perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan
mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).
Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang
mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari
90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah
tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per
100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996)
bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan
jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri
adalah zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat
nasional. Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor
risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil
wawancara didapatkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko
perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku
mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa
2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien
gangguan jiwa
3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga) klien
gangguan jiwa
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien
gangguan jiwa di RS Jiwa X ?
Kerangka Penelitian
Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa
merupakan variabel yang diukur meliputi: 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri,
riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan
Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998; Rawlin dan Heacock, 1993).
Sedangkan data dasar diambil adalah klien yang dirawat di RS Jiwa yaitu : pernah melakukan
percobaan bunuh diri di rumah dan berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri:
bunuh diri di RS Jiwa.
Rancangan Penelitian
Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross
sectional (Creswell, 1994).
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder
yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri,
riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan
Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan
penelitian.
Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X
(n = 27)
Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih
banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian
besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku
Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang
membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang
menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.
B. Diagnostik
Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia
(92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan
triheksilfenidil (81,5%).
Tabel 2.
Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
C. Riwayat
Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku
mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak <
3 kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang
melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang
melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri
yaitu membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1
orang adik).
Tabel 3.
Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
PEMBAHASAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang
tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat,
1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif
pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan
verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit
individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998).
Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa
meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart
dan Laraia, 1998).
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-
faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1)
psikososial dan klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis
kelamin hampir sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8%
belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu
sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke
sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan
peniti; 2) diagnostik klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis
Skizofrenia; dan 3) riwayat klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh
diri yang pernah dilakukan sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang
pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk
bunuh diri pada keluarga adalah membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1
orang ibu dan 1 orang adik.
Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang
laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali
didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum
menikah, masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak.
Sedangkan zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga
(http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka
perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan
berdampak pada produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan
dalam melakukan bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia
yang produktif (< 30 tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga
mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000
penduduk (Panggabean, 2003).
Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998).
Alasan klien mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak
dapat menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3)
perasaan marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu
adanya cemas tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting
dekat, pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan
perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions
bahwa diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya
skizofrenia (Rawlin dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien
gangguan jiwa sebagian besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen,
1995).
KESIMPULAN
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1)
remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode
yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala,
minum obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan
menelan peniti, 7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan
oleh klien lebih dari 1 kali.
REKOMENDASI
q Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri:
bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang
memudahkan klien untuk bunuh diri)
q Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien bunuh diri.
q Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan
saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan permasalahannya
dan perawat dapat mencarikan jalan keluarnya
q Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
q Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
q Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian
yang telah dilakukan
Poskan Komentar
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
► 2015 (1)
▼ 2014 (1)
o ▼ Februari (1)
Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri
► 2013 (3)
► 2012 (19)
Mengenai Saya
erwan.blogsport
Lihat profil lengkapku
Template Simple. Gambar template oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.