Tugas Farmakologi Eva Andari IV A
Tugas Farmakologi Eva Andari IV A
Semester : IV A
Tugas : Farmakologi II
Hari : Senin, 06 Juli 2020
Mekanisme :
Pada dosis terapi (500-2 gram), 5-15% obat ini umunya dikonversi oleh enzim
sitokrom P450 di hati menjadi metabolit reaktifnya, yang disebut N-acetyl-p-
benzoquinoneimine (NAPQI). Proses ini disebut aktivasi metabolik, dan NAPQI berperan
sebagai radikal bebas yang memiliki lama hidup yang sangat singkat. Meskipun
metabolisme parasetamol melalui ginjal tidak begitu berperan, jalur aktivasi metabolik ini
terdapat pada ginjal dan penting secara toksikologi. Dalam keadaan normal, NAPQI akan
didetoksikasi secara cepat oleh enzim glutation dari hati. Glutation mengandung
gugus sulfhidril yang akan mengikat secara kovalen radikal bebas NAPQI,
menghasilkan konjugat sistein. Sebagiannya lagi akan diasetilasi menjadi konjugat asam
merkapturat, yang kemudian keduanya dapat diekskresikan melalui urin.
Saat ini, pengatasan overdosis parasetamol yang cukup terbukti ampuh adalah
dengan penggunaan N-acetylcystein, baik oral atau secara intravena. Antidot (antiracun) ini
mencegah kerusakan hepar akibat keracunan parasetamol dengan cara menggantikan
glutation dan dengan ketersediaannya sebagai prekursor. Rekomendasi regimen dosis
untuk N-asetilcysteine secara per-oral adalah dengan loading dose sebesar 140 mg/kg,
diikuti dengan 70 mg/kg BB setiap 4 jam untuk 17 kali dosis, dengan total durasi terapi
adalah 72 jam.
MEKANISME TOKSISITAS
paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation
tidak mencukupi
Mekanisme
Sianida bersifat sangat letal karena dapat berdifusi dengan cepat pada jaringan dan
berikatan dengan organ target dalam beberapa detik. Sianida dapat berikatan dan
menginaktifkan beberapa enzim, terutama yang mengandung besi dalam bentuk Ferri
(Fe3+) dan kobalt. Kombinasi kimia yang dihasilkan mengakibatkan hilangnya integritas
struktural dan efektivitas enzim. Sianida dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
intraseluler melalui ikatan yang bersifat ireversibel dengan cytochrome oxidase a3 di
dalam mitokondria. Cytochrome oxidase a3 berperan penting dalam mereduksi oksigen
menjadi air melalui proses oksidasi fosforilasi. Ikatan sianida dengan ion ferri pada
cytochrome oxidase a3 akan mengakibatkan terjadinya hambatan pada enzim terminal
dalam rantai respirasi, rantai transport elektron dan proses osksidasi forforilasi.
Fosforilasi oksidatif merupakan suatu proses dimana oksigen digunakan untuk produksi
adenosine triphosphate (ATP). Gangguan pada proses ini akan berakibat fatal karenan
proses tersebut penting untuk mensintesis ATP dan berlangsungnya respirasi seluler.
Suplai ATP yang rendah ini mengakibatkan mitokondria tidak mampu untuk
mengekstraksi dan menggunakan oksigen, sehingga walaupun kadar oksigen dalam darah
norml tidak mampu digunakan untuk menghasilkan ATP. Akibatnya adalah terjadi
pergeseran dalam metabolisme dalam sel yaitu dari aerob menjadi anaerob. Penghentian
respirasi aerobik juga menyebabkan akumulasi oksigen dalam vena. Pada kondisi ini,
permasalahnya bukan pada pengiriman oksigen tetapi pada pengeluaran dan pemanfaatan
oksigen di tingkat sel. Hasil dari metabolisme aerob ini berupa penumpukan asam laktat yang
pada akhirnya akan menimbulkan kondisi metabolik asidosis.
Cara Mengatasi :
Salah satu kunci keberhasilan terapi keracunan sianida adalah penggunaan antidot
sesegera mungkin dengan pengalaman empiris tanpa harus mengetahui kondisi kesehatan
detail pasien terlebih dahulu. Di Amerika ada dua antidot yang telah disetujui oleh FDA
yaitu kit antidot sianida yang sudah digunakan selama puluhan tahun serta
hidroxokobalamin yang disetujui pada tahun 2006. Kit antidot sianida merupakan
kombinasi dari 3 jenis antidot yang bekerja sinergis (amyl nitrite, sodium nitrite, dan
sodium thiosulfate).
Pemilihan antidot yang akan digunakan membutuhkan pertimbangan klinis dari tenaga
kesehatan terkait dengan keuntungan, kontraindikasi dan efek samping antidot yang juga
disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Hidroxokobalamin sendiri di luar Amerika
sudah digunakan lebih dari 30 tahun karena lebih aman untuk digunakan pada pasien
hamil, yang memiliki riwayat hipotensi, dan pasien yang terpapar sianida melalui jalur
inhalasi. Di samping itu, efek sampingnya relatif lebih kecil dan lebih mudah diaplikasikan
untuk kondisi prehospitalisasi. Berikut data tentang risiko efek samping dan
pertimbangan untuk memilih antidot pada kasus keracunan sianida.
2) Melakukan uji laboratorium untuk memonitor kadar gas dalam darah arteri, kadar laktat
dalam serum, tes darah lengkap, kadar gula darah, kadar sianida dalam darah dan kadar
elektrolit.
Mekanisme :
Di bawah ini dipaparkan fase-fase efek toksik yang bisa terjadi akibat paparan methanol :
Fase pertama adalah Penekanan sistem saraf pusat : Dapat terjadi dalam 30 menit- 2 jam,
intoksikasi dapat terjadi dalam durasi yang lebih pendek daripada intoksikasi oleh etanol
Fase kedua adalah fase laten tanpa gejala, mengikuti depresi sistem saraf pusat : Dalam
48 jam setelah diminum, pasien mungkin belum menunjukkan tanda-tanda keracunan,
walaupun gejalanya mungkin berbeda secara individual.
Fase ketiga terjadi asidosis metabolik berat: Pada fase ini metanol telah dimetabolisme
menjadiasam format dan menyebabkan metabolik asidosis (meningkatnya keasaman
darah), yang dapat menyebabkan mual, muntah, pusing, dan mungkin sudah mulai ada
tanda-tanda gangguan penglihatan.
Fase keempat adalah toksisitas pada mata, diikuti dengan kebutaan, koma, dan mungkin
kematian: Gangguan visual/penglihatan umumnya terjadi pada 12-48 jam setelah minum,
dan range-nya bervariasi, dari mulai tidak tahan cahaya (fotofobia), kabur atau berkabut,
sampai kebutaan.
Cara mengatasi
Pertama, tentu harus membersihkan dari dari paparan. Jika terkena pada kulit, segera
cuci daerah yang terkena dengan air hangat dan sabun sedikitnya selama 10-15 menit. Jika
terkena paparan metanol pada mata, maka cuci mata dengan cairan pencuci mata yang
umum digunakan, sedikitnya 10-15 menit. Jika terhirup atau tertelan, segera minta bantuan
kesehatan dari dokter untuk dilakukan usaha-usaha detoksifikasi. Salah satu cara
detoksifikasi metanol adalah dengan menggunakan etanol dan sodium bikarbonat. Etanol
memiliki afinitas (kemampuan mengikat) enzim alkohol dehidrogenase 10-20 kali lebih kuat
daripada metanol, sehingga mengurangi pembentukan asam format sebagai hasil
metabolisme metanol. Etanol dapat diberikan secara per-oral dengan konsentrasi
sampai 40%, atau melalui intravena dengan konsentrasi 10% dalam 5%
dekstrosa. Sedangkan sodium bikarbonat digunakan untuk mengurangi metabolik
asidosis akibat asam format.
Cara mengatasi :
Mekanisme