Laporan Eva Andari Hydrocortison Acetate
Laporan Eva Andari Hydrocortison Acetate
Disusun Oleh :
Eva Andari
NIM 33178K18010
PRODI D3 FARMASI
STIKes MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
I. TANGGAL PRAKTIKUM
Selasa, 19 November 2019
II. TUJUAN
1. Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik
aseptis.
2. Memahami dan mampu membuat injeksi hidrokortison asetat suspensi.
III.DASAR TEORI
Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan
immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi
prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit
superoksidaradikal. Hidrokortison asetat jugamengganggu migrasi seldan menyebabkan
redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi
dan autoimun. Dalam membran sinovial, sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi
dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel
langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1, dan IL-6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik
lainnya, yang menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan (Dipiro et al., 2008).
Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid pada
sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi kronik jaringan
sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini.
Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus.
Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi
tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)
Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular
manusia. Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak
bervariasi sesuai dengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan
vsstabilitas). Komponen dari sendi sinovial yang khas mencakup unsur-unsur tulang,
tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi
fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Pemahaman
tentanganatomidasardaribentuksendi sinovialdasar untukperubahanklinis yang signifikan
pada sendi yang menyebabkan disfungsi sendi.
Meskipun peran yang tepat dari cairan sinovial masih belum diketahui,
diperkirakan untuk melayani sebagai pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi
dengan tulang rawan artikular untuk mengurangi gesekan antara permukaan sendi. Ini
adalah relevansi klinis karena sendi amobil telah terbukti untuk menjalani degenerasi
dari kartilago artikular. Cairan sinovial mirip dalam komposisi plasma, dengan
penambahan asam hialuronat yang memberikan berat molekul tinggi dan viskositas khas.
Membran bagian dalam sendi sinovial disebut membran sinovial dan mengeluarkan
cairan sinovial ke dalam rongga sendi. Cairan mengandung asam hialuronat yang
disekresikan oleh selfibroblast dalam membran sinovial (Tortora G. J., Derrickson B,
2009). Bentuk cairan ini adalah lapisan tipis(kira-kira50 µm) di permukaan kartilago dan
juga ke dalam microcavities dan penyimpangan dalam permukaan kartilago artikular,
mengisi semua ruang kosong(Edwards, 2000).
Cairan dalam kartilago artikular secara efektif berfungsi sebagai cadangan cairan
sinovial. Selama gerakan, cairan sinovial hadir dalam kartilago, dikeluarkan untuk
menjaga lapisan cairan pada permukaan kartilago(disebut pelumasan). Diperkirakan,
fungsi cairan sinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan sinovial akan
melumasi sendi, shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant, cairan sinovial ditandai
dengan menjadi lebih kental di bawah tekanan, cairan sinovial dalam sendi diarthrotic
menjadi tebal saat diterapkan untuk melindungi sendi dan selanjutnya menipis
keviskositas normal untuk melanjutkan fungsi pelumas. Fungsi ketiga yaitu transportasi
nutrisi dan limbah dimana cairan mensuplai oksigen dan nutrisi dan menghilangkan
karbon dioksida dan limbah metabolik dari kondrosit dalam kartilago. Jaringan sinovial
terdiri dari jaringan ikat vascularized yang tidak memiliki membran basement. Dua jenis
sel (tipe A dan tipe B) yang hadir: Tipe A berasal dari monosit darah. Tipe B
menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial terbuat dari asam hialuronat dan lubricin,
proteinase, dan kolagenase. Cairan sinovial menunjukkan karakteristik aliran non-
Newtonian; koefisien viskositas tidak konstan dan cairan tidak linear kental. Cairan
sinovial memiliki karakteristik tiksotropi; viskositas menurun dan menipis cairanselama
stres berlanjut.
Cairan sinovial yang normal mengandung 3-4mg/ml asam hialuronat (Hui,
Alexander, 2012). Polimerdisakarida yang terdiri dari asam D-glukuronat dan DN-
asetilglukosamin yang bergabung bergantian dengan ikatan beta-1,4 danbeta-1,3
glikosidiki. Asam hialuronat disintesis oleh membran sinovial dan disekresikan ke dalam
rongga sendi untuk meningkatkan viskositas dan elastisitas kartilago artikular dan untuk
melumasi permukaan antara sinovium dan kartilago. Cairan sinovial mengandung
lubricin (juga dikenal sebagai PRG4) sebagai komponen pelumas kedua, disekresikan
oleh fibroblas sinovial (Jay et al, 2000). Terutama, ia bertanggung jawab untuk
mengurangi gesekan antara permukaan berlawanan kartilago. Ada juga beberapa bukti
bahwa hal itu membantu mengatur pertumbuhan sel sinovial (Warman M, 2003)
Pada pasien osteoarthitis maupun trauma sendi terdapat perbedaan pH cairan sinovial jika
dibandingkan manusia normal. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut
(Jebens, et al,1959)
Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak larut
terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar
lebih dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan
gerakan Brown bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah, (Anief, 2000).
1. Metode dispersi
2. Metode presipitasi dan ada 3 macam :
a. Presipitasi dengan pelarut organik
b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media
c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap, (Voight, 1994).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikan dan tidak menyumbat
jarum suntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat
halus, bila untuk dosis ganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus tertera
kocok dahulu dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan ditempat sejuk,
(Anief, 1997).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disespensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selput
lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengelmusikan atau mensuspensikan
sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke
dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Suatu kerja optimal dan
tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral kemudian hanya
diberikan jika persyaratan berikut terpenuhi :
o Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata terdapat,
tidak ada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan secara kimia dari
obat dan sebagainya.
o Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu pengambilan
steril, melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat dan materi dinding.
o Tersatukan tanpa reaksi. Untukitu yang bertanggungjawabterutamabebaskuman,
bebaspirogen, bahanpelarut yang netralsecarafisiologis, isotoni,isohidri,
bebasbahanterapung, (Depkes,1979).
Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi.Steril setelah penambahan bahan yang sesuai, (Syamsuni,2006).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam
air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.
1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan
nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin
Sodium steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk
injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan sacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao
Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari
nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril
untuk suspensi.
Rute Pemberian Sediaan Injeksi :
3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara
ini. Yang berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau
suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan
melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang
bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit
hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak
memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang
dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut
“infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh
mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi,
volume antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.
A. Formula Awal
B. Spesifikasi
Zat Berkhasiat
1. Hydrocortison Acetas
BM : 404,30
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih; tidak
berbau; melebur pada suhu 220o disertai peruraian
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P ; sukar larut dalam etanol (95%) P.
Obat keras : Sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obat keras)
Zat Tambahan
1. NaCl
Fungsi : Pengisotonis
Pemerian : Serbuk kristal, tidak berwarna atau warna putih, rasa asin,
dalam kondisi padat tidak mengandung air meskipun mengkristal pada
suhu di bawah 0oC, garam mengkristal sebagai dihidrat.
Kelarutan : 1:2,8 dalam air; 1:2,6 dalam air mendidih; 1:10 dalam
gliserin; 1:250 dalam etanol.
pH : 6,7 – 7,3
2. CMC-Na
Pemerian : Putih sampai hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, bersifat
higroskopis setelah pengeringan.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluena.
Mudah didispersikan dalam air pada semua temperatur membentuk
koloidal
pH : 6,7 – 7,3
3. Benzil Alkohol
Fungsi : Antiseptikum
Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20 oC; Larut dalam alkohol,
eter, kloroform, aseton, benzena, dan pelarut Aromatik
pH :7-9
Pemerian : Air injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
pH : 3,5 – 6,5
C. Tonisitas
Kelengkapan :
No Senyawa E
1 Hidrokortison 0,08
2 CMC-Na 0,03
3 Benzyl Alkohol 0,17
Perhitungan Tonisitas
Metode Ekuivalensi :
= 0,9/100 x 10 ml = 0,09gr
= 0,09 – 0,00353
= 0,08647gr → 86,47mg
V. STERILISASI
Bahan
B. Sediaan
VI. FORMULASI
A. Formula Lengkap
CMC Na 50 mg
Benzil Alkohol 9 mg
NaCl 86,5 mg
C. Proses Pengolahan
C
C
Hydrocortisone Acetate 25 mg
CMC Na 5 mg
Benzil Alkohol 9 mg
NaCl 86,5 mg
Indikasi :
Dosis :
Suntik Intraartikular : 5 – 50 mg
Efek Samping :
Cara Pakai :
Peringatan :
PT.STIK-MK FARMA
Kuningan-Indonesia
VIII. ETIKET
STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
Jln. Raya Cirendang – Cipari No. D4
Apoteker : Herlin Herliningsih, S.Farm.,Apt
SIPA : 501/KPTS-79/IV/2018
SIA : 501/KPTS-78/IV/2018
IX. EVALUASI
X. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan utama yakni hidrokortison asetat
yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara
intraartikular pada sendi, serta bahan tambahan seperti NaCl, CMC-Na, polisorbat 80,
benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro Injection (API). Dipilih pembawa API
karena kompatibilitas air tersebut dengan jaringan tubuh, serta mempunyau konstanta
dielektrik yang tinggi sehingga mudah melarutkan elektrolit yang terionisasi.
Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya NaCl
karena merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan
diterima tubuh saat penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah
peradangan akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan
tubuh pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas sehingga dapat disterilisasikan
dengan pemanasan, beda halnya dengan gliserin yang dapat pula bertindak sebagai
agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan pemanasan
dan berubah menjadi acrolein toksik.
Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas sediaan.
Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan injeksi,
merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk injeksi
multi dosis. Pada awal proses pembuatan, semua alat yang akan digunakan disterilkan
terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave dan oven.
Uji PH
Uji PH ini untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengat ketentuannya atau tidak.
Setelah itu diberi etiket. Etiket yang digunakan berwarna biru, karena untuk
pemakaian luar.
XI. KESIMPULAN
Mahasiswa telah dapat memahami dan membuat sterile inj cortison acetat
suspensi sesuai dengan arahan dalam buku petunjuk. Hasil yang didapatkan dari uji
PH, larotan telah memenuhi syarat sempurna dan tidak ada kebocoran dari hasil uji
kebocoran yang dilakukan. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
pada pembuatan injeksi hydrocortison acetas adanya penambahan zat pensuspensi
CMC-Na, ini karena hydrocortison acetas berdasarkan literatur bersifat praktis tidak
larut dalam air. Jadi sediaan injeksi hydrocortison acetas ini dibuat dalam bentuk
suspensi. Larutan injeksi yang dibuat tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa,
tetapi sebisa mungkin mencapai PH fisiologis tubuh.Konsentrasi hydrocortison acetas
dalam sediaan ini adalah 25 mg/10 ml untuk sediaan injeksi intravena. Volume yang
dibuat adalah 10 ml/botol dan dibuat 8 vial.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
https://www.academia.edu/19770225/PEMBUATAN_STERILE_CORTISON_ACETAT_SUSPENSI
https://id.scribd.com/doc/269654500/laporan-steril-injeksi-Hidrocortisone-Asetat
LAMPIRAN
1 Proses Sterilisasi alat
2 Bahan : NaCl
3 Bahan: CMC-Na
Bahan: Hydrocortison
4
acetas
Proses penimbangan
5
CMC-Na
Proses penimbangan
8
NaCl
Proses penimbangan
10
Hydrocortison Acetas
Proses pembuatan
11 suspending agent CMC-
Na
12 Proses pengecekan PH