Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau


deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Grace & Borley, 2007). Trauma atau cedera kepala yang di kenal sebagai cedera
otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar
jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008).

Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalam
substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008). Di
samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam makalah ini adalah:

Apakah yang dimaksud dengan Cidera Kepala?


Apa saja Klasifikasi Cidera Kepala?
Bagaimana etiologi Cidera Kepala?
Apa saja manifestasi klinis Cidera Kepala?
Bagaimanakah patofisiologi Cidera Kepala?
Bagaimanakah penatalaksanaan Cidera Kepala?
Apa saja komplikasi Cidera Kepala?

1
C. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari
cedera kepala dan sebagai penambah wawasan mahasiswi keperawatan dalam
mempelajari dari cedera kepala.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga


tengkorak (Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera
kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai
tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut
nasional institude of neurological disorder and strok, cedera kepala atau yang
sinonim dengan brain injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera
yang mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma
mendadak menyebabkan kerusakan pada otak.

Cedera kepala bisa diklasifikasikan dalam berbagai aspek, tetapi untuk


kepentingan praktis di lapangan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan
beratnya cedera. Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan
menggunakan Glasgow Coma Scale, yaitu suatu skala untuk menilai secara
kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi.
Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi
berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor
respons).

Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury =


trauma kronioserebral = traymatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,kognitif,fungsi psikososial
baik bersifat temporer manupun permanent, (PERDOSI,2006).

Sedangkan menurut Pedoman Penanggulangan Gawat Darurat Ems


199 Jakarta (2008),Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu

3
bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan
keseimbangan fisik,intelektual,emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat
dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatic yang dapat menimbulkan
perubahan-perunbahan fungsi otak.

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk


dan penyimpangan garis pada tulang tengkorak,percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peseningkatan paada pencepatan factor dan penurunan
kecepatan,serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindaakan pencegahan.

B. Klasifikasi Cedera Kepala


Penggolongaan berdasarkan akibat cedera kepala antara lain yaitu :
1. Cedera primer
Hantaman langsung pada kepala akselerasi, deselerasi, rotasi, fraktur tulng
tengkorak,sel neoro rusak,pembuluh darah robek. Cedera primer, terjadi
pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.

2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi
hyperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranal
(TIK) Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Penilaian dengan skala glasglow :
1. Cedera kepala ringan (GCS :13-15)

4
a. GCS : 13-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral hematoma
2. Cedera Kepala Sedang (GCS : 9-12)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari
24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cedera kepala berat (GCS : =<8)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi Cedera Kepala


Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala
meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak,
efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan
dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.

D. Patofisologi Cedera Kepala

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hamper
seluruhnya mlalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen,jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otaka tidak boleh kurang dari 20 mg
%,karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari

5
seluruh kebutuhan glukosa tubuh,sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi 2 :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (aselerasi-decelarasi


rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer
dapat terjadi :

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak

c. Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala seperti :


a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Udema otak
d. Hiperkapnea
e. Komplikasi pernapasan

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku

6
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan
atau bahkan koma
b. Gangguan kesadaran, abnomalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray) Untuk mengetahui lokasi dan tipe
fraktur Beirmanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu
pertumbuhan intrakranial hematoma. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio dan
2. Angiografi cerebral
3. CT-Scan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pemafasan Mengukur volume maksimal dari inspirasi
dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala
dan pusat pernafasan (medulla oblongata). Menunjukan efektifitas dari pen
gas dan usaha pernafasan.
7. Analisa Gas Darah

7
G. Penatalaksanna
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC Airways-
Brething-Circulation) Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan men ghasilkan
prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motoik, verbal,
kesempatan pertama. atau gangguan-gangguan di bagian tubuh
lainnya. pemerksaan pup refleks okulor sefalik dan refleks okuloves
tubuler. Penilaian neurologis kurang bemanfaat bila tekanan darah
penderita rendah (syok)
5. Pemberian pengobatan seperti antiedemaserebri, anti kejang dan
natrium bikarbonat
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti scan tomografi, komputer
otak, angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethasorý kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20 % ,
glukosa 40 % atau gliserol .
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.

8
6. Makanan atau cairan infus dextrose 5 % , aminousin , aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal- hal
yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala beratsurvei
primer sangadah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.

H. Komplikasi
Rospdi (2007), kemunduran pada kondsi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah;
1. Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru,
etiologi gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pemafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat
tekanan intrakrarial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin
kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi
berkurang, tekanan darah semakin meringkat. Hipotensi akan memburuk
keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg.
yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan

9
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih anjut.
2. Kejang Kejang terjadi kira - kira 10 % dari klien cedera otak akut selama
fase akut Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas
oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama
mempertahankan, nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara
perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan,
pantau selama pemberian diazepam, kejang, per awat harus memfokuskan
pada upaya frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior
dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari
tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar.
Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi
bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk tidak
memanipulasi hidung atau telinga
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

10
Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga
tengkorak (Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera
kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai
tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut
nasional institude of neurological disorder and strok, cedera kepala atau yang
sinonim dengan brain injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang
mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak
menyebabkan kerusakan pada otak.

B. SARAN

Hendaknya kita selaku mahasiswa keperawatan dapat memahami dengan


baik dan benar mengenai konsep nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan
kita untuk mengaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai
seorang calon tenag kesehatan.

11

Anda mungkin juga menyukai