Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


PERCOBAAN II

PEMBUATAN SEDIAAN INJECTION HYDROCORTISON ACETAS

Disusun Oleh :

Eva Andari

NIM 33178K18010

PRODI D3 FARMASI
STIKes MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
I. TANGGAL PRAKTIKUM
Selasa, 19 November 2019
II. TUJUAN
1. Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik
aseptis.
2. Memahami dan mampu membuat injeksi hidrokortison asetat suspensi.
III.DASAR TEORI
Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan
immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi
prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit
superoksidaradikal. Hidrokortison asetat jugamengganggu migrasi seldan menyebabkan
redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi
dan autoimun. Dalam membran sinovial, sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi
dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel
langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1, dan IL-6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik
lainnya, yang menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan (Dipiro et al., 2008).
Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid pada
sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi kronik jaringan
sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini.
Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus.
Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi
tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)
Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular
manusia. Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak
bervariasi sesuai dengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan
vsstabilitas). Komponen dari sendi sinovial yang khas mencakup unsur-unsur tulang,
tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi
fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Pemahaman
tentanganatomidasardaribentuksendi sinovialdasar untukperubahanklinis yang signifikan
pada sendi yang menyebabkan disfungsi sendi.
Meskipun peran yang tepat dari cairan sinovial masih belum diketahui,
diperkirakan untuk melayani sebagai pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi
dengan tulang rawan artikular untuk mengurangi gesekan antara permukaan sendi. Ini
adalah relevansi klinis karena sendi amobil telah terbukti untuk menjalani degenerasi
dari kartilago artikular. Cairan sinovial mirip dalam komposisi plasma, dengan
penambahan asam hialuronat yang memberikan berat molekul tinggi dan viskositas khas.
Membran bagian dalam sendi sinovial disebut membran sinovial dan mengeluarkan
cairan sinovial ke dalam rongga sendi. Cairan mengandung asam hialuronat yang
disekresikan oleh selfibroblast dalam membran sinovial (Tortora G. J., Derrickson B,
2009). Bentuk cairan ini adalah lapisan tipis(kira-kira50 µm) di permukaan kartilago dan
juga ke dalam microcavities dan penyimpangan dalam permukaan kartilago artikular,
mengisi semua ruang kosong(Edwards, 2000).
Cairan dalam kartilago artikular secara efektif berfungsi sebagai cadangan cairan
sinovial. Selama gerakan, cairan sinovial hadir dalam kartilago, dikeluarkan untuk
menjaga lapisan cairan pada permukaan kartilago(disebut pelumasan). Diperkirakan,
fungsi cairan sinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan sinovial akan
melumasi sendi, shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant, cairan sinovial ditandai
dengan menjadi lebih kental di bawah tekanan, cairan sinovial dalam sendi diarthrotic
menjadi tebal saat diterapkan untuk melindungi sendi dan selanjutnya menipis
keviskositas normal untuk melanjutkan fungsi pelumas. Fungsi ketiga yaitu transportasi
nutrisi dan limbah dimana cairan mensuplai oksigen dan nutrisi dan menghilangkan
karbon dioksida dan limbah metabolik dari kondrosit dalam kartilago. Jaringan sinovial
terdiri dari jaringan ikat vascularized yang tidak memiliki membran basement. Dua jenis
sel (tipe A dan tipe B) yang hadir: Tipe A berasal dari monosit darah. Tipe B
menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial terbuat dari asam hialuronat dan lubricin,
proteinase, dan kolagenase. Cairan sinovial menunjukkan karakteristik aliran non-
Newtonian; koefisien viskositas tidak konstan dan cairan tidak linear kental. Cairan
sinovial memiliki karakteristik tiksotropi; viskositas menurun dan menipis cairanselama
stres berlanjut.
Cairan sinovial yang normal mengandung 3-4mg/ml asam hialuronat (Hui,
Alexander, 2012). Polimerdisakarida yang terdiri dari asam D-glukuronat dan DN-
asetilglukosamin yang bergabung bergantian dengan ikatan beta-1,4 danbeta-1,3
glikosidiki. Asam hialuronat disintesis oleh membran sinovial dan disekresikan ke dalam
rongga sendi untuk meningkatkan viskositas dan elastisitas kartilago artikular dan untuk
melumasi permukaan antara sinovium dan kartilago. Cairan sinovial mengandung
lubricin (juga dikenal sebagai PRG4) sebagai komponen pelumas kedua, disekresikan
oleh fibroblas sinovial (Jay et al, 2000). Terutama, ia bertanggung jawab untuk
mengurangi gesekan antara permukaan berlawanan kartilago. Ada juga beberapa bukti
bahwa hal itu membantu mengatur pertumbuhan sel sinovial (Warman M, 2003)

Gambar 3. Cairan Sinovial


Gambar 1. Struktur komponen Chondroitin dan keratin

Gambar 2. Model Lubrikan Untuk Sendi Sinovial

Viskositas cairan sinovial hampir seluruhnya tergantung pada keberadaan asam


hialuronat. Ada dua faktor yang menentukan viskositas cairan sinovial yaitu: 1) konsentrasi
asam hialoronat dalam cairan; dan 2) polimerisasi dari molekul asam hialuronat (Jebens, et
al,1959). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa viskositas cairan sinovial yang
diperoleh dari pasien dengan efusi sendi yang terkait dengan penyakit jaringan ikat akan
menurun.

Pada pasien osteoarthitis maupun trauma sendi terdapat perbedaan pH cairan sinovial jika
dibandingkan manusia normal. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut

(Jebens, et al,1959)

Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak larut
terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar
lebih dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan
gerakan Brown bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah, (Anief, 2000).

Suspensi dapat dibuat dengan cara :

1. Metode dispersi
2. Metode presipitasi dan ada 3 macam :
a. Presipitasi dengan pelarut organik
b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media
c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap, (Voight, 1994).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikan dan tidak menyumbat
jarum suntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat
halus, bila untuk dosis ganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus tertera
kocok dahulu dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan ditempat sejuk,
(Anief, 1997).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disespensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selput
lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengelmusikan atau mensuspensikan
sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke
dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Suatu kerja optimal dan
tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral kemudian hanya
diberikan jika persyaratan berikut terpenuhi :
o Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata terdapat,
tidak ada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan secara kimia dari
obat dan sebagainya.
o Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu pengambilan
steril, melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat dan materi dinding.
o Tersatukan tanpa reaksi. Untukitu yang bertanggungjawabterutamabebaskuman,
bebaspirogen, bahanpelarut yang netralsecarafisiologis, isotoni,isohidri,
bebasbahanterapung, (Depkes,1979).

Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi.Steril setelah penambahan bahan yang sesuai, (Syamsuni,2006).

Injeksi Kortison Asetat mengandung Kortison Asetat, C23H30O6, tidak kurang


dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Keasaman-kebasaan nya pada pH 5 sampe 7, (Depkes,1995). Sediaan Small
volume parenteral adalah suatu sediaan parenteral yang dibuat dalam volume kecil
dengan pemberian obat melalui suntikan dibawah atau melalui satu atau lebih
lapisan kulit atau selaput lendir. Volumenya bisa kurang dari 10 ml.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam
air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.

Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi digolongkan


menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :

1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan
nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin
Sodium steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk
injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan sacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao
Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari
nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril
untuk suspensi.
Rute Pemberian Sediaan Injeksi :

1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal


Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis.
Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi
dalam air.

2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik


Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume
yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis,
pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam
jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim
hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat menerima infus intravena.

3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara
ini. Yang berupa larutan dapat diserap cepat, yang berupa emulsi atau
suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa
larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan
melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena yang
bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa dapat sedikit
hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak
memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang
dberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml disebut
“infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen, tidak boleh
mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.

Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung


bakterisida. Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas
pirogen.

5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi,
volume antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh
mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid


Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar
otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan
cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan serebrospinal
lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang sering
hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.

8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya
suspensi atau larutan dalam air.

9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau
larutan, tidak lebih dari 1 ml.

10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.

11. Intraperitoneal (i.p)


Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung
cepat, namun bahaya infeksi besar.

12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural


Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
Keuntungan Sediaan Injeksi:

a. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.


b. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,
merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh
cairan lambung.
c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
d. Daat digunakan sebagai depo terapi.
Kerugian Sediaan Injeksi:

a. Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.


b. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan
per oral.
Hydrocortison acetas digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi
dan immunosupresif. Hydrocortison acetas mengganggu antigen T limfosit,
menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin , menghabisi neutrofil dan
turunan monosit superoksidaradikal. Hydrocortison acetas juga mengganggu
migrasi sel dan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil,
sehingga menimbulkan respon inflamasi dan autoimun. Dalam membran sinovial,
sel CD4+T berlimpah dan berkomunikasi dengan makrofag, osteoklas,fibroblas
dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor
permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-a, IL-1, dan IL-6.
Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksiklainnya, yang
menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan.

Suspensi Hydrocortison acetas steril digunakan untuk mengobati rheumotoid


pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi kronik
jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan
ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dan rheumotoid disebut
pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang,
memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi.
IV. PRA FORMULASI

A. Formula Awal

Hydrocortisone Acetace For Injection

B. Spesifikasi

 Zat Berkhasiat

1. Hydrocortison Acetas

Nama Zat aktif : Hydrocortison Acetas

BM : 404,30

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih; tidak
berbau; melebur pada suhu 220o disertai peruraian

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol
(95%) P ; sukar larut dalam etanol (95%) P.

Bentuk Sediaan : Injeksi

Obat keras : Sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obat keras)

Kemasan Primer : Botol kaca

Kemasan Sekunder : Kertas Karton

 Zat Tambahan

1. NaCl

Fungsi : Pengisotonis

Pemerian : Serbuk kristal, tidak berwarna atau warna putih, rasa asin,
dalam kondisi padat tidak mengandung air meskipun mengkristal pada
suhu di bawah 0oC, garam mengkristal sebagai dihidrat.
Kelarutan : 1:2,8 dalam air; 1:2,6 dalam air mendidih; 1:10 dalam
gliserin; 1:250 dalam etanol.

pH : 6,7 – 7,3

2. CMC-Na

Fungsi : Suspending agent, agen peningkat viskositas

Pemerian : Putih sampai hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, bersifat
higroskopis setelah pengeringan.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluena.
Mudah didispersikan dalam air pada semua temperatur membentuk
koloidal

pH : 6,7 – 7,3

3. Benzil Alkohol

Fungsi : Antiseptikum

Pemerian : Bentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti


terbakar

Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20 oC; Larut dalam alkohol,
eter, kloroform, aseton, benzena, dan pelarut Aromatik

pH :7-9

4. Aqua Pro Injection


Fungsi : Bahan tambahan

Pemerian : Air injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang

sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan

lainnya. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.

Kelarutan : Bercampur dengan pelarut polar.

pH : 3,5 – 6,5
C. Tonisitas

Kelengkapan :

No Senyawa E
1 Hidrokortison 0,08
2 CMC-Na 0,03
3 Benzyl Alkohol 0,17

Perhitungan Tonisitas

Metode Ekuivalensi :

1. Hydrocortison Acetas : 0,025gr x 0,08 = 0,002gr


2. Benzil Alkohol : 0,009gr x 0,17 = 0,00153gr
3. Nacl : 0,9% → syarat isotonis dalam 100 ml

= 0,9/100 x 10 ml = 0,09gr

NaCl yang ditimbang :

= 0,009 – (0,002 + 0,00153)

= 0,09 – 0,00353

= 0,08647gr → 86,47mg
V. STERILISASI

A. Alat dan Bahan


 Alat

Alat Sterilitas Waktu


Beaker glas Oven 170 oC 1 Jam
Corong Oven 170 oC 1 Jam
Botol inj Oven 170 oC 1 Jam
Kaca arloji Oven 170 oC 1 Jam
Spatel logam Oven 170 oC 1 Jam
Tutup botol inj Oven 170 oC 1 Jam
Batang pengaduk Oven 170 oC 1 Jam
Labu erlenmeyer Oven 170 oC 1 Jam

 Bahan

No Nama Alat Cara Sterilisasi


1 Botol injeksi 10 ml Oven, 170°C, selama 1 jam
2 Tutup botol injeksi Direndam dengan alkohol selama 24 jam

B. Sediaan

Disterilkan dengan cara sterilisasi C.

VI. FORMULASI

A. Formula Lengkap

R/ Hydrocortison Acetas 2,5 g

CMC Na 50 mg

Benzil Alkohol 9 mg

NaCl 86,5 mg

Aqua Pro Injeksi ad 10 ml


B. Penimbangan

Bahan Satuan Dasar Volume Produksi….


(….ml) vial/…..ml
Hydrocortison Acetas 0,025 g 10.000 mg
CMC Na 0,005 g 200 mg
Benzil Alkohol 0,009 g ad 204 ml
NaCl 0,08647 g ad 204 ml
Aqua Pro Injeksi 10 ml 80 ml → 100 ml

C. Proses Pengolahan

Kelas Ruang Pengolahan/Cara Pembuatan


C 1. Stetilisasi alat
2. Siapkan alat dan bahan
C
3. Timbang masing-masing bahan
C 4. Buat larutan aqua pro injeksi
5. Taburkan CMC Na kedalam aqua pro injeksi
C
sebanyak 3ml diamkan hingga mengembang
C
6. Campurkan CMC Na yang telah mengembang
dengan hydrocortisone acetate ad homogen
C 7. Larutkan NaCl dengan sedikit aqua pro injeksi
lalau masukkan ke dalam campuran (m1) ad
C homogen
8. Larutkan benzil alkohol dengan sebagian aqua
pro injeksi, masukkan ke dalam campuran (m1)
ad homogen
C
9. Cek PH
10. Tambahkan aqua prp injeksi ad 80 ml
11. Masukkan ke dalam botol injeksi yang telah di
sterilisasi
C
12. Masukkan ke dalam kemasan
C 13. Beri etiket dan label
C

C
C

VII. KEMASAN DAN BROSUR


CORTISAT INJEKSI
Komposisi :

Tiap 10 ml Botol Mengandung :

Hydrocortisone Acetate 25 mg

CMC Na 5 mg

Benzil Alkohol 9 mg

NaCl 86,5 mg

Aqua Pro Injeksi ad 10 ml

Indikasi :

Menekan reaksi radang pada kulit yang bukan


disebabkan infeksi

Dosis :

Suntik Intravena : 100 – 200 mg dilarutkan dalam


larutan natrium fosfat.

Suntik Intraartikular : 5 – 50 mg

Efek Samping :

Mual, muntah, gangguan pernafasan, depresi dan


kejang-kejang, pankreatitis, hypokalemia serta
hipertensi

Cara Pakai :

Suntik Intravena dan Suntik Intraartikular

Peringatan :

Tidak boleh digunakan berbarengan dengan


thiazide karena dapat meningkatkan efek
hiperglikemia dan hypokalemia

Kemasan : 2 vial injek @10 ml

No Reg : DKL 191120190202


No Batch : RR654321
Exp Date : 19 Nov 2021

HARUS DENGAN RESEP DARI DOKTER


SIMPAN DI SUHU RUANGAN

PT.STIK-MK FARMA
Kuningan-Indonesia
VIII. ETIKET
STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
Jln. Raya Cirendang – Cipari No. D4
Apoteker : Herlin Herliningsih, S.Farm.,Apt
SIPA : 501/KPTS-79/IV/2018

SIA : 501/KPTS-78/IV/2018

No.2 Tgl : 19 Nov


2019
Nama : INJEKSI HYDROCORTISON ACETAS

Komposisi : Tiap 10ml mengandung :


Hydrocortison Acetas 25 mg
CMC Na 5 mg
Benzil Alkohol 9 mg
NaCl 86,5 mg

Aqua pro Injeksi ad 10 ml

Pemakaian : Infus Intravena


Exp. Date : 19 Nov 2021

IX. EVALUASI

No Volume Sediaan Hasil


1 PH 6,8
2 Kebocoran Tidak bocor
3 Pirogen/Partikulat Tidak ada pirogen / pertikurat
4 Kejernihan -

X. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini melakukan pembuatan injeksi dengan menggunakan


zat aktif hydrocortison acetas. Hydrocortison adalah salah satu obat kortikosteroid
yang berfungsi untuk meredakan peradangan atau inflamasi. Pada percobaan kali ini
dilakukan agar praktikan dapat memahami dan membuat steril inj cortisone acetat
suspensi. Zat aktif yang digunakan dalam percobaan ini yaitu hidrocortison acetat,
dimana kelarutan dari bahan ini praktis tidak larut dalam air, sehingga untuk dijadikan
sediaan parenteral maka perlu dibuat sediaan berupa suspensi steril. Obat ini dapat
digunakan sebagai untuk mengatasi alergi, kelainan kulit, kolitis ulseratif, artritis,
lupus, psoriasis, dan gangguan pernapasan. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.

Pada praktikum kali ini menggunakan bahan utama yakni hidrokortison asetat
yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara
intraartikular pada sendi, serta bahan tambahan seperti NaCl, CMC-Na, polisorbat 80,
benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro Injection (API). Dipilih pembawa API
karena kompatibilitas air tersebut dengan jaringan tubuh, serta mempunyau konstanta
dielektrik yang tinggi sehingga mudah melarutkan elektrolit yang terionisasi.

Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya NaCl
karena merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan
diterima tubuh saat penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah
peradangan akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan
tubuh pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas sehingga dapat disterilisasikan
dengan pemanasan, beda halnya dengan gliserin yang dapat pula bertindak sebagai
agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan pemanasan
dan berubah menjadi acrolein toksik.

Bahan tambahan kedua yaitu CMC-Na yang bertindak sebagai suspending


agent dalam formula ini yang berfungsi sebagai pendispersi partikel yang tidak larut
dan peningkat viskositas. Digunakannya CMC-Na pada formula ini karena dapat
diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent
yang lain seperti HPMC dan karbopol yang ternyata tidak digunakan dalam sediaan
injeksi; Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan
parenteral (HPE, hal.464). CMC-Na merupakan suspending agent yang tidak OTT

Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas sediaan.
Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan injeksi,
merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk injeksi
multi dosis. Pada awal proses pembuatan, semua alat yang akan digunakan disterilkan
terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave dan oven.

Selajnutnya dilakukan pengujian terhadap sediaan.Tujuan dilakukan pengujian


ini adalah untuk menjamin bahwa suatu sediaan suspensi steril ini dapat digunakan
dengan baik dan benar serta suatu sediaan tidak terjadi kerusakan.
 Uji kebocoran
Uji kebocoran ini bertujuan untuk menjamin suatu sediaan steril tidak terjadi
kebocoran. Cara kerja uji ini adalah membuat larutan metilen blue kemudian ampul di
rendamkan ke dalam larutan tersebut, setelah itu dimasukkan kedalam bejana vakum
autoclave smapai 70 mmHg dan dijaga selama tidak kurang dari 15 menit. Kemudiaan
setelah diamati hasilnya bahwa sediaan steril suspensi kortison tidak terjadi
kebocoran.

 Uji pemeriksaan warna atau kejernihan dan pirogen


Uji pemeriksaan warna didapatkan hasil bahwa sediaan steril berwarna jernih keruh
terdapat endapan.

 Uji PH

Uji PH ini untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengat ketentuannya atau tidak.

Setelah itu diberi etiket. Etiket yang digunakan berwarna biru, karena untuk
pemakaian luar.

XI. KESIMPULAN

Mahasiswa telah dapat memahami dan membuat sterile inj cortison acetat
suspensi sesuai dengan arahan dalam buku petunjuk. Hasil yang didapatkan dari uji
PH, larotan telah memenuhi syarat sempurna dan tidak ada kebocoran dari hasil uji
kebocoran yang dilakukan. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
pada pembuatan injeksi hydrocortison acetas adanya penambahan zat pensuspensi
CMC-Na, ini karena hydrocortison acetas berdasarkan literatur bersifat praktis tidak
larut dalam air. Jadi sediaan injeksi hydrocortison acetas ini dibuat dalam bentuk
suspensi. Larutan injeksi yang dibuat tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa,
tetapi sebisa mungkin mencapai PH fisiologis tubuh.Konsentrasi hydrocortison acetas
dalam sediaan ini adalah 25 mg/10 ml untuk sediaan injeksi intravena. Volume yang
dibuat adalah 10 ml/botol dan dibuat 8 vial.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press.

Anief, Moh. 2000. Farmasetika. Yogyakarta : UGM Press.

Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes.

Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

https://www.academia.edu/19770225/PEMBUATAN_STERILE_CORTISON_ACETAT_SUSPENSI

https://id.scribd.com/doc/269654500/laporan-steril-injeksi-Hidrocortisone-Asetat

LAMPIRAN
1 Proses Sterilisasi alat

2 Bahan : NaCl

3 Bahan: CMC-Na

Bahan: Hydrocortison
4
acetas

Proses penimbangan
5
CMC-Na

6 Proses pemanasan aqua


pro injection dalam
beaker glass
Proses penimbangan
7
Benzyl alkohol

Proses penimbangan
8
NaCl

Proses penimbangan
10
Hydrocortison Acetas

Proses pembuatan
11 suspending agent CMC-
Na
12 Proses pengecekan PH

Proses pengambilan tutup


13 vial yang telah
disterilisasi

Anda mungkin juga menyukai