Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN

S
etiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan
secara mandiri atau bekerja kepada orang lain. Bekerja kepada orang lain dapat
dilakukan dengan bekerja kepada negara yang selanjutnya disebut sebagai pegawai atau
bekerja kepada orang lain (swasta) yang disebut sebagai buruh atau pekerja.
Buruh/pekerja dalam melakukan pekerjaan, terlebih dahulu membicarakan mengenai apa
yang harus dilakukan dengan apa yang tidak boleh dilakukan, serta membicarakan mengenai
hak-hak dari buruh yang harus dipenuhi oleh pengusaha melalui perundingan bersama atau
melalui perjanjian kerja bersama yang dibuat antara organisasi buruh dengan
pengusaha/organisasi pengusaha. Pada awalnya perjanjian kerja merupakan perjanjian yang
dilakukan oleh seorang calon pekerja/buruh dengan pengusaha dalam ketentuan yang mereka
sepakati bersama. Isi dari perjanjian itu antara lain “mengenai kapan pekerja mulai
melaksanakan pekerjaan dan apa yang akan dikerjakan, kemudian besarnya upah yang akan
diterima serta syarat-syarat kerja lain yang disepakati bersama”.
Berbicara megenai perjanjian kerja tentu berbicara juga mengenai hukum yang mengaturnya.
Hukum yang mengatur pekerja dapat berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain
karena beberapa hal, yakni: konteks (context) di mana hukum tersebut berlaku, kebijakan-
kebijakan (policies) yang hendak diraih, kontrak pekerjaan (contract of employment) dan
pengabdian (subordination) sebagai kriteria yang diutarakan oleh Bercusson (1996).
Hukum ketenagakerjaan yang diterapkan ke dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003
mempunyai dua aspek hukum di dalamnya yaitu aspek hukum publik dan aspek hukum
privat. Dalam aspek hukum publiknya dapat dilihat dengan adanya intervensi pemerintah.
Aspek hukum privatnya ditunjukkan dengan adanya kebebasan pihak-pihak yang ada dalam
perusahaan untuk membuat suatu perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja
Bersama. Intervensi pemerintah dalam perburuhan melalui peraturan perundang-undangan
tersebut telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan
menjadi ganda yakni sifat privat dan publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya
hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antar buruh/pekerja dengan
pengusaha/majikan. Sedangkan sifat hukum publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari:
1. Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang
perburuhan/ketenagakerjaan.
2. Ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah minimum.
Sedangkan aspek hukum privatnya adalah salah satunya dengan adanya suatu Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) dimana setiap perusahan memiliki PKB yang berbeda-beda sesuai
dengan kehendak pihak-pihak dalam suatu perusahaan masing-masing. hadirnya Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) yang disusun bersama oleh serikat pekerja dan pengusaha
dimaksudkan dapat menyediakan perlindungan dan jaminan keamanan kerja yang lebih pasti
bagi kedua pihak, pekerja dan pengusaha. Seperti yang tercantum dalam United Nations
General Assembly (1948) Hak untuk berunding bersama diakui melalui konvensi
internasional hak asasi manusia Pasal 23 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
mengidentifikasi kemampuan untuk mengatur serikat pekerja sebagai hak asasi manusia yang
mendasar. dikutip dari jurnal ILO ( 1981 ) istilah perundingan bersama berlaku untuk semua
negosiasi yang terjadi antara pengusaha, sekelompok pengusaha atau satu atau lebih
organisasi pengusaha, di satu sisi, dan satu atau lebih organisasi pekerja, di sisi lain, untuk
(a) menentukan kondisi kerja dan ketentuan kerja; dan / atau
(b) mengatur hubungan antara pengusaha dan pekerja; dan / atau
(c) mengatur hubungan antara pengusaha atau organisasi mereka dan organisasi pekerja atau
organisasi pekerja.
Kebersamaan dalam menyusun PKB timbul karena manajemen menggunakan pandangan
collectivism yang mana manajemen mendukung serikat pekerja sebagai organisasi yang
merepresentasikan pekerja.
Sementara itu, terkait kualitas PKB menurut kajian yang dilakukan dalam penelitiannya
Syamsuddin (2012) menunjukkan bahwa 48% dari 118 PKB yang menjadi sampel memiliki
isi yang belum mencerminkan isi dari peraturanperaturan yang sepatutnya diatur dalam PKB.
Hal tersebut mengindikasikan pemahaman anggota serikat pekerja dan kemampuan mereka
dalam penyusunan PKB belum memadai. Selain itu, PKB yang ada masih bersifat formalitas
dan belum berdampak positif bagi pekerja sehingga belum efektif sebagai sarana penciptaan
ketenangan industrial yang dibuktikan dari tidak sebandingnya PKB dengan jumlah
perusahaan. Temuan ILO (2011) mencatat dari 208.637 perusahaan yang terdaftar di
Indonesia, hanya 10.959 yang telah mendaftarkan PKB-nya, yang mana kerapkali PKB ini
memberikan keuntungan di bawah dari yang diatur dalam regulasi ketenagakerjaan.
Asas privity of contract merupakan suatu asas yang memberikan batasan terhadap suatu
perjanjian bahwa perjanjian itu hanya mengikat pada pihak-pihak yang membuatnya saja.
Menurut Subekti ( 1990 ), pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas
nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Asas
tersebut dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian. Memang sudah semestinya, perikatan
hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang lain. Suatu
perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang
membuatnya.
PKB merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh pengusaha atau beberapa pengusaha dengan serikat
pekerja atau beberapa serikat pekerja bukan secara individu oleh pekerja, namun fungsi dari PKB itu
sendiri adalah untuk pekerja. Perjanjian perburuhan bukanlah suatu perjanjian kerja sama atau
perjanjian kerja kolektif. Pertama, bukan perjanjian kerja, yaitu perjanjian mengenai pekerjaan.
Kedua, bukan perjanjian bersama atau kolektif, yaitu semua pekerja bersama-sama atau oleh semua
pekerja secara kolektif. menurut Lanny Ramli (2008 ) perjanjian perburuhan adalah hasil
perundingan antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka isinya pada umumnya telah mendekati
keinginan pekerja dan majikan. Dari sedikit paparan wacana di atas maka akan muncul
pemikiran tentang efisiensi proses pembuatan PKB yang seharusnya langsung pekerja saja
yang membuat PKB tersebut dan tidak perlu melalui wadah yang disebut dengan serikat
pekerja. Sedangkan di pihak pengusaha tidak diperlukan wadah serikat pengusaha untuk
membuat suatu PKB, cukup hanya pengusaha seorang saja sudah dapat memenuhi syarat
untuk membuat PKB. Penyebab hal tersebut tidak lepas dari kedudukan kekuatan antara
pekerja dan pengusaha.

Bab 2. Serikat pekerja

Anda mungkin juga menyukai