Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KMB II
OLEH : Ns. YULINDAH N.C TUBUON, S.Kep

“PENYAKIT AKIBAT KERJA GOLONGAN FISIK”

KELOMPOK 1 REG B4

SRIWAHYUNINGSIH MULIANI

RICKY MANGRIBETH

MASTIA TONGKINGOTO

SYARIL GOBEL

SAFITRA PAPUTUNGAN

TAMARA MONTOL

GRIESKA MOKOGINTA

AKADEMI KEPERAWATAN TOTABUAN KOTAMOBAGU

T.A 2019/2020

i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah KMB II dengan judul
“Penyakit Akibat Kerja Golongan Fisik”.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak menemui kesulitan dan hambatan
sehingga kami tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan semangat dari berbagai
pihak. Dan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah membantu kami yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya dalam
memberikan masukan, motivasi dan bimbingan selama penyusunan makalah ini.

Segala kemampuan dan daya serta upaya telah penulis usahakan semaksimal
mungkin, namun kami menyadari bahwa kami selaku penulis makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kejanggalan itu datang nya dari Penulis dan
jika terdapat kebaikan itu datang nya dari Allah selaku sang pencipta.

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Penulis
berharap semoga hasil makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, ammiiiiiiinnn

kotamobagu

April 2020

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................1

BAB II Pembahasan

A. Penyakit Akibat Kerja....................................................................................2


B. Penyakit Kerja Golongan Fisik......................................................................4
1) Suhu Ekstrim............................................................................................4
2) Kebisingan...............................................................................................6
3) Pencahayaan.............................................................................................9
4) Vibrasi......................................................................................................10
5) Radiasi Pengion/non................................................................................12
6) Tekanan Udara.........................................................................................14

BAB III Penutup

A. Kesimpulan....................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Kesehatan kerja merupakan aktivitas multidisiplin yang bertujuan untuk menjaga dan
mendukung kesehatan pekerja dengan mencegah serta mengontrol penyakit dan kecelakaan
akibat kerja, mengeliminasi faktor – faktor berbahaya di tempat kerja terhadap kesehatan dan
keamanan saat bekerja. Lingkungan kerja mempengaruhi kesejahteraan pekerja dan begitu
pula sebaliknya, kesehatan pekerja mempengaruhi hasil produksi. Pekerja dengan
keterbatasan fisik yang tidak dapat bekerja dengan baik sebaiknya dipindahkan sesuai dengan
pekerjaan yang sesuai. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kerja mereka
(WHO, 2001).

Seiring berjalannya waktu, terdapat berbagai standar hukum nasional dan


internasional tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dipenuhi di tempat kerja.
Standar-standar tersebut mencerminkan kesepakatan luas antara pengusaha/pengurus, pekerja
dan pemerintah bahwa biaya sosial dan ekonomi akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja harus diturunkan. Menurut ILO, terdapat lebih dari 250 juta kecelakaan setiap tahun di
tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja cedera akibat tempat kerja yang tidak aman.
Selain itu, tercatat 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja.
Dampak yang terjadi meliputi biaya medis, kehilangan hari kerja, mengurangi produksi,
hilangnya kompensasi bagi pekerja, kerusakan dan perbaikan peralatan, publisitas buruk dan
kehilangan kontrak. Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan.
Berbagai bahaya faktor fisik dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Bahaya faktor fisik
salah satunya adalah getaran akibat penggunaan mesin-mesin dan peralatan yang
menghasilkan getaran. Potensi bahaya tersebut dapat mempengaruhi kesehatan pekerja dan
tingkat produktivitas kerja (International Labour Organization, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit akibat kerja?
2. Apa pencegahan penyakit akibat kerja?
3. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik suhu ekstrim?
4. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik kebisingan?
5. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik pencahayaan?
6. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik vibrasi?
7. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik radiasi?
8. Apa penyakit akibat kerja golongan fisik tekanan udara?

C. Tujuan Penulisan
Agar dapat mengetahui pengertian penyakit akibat kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja dan penyakit-penyakit akibat kerja golongan fisik

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Penyakit Akibat Kerja
1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena
timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit
buatan manusia (Manmade disease).

Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan
atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-undangan
yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah
pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional oleh ILO
dalam Anizar (2009), yaitu :

a. Penyakit akibat kerja (occupational disease)

Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.

b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)

Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada


pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.

c. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working


populations)

d. Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di
tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
untuk kesehatan.

2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Berdasarkan uraian Suma’mur (1985), faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit
akibat kerja dibagi dalam 5 golongan, yakni :
a. Golongan fisik
1) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang menyebabkan antara
lain penyakit susunan darah dan kelainan-kelainan kulit.

2
Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan cataract kepada lensa mata,
sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjungtivitas photo electrica.

2) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau
hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan
frosbite.
3) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.

4) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan kepada


indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

b. Golongan kimiawi

1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis, asbestosis.

2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau


keracunan.

3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.

4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.

5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan
yang menimbulkan keracunan.

c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada
pekerja-pekerja penyamak kulit.

d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi


mesin, sikap badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan dan lain-lain
yang semuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan
fisik tubuh pekerja.

e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang
tidak baik, atau misalnya keadaan membosankan monoton. Faktor penyebab
penyakit akibat kerja ini dapat bekerja sendiri maupun secara sinergistis.

3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin adalah kebijakan paling
utama. Sebagaimana pencegahan terhadap kecelakaan kerja, maka pencegahan penyakit
akibat kerja diperlukan peraturan perundang-undangan, standarisasi, pengawasan, penelitian,
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan semua sektor kehidupan. Pencegahan mempunyai 2
(dua) aspek yaitu administratif dan teknis yaitu penerapan secara nyata dilapangan pada
tenaga kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja. Secara teknis aktivitas pencegahan adalah
pengenalan risiko bahaya pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap kesehatan beserta
pengukuran, evaluasi, dan upaya pengendaliannya, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra
penempatan, berkala dan khusus; subsitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya

3
kepada tenaga kerja; isolasi operasi atau proses produksi yang berbahaya; dan pemakaian alat
proteksi diri (Suma’mur, 2009).

B. Penyakit Akibat Kerja Golongan Fisik

1) Suhu Ekstrim

Peningkatan suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja, namun disisi lain dapat
pula menurunkan prestasi kerja. Kenaikan suhu pada batas tertentu dapat menimbulkan
semangat yang akan merangsang prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu
kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang dapat mengakibatkan
terganggunya prestasi kerja. Suhu ekstrim merupakan hazard kesehatan di tempat kerja yang
disebabkan karena suhu sangat rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan
karena iklim yang ada, juga dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan
temperatur ekstrim. Kondisi ekstrem pada lingkungan kerja sebaiknya dihindari, karena
tekanan/terpaan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai
permasalahan kesehatan hingga kematian. Kematian tersebut diakibatkan oleh berbagai
penyakit yang diakibatkan oleh terpaan panas pada tubuh.

Temperatur RendahUntuk mengidentifikasi adanya hazard temperatur dingin (rendah)


dapat ditemui pada karyawan yang bekerja pada pabrik freezer, pengepala daging, fasilitas
cold storage, dan pertanian di daerah kutub (northterm areas). Terdapat kumpulan sinyal dari
kulit dan core (kumpulan organ-organ dalam tubuh) yang terintegrasi dengan porsi otak yaitu
hipotalamus. Hipotalamus berfungsi sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh termasuk
temperatur tubuh dan bekerja seperti termostat yang mengatur dan memelihara temperatur
normal. Tetapi karena terdapat pengaruh temperatur luar tubuh sangat dingin maka kerja
hipotalamus menjadi terganggu dan hal ini akan mempengaruhi tubuh, diantaranya:

1. Hipotermia yaitu perasaan yang sangat dingin sampai menggigil dan


menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur, tekanan
darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi kolaps. Hal ini
terjadi pada temperatur 2-100C, pengruh tersebut juga tergantung dari keadaan
individu yaitu: tergantung dari daya tahan tubuh, keadaan fitness, umur dan
budaya.

2. Raynounds phenomenon adalah keadaan pucat pada daerah jari. Raynounds


phenomenon ini dikaitkan dengan jumlah penyakit termasuk sistemik
skleroderma, pulmonary hipertension, multiple sklerosis yang juga disebut
penyakit Raynounds.

3. Chilblains adalah kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak, merah,


panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal.

4. Trench foot adalah kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh kelembaban
yang dingin.

4
5. Frostbite adalah akibat terpapar temperatur yang sangat dingin dan dapat
menimbulkan gangren.

Temperatur Tinggi (Heat Stres) Hazards temperatur tinggi (heat stres) dapat
ditemukan pada operasi perusahaan yang menggunakan peralatan yang memerlukan panas
tinggi, misalnya pengecoran biji besi atau baja, ruang pembakaran, ruang boiler, atau
peralatan-peralatan lainnya yang dalam operasinya memerlukan suhu tinggi. Pengaruh heat
stres terhadap tubuh adalah:
1. Heat Train adalah serangkaian respon fisiologis terhadap heat stres yang
direfleksikan pada derajat heat stres yang dapat menimbulkan gangguan perasaan
tidak nyaman sampai terjadi heat disorder.
2. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit
akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana
keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi
pada sebgaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area
yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.
3. Heat Syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari
gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada
waktu yang cukup lama.
4. Heat Cramp merupakan penyakit yang menimbulkan gejala seperti rasa nyeri dan
kejang pada kakai, tangan dan abdomen banyak mengeluarkan keringat. Hal ini
disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja
fisik yang berat di lingkungan yang panas.
5. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya cairan
tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti
keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah
keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan
cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37C 40C).
6. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang
terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat
menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung
cepat, suhu tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan
atau kemerahan, tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing,
kebingungan mental dan pingsan.
7. Multiorgan-dysfunction Syndrome Continuum merupakan rangkaian
sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/ sebagian anggota tubuh akibat
heat stroke, trauma dan lainnya.

5
2) Kebisingan
Kebisingan didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang
menghalangi gaya hidup. Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996) atau semua suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51
Tahun 1999). jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan bunyi atau suara yang tidak
dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan
ketulian.
a. Anatomi Telinga dan Mekanisme Mendengar
Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :
- Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), yang dibatasi oleh
memran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu
menampung gelombang suara dan menyebabkan memran timpani bergetar.
Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar
begitu pula sebaliknya.
- Telinga Bagian Tengah
Terdiri atas Osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus)
martilandasan sunggurdi berfungsi memperbesar getaran dari membran timpani
dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat
fleksibel. Oval window terdapat pada ujung dari cochela.
- Telinga Bagian Dalam
Yang dapat juga disebut cochela dan membentuk rumah siput. Cochela
mengandung cairan, didalamnya terdapat membran basiler dan organ corti yang
terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari
oval window akan doteruskan oleh cairan dalam cochela, mengantarkan membran
basiler.Getaran ini merupakan impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan
ke otak melalui saraf pendengar (nervus cochelaris).
b. Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas :
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.
Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0,5
berturut-turut. Misalnya, mesin, kipas angin, dapur pijar.

6
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit.
Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya ia hanya mempunyai frekuensi
tertentu saja ( pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). misalnya gergaji
serkuler, katup gas.
3. Bising terputus-putus (intermitten).
Bising disini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif
tenang. misalnya suara lalu lintas, kebisingan dilapangan kapal terbang.
4. Bising implusif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya
tembakan, ledakan mercon, meriam.
5. Bising implusif
berulang, sama dengan bising implusif hanya saja disini terjadi secara
berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya Terhadap manusia, Bising dapat dibagi atas :
a)  Bising yang mengganggu (irritating nouse)
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
b) Bising yang menutupi (masking nouse)
merupakan bunyi yang menutupi pendengarang yang jelas. Secara tidak langsung
bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan, karena terikan atau isyarat
tanda bahay tenggelam dalam bising dari sumber lain.
c) Bising yang merusak (damaging nouse)
adalah bunyi yang intensitasnya yang melampaui NAB. bunyi jelas ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran.

c.   Pengaruh  Bising Terhadap manusia


Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia, seperti gangguan
fisiologis, psikologis, komunikasi, dan ketulian atau ada yang menggolongkan
gangguannya berupa gangguan audtory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan
gangguan non auditoryseperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
kelelahan dan stress.
Lebih rinci lagi maka dapatlah digambarkan dampak bising terhadap manusia sebagai
berikut :
a. Gangguan fisiologis
Gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia dapat berupa peredaran darah
terganggu, otot-otot menjadi tegang, peningkatan nadi, dapat menyebabkan pucat dan

7
gangguam sensoris. Pemaparan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
penyakit psikosomatik seperti gatritis, penyakit jantung koroner dan lain- lain.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan secara tidak langsung dan sukar di ukur, hal ini tergantung kepada (1)
pribadi masing-masing seperti rasa tidak nyaman, jenuh, lelah, dan marah. (2)
lingkungan pribadi maupun umum. (3) sifat bising seperti menonton tidak
mengganggu, tidak bisa di ramalkan menggangu.
c. Gangguan Pendengaran
Pada gangguan Pendengaran dapat diartikan sebagai perubahan pada tingkat
pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal ,
biasanya dalam hal memahami pembicaraan. secara kasar gradasi gangguan
pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter
percakapan sehari-hari sebagai berikut :
- Gradasi Parameter :
- Normal
- Sedang
- Menengah
- Berat
- Sangat
- Tuli total Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan (6 m)
- kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
- kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
- kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak < 1,5 m
- kehilangan kemampuan pendengaran

d. Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan tergantung dari penyebabnya. Karena itu pertama
kali yang harus dilakukan adalah pemeriksaan dengan tujuan untuk mencari sumber
penyebab. Bagi para pekerja industri dan juga pabrik untuk menghindari terpapar
bising sebaiknya pengelola perusahaan menyediakan pencegahan alat atau
mengurangi tingkat kebisingan. Sementara peran orang tua dibutuhkan untuk
mengawasi anak-anaknya agar tidak terlalu sering pergi ke pusat arena permainan.
Dan selalu diingatkan apabila anak-anak memakai i-pod dalam waktu yang lama
(lebih dari 2 jam).

8
3) Pencahayaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja seorang operator
adalah intensitas pencahayaan. Pencahayaan merupakan sejumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari
pencahayaan di area kerja antara lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang
menjadi objek kerja operator tersebut, seperti: mesin atau peralatan, proses produksi, dan
lingkungan kerja.

Intensitas pencahayaan (Illumination level) merupakan jumlah atau kuantitas cahaya


yang jatuh ke suatu permukaan. Satuan untuk illumination level adalah lux pada area dengan
satuan square meter. Tingkat atau intensitas pencahayaan tergantung pada sumber
pencahayaan tersebut. Terdapat beberapa macam sumber pencahayaan, antara lain:

1. Pencahayaan Alami
2. Pencahayaan Buatan

Contoh dari pencahayaan buatan adalah:


a. Lampu pijar
b. Lampu tungsten-halogen
c. Lampu sodium
d. Lampu uap merkuri
e. Lampu kombinasi
f. Lampu metal halida
g. Lampu LED
h. Lampu fluorescent tabung
i. Lampu fluorescent berbentuk pendek
j. Lampu induksi

Nilai ambang dari bahaya fisik intensitas pencahayaan tidak ditampilkan melalui satuan
waktu paparan tetapi ditentukan melalui jenis pekerjaan dan berapa taraf standar kebutuhan
akan cahaya dalam melakukan pekerjaan tersebut. Menurut IES (Illuminating Engineering
Society) dalam, sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila
memiliki iluminansi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminansinya
kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat menyebabkan ketidak nyamanan dalam bekerja,
dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja.
a. Kelelahan Mata
Salah satu dampak negatif dari intensitas cahaya yang kurang atau berlebih adalah
kelelahan mata. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk
melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi
pandangan yang tidak nyaman. Kelelahan mata tersebut tentunya memiliki tanda-
tanda serta karakteristik antara lain mata berair, kelopak mata berwarna merah,
penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi
serta akomodasi menurun.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelelahan mata terbagi atas faktor
karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), faktor karakteristik
pekerjaan (durasi kerja), dan faktor perangkat kerja (jarak monitor). Selain itu faktor

9
yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan individual itu sendiri, jarak
penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi ukuran objek, kesilauan, dan kekontrasan.
menunjang terjadinya kelelahan mata. Pada area perkantoran unit Health, Safety, and
Environmental (HSE) Refinery Unit VI Balongan, tiap pekerja memiliki komputer
pada tiap meja kerja dan memiliki waktu kerja selama delapan jam per hari (selama
satu shift kerja). Pekerjaan yang dilakukan tergolong kasar dan rutin.
Salah satu faktor lingkungan kerja yang dapat menyokong terjadinya kelelahan mata
yaitu tingkat kesulitan pekerja dalam melihat objek kerjanya. Ketika pekerja
mengalami kesulitan tersebut, hal itu akan mendorong mata operator untuk bekerja
lebih keras daripada situasi normal. Sehingga perlu diidentifikasi apakah pekerja
mengalami kesulitan dalam melihat objek kerjanya.

4) Vibrasi

1. Dampak Kesehatan Akibat Getaran

Getaran dapat diartikan sebagai gerakan / sistem bolak balik, dapat berupa gerakan
yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks yang sifatnya periodik atau random,
menetap atau transien, terus menerus atau hilang timbul. Pemaparan terhadap getaran
berhubungan dengan pemaparan terhadap kebisingan, karena getaran dan kebisingan berasal
dari sumber yang sama. Getaran dapat menimbulkan gangguan pada jaringan secara mekanik
dan gangguan rangsangan reseptor saraf di dalam jaringan. Pada efek mekanis, sel-sel
jaringan mungkin rusak atau terganggu metabolismenya. Pada rangsangan reseptor, gangguan
melalui saraf sentral atau pada sistem otonom (keduanya terjadi bersamaan) (International
Labour Organization, 2013).

Bentuk pemaparan dibagi dalam dua kategori, yaitu pemaparan seluruh tubuh /
whole-body vibration dan pemaparan bersifat segmental (hanya bagian tubuh tertentu) /
hand-arm vibration. Gejala yang ditemukan akibat getaran mekanis pada lengan adalah
kelainan pada peredaran darah dan persarafan serta kerusakan pada persendian dan tulang
(International Labour Organization, 2013).

a. Whole Body Vibration (WBV)


Mekanisme Patogenesis
Beberapa mekanisme yang dapat terjadi diantaranya:
1. Kerusakan struktural pada tulang subkondral dan endplate.
2. Kerusakan pada annulus fibrosus.
3. Kelelahan otot menurunkan tingkat stabilitas tulang belakang (Dozent, 1998).

10
Aktivitas Otot Punggung Terhadap WBV yang Disebabkan oleh Beban pada Diskus

Saat timbul gaya, misalnya karena lengan pengungkit yang pendek, otot punggung harus
berusaha keras dalam mengatur keseimbangan. Saat fleksi tulang belakang, cenderung
menggunakan kekuatan ventral sebagai kompensasi. Kekuatan otot menghasilkan gaya tekan
yang tinggi, dengan demikian dapat menyebabkan risiko untuk terjadi kelelahan pada
endplate vertebra yang ditunjukan oleh puncak beban internal. Di sisi lain, aktivitas otot
punggung dapat menstabilisasi segmen tulang belakang selama peningkatan beban dinamik.
Fungsi ini sangat penting dalam pergeseran kekuatan antar segmen dan membutuhkan waktu
yang tepat untuk sejumlah otot oleh sistem saraf (Dozent, 1998).

b. Hand – Arm Vibration (HAV)

Hand – arm vibration adalah suatu kondisi yang berpotensi untuk


mempengaruhi setiap pekerja pengguna alat yang digerakan dengan tangan sebagai
bagian utama pekerjaan mereka. Para pekerja yang menggunakan tangan secara rutin
dan terpapar getaran tinggi memungkinkan terjadi beberapa efek pada tangan dan
lengan. Perasaan kesemutan atau baal pada jari-jari tangan atau bagian jari memucat.
Kondisi ini disebut dengan vibration white finger, dead finger, dan Secondary
Raynaud’s Syndrome. Pengaruh akumulatif dan seiring dengan berjalannya waktu
serangan berupa nyeri dan hilangnya ketangkasan manual, mengakibatkan kekakuan
dan menurunnya kekuatan menggengam. Pada kasus yang lebih berat, akan terjadi
gangguan permanen sirkulasi darah dan jari tampak biru kehitaman. Risiko tergantung
pada besarnya vibrasi dan lamanya paparan. Aspek lain yang dapat memiliki
mempengaruhi adalah pegangan, dorongan dan kekuatan lain yang digunakan untuk
memandu dan menerapkan alat-alat getar atau peralatan kerja, pola paparan, berapa
banyak tangan terkena getaran, suhu, merokok dan kerentanan individu.

2. Mengontrol Getaran
a. Isolasi Sumber Getaran
Bahan isolator yang mempunyai kemampuan yang baik untuk meredam
getaran terbuat dari material dengan frekuensi resonansi lebih kecil dari
frekuensi sumber, bahan tidak kaku, frekuensi isolator akan saling meredam
dengan frekuensi sumber.

11
b. Damping (meredam getaran)
Mekanisme untuk meredam getaran dengan cara menempekan sistem
resonan pada sumbu getaran. Beberapa cara damping yang dapat dilakukan
adalah dengan cara interface damping, penerapan suatu lapisan material
(asphalt), dengan memakai bahan sandwich sebagai pengganti bahan utama
pada seumber getaran, diselipkan diantara dua lapisan plat yang dipakai
sebagai sistem resonan. Perbedaan frekuensi resonansi dari 2 macam material
tersebut dapat meredam getaran yang dikeluarkan oleh mesin.
c. Mengurangi/Menghilangkan Gangguan Mekanik Yang Menyebabkan
Getaran
Gangguan mekanik yang ditimbulkan getaran dapat dikontrol dengan
mengurang pengaruh gesekan pada roda-roda dudukan mesin atau
keseimbangan/pemantapan dudukan mesin. Seringkali getaran mesin dapat
dikurangi dengan cara mengatur keseimbangan putaran mesin, dll
(International Labour Organization, 2013).
5) Radiasi pengion/non pegion

Radiasi non pengioıı dapat didelinisikan sebagai penyebaıan atau eınisi energi yang
bila melalui suatu media dan teıjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak
akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. istilah .radiasi
non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektr,' magnetik dengan energi lebih kecil
dari 10 ev yang antara lain meliputi sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah,
gelombang mikro (microwave) dan elektromagnetik radiofrekuensi. Selain itü ultrasound
juga tennasuk dalam radiasi non pengion.

Berdasarkan panjang gelombang yang berhubungan dengan frekueıısi dan energi


fotonnya, radiasi non pengion dapat dibagi atas 2 kelompok beşar yaitu radiasi optik dengan
panjang gelombang (A) antara 10() nm sampai I nm dan radiasi elektromagnetik
radiofrekuensi antara I mm sampai sekitar 100 km. Spektrum dari radiasi elektromagnetik
yang meliputi radiasi pengion dan non pengion.

a. Radiasi Optik

Kelompok radiasi optik terdiri daıi 3 jenis yaitu radiasi ultra violet (UV), cahaya
tampak dan infra merah (İR). Spektrum sinar UV adalah radiasi elektromagnelik yang
terletak pada reııtang panjang gelombang 100 nm - 400 nm yang dibagi atas UVC (100-2 80
mm, UV-B (280 - 315 m) dan UV-A

12
Sumber radiasi UV alam adalah matahari. Namun karena adanya serapan oleh atom
oksigen yang kemudian membentuk lapisan ozon, maka radiasi matahari yang sampai ke
bumi (terestrial) intensitasnya lebih rendah yang meliputi UV dengan panjang gelombang
290 400 nm sedangkan panjang gelombang yang lebih pendek diserap oleh lapisan atmosfer.
Sebagai penyerap utama radiasi UV, lapisan gas ini berftıngsi sebagai pelindung bumi dari
pajanan sebagian radiasi UV yang lebih pendek daıi 340 nm. Semakin berkurangnya lapisan
ozon nsebagai akibat (lali pelepasaıı chlorofluorocarbon (CFC) hasil buatan manusia ke
atmosfer akan memperkecil tingkat proteksi ozon terhadap sinar UV dan menyebabkan
tingkat kerusakan akibat pajanan radiasi UV semakin beşar.

b. Medan elektromagnetik radioffrekuensi


Kelompok radiasi non pengion ını berdasarkan frekuensinya di bedakııaıı atas
gelombang mikro pada frekuensi 30 MHz — 300 GHz dan gelombang radiofrekuensi pada
0,3 — 30 MHz. Peralatan yang menggunakan geloınbang mikro antara lain radar (l 40 GHz)
yang digunakan untuk berbagai keperluan baik militer maupun sipil, peralatan industri,
laboratorium, kedokteran dan ıumah tangga sepeıli oven microwave (2,45 GHz). Sedangkan
gelombang radiofrekuensi dapat dibagi lagi atas frekuensi tinggi (orde kHz — 230 MHz)
seperti pada stasiun radio, TV UHF, TV VHF, talide walkie dan alat las plastik, dan
frekuensi rendah (orde Hz — MHz) sepeıti peralatan elektronika çlan jaringan listrik.
Sedangkan ultrasonik yaitu gelombang şuara dengan frekuensi sangat tinggi (» 20 kHz)
dimasukkan pula ke dalam kategori radiasi non pengion.

EFEK KESEHATAN RADIASI OPTİK

Efek yang ditimbulkan akibat pajanan radiasi optik pada tubuh sangat bergantung
pada panjang gelombang yang berhubuııgan dengan daya tembus radiasi op!jk ptıçlğ
jaring4n tubuh. Secara biologik, panjang geloınbang 180 nm (Vacuum UV) ti(ldk
membeıikan efek nyata karena telah terserap oleh udara. UV-C lebih aktif secara fotokimia
karena secara kuat diserap oleh asam amıno tertentu dengan demikian oleh kebanyakan
protein. UV-B kornea umumnya İmm dan unluk UV-C hanya beberapa lapisan sel [18,22].

Interaksi radiasi optik dengan materi biologik umuınnya menimbulkan reaksi


panas/lernıal dan reaksi fotokimia Mektuıisme ini membutuhkan energi yang cukup yang
(liserap oleh jaringan dalam waktıı singkal sellingga dapat meningkatan suhu jaringan.
Reaksi fotokimia lerjadi ketika sebuah atau mempunyai energi kuantum yang cukup untuk
menginisiasi terjadiııya eksitasi yang mengubah suatu molekül menjadi satu atau lebih
molekul kimia yang berbeda.

EFEK RADIASI OPTIK PADA KULIT

Penyerapan UV -B/C pada kulit dibatasi oleh lapisan basal pada epidermis,
sedangkan U V -A dapat menembus lebih dalam. UV-C diserap strotum korneum dan lapisan
atas stratum malpighi. UV-C hanya memberikan efek tidak langsung pada lapisan hidup
epidermis (melanosit dan keratinosit), mampu menginduksi produksi sitokin yang

13
benanggung jawab terhadap timbulnya elitéma dan mampu merubah fungsi . imunitas sel
langerhans terdapat kemungkinan terlibat dalam pembentukan kanker kulit.

Radiasi UV-B dapat menembus semua lapisan epiderplis dan hanya sekitar 1()-15 ('h
dapat menjangkau bagian atas lapisan dennis. Efék dari pajanan ini adalah eritema dan
kanker kulit Diketahui bahwa panjarg gelombang yang dapat menimbulkan efek akut paling
parah berupa induksi Iuka bakar adalah 307 nm [20].

Sedangkan radiasi UV-A yang diserap lapisan epidemiis hanya sebanyak 50% dan
sisanya mampu menembus lapsan dermis samnpai kedalarnan 2 mm. Efek yang ditimbulkan
adalah kanker kulit, penuaan dini dan juga pigmentasi kulit sebagai akibat dari peningkatan
produksi pigmen melanin.

Efek radiasi optik pada mata

Pada mata, energi radiasi pada panjang gelombang 280 nm (UV-C) dapat diserap
seluruhnya oleh komea. Energ;i radiasi UV-B ( 280 —315 nm) sebagian beşar diserap
kornea dan dapat pula menıcapai lensa. Sedangkan energi UV-A (315400nm) secara kuat
diserap (dalaın lensa dan hanya sebagian kecil energi saja 1%) yang dapat mencapai retina.
Untuk mata apabila (mata yang telah mengalami operasi katarak), penetrasi radiasi UV pada
300 nm dapat nıencapai retina.

Efek fototoksik akut radiasi UV pada mata adalah keratokonjungtivitis (dikenal juga
sebagai welder's flash atau snow blindness) yaitu reaksi peradangan akut pada kornea dan
konjungtiva mata. İni merupakan kerusakan akibat reaksi ötotkimia pada kornea
(tölokeratitis) konjungliva (fotokonjungtiva) yang tiınbul beberapa jam.

6) Tekanan Udara Ekstrim

Tekanan udara ekstrim adalah tekanan udara yang lebih besar (tinggi) atau tekanan
udara rendah dari tekanan udara normal (1atm). (Soeripto, 2008)

1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Udara


Ada 2 hal yang sangat mempengaruhi tekanan udara yaitu suhu dan tinggi suatu
daerah :
a. Tinggi Suatu Tempat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tinggi suatu tempat berbanding terbalik
dengan tekanan udara di daerah tersebut.
b. Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi tekanan udaranya. Ketika suhu tinggi molekul
udara akan mengembang dan volume udara menjadi lebih besar.

14
Jika volume di udara di atas suatu tempat adalah tetap maka ketika suhu udara
naik, massa udara total akan berkurang, berat udara berkurang, demikian juga
dengan tekanan udara. Sebaliknya, ketika suhu rendah makan tekanan udara akan
semakin tinggi.
2. Resiko Bahaya Pada Pekerjaan Penyelaman di Perairan yang Dalam/Lingkungan
Udara Bertekanan Tinggi
Setiap perubahan tekanan udara akan memberikan pengaruh dan dampak
terhadap tubuh manusia, yang merupakan resiko dan bahaya bagi manusia, selain
akan menimbulkan kecelakaan-kecelakaan juga akan dapat menimbulkan penyakit-
penyakit setelah tenaga kerja kembali ke udara biasa (tekanan = 1 atm) (Soeripto,
2008).
Dampak-dampak penyelaman di perairan yang dalam (di laut) dan lingkungan
udara bertekanan tinggi terhadap tubuh manusia antara lain :
a. Pengaruh suhu-suhu air umumnya lebih dingin dari suhu badan dan sebagai
akibat pengaruh sinar matahari yang akan berkurang bila menyelam lebih
dalam (lebih dari 10 meter) suhu air akan menjadi lebih dingin, akan
menyebabkan penyelam kehilangan panas tubuh secara konduksi yang lebih
banyak.
b. Suara, Getaran dan Pendengaran
Suara adalah getaran atau tekanan periodik yang menjalar melalui udara,
cairan atau benda padat ke telinga manusia yang merupakan sensor yang baik
untuk suara pada media udara. Suara dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan kerusakan tubuh manusia terutama bagian tubuh yang berongga
seperti sinus, rongga dada, perut dan telinga atau bagian tubuh yang lunak
seperti jaringan otak, paru-paru dan usus (Soeripto, 2008).
c. Tekanan Hidrostatik Air
Tekanan hidrostatik air merupakan hambatan yang utama di dalam
penyelaman yang bias berupa tekanan langsung maupun tekanan tidak
langsung (Soeripto, 2008).
3. Bekerja Di Lingkungan Udara Bertekanan Rendah
Tenaga kerja atau orang yang bekerja dilingkungan yang udaranya bertekanan
rendah, juga dapat menjadi subyek terhadap kekurangan oksigen, dan berpengaruh
buruk terhadap pernafasan dan penglihatan.

15
Udara normal mengandung kira-kira 20% oksigen. Tanda-tanda fisiologis
yang pertama oleh karena kekurangan oksigen (anoxia) adalah meningkatnya
kecepatan bernafas dalam menghirup udara dalam-dalam. Kadar oksigen kurang dari
16% mengakibatkan kepusingan, detak jantung menjadi cepat dan sakit kepala.
4. Penyakit – Penyakit Akibat Pekerjaan Penyelaman Perairan yang Dalam/Lingkungan
Udara Bertekanan Tinggi
a. Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat
perbedaan antara tekanan udara (tekan barometrik) di dalam rongga udara
fisiologis dalam tubuh dengan tekanan di sekitarnya.
b. Keracunan Gas-gas Pernafasan
Tekanan parsial gas pernafasan yang masuk kedalam jaringan tubuh akan
semakin tinggi sesuai dengan kedalaman penyelaman, yang pada orang-orang
yang rentan akan menyebabkan keracunan gas.
c. Penyakit Dekompresi
Adalah suatu keadaan yang paling harus dihindari oleh setiap diver. Secara
sederhana dekompresi didefinisikan sebagai suatu keadaan medis dimana
akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung
udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf.
d. Penyakit Penyelaman dengan “SSBA”
Penyelaman dengan SSBA (Surface Supply Breathing Apparatus)
memberikan benyak keuntungan seperti dapat menyelam lebih dalam dan
lama serta dapat dilakukan dalam kondisi lingkungan yang lebih buruk.

5. Penyakit Akibat Tekanan Udara Rendah


Acute mountain sickness atau sering kita bilang “Monsick” adalah suatu penyakit
yang banyak menyerang para pendaki gunung. Penyakit ini terjadi terutama pada
pendakian lebih dari 2400 meter. Tidak jarang, pendaki gunung meninggal karena
mountain sickness.
Penyakit yang juga disebut altitude sickness ini terjadi karena ketidakmampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan kondisi alam di pegunungan yang berbeda dibandingkan
dataran rendah. Di daerah pegunungan, tekanan udara dan kadar oksigen lebih rendah
dibanding dengan dataran rendah, hal ini menyebabkan tubuh kekurangan oksigen.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan
dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan
K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan
dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

B. Saran

Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

17
DAFTAR PUSTAKA
http://scholar.google.co.id/scholar?
cites=7001439744671579647&as_sdt=2005&sciodt=0,5&hl=id

https://id.scribd.com/doc/314574459/penyakit-akibat-getaran-atau-vibrasi

http://repo-nkm.batan.go.id/3238/

http://josi.ft.unand.ac.id/index.php/josi/article/view/20

18

Anda mungkin juga menyukai