Apologetika Benarkah Yesus Itu Tuhan PDF
Apologetika Benarkah Yesus Itu Tuhan PDF
..........................................................................
dengan ucapan:
..........................................................................
dari:
..........................................................................
Apologetika
Benarkah Yesus Itu Tuhan?
KALIS STEVANUS
Penerbit ANDI
(Penerbit Buku dan Majalah Rohani)
Anggota IKAPI
Jl. Beo 38–40 Yogyakarta 55281
Email: editor.pbr@gmail.com
Telp.: 0274-561881, 584858; Fax.: 0274-523160
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit/penulis sesuai Undang-undang
Hak Cipta dan moral kristiani
_____________________________________________________________
PBRA : ................
Peredaksi : Daniel Yudiyanto
Desain sampul : Tri Widyatmaka
Penata Aksara : Parto
Percetakan : Andi Offset Yogyakarta
Cetakan ke : 5 4 3 2 1
Tahun : 20 19 18 17 16
iv
Daftar Isi
Pengantar........................................................................................ vii
Pendahuluan...................................................................................... 1
1. Apa Itu Apologetika?................................................................. 9
2. Sejarah Apologetika.................................................................. 49
3. Logika, Allah, dan Manusia......................................................55
4. Apologetika Eksistensi Allah.................................................... 71
5. Apologetika Otoritas Alkitab................................................. 103
6. Apologetika Kristologi............................................................203
Penutup..........................................................................................255
Daftar Pustaka................................................................................273
Pengantar
S
aya mengetahui sudah ada beberapa buku membicarakan
tentang apologetika. Namun, hal itu tidak berarti cukup.
Saya memberanikan diri menulis buku ini sebagai kontribusi
untuk memperkaya khazanah (perbendaraan) theologia Kristen
di Indonesia, terutama tentang apologetika. Saya yakin buku ini
memiliki tempat dan nilai tersendiri bagi para pembaca (pembaca
akan menemukannya setelah selesai mempelajari keseluruhan isi
buku ini).
Buku ini lahir dari bahan kuliah yang saya ampu di STT
Tawangmangu. Meskipun pertama-tama buku ini disediakan un
tuk mahasiswa theologi, penyusunan buku ini juga diarahkan
kepada pembaca umum, baik yang sudah maupun belum Kristen
(yang sedang mencari “jalan” kepada kepastian keselamatan).
Dengan demikian, saya menujukan penulisan buku ini kepa
da dua jenis pembaca. Pertama, buku ini ditujukan untuk menjadi
buku pegangan (textbook) di sekolah theologi atau seminari yang
berusaha menolong orang berpikir tentang pertanyaan-pertanyaan
filosofis berkaitan dengan klaim kekristenan maupun serangan
yang menyerang atau menyanggah klaim kekristenan tersebut.
vii
Kenyataan dari zaman ke zaman terdapat kritik negatif (baca:
serangan) terhadap klaim kebenaran kekristenan. Sanggahan-
sanggahan yang diajukan untuk melawan kekristenan memang
sangat banyak sehingga tidak mungkin dibahas satu persatu dalam
buku ini. Saya tidak bermaksud untuk menyelesaikan semua po
kok atau isu-isu yang menyerang klaim kekristenan tersebut, tetapi
saya mencari signifikansi dari lingkup apologetika, yaitu pada tiga
isu utama, Allah, otoritas Alkitab, dan Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamat (tentu saja, lingkup apologetika lebih dari ketiga
isu ini). Lebih tepat, buku ini ditulis sebagai pengantar pada studi
apologetika.
Akan tetapi, saya juga menulis buku ini untuk pembaca
umum yang ingin mengetahui lebih banyak tentang pertanyaan-
pertanyaan filosofis tersebut. Itulah sebabnya argumentasi dalam
pembahasan buku ini sengaja saya uraikan secara cermat, ringkas
(tanpa meninggalkan bobot theologinya), dan tepat dengan ba
hasa yang mudah untuk menjadikan pemaparan topik ini jelas
dan mudah dibaca. Tujuannya adalah materi ini bisa dipahami dan
diterapkan bukan hanya bagi para mahasiswa theologi, melainkan
juga bagi para pembaca pada umumnya (kaum awam) sebagai
introduksi untuk memacu pembaca pada umumnya (kaum awam)
untuk belajar lebih dalam agar kita mengerti pokok-pokok dasar
dari iman Kristen dengan tepat dan mengerti cara memberi
pertanggungjawaban atau menjawab ketika menghadapi kritik
negatif (baca: serangan) terhadap klaim kekristenan.
Daftar pustaka berisi sejumlah buku yang disarankan untuk
mempelajari lebih jauh pokok bahasan ini. Dalam menyusun buku
ini, saya banyak mengambil dari sumber-sumber dalam karangan
ini meskipun tidak dituliskan dalam catatan kaki. Kepada para
penulis buku-buku tersebut, saya menyatakan penghargaan yang
sebesar-besarnya.
viii Apologetika
Saya mengundang para kritikus yang menolak dan atau
orang-orang yang skeptis terhadap klaim kekristenan, maupun
semua orang yang mencari “kebenaran” untuk berdialog dengan
saya demi mewujudkan kebersamaan dalam mencapai kebenaran
absolut pada “jalan” kepastian keselamatan secara akal sehat, jujur,
dan objektif serta suasana damai.
Meskipun saya sudah berusaha menulis buku ini dengan
sebaik-baiknya, tetapi saya menyadari bahwa buku ini masih
memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, saya terbuka untuk belajar
dari para pakar atau theolog (yang mencintai Alkitab adalah firman
Allah tanpa salah) dan mengharapkan masukan yang memberi
koreksi untuk terbitan yang akan datang.
Doa dan harapan saya, buku ini membawa berkat bagi
umat Tuhan di Indonesia sehingga memperbesar kasih mereka
akan firman Allah. Pada gilirannya, ia akan membagikan atau
mewartakan firman Allah tersebut dengan kerinduan untuk
membawa jiwa-jiwa kepada Sang Juruselamat, Tuhan Yesus, dan
hidup yang kekal, “Tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal
dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 6:23).
Kiranya Tuhan memberkati usaha untuk mewartakan fir
man-Nya dan memasyurkan nama-Nya sehingga buku ini menjadi
berkat bagi banyak orang, “Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah
nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari
hari ke hari” (Mzm. 96:2). Haleluyah.
Pendahuluan ix
Pendahuluan
A. Sebuah Fakta
Tidak jarang kita dihadapkan dengan orang yang mempertanyakan
iman dan kepercayaan kita dan alasan kita memercayai hal itu.
Mengapa kita percaya Yesus adalah Tuhan? Mengapa kita percaya
bahwa hanya Yesuslah jalan keselamatan? Mengapa kita berharap
atas langit dan bumi baru? Rasul Petrus mengajarkan agar kita
senantiasa siap memberikan pembelaan mengenai alasan kita bisa
mempunyai pengharapan dalam Kristus dan menyampaikannya
dengan elegan, “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu
sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi
pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta per
tanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada pada
mu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat ...” (1 Ptr.
3:15). Dalam teks aslinya, kata “pertanggungan jawab” berasal dari
kata Yunani apologia yang artinya “pembelaan”. Dari akar kata
inilah kita mengenal istilah apologetika yang berarti pembelaan
iman berdasarkan pola pikir yang sistematis.
Apabila kita memupuk pengenalan dan pengalaman pri
badi kita dengan Tuhan, kita memiliki kesaksian dalam diri kita
bahwa hal yang kita percayai adalah benar. Namun, tidak cukup
di situ sebab kita harus menjelaskan kepada orang lain yang
mempertanyakan iman dan pengharapan kita.
Berikut ini ilustrasi untuk menggambarkan hubungan antara
orang Kristen dan apologetika:
Apologetika
kekristenan. Kedua, memperlihatkan bahwa esensi kekristenan
adalah rasional sebab sesuatu yang irasional tidaklah patut di
jadikan sebagai dasar kepercayaan. Sungguh bodohlah yang
memercayai irasionalitas. Memercayai sesuatu yang irasional bu
kanlah berpegang pada iman, tetapi kekonyolan (iman yang buta
dan bukan berdasarkan penalaran). Kekristenan adalah rasional, te
tapi kekristenan berbeda sama sekali dengan rasionalisme. Jadi, se
seorang tidak perlu menjadi penganut rasionalisme untuk menjadi
rasional. Paul Little mengatakan bahwa sesungguhnya kekristenan
adalah rasional atau masuk akal. Iman dalam kekristenan adalah
berdasarkan atas bukti. Iman kekristenan adalah iman yang masuk
akal. Iman dalam pengertian kristiani adalah “melampaui” akal,
bukan bertolak belakang dengan akal budi.
Ketiga, orang-orang akan mulai melihat bahwa pencarian
secara rasional dan penelitian secara empiris berfungsi untuk
mendukung kebenaran yang diklaim kekristenan, bukan meren
dahkannya. Kekristenan berdasarkan pada lebih dari sekadar
penalaran manusia saja, tetapi tidak juga kurang dari penalaran
manusia. Meskipun wahyu ilahi membawa kita melampaui ba
tasan perhitungan rasional, tetapi tidak tenggelam di bawah garis
pemahaman rasional.
Dr. Richard Pratt mengungkapkan bahwa sesungguhnya akal
budi manusia dapat merupakan penghalang dan juga penolong
dalam iman kepada Kristus. St. Agustinus mendasarkan, ”Percaya
supaya kamu dapat mengerti.” Untuk meletakkan iman kita pada
pemikiran yang mandiri (terlepas dari Allah) adalah sama dengan
pemberontakan melawan Allah. Akal budi harus berdasarkan
kepada iman kita yang diserahkan kepada Kristus dan iman kita
harus bersandar hanya kepada Allah.
Richard L. Pratt, Menaklukan Segala Pikiran kepada Kristus (Malang:
SAAT, 1994), 108.
Ibid, 109.
Pendahuluan
Terakhir, apologetika menolong orang-orang Kristen me
ngetahui hal yang mereka percayai dan alasan mereka memer
cayainya.
Buku ini akan menguraikan dasar fondasi alkitabiah me
ngenai jawaban segala pertanyaan yang meragukan klaim ke
kristenan, misalnya keontentikan dan otoritas Alkitab, keilahian
Yesus, kelahiran dari perawan Maria, dan kebangkitan Yesus dari
antara orang mati. Setelah Anda membaca buku ini, Anda akan
dibuat heran dan kagum bahwa semua isi Alkitab adalah logis
dan benar-benar terjadi—faktual. Alkitab tidak bertentangan
dengan sains, justru sains (yang objektif) menyingkapkan dan
mengesahkan kebenaran Alkitab. Saya mengharapkan iman Anda
semakin diperteguh. Selanjutnya, Anda tidak perlu terpengaruh
apa pun yang menyerang iman Anda.
Jika Anda belum menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru
selamat dan Anda mendapatkan buku ini, saya yakin itu kehendak
Tuhan dan berkat besar bagi hidup Anda. Anda akan menemukan
kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan Anda (dari
kegelapan, kebodohan, kesesatan, dan kebinasaan kekal). Tuhan
Yesus menegaskan, “dan kamu akan mengetahui kebenaran,
dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh. 8:32). Anda
menemukan Yesus berarti Anda telah menemukan kebenaran.
Menemukan kebenaran sama artinya menerima hidup yang
kekal sebab hidup yang kekal hanya ada dalam Yesus, “Kata Yesus
kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”
(Yoh. 14:6).
Di bab penutup, Anda akan dituntun cara menerima Yesus
secara benar dan tinggal dalam Dia.
Jadi, perhatian utama tugas apologetika Kristen ialah pada
menyediakan pembelaan terhadap kebenaran yang diklaim iman
Kristen secara intelektual dan pimpinan Roh Kudus.
Apologetika
C. Isi Buku Ini
Buku ini sengaja saya batasi untuk berargumentasi mengenai
kepercayaan pada “kekristenan saja”, yaitu pokok-pokok utama
ajaran Kristen yang ditantang oleh orang-orang belum percaya
dewasa ini seperti eksistensi Allah, otoritas atau keabsahan
Alkitab, keilahian dan kebangkitan Kristus, serta memberikan
jawaban terhadap keberatan-keberatan paling kuat dan umum
yang melawan atau menolak klaim kekristenan.
Pertanyaan yang dihadapi apologis Kristen adalah bagaimana
seharusnya kita memulai argumentasi. Sesungguhnya, secara
urutan tidak ada kemutlakan mana yang harus didahulukan. Buku
ini akan menyoroti tiga isu utama dalam apologetika Kristen, yaitu
Allah, Alkitab, dan Yesus Kristus. R.C Sproul mengatakan bahwa
awal yang baik bagi apologetika adalah membahas mengenai
eksistensi Allah, selanjutnya otoritas Alkitab. Apabila Allah dan
Alkitab telah diyakini, yaitu bahwa Allah eksis (ada) dan Dia telah
mewahyukan diri-Nya kepada kita, isu-isu lain yang berkaitan
dengan kekristenan akan menjadi sederhana. Isu-isu mengenai
keilahian Kristus, kebangkitan, surga, dan neraka dapat diatasi
dengan interpretasi Alkitab (hermeneutika) yang teliti dan hati-
hati. Ada juga tokoh lain yang berpendapat bahwa sebaiknya
apologetika dimulai dengan usaha membuktikan keilahian Kristus
melalui sejarah, kemudian baru berargumentasi tentang eksistensi
Allah.
Sesungguhnya, isi atau lingkup pembahasan apologetika
cukup luas berkaitan dengan isu-isu kekristenan, tetapi di sini saya
memprioritaskan pada pembahasan mengenai isu-isu apologetika
yang saya anggap paling krusial seperti disebutkan sebelumnya
(Allah, Alkitab, dan Yesus Kristus). Sebelum memasuki isu-isu
Ibid, 18
Pendahuluan
apologetika tersebut, saya akan membahas korelasi antara iman
dan akal budi.
. Ibid, 7
Apologetika
buku ini secara saksama akan membantu orang-orang percaya
menemukan solusi untuk mengantisipasi bermacam-macam per
tanyaan atau isu-isu yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
berkaitan dengan klaim oleh kekristenan. Selain itu, orang-orang
percaya akan selalu siap mewartakan Kabar Baik yang meyakinkan
dan rasional.
Pada bagian akhir buku ini, setelah kita memberitakan
Kristus kepada seseorang melalui apologetika dengan menjawab
pertanyaan, keingintahuan, maupun keraguan seseorang terhadap
Kristus, saya akan mengembalikannya pada pokok persoalan
yang paling utama yaitu menghubungkannya dengan Kristus—
bagaimana menerima Yesus sebagai Juruselamat dan mengikuti
Dia sebagai Tuhan. Jadi, buku ini sangat besar manfaatnya bagi
orang percaya. Tidak hanya meneguhkan imannya dalam Kristus,
buku ini juga membekalinya dengan bukti-bukti internal maupun
eksternal yang tidak terbantahkan. Dengan demikian, orang
percaya mampu mewartakan Kabar Baik kepada orang lain dengan
lebih efektif dan berhasil untuk penjangkauan jiwa-jiwa yang
belum terselamatkan bagi Kerajaan Allah.
Ketika memanfaatkan materi-materi ini, kita harus dilandasi
dengan sikap hormat dan lemah lembut serta dengan tujuan
memuliakan dan memasyurkan nama Tuhan—bukan sekadar
untuk memenangkan argumentasi! ***
Pendahuluan
1
A. Pengertian Apologetika
Apologetika merupakan kata teknis untuk menggambarkan alasan
dari hal yang kita percayai. Jika kita berbicara tentang Yesus
kepada orang non-Kristen, kita sesungguhnya telah menggunakan
apologetika untuk menjelaskan kepercayaan kita. Hampir di
pastikan, kita sudah pernah mendengar beberapa sanggahan
terhadap berita kita. Mungkin satu dari pendengar kita mendebat
dengan menyatakan bahwa Alkitab berisi banyak kesalahan.
Pendengar yang lain mungkin bertanya bagaimana Allah yang
penuh kasih bisa mengizinkan tragedi yang besar seperti tsunami.
Pertanyaan-pertanyaan ini memberi kesempatan bagi iman Kristen
untuk memberi penjelasan. Hal itu berarti apologetika.
Menurut Ronald H. Nash, istilah apologetika dapat dimenger
ti sebagai pembelaan filosofis iman Kristen. Seseorang yang terlibat
dengan apologetika berusaha untuk menunjukkan bahwa kita
(orang percaya) berhak dalam memercayai pokok-pokok esensial
Alex McFarland, Apologetika Volume 4 (Malang : Gandum Mas, 2012),
24
iman Kristen atau bahwa mereka (bukan orang percaya) salah
dalam menolak kepercayaan kita (orang percaya).
Istilah apologetika berasal dari kata Yunani apologia dan
apologeomai (Kis. 22:1, 25:16; 1 Kor. 9:3; 2 Kor. 7:11; Flp. 1:7,16; dan
2 Tim. 4:16) yang artinya pembelaan verbal, pertanggungjawaban,
pembelaan diri atau mempertanggungjawabkan diri. Nats apo
logetika yang umum adalah 1 Petrus 3:15–16 bahwa apologia adalah
tugas setiap orang Kristen untuk mempertanggungjawabkan iman
nya kepada mereka yang menuntutnya. Inilah titik tolak dan
sejarah munculnya apologetika yang kemudian dikenal dengan
istilah locus classius (perkataan alkitabiah).
Ronald H. Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 20
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang : Gandum Mas, 2002),
19
10 Apologetika
menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri terhadap
tuduhan itu” (Kis. 25:16).
“Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku” (1
Kor. 9:3).
“Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut
kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang
besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan,
kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah
membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu”
(2 Kor. 7:11).
“Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu
semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua
turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan
kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada
waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil” (Flp. 1:7).
“Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka
tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil” (Flp. 1:16).
Ronald H. Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 20–21.
12 Apologetika
yang sama. Namun, hal yang harus selalu diingat bahwa tujuan
apologetika bukanlah untuk meyakinkan orang untuk menjadi
Kristen di luar kesadaran dan kehendaknya.
B. Landasan Theologis
Membela iman dengan kemampuan kita sebaik mungkin bukan
merupakan hal yang berlebihan dalam intelektual yang sia-sia.
Apologetika adalah tugas yang diberikan kepada setiap orang
Kristen untuk menyaksikan iman kita pada dunia. Pekerjaan apo
logetika berdasarkan pada perintah, mandat alkitabiah untuk
mempertahankan iman. Ini perintah, mandat, yang setiap orang
Kristen harus memerhatikannya dengan serius (1 Ptr. 3:15–16). Di
sini, Rasul Petrus menasihati agar kita siap sedia dalam segala
waktu untuk memberikan pertanggungjawaban kepada orang
yang bertanya tentang iman dan pengharapan kita sebagai orang
Kristen.
Kita dinasihati untuk mendeklarasikan:
1. Kita harus menguduskan Kristus sebagai Tuhan
Pengakuan sejati bahwa Yesus adalah Tuhan merupakan esensi
kesaksian Kristen. Seorang apologis haruslah orang yang percaya
dalam Kristus dan berkomitmen terhadap Ketuhanan Kristus
(Rm. 10:9; 1 Kor. 12:3; Flp. 2:11). Seseorang tidak dapat menjadi
orang percaya tanpa percaya kepada Yesus sebagai Tuhan. Bagi
Petrus, situasi apologetika adalah situasi tempat kita harus
“menguduskan Kristus sebagai Tuhan”. Tuhan berarti Penguasa
Tertinggi atau Majikan Agung. Apabila kita menguduskan-Nya
sebagai Tuhan, kita tidak hanya percaya kepada-Nya, tetapi juga
menaati segala kehendak-Nya. Pada gilirannya, kita mendorong
orang lain untuk bertindak serupa. Sebagai Tuhan kita, Kristus
akan memimpin kita pada saat kita melakukan pembelaan
iman. Oleh karena itu, penaklukan terhadap otoritas Kristus
14 Apologetika
Erastus Sabdono mengatakan agar kita bisa berapologetika, kita
harus mengalami pembaruan pikiran terus-menerus sampai
mampu menangkap kebenaran Tuhan. Dengan logika, kita
membuktikan bahwa Tuhan kita adalah Allah yang benar dan
Alkitab adalah firman-Nya yang benar. Hal ini bukan berarti
Allah bisa dibatasi oleh akal manusia, melainkan pikiran kita
dimampukan untuk memahami-Nya sejauh yang mungkin
dipahami manusia. Dengan pemahaman yang solid mengenai
kebenaran, kita dapat memberikan jawaban yang tepat untuk
pertanyaan yang diajukan orang lain.
Dengan mempelajari firman Tuhan, kita juga akan diperkaya
dengan contoh-contoh cara orang Kristen pada masa lampau
membela iman mereka. Kita bisa mempelajari teladan ini.
Erastus Sabdono, Renungan Harian TRUTH: edisi 76 (Jakarta: Rehobot
Literature,t.th),16
10
John M. Frame, Op.Cit., 3
11
Josh McDowel, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
20
16 Apologetika
C. Tuntutan bagi Apologet dalam Berapologetika
Saya telah menjelaskan kebenaran 1 Petrus 3:15 bahwa mem
persiapkan diri untuk pembelaan Injil merupakan tanggung
jawab setiap orang Kristen. Penjelasan tersebut saya anggap sangat
penting sebagai latar belakang untuk membela iman. Namun,
ada hal lain yang perlu dijelaskan juga, yaitu “cara” melakukan
apologetika secara alkitabiah. Pada bab ini, saya akan memusatkan
perhatian pada sikap-sikap dasar dan tindakan penting dalam
berapologetika. Kalau kita memerhatikan 1 Petrus 3:15–16, kita
akan melihat bahwa ayat ini juga mengemukakan bahwa kita tidak
hanya diperintahkan untuk memberi jawab, tetapi juga diberikan
petunjuk dalam hal “cara” kita melakukan apologetika—pembelaan
iman itu.
12
John M. Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah (Surabaya :
Momentum,2005), 37.
13
Richard L. Pratt, Menaklukkan Segala Pikiran Kepada Kristus (Malang:
SAAT,1994), 94.
18 Apologetika
kesediaan untuk memberikan pertolongan kepada tetangga
memengaruhi kemampuan kita untuk memberikan pem
belaan yang efektif akan iman kita. Pada saat kehidupan kita
tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan, pembelaan kita
akan gagal juga. Nama Kristus akan dipermalukan dan Dia akan
menjadi bahan cemoohan dan hinaan karena sikap dan per
buatan kita. Kepentingan akan kehidupan orang Kristen yang
berjalan seturut firman Tuhan harus diutamakan. Tanpa itu,
semua usaha kita dalam berapologetika akan menjadi sia-sia.
Titus 3:1–2
“Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan
orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap
2 Timotius 2:23–26
“Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak.
Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran,
sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi
harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar,
sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang
suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga
mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka
menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah
mengikat mereka pada kehendaknya.”
20 Apologetika
Satu hal lagi, hal yang perlu mendapat perhatian kita dalam
berapologetika adalah menghindari perdebatan. Kita harus ber
siap sedia untuk menjawab pertanyaan dari orang yang belum
percaya. Namun, kita harus berhati-hati dengan menghindari
pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan membawa kepada
perdebatan yang tidak ada gunanya. Kita harus mempunyai
tujuan pasti, yaitu memimpin orang yang belum percaya kepada
Kristus. Jangan tertarik untuk memamerkan kemampuan
kita untuk berdebat dan bertengkar. Kita harus memilih
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan
mengarahkan pembicaraan itu kepada masalah yang harus
dikemukakan, yaitu percaya kepada Kristus dan menyerahkan
diri kepada-Nya sebagai Tuhan.
Richard Pratt menjelaskan bahwa lemah lembut tidak ber
arti kompromi, tetapi berpegang secara teguh kepada kebe
naran firman Kristus. Kita harus menyampaikan tuntutan Injil
dengan ketegasan kepada orang yang belum percaya untuk
mendorongnya masuk Kerajaan Allah. Kita tidak menyerang
orang yang belum percaya tanpa belas kasihan dengan me
nembakkan peluru bertubi-tubi karena menganggap diri kita
sebagai pahlawan pemberita Injil yang tidak terkalahkan.
Namun, kita harus juga lembut. Ketegasan yang lembut dan
penuh kasih akan membimbing orang yang belum percaya
kepada Kristus.
Selain dengan lembut, Petrus juga mengatakan bahwa kita
harus membela iman kita dengan “hormat” (1 Ptr. 3:15c) ter
hadap orang yang belum percaya. Paulus juga berkata bahwa
kita harus “tidak menganggap rendah seorang pun ... perlihatkan
penghargaan kepada setiap orang” (Tit. 3:2). Memang kita harus
menantang orang yang belum percaya untuk meninggalkan
kehidupan yang sia-sia untuk percaya kepada Kristus demi
keselamatan mereka. Namun, kita harus melakukannya dengan
penuh hormat. Tantangan yang disertai rasa hormat adalah
14
Ibid, 41.
22 Apologetika
D. Aspek Apologetika
Kita bisa membedakan tiga aspek apologetika, yaitu: 15
1. Apologetika sebagai pembuktian.
Aspek apologetika ini menyampaikan dasar rasional bagi iman
atau membuktikan kebenaran kekristenan. Tuhan Yesus dan
juga para rasul sering memberikan bukti kepada mereka yang
mempunyai kesulitan untuk percaya bahwa Injil adalah benar
(Yoh. 14:11; 20:24–31; 1 Kor. 15:1–11). Jadi, apologetika sangat
berguna dalam menghadapi ketidakpercayaan, baik dalam
diri orang percaya sebagaimana dalam diri orang yang belum
percaya.
Apologetika (sebagai bukti) mengajukan dasar secara siste
matis bagi iman atau “membuktikan kekristenan adalah be
nar”. Contoh: kekristenan didasarkan kepada Kristus. Nilai atau
harganya tidak terletak pada orang yang memercayai-Nya, tetapi
kepada Dia yang dipercayai. Para penulis Perjanjian Baru telah
membuktikan bahwa keyakinan orang percaya itu terbukti dalam
sejarah. Cerita tentang Yesus yang lahir, mati, bangkit, dan naik
ke surga dapat dibuktikan dalam sejarah dan bukan dongeng
yang dikarang manusia. Clark Pinnock mengungkapkan bahwa
fakta yang mendukung pengakuan kristiani bukanlah sejenis
fakta rohani yang khusus saja. Namun, ada fakta kognitif dan
informatif sama seperti semua fakta yang menjadi dasar semua
keputusan sejarah, hukum, dan keputusan umum lainnya.
Para penulis Perjanjian Baru menulis berdasarkan hal yang
dilihatnya atau mencatat kesaksian orang yang melihat. Para
penulis Perjanjian Baru pasti mengetahui perbedaan di antara
mitos, legenda, dan kenyataan.
15
Ibid, 4.
Kesaksian Lukas
“Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun
suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di
antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka,
yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan
seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk
membukukannya dengan teratur bagimu” (Luk. 1:1–3).
24 Apologetika
Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan
dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab
selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan
diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah” (Kis.
1:1–3).
Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat lain yang menyata
kan bahwa para rasul adalah saksi-saksi hidup Kristus yang
dibangkitkan (Luk. 24:48; Kis. 1:8; 2:32; 3:15; 4:33; 5:32; 10:39;
10:41; 13:31; 22:15; 23:11; 26:16; 1 Kor. 15:4–9; 15:15; 1 Yoh. 1:2).16
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, para penulis Perjanjian Baru
mencatat kesaksian para saksi mata mengenai Kristus sehingga
tulisannya dapat dipercaya sebagai kebenaran historis yang
akurat mengenai diri-Nya.
16
Josh McDowel, Apologetika, Vol., 1 (Malang: Gandum Mas, 2002), 28.
26 Apologetika
dalam jemaat itu ada orang yang mengajarkan ajaran sesat.
Meskipun demikian, surat Paulus ini bernada gembira dan
penuh harapan. Mengapa? Tidak lain karena Paulus percaya
sekali kepada Kristus. Paulus menulis surat ini karena pertama-
tama ia mau mengucapkan terima kasih kepada jemaat atas
pemberian yang telah diterimanya dari mereka ketika ia
berada dalam kesukaran. Dalam kesempatan ini pula, ia ingin
memberi dorongan kepada mereka supaya mereka rendah hati
seperti Yesus dan tidak dikuasai oleh perasaan angkuh serta
mementingkan diri sendiri. Ia mengingatkan mereka bahwa
hanya karena rahmat Allah sajalah, Allah membuat mereka
bersatu dengan Kristus berdasarkan percaya mereka kepada-
Nya, bukan karena mereka taat menjalankan upacara agama
yang ditentukan dalam hukum agama Yahudi. Selanjutnya,
Paulus menulis juga tentang kegembiraan dan damai sejahtera
yang diberikan Allah kepada orang yang hidup bersatu dengan
Kristus.
17
Peter Kreefft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung : Kalam Hidup, 1993), 26.
28 Apologetika
Ketiga aspek apologetika itu menurut hemat saya tidak perlu
dipisahkan (atau dipilih salah satunya). Ketiga aspek tersebut
justru saling berhubungan sehingga dapat dipakai secara serentak.
Namun, hal itu akan berguna bagi kita untuk membedakan
ketiga perspektif ini. Ketiganya menunjukkan kepentingan ber
beda, tetapi saling melengkapi dan menguatkan. Jika kita dapat
melakukan salah satu secara benar, tentu itu juga mencakup
dua aspek lainnya. Dalam buku ini, ketiga aspek tersebut tidak
digunakan secara terpisah, tetapi bersama-sama (digabungkan)
baik untuk pembuktian, pembelaan, sekaligus penyerangan ter
hadap serangan-serangan dari orang yang belum percaya atau
menolak klaim kekristenan.
18
Ibid, 20–23, 35.
30 Apologetika
ia mengabarkan Injil yang mengarah pada perubahan dan
pengudusan. Namun, hal yang perlu diingat bahwa baik dalam
penginjilan maupun apologetika, orang Kristen berhubungan
dengan mati dan hidupnya seseorang, surga atau neraka!
Hubungan erat antara penginjilan dan apologetika dapat kita
lihat dalam firman Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 26:2, Paulus
menyatakan pembelaannya di hadapan Raja Agripa. Pembelaan
Paulus dihubungkan dengan proklamasi Injil Kristus bahwa
keselamatan dari dosa dan kematian telah datang melalui kematian
dan kebangkitan Yesus, Mesias, Anak Allah yang hidup.
19
Richard L. Pratt, Menaklukan Segala Pikiran Kepada Kristus (Malang:
SAAT, 1994), 123–124.
32 Apologetika
akan diakhiri dengan tantangan bagi orang yang belum percaya
untuk bertobat dan menyerahkan diri pada Injil Kristus.
Oleh karena itu, orang percaya secara umum mutlak untuk
belajar apologetika, dan secara khusus bagi para hamba Tuhan
atau mahasiswa theologi. Kepentingan belajar apologetika bukan
sekadar kita “mengetahui” apa arti apologetika, tetapi lebih
dari itu, yaitu pengenalan kita akan Allah dan kebenaran-Nya.
Pengenalan akan Allah dan kebenaran-Nya menjadi perlengkapan
kita yang kita bisa aplikasikan dalam penginjilan—mewartakan
Injil kepada setiap orang yang belum percaya demi cinta Tuhan
dan penggenapan Amanat Agung Tuhan Yesus (Rm. 11:36).
Dengan demikian, kita dapat melihat relasi yang erat
bahwa karya Roh Kudus adalah penting, tetapi pemberita Injil—
apologet juga penting. Tugas pemberita Injil, apologet, adalah
mengabarkan Injil. Pemberita Injil tidak hanya membaca Injil,
tetapi memberitakannya—menjelaskan, menerapkan kepada para
pendengarnya, serta menyatakan kebenaran dan kerasionalannya.
Pemberita Injil berusaha untuk memerangi kesan yang salah dari
non-Kristen (orang yang belum percaya) dan mengabarkan kepada
mereka Injil sebagaimana adanya. Saat kita bersaksi, Roh Kudus
juga memberikan kesaksian seperti yang dinyatakan di Kisah Para
Rasul 5:32, “Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami
dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang
mentaati Dia.”
Uraian tentang kedaulatan Allah dan tanggung jawab
manusia secara proporsional akan menjawab argumentasi yang
keliru dan bersikeras bahwa Alkitab tidak memerlukan pembelaan.
Hal ini sering kali didasarkan pada alasan Alkitab mampu membela
dirinya, memberikan argumentasi bagi hal yang ia katakan. Se
baliknya, Alkitab tidak hanya menuntut kita untuk percaya dan
melakukan hal-hal yang pasti, tetapi Alkitab juga menuntut kita
untuk melakukannya dengan alasan-alasan yang pasti. Alkitab
20
Ibid, 25.
34 Apologetika
berkata-kata di dalam kamu” (Mat. 10:19–20). Kesalahmengertian
yang serius telah timbul berkenaan dengan ayat ini, khususnya
apabila kita membaca terjemahan King James Version yang
menerjemahkan sebagai berikut, “give no thought how or what
ye shall speak” (tidak perlu dipikirkan bagaimana atau apa yang
harus kamu dikatakan). Ayat ini sering ditafsirkan secara salah
bahwa ayat itu mengajarkan kita hanya perlu bersandar secara
mutlak kepada pimpinan Roh Kudus pada saat membela iman
kita; seolah-olah kita tidak perlu berpikir atau mempersiapkan
diri untuk mempelajari mengenai hal yang akan kita katakan
(bagaimana berapologi). Ada juga anggapan bahwa orang yang
mempelajari apologetika memperlihatkan kurang berimannya
seseorang dan ketidaksepenuhhatian dalam penyerahannya
kepada Tuhan. Penafsiran ini tidak dapat dipertanggungjawab
kan. Penafsiran ini tidak mempertimbangkan pengamatan
secara menyeluruh terhadap konteks ayat tersebut dan firman
Tuhan secara keseluruhan.
Kita perlu memerhatikan bahwa Tuhan Yesus tidak me
ngatakan, “... jangan pikirkan tentang apa yang akan kamu ka
takan”, tetapi sebuah peringatan agar orang-orang percaya jangan
cemas dan khawatir. Dalam ayat sebelumnya, yaitu Matius 10:19,
Tuhan Yesus memperingatkan bahwa para murid-Nya akan di
serahkan ke hadapan para penguasa. Kenyataan bahwa mereka
akan berhadapan dengan orang-orang penting seperti itu tentu
merupakan pengalaman yang sangat menggentarkan. Oleh
karena itu, Tuhan Yesus mendorong dan memberi semangat
kepada para murid untuk tidak cemas dan khawatir serta takut.
Segala kekhawatiran dan ketakutan harus lenyap dari mereka
yang membela iman sebab mereka tidak akan pernah berdiri
seorang diri. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus akan
memberikan kepada mereka kekuatan dan hikmat pada saat
mereka membutuhkannya. Hal ini seperti pengalaman Rasul
Paulus, “Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang
21
R.C. Sproul, Op.Cit., 20.
36 Apologetika
Mereka yang memiliki pola berpikir demikian memang benar,
tetapi mereka tidak sempat memerhatikan bahwa sebenarnya
mereka pun sedang terlibat dalam proses berpikir. Kita tidak
dapat menghindar dari hal ini. Hal yang dapat kita hindari
adalah melakukan apologetik secara serampangan sehingga
melukai sesama dan melemahkan kesaksian Kristen.
Sejatinya, akal adalah sabahat, bukan musuh iman dan
menjadi sahabat kekudusan sebab akal adalah jalan menuju
kebenaran, dan kekudusan berarti mengasihi Allah yang adalah
Kebenaran. Iman dan kekudusan mengantar seseorang pada
berpikir secara apologetik sebab kekudusan berarti mengasihi
Allah, dan mengasihi Allah berarti menaati kehendak Allah, dan
kehendak Allah bagi orang Kristen adalah mengenal Dia dan
selanjutnya, “siap sedialah pada segala waktu untuk memberi
pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta
pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada
padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1
Ptr. 3:15).22
Sebagai orang Kristen, kita harus selalu ingat bahwa pada
saat kita membela iman kita, akal budi tidak boleh diperlakukan
sebagai otoritas akhir atau otoritas tertinggi. Tujuan apologetika
adalah memimpin manusia pada kebergantungan secara mu
tlak kepada Allah. Firman Tuhan tidak pernah menyatakan
bahwa manusia berhak untuk menjadi hakim akan pernyataan-
pernyataan yang dikemukakan oleh Kristus.
Apologetika harus mengantar seseorang kepada iman dan
ketaatan mutlak pada kehendak Allah dalam Yesus Kristus.
Kehendak Allah bagi kita adalah mengenal Dia dan mem
pertanggungjawabkan keyakinan kita itu (1 Ptr. 3:15–16).
Apologetika memang tidak sepenting kasih, tetapi bukan
22
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup, 1994), 23.
23
Ibid, 24.
38 Apologetika
air laut. Iman adalah loncatan, tetapi itu bukan loncatan dalam
gelap, tetapi loncatan dalam terang.24
Ada kecaman pedas yang sering dilontarkan kepada orang
Kristen seperti ini, “Kalian orang Kristen memang menyebalkan!
Iman kalian adalah ‘iman buta’.” Di sini tampaknya si penuduh
beranggapan bahwa untuk menjadi seorang Kristen, orang
harus “membunuh” akal budinya. Ketika Yesus dan para rasul
mengimbau orang untuk percaya, yang dimaksudkan bukanlah
“iman buta”, melainkan “iman yang berakal budi”. Rasul Paulus
mengatakan, “Aku tahu kepada siapa aku percaya” (2 Tim.
1:12). Yesus memerintahkan orang percaya, “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu” (Mat. 22:37). Selanjutnya, Yesus
berkata, “Kamu akan mengetahui (bukannya tidak mengetahui)
kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”
(Yoh. 8:32). Paul Little mengatakan bahwa iman pada ajaran
Kristen didasarkan pada bukti. Ini adalah iman yang bijaksana.
Kepercayaan pada pemikiran Kristen memang melampaui nalar
manusia, tetapi tidak bertentangan dengannya.25
24
Ibid.
25
Josh McDowel, Apologetika: Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
23
26
Kalis Stevanus, Penyesatan Terselubung dalam Gereja Masa Kini
(Yogyakarta: Randa’s Family Press, 2007), 37
40 Apologetika
Sebelum seseorang menyambut Kristus sebagai Juru
selamatnya, ia terlebih dahulu harus menyadari dan memahami
bahwa ia membutuhkan Juruselamat. Ia harus mengerti bahwa
dirinya adalah orang berdosa. Ia harus memiliki pengertian
tentang dosa. Ia harus yakin bahwa Allah ada dan selanjutnya
menyadari bahwa dirinya terpisah dari Allah dan kelak akan
dihakimi. Jadi, seseorang tidak akan membutuhkan Jurusela
mat, kecuali terlebih dahulu diyakinkan bahwa ia membutuh
kan Juruselamat. Semua itu adalah prapenginjilan. Hal itu
mencakup informasi bahwa seseorang harus memprosesnya
dalam pikiran sebelum ia dapat memberi respons tentang hal
itu dalam iman atau menolaknya dalam ketidakpercayaan.
Saya pernah mendengar (dan juga membaca buku) yang
menyatakan, “Saya tidak membutuhkan theologi, tetapi Yesus!”
Pernyataan ini benar-benar menyesatkan umat Tuhan. Memang
ada orang yang mengetahui atau memiliki pengetahuan ten
tang kekristenan dan tidak mengenal Yesus. Seseorang dapat
mengetahui tentang Yesus dan tidak memiliki hubungan pribadi
dengan Yesus. Saya akan membuktikan bahwa akal budi sangat
terkait dengan iman (hubungan pribadi dengan Yesus). Ketika
kita berbicara kepada orang lain tentang Yesus, yang dengannya
kita memiliki hubungan pribadi, kita membicarakan hal-hal
(informasi atau isi) tentang Dia. Kita tidak dapat memiliki
hubungan pribadi dengan Yesus yang menyelamatkan, kecuali
kita mengetahui pribadi Yesus dan meyakini kebenaran tentang
Yesus bahwa Dia benar-benar mati di atas kayu salib, dalam
kematian-Nya ada penebusan dosa, hal itu adalah benar, dan
Dia telah bangkit dari kubur. Semua pembicaraan tentang iman
kita kepada Yesus melibatkan akal budi yang mengatakan “ya”
pada kebenaran bahwa Dia telah mati dan dibangkitkan dari
kematian. Prasyarat bagi iman yang menyelamatkan adalah
terlebih dahulu mengetahui kebenaran, “Sebab jika kamu
mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
42 Apologetika
Di sinilah peran atau tugas vital apologetika untuk men
jelaskan isi iman Kristen dan membela kebenarannya. Apolo
getika tidak dapat menyebabkan atau menimbulkan iman
yang menyelamatkan. Namun, apologetika memiliki peranan
vital dalam mendukung hal-hal yang harus ada untuk iman
yang menyelamatkan, yaitu pemahaman yang benar tentang
kekristenan. Percaya itu menuntut landasan atau data yang
kuat (objektif). Kekeliruan jika orang Kristen mengatakan,
“Saya tidak perlu memiliki alasan untuk hal yang saya percayai.”
Hal ini adalah iman yang membabi buta dan kosong. Hal ini
adalah iman yang tidak masuk akal.
Sejatinya, iman Kristen adalah iman yang masuk akal, yaitu
iman yang berdasar pada kebenaran yang Allah nyatakan dalam
Alkitab. Tuhan tidak mungkin meminta seseorang untuk
percaya pada hal yang tidak masuk akal. Dengan demikian,
iman Kristen bukanlah loncatan dalam kebutaan, tetapi dalam
terang (ada data atau bukti yang kuat).
Iman Kristen adalah keyakinan dalam hati karena bukti
yang cukup. Paul Little mengatakan bahwa iman pada ajaran
Kristen “didasarkan pada bukti”. Josh McDowell menegaskan
bahwa iman Kristen adalah iman yang objektif. Oleh karena
itu, harus ada suatu objek. Konsep Kristen tentang iman yang
“menyelamatkan” adalah iman yang membangun seorang
dengan Yesus Kristus (objek). Apa yang kita percayai sebagai
orang Kristen tidak ada artinya sama sekali karena nilai iman
Kristen tidak terletak pada orang yang memercayainya, tetapi
pada “orang” yang dipercayai, yaitu sang objek. Paulus berkata,
“Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah
pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1 Kor.
15:14). Ayat ini jelas mengatakan bahwa iman Kristen adalah
iman kepada Kristus. Nilai atau harganya tidak terletak pada
orang yang memercayainya, tetapi pada “Dia” yang dipercayai—
bukan pada yang memasrahkan diri, melainkan pada yang
44 Apologetika
G. Mengapa Harus Berapologetika? Apa Perlunya?
Tanpa ragu, apologetika sangat diperlukan oleh orang Kris
ten. Orang yang taat pada kehendak Allah harus mempertang
gungjawabkan imannya. Kegiatan mempertanggungjawabkan
imannya itu disebut apologetika. Hal ini penting untuk meyakinkan
orang lain yang belum percaya dan mengajar serta membangun
orang percaya. Apologetika itu sering juga disebut sebagai pe
perangan karena iman dan akal memiliki musuh yang sama.
Argumentasi apologetika adalah seumpama perlengkapan
peperangan. Perhatikanlah cara Paulus menjelaskan tentang pe
perangan rohani di mana apologetika juga terlibat (2 Kor. 10:3–
5). Secara umum, alasan pentingnya memerlukan apologetika
adalah:
1. Kita diperintahkan untuk membela iman kita (1 Ptr. 3:15).
Sebagai orang Kristen, kita harus siap sedia untuk memberi
pertanggungjawaban iman atau pengharapan kita dalam
Kristus. Dengan mempelajari apologetika, orang-orang Kristen
akan diperlengkapi dengan lebih baik lagi untuk melayani
Tuhan dan membangun kerajaan-Nya dengan ketaatan kepada
Dia dan secara efektif memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang.
2. Apologetika membantu orang Kristen mengenali iman mereka.
Tidak sedikit orang Kristen mengalami keraguan. Keraguan
ini sering kali menjadi penyebab orang Kristen kehilangan
kemampuannya untuk melayani Kristus. Mempelajari apolo
getika secara sungguh-sungguh dapat menguatkan iman
mereka. Orang Kristen yang belum pernah mengalami masalah
keraguan, dengan mempelajari apologetika secara serius akan
membuat ia bertambah teguh dan bersemangat untuk lebih
taat sebagai pengikut Kristus.
3. Apologetika menjawab kesan buruk yang telah diterima ke
kristenan di media dan budaya.
27
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup,1994), 28–29.
46 Apologetika
dan terbuka, terutama oleh lembaga pendidikan dan media
yang membentuk pikiran kita.
3. Tingkat terdalam dari krisis yang kita hadapi bukanlah bersifat
kultural atau intelektual, melainkan spiritual. Hal yang di
pertaruhkan adalah jiwa-jiwa manusia yang baginya Kristus
telah mati. Kita mengetahui dengan pasti bahwa setiap orang
sedang mendekati kematian dan hukuman kekal setiap hari.
Itulah sebabnya kita terpanggil untuk menampakkan terang
Kristus melalui apologetika selama masih ada kesempatan.
48 Apologetika
2
Sejarah Apologetika
28
R. C. Sproul, Op. Cit. 12–14.
49
sedangkan kekristenan tidak memiliki keistimewaan. Praktik iman
Kristen ilegal dan orang Kristen boleh dianiaya. Para intelektual
Kristen pada zaman itu bangkit untuk menjawab tuduhan-tuduhan
yang dijatuhkan pada kekristenan.
50 Apologetika
anak-anak kecil (kanibal) dalam perkumpulannya. Mereka
pernah mendengar bahwa orang-orang Kristen “makan daging
dan minum darah Anak Manusia” (Yoh. 6:53). Selain itu ada juga
tuduhan bahwa orang Kristen melakukan pelacuran keluarga sebab
mereka mendengar tentang “cium persaudaraan”, yaitu semacam
ucapan salam satu sama lain dalam ibadah. Termasuk dalam
ibadah khususnya Eukaristi yang dalamnya Perjamuan Kudus
memperlihatkan kesatuan mereka dengan Kristus dan sesama
sehingga timbul rumor bahwa mereka melakukan penyimpangan
seksual di antara saudara sekandung.
Para apologis menjawab tuduhan tersebut dengan menjelas
kan tentang sakramen dan meminta kepada para penguasa untuk
menyelidiki tuduhan-tuduhan itu sebelum melakukan peng
aniayaan siapa pun.
4. Sebagai ateisme sebab menolak untuk menyembah dewa-
dewa Romawi
Kekristenan semakin berkembang. Akibatnya, persembahan
di rumah berhala dan membawa kurban kepada kaisar selaku wakil
dewa semakin berkurang. Orang-orang Kristen tetap menolak
untuk menyembah dewa-dewa Romawi. Akhirnya, kekristenan
makin dibenci karena berbeda dengan masyarakat umum. Kisah
Polycarpus, bishop Smirna, yang pada akhir usia ke–80 nya dihukum
mati oleh kaisar Marcus Aurelius dengan tuduhan ateisme adalah
contohnya. Justin Martyr mengadakan pembelaan bahwa orang-
orang Kristen tidak ateis. Orang-orang Kristen adalah orang yang
percaya pada realitas keesaan Allah yang Mahatinggi dan pada saat
yang sama juga menyangkali politeisme yang dipercaya oleh orang-
orang Romawi. Justin Martyr juga dibunuh pada pemerintahan
kaisar Marcus Aurelius.
Sejarah Apologetika 51
Selain tuduhan tersebut, ada tuduhan lain pada waktu itu
bahwa segala bencana alam yang terjadi adalah tanda murka para
dewa atas kedurhakaan orang-orang Kristen. Penganiayaan dan
penghambatan pun tidak bisa dihindarkan lagi. Penghambatan
pertama terjadi di Roma pada 64 M atas perintah kaisar Nero, yang
mengkambing hitamkan orang Kristen atas kebakaran Roma, yang
sebenarnya dibakar Nero. Penganiayaan hebat menimpa orang
Kristen dan menurut tradisi pada masa aniaya hebat inilah Petrus
menjadi martir yang disalibkan dengan kepala di bawah.
B. Tugas Apologet
Kita perlu memahami bahwa gereja menghadapi tugas untuk
mengklarifikasi kebenaran yang diklaimnya dari distorsi terhadap
klaim ini. Studi apologetika tetap hidup karena setiap generasi
tempat kekristenan berkembang akan selalu menghadapi distorsi,
salah interpretasi, terlalu memberi penekanan, dan penipuan
terhadap kebenaran yang diyakininya. Lawan-lawan gereja akan
terus menuduh seperti yang diasumsikan Petrus dalam suratnya,
“Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan
siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan
jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan
jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu,
tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati
nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena
hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan
mereka itu” (1 Ptr. 3:15–16).
Itulah sebabnya, para apologis Kristen harus selalu ”siap
sedia” dengan pembelaan untuk menangkis kapan pun tuduhan
palsu itu datang. Seorang apologis harus telah mengetahui hal
yang ia percaya.
Apologetika dapat digunakan untuk memperlihatkan bah
wa kekristenan adalah benar dan semua wawasan dunia
52 Apologetika
non-Kristen tidak benar. Inilah yang menjadi perhatian studi
apologetika ini. Sangat menyedihkan jika pada zaman kita ini ada
pernyataan mengatakan bahwa kita jangan terlibat dalam usaha
untuk “membuktikan” kebenaran yang diklaim kekristenan.
Mereka beranggapan iman dan pembuktian tidak cocok. Sejatinya,
asumsi mereka keliru.
Mari kita memerhatikan pernyataan Petrus, “... supaya
mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh
dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu”. Petrus
mengharapkan bahwa hasil apologetika adalah mempermalukan
para lawan kekristenan. Lebih dari itu, hal ini bukan sekadar untuk
menghentikan tuduhan-tuduhan atau ocehan mereka, melainkan
untuk mempertobatkan seseorang yang belum percaya berbalik
kepada doktrin Alkitab yang benar. Kesaksian Alkitab bahwa
pikiran orang belum percaya adalah “kebebalan” (Mzm. 14:1).
Gereja bukan hanya menghadapi ketidaktahuan, tetapi musuh
yang memiliki tendensi menolak kebenaran (Rm. 8:7). Tentu ini
hanya karya Roh Kudus, tetapi Roh Kudus tidak pernah meminta
orang untuk percaya pada hal yang tidak benar atau irasional.
Sekali lagi, perlu ditegaskan di sini bahwa tugas apologetika
bukan hanya memenangkan argumentasi atau perdebatan, me
lainkan memenangkan jiwa. Inilah alasan yang paling esensi
dan mendasar orang Kristen terlibat dalam apologetika, yaitu
bagaimana orang yang belum percaya bisa mendengar kebenaran
Kristus (Rm. 10:14).
Sejarah Apologetika 53
yang mengancam keamanan negeri. Sejak saat itu sampai pada 250,
kedudukan gereja Tuhan dalam kerajaan Romawi dicurigai. Namun
pada umumnya mereka dibiarkan saja. Sekalipun demikian, sering
kali berkobar api kebencian sehingga jemaat disiksa dengan kejam.
Orang Kristen dituduh kafir, ditangkap, dan dibawa ke hadapan
hakim. Bila mereka mau menyangkal imannya dengan memberikan
kurban kepada kaisar, mereka akan dibebaskan. Tidak sedikit
orang kafir mulai menyadari kebenaran agama Kristen.
Mengingat di hadapan mahkamah orang-orang Kristen
yang didakwa itu tidak diberi kesempatan untuk membela aga
manya dengan uraian yang jelas, gereja harus menempuh cara
lain untuk mempertahankan diri terhadap kebencian, umpat,
dan penghinaan kaum kafir itu. Pada awal abad 2, orang-orang
Kristen yang terpelajar mulai menulis surat-surat pembelaan atau
apologia. Para penulisnya kemudian disebut apologet. Apologet
yang terkenal adalah Yustinus Martyr. Ia mati syahid di Roma pada
165. Ada 2 buku yang ditulisnya, yaitu Apologia dan Percakapan
dengan Tryphon, Orang Yahudi.
Pada akhir abad 2, tampillah Tertulianus, ahli hukum yang
saleh, dengan kitab apologianya dalam bahasa Latin. Pada abad-
abad selanjutnya, banyak ahli theologi tampil dan berusaha untuk
membela kebenaran iman Kristen dengan tulisan-tulisan mereka.
***
54 Apologetika
3
S
uatu hal yang muncul dalam diskusi yang memengaruhi
apologetika alkitabiah adalah peranan logika dalam hubung
an antara Alah dan manusia. Pergumulan antara iman dan
akal budi bukanlah pergumulan baru dalam kekristenan. Terka
dang, seseorang menjadi skeptis dan kehilangan pengharapan me
mahami relasi antara keduanya, dan kemudian cenderung jatuh
dalam salah satu ekstrem atau mendualisme (memisahkan karena
dianggap keduanya tidak sejalan atau saling bertentangan).
Tujuan pembahasan ini agar kita mendalami relasi antara
iman dan akal budi secara seimbang. Berbicara mengenai peran
akal budi dalam kekristenan pada umumnya, dan secara khusus
dalam tugas apologetika, bukan berarti meniadakan aspek iman
dan melihat kekristenan hanya dari aspek rasional belaka. Saya
dengan tegas mengatakan bahwa iman Kristen tetap harus dimulai
dengan iman. Apabila iman yang kita miliki adalah iman yang
masuk akal (bukan praktik kebohongan), kita bisa menunjukkan
kebenaran yang diklaim kekristenan adalah benar.
Bab ini akan menolong kita mengerti di mana tempat
yang tepat bagi akal budi dalam perjalanan iman Kristen. Iman
55
merupakan sentral kekristenan. Dengan penekanan yang begitu
kuat pada iman, kita bertanya-tanya di mana penalaran (akal budi)
berperan.
29
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli,Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup,1994), 35
56 Apologetika
melainkan Allahlah Hakim atas akal budi manusia. Isi iman
Kristen tidaklah antirasional (bertentangan dengan rasio),
bukan a-rasional (tanpa rasio atau penalaran), ataupun i-rasional
(tidak masuk akal), melainkan trans-rasional (melampaui rasio).
Allah telah menyatakan diri menjadi manusia dalam Kristus.
Dia mendamaikan manusia oleh salib-Nya untuk pengampunan
dosa bagi umat manusia, menciptakan langit dan bumi baru, dan
banyak lagi karya Allah. Hal-hal ini bukan antirasional, a-rasional,
atau i-rasional, melainkan trans-rasional (melampaui akal budi).
Logika bukan jawaban bagi masalah. Logika memiliki keter
batasannya. Meskipun demikian, logika tetap bernilai dan bisa
dipergunakan dengan penuh kuasa, kasih, dan kelemahlembutan
dalam apologetika. Sebenarnya, akal budi adalah sahabat, bukan
musuh iman. Akal budi menjadi sahabat karena akal adalah jalan
menuju kebenaran.
B. Bahaya Antiintelektual
Kita patut mencermati adanya bahaya antiintelektual yang cukup
menonjol dewasa ini. Dunia modern melahirkan pragmatisme
yang pertanyaan pertamanya mengenai segala sesuatu bukan
“Benarkah itu?”, tetapi “Bergunakah itu?” Kesaksian Paulus tentang
orang Yahudi yang tidak percaya pada zamannya bisa diterapkan
terhadap kekristenan pada masa kini, “Sebab aku dapat memberi
kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar” (Rm. 10:2).
Sesuai kebenaran ini, ketekunan tanpa pengetahuan sama buruk
nya dengan pengetahuan tanpa ketekunan. Tujuan Allah adalah
keduanya, yaitu ketekunan diarahkan oleh pengetahuan dan
pengetahuan dikobarkan oleh ketekunan.
Menurut Dr. John Stott, sikap antiintelektual merupakan
salah satu masalah paling serius di mana pengalaman lebih penting
dari doktrin. Mereka menempatkan pengalaman subjektif di atas
30
Ronald H, Nash, Rasio dan Akal Budi: Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum,2002), 8
58 Apologetika
kekristenan masa kini karena adanya kecenderungan gereja-
gereja untuk tidak lagi mengajak jemaat melakukan studi firman
Tuhan yang mendalam. Akibatnya, iman Kristen lumpuh dalam
menghadapi berbagai tantangan ilmu pengetahuan dunia. Pada
akhirnya, banyak orang mengkotakkan iman Kristen hanya
dalam aspek religius dan tidak lagi menyentuh seluruh aspek
kehidupan manusia seutuhnya. Itulah sebabnya kita perlu kembali
mempelajari dan menggumulkan hal ini bagi kehidupan kita saat
ini.31
Dengan demikian, penting sekali untuk mengoreksi penda
pat atau pernyataan yang meremehkan akal budi maupun yang
melebih-lebihkan akal budi supaya terjadi keseimbangan yang
alkitabiah dan terhindar dari ekstrem-ekstrem fanatik. Pada
akhirnya, kita bisa menempatkan akal budi pada tempat yang
ditentukan Allah—menunaikan peran yang sudah dipilih Allah.
31
Ibid
2. Perintah Allah
Allah menciptakan akal budi kita demi kepentingan kemu
liaan Allah dan kepentingan kita. Kemampuan berpikir adalah
pemberian Allah kepada kita. Kita berhak dan bertanggungjawab
memakainya agar makin mengerti dunia yang Allah ciptakan dan
firman yang Allah nyatakan. Tuhan Yesus menegaskan pentingnya
akal budi kita dalam hukum terutama, “Jawab Yesus kepadanya:
‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu’” (Mat. 22:37).
Lagi pula Dia, dalam kehidupan-Nya dan pengajaran-Nya, mewu
judnyatakan akal budi yang dikuasai dan diterangi firman Allah.32
David Cupples menegaskan bahwa jelaslah kita dipanggil
untuk memakai akal budi yang diberikan Allah kepada kita secara
32
David Cupples, Beriman dan Berilmu (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1994),
16.
60 Apologetika
bertanggungjawab. Kita harus memandang dunia secara kristiani.
Namun, apabila kita memisahkan iman kita dengan akal budi,
iman kita sangat mungkin hanya menyangkut hal-hal rohani
(agamawi) saja, sedangkan pandangan kita tentang dunia bersifat
sekular dan sama saja dengan orang yang non-Kristen.33
Kesimpulan saya, kekristenan tidak menganut paham “dua
lisme” (pemisahan). Hal spiritual tidak terpisah dari hal inte
lektual. Tentu saja iman melampaui akal budi, tetapi kalau iman
Kristen itu benar, ajarannya harus juga “masuk akal”. Iman dan akal
budi tidak bertentangan. Beriman tidak berarti mudah percaya
tanpa alasan. Iman berarti keterlibatan diri secara penuh dalam
kehidupan yang berdasarkan penyataan Allah. Penyataan itu se
suai dengan kenyataan dan dengan demikian sungguh masuk akal.
Akal budi dan iman berhubungan erat, bukan dua bagian yang
tidak berhubungan (dualisme). Menggunakan akal budi maupun
menjadi beriman adalah jawaban yang tepat atas penyataan Allah.
Kalau iman dipisahkan dari akal budi, iman menjadi cara untuk
mencapai pengalaman tanpa mempertimbangkan apakah ada
alasan yang logis. Dengan demikian, menjadi beriman bagaikan
melangkah dalam kegelapan, bukan dalam terang. Dengan kata
lain, pemisahan antara iman (kehidupan rohani) dan akal budi
pasti membawa akibat buruk. Sikap dualisme (memisahkan iman
dan ilmu) harus kita tolak.
Hal yang perlu diperhatikan, apabila pemakaian akal budi
dan pengembangan pemikiran manusia dilakukan berdiri sendiri
atau terlepas dari Allah, hal-hal itu akan memimpin kepada
ketidakbenaran dan kesalahan. Namun, apabila kedua hal itu
(iman dan akal budi) dipergunakan dalam kebergantungan pada
penyataan Allah, kebenaran akan ditemukan. Menggunakan akal
budi dan mengembangkan pemikiran itu tidaklah berlawanan
dengan iman atau kebenaran.
33
Ibid,17.
34
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op. Cit.. 50
35
David Cupples, Op.Cit. 16
62 Apologetika
Efesus 4:23–24, “... supaya kamu dibaharui di dalam roh dan
pikiranmu,dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang
sesungguhnya.” Kini, setiap orang yang percaya kepada Tuhan
Yesus didiami dan dikuasai Roh Kudus serta memiliki kekuatan
baru dalam pengertian-pengertian rohani sebab ia memiliki
“pikiran Kristus” (1 Kor. 2:15–16).
John Stott menegaskan, Allah telah membentuk kita men
jadi makhluk yang berpikir; Dia telah memperlakukan kita
sedemikian rupa dengan cara berkomunikasi melalui firman-Nya;
Dia telah memperbarui kita dalam Kristus dan Dia akan meminta
pertanggungjawaban kita untuk pengetahuan yang kita miliki itu.
Menyepelekan pikiran atau sikap antiintelektual bisa dianggap
sebagai kejahatan serius. Penolakan atau ketidakpedulian akan
firman Allah menempatkan diri kita di bawah penghakiman Allah.
Menyepelekan pikiran berarti mengecilkan doktrin-doktrin Kristen
yang mendasar. Setelah Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk
yang rasional, akankah kita mengingkari kemanusiaan yang telah
diberikan-Nya? Tuhan telah berbicara kepada kita, akankah kita
mengabaikan firman-Nya? Tuhan telah memperbarui pikiran kita
melalui Kristus, tidak maukah kita memakainya?
Sangat penting untuk memerhatikan peringatan Alkitab
dalam Mazmur 32:8–9, “Aku hendak mengajar dan menunjukkan
kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi
nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu. Janganlah seperti kuda
atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan
mendekati engkau”. Tuhan berjanji akan menuntun, mengajar, dan
memerintah kita. Namun, jangan berharap Dia melakukannya
sedemikian rupa seperti kita menuntun kuda dan bagal. Kita adalah
manusia, bukan kuda atau bagal. Kita memiliki akal budi yang
tidak dimiliki oleh kuda dan bagal. Jadi penggunaan pengertian
(akal budi) kita, dengan diterangi Roh Kudus melalui firman-Nya,
64 Apologetika
waktu dan penjelasan tentang hal yang harus mereka putuskan
atau alasan demikian.
Para rasul terus-menerus “berdebat” dengan orang-orang
di luar Alkitab. Klaim Paulus yang penuh percaya diri di hadapan
Festus bahwa hal yang ia katakan merupakan “kebenaran dan akal
sehat” (Kis. 26:25). Bagi Paulus, tidak ada kontra—pertentangan
antara apologetika dan penginjilan. Penalaran bukan berarti tidak
percaya akan Roh Kudus. Sebaliknya, Paulus menggambarkan
semua kegiatan penginjilan dan tujuannya dengan kata-kata,
“Kami berusaha meyakinkan orang” (2 Kor. 5:11).
Pekerjaan meyakinkan, yaitu membicarakan, menerangkan,
dan membuktikan, adalah kata-kata yang “intelektual”. Artinya,
penginjilan adalah penyajian Injil yang logis. Hal ini tidak berarti
membesarkan kebanggaan intelektual. Kita harus membedakan
antara membesarkan kesombongan intelektual seseorang (kita
tidak boleh melakukannya) dengan menghormati kemampuan
intelektualnya (yang harus kita lakukan). Injil tidak melihat
tingkat pendidikan (Rm 1:14). Pengajaran Tuhan Yesus, walaupun
sederhana, membuat pendengarnya berpikir (Mat. 13:19). Pe
nyajian Injil yang logis tidak merebut pekerjaan Roh Kudus.
Mempertentangkan kuasa Roh Kudus dan penyajian Injil yang
logis adalah pertentangan yang salah kaprah. Argumentasi dan
pekerjaan Roh Kudus tidak bersaing satu sama lain. Paulus sangat
bergantung dan memercayai Roh Kudus, tidak berarti Paulus
mengizinkan dirinya berhenti berpikir dan ber-apologetik.
66 Apologetika
terhadap pertumbuhan rohani kita kecuali kesombongan dan
tidak ada yang lebih mendorong pertumbuhan rohani kecuali
kerendahhatian. Kita perlu merendahkan diri kita di hadapan Allah
yang Mahabesar, mengakui keterbatasan akal budi kita (bahwa
tidak mungkin kita menemukan Dia dengan usaha sendiri), dan
mengakui keberdosaan kita (bahwa tidak mungkin kita mencapai
Dia dengan usaha sendiri).
Paulus menegaskan ibadah yang benar adalah ibadah
yang dilakukan secara sadar dan dengan akal sehat; ibadah yang
dilakukan oleh mereka yang mengetahui siapa yang mereka
sembah dan mencintainya dengan segenap akal budi mereka (Kis.
17:23). Dalam 1 Korintus 14:13–15, Paulus menyatakan bahwa ia tidak
bisa merenungkan doa atau penyembahan di mana pikirannya
kosong atau tidak aktif. Ibadah yang benar melibatkan pikiran
secara penuh. Kalau kita tidak menggunakan pikiran yang telah
diberikan Allah, kita akan terperosok dalam kesalahan dan percaya
akan takhayul-takhayul rohani.
Jadi, sangat jelas bagi kita bahwa Dia tidak memandang
rendah akal kita sebab Dia yang memberikannya kepada kita. Dia
menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya kita menggu
nakan akal. Fungsi akal sebenarnya bukan menghakimi firman
Allah, melainkan merendahkan diri kita di bawah firman Allah,
penuh kerinduan untuk mendengar, mengerti, menerapkannya,
dan menaatinya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati untuk menghindari
dua ekstrem. Di satu pihak, ada manusia yang menolak untuk
menggunakan akal budi dan setuju pada iman yang buta. Di lain
pihak, ada manusia yang memberikan logika ruang untuk berdiri
sendiri dan terlepas dari Allah. Kedua posisi tersebut tidak sesuai
dengan karakter manusia sebelum kejatuhan. Manusia diciptakan
sebagai makhluk yang dapat berpikir dan mengembangkan pe
mikirannya, tetapi ia diharapkan untuk menyadari keterbatasan
36
John M. Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah (Surabaya: Momen
tum, 2005), 75
37
Ibid, 77
68 Apologetika
tersebut bisa menjadi pelajaran yang amat berharga bahwa Allah
sedang mengajar kita untuk mengalami sesuatu dari penderitaan-
Nya, yakni menyerahkan Anak-Nya untuk mati demi kepentingan
kita. Itulah alasan yang lebih lengkap.
John M. Frame dengan jelas menyatakan bahwa menunjuk
kan alasan-alasan yang alkitabiah bagi kebenaran yang alkitabiah
adalah bagian yang sangat penting dari apologetika. Sebagai
contoh lagi. Seorang yang belum percaya bertanya, “Mengapa
Yesus mengutuk pohon ara dalam Matius 21:18–22?” Hal itu
kelihatan seperti sesuatu yang kejam dan picik untuk dilakukan.
Orang Kristen harus menjawab dengan menunjukkan dari Alkitab
perlambang dari penghakiman yang sudah dekat dan karena itulah
inti dari maksud ajaran Yesus.38
E. Sumber Pembuktian
John M. Frame mengemukakan, tidak berarti bahwa pembuktian
Alkitab secara langsung adalah satu-satunya bukti apologetika
yang Allah izinkan untuk kita gunakan. Alkitab menyuruh kita
untuk mempertimbangkan bukti di luar dirinya (sejauh kita
menggunakannya menurut cara yang dapat diterima oleh Alkitab).
Paulus dalam 1 Korintus 15:1–11, tentang kebangkitan Yesus,
memberikan argumentasi bahwa jika orang-orang itu sangsi
(orang percaya pada abad pertama), mereka dapat menemui para
saksi mata setidaknya 500 orang. Namun, bagi kita sekarang, pem
buktian yang ultimate adalah firman Allah. Saksi mata penting,
tetapi mereka telah mati dan ingatan mereka lenyap. Hanya jika
kesaksian mereka diabadikan dalam firman Allah yang tertulis,
kesaksian itu terus bernilai sepanjang sejarah dunia. ***
38
Ibid, 78
Apologetika
Eksistensi Allah
S
etelah kita mempelajari dasar apologetika berdasarkan fir
man Tuhan, sekarang, dalam bab ini dan dua bab berikutnya,
kita akan membicarakan beberapa kasus yang sering muncul
dalam percakapan dengan orang yang belum percaya. Harus
diingat bahwa kita akan melihat hanya contoh dari kemungkinan-
kemungkinan tantangan-tantangan dan jawaban-jawaban.
Tujuan pokok pembahasan ini adalah memberikan beberapa
saran-saran dasar yang dapat menolong orang Kristen untuk apo
logetika alkitabiah yang efektif. Bentuk tanggapan-tanggapan
atau jawaban yang ditawarkan bergantung kepada kemampuan
apologet. Hal yang diharapkan adalah ia akan terus belajar untuk
mengembangkan argumentasinya sehingga berpengalaman dalam
pembelaan iman (apologetika).
A. Keberadaan Allah
Dalam bagian ini, saya akan membicarakan mengenai keberadaan
Allah terlebih dahulu. Sangatlah nyata bahwa satu dari kunci per
masalahan dalam apologetika adalah kebenaran tentang Allah.
71
Sering kali kasus akan kebutuhan untuk berapologetika timbul
oleh karena pertanyaan-pertanyaan mengenai Allah.
Perdebatan di antara orang Kristen dan orang belum percaya
pada dasarnya mengenai keberadaan Allah. Meskipun sanggahan-
sanggahan berkenaan dengan Allah diajukan dalam berbagai ben
tuk, sesungguhnya akar pertanyaan orang yang belum percaya
adalah “Mengapa saya harus percaya bahwa Allah orang Kristen
itu ada?”
Akan tetapi, saya juga tidak mengabaikan pertanyaan klasik
yang dihadapi manusia di tingkat dasar. Hal ini sering kali terjadi
di tingkat bawah sadar: Apakah Allah ada? Bagaimana saya bisa
mengetahui Allah ada? Bagaimana saya bisa yakin dengan pasti?
Sepanjang zaman-zaman yang telah lampau hingga kini,
orang mencoba membuktikan adanya Allah. Terlebih-lebih pada
zaman sekarang ini di mana ajaran ateistis mengancam kepercaya
an kepada Allah.
Sebagai orang Kristen, masing-masing kita telah diberi man
dat bukan sekadar menyampaikan Injil, melainkan juga menjelas
kan dan mempertahankannya. Allah tidak meninggalkan kita
sendirian. Kita tidak kekurangan jawaban. Alkitab menyatakan
bahwa Allah itu ada (Ibr 11:6) dan Dia tertarik membangun hu
bungan dengan manusia. Semenjak Allah menciptakan kehidupan,
Dia memiliki ketertarikan dengan hal yang telah diciptakan-Nya.
Alkitab tidak hanya sekadar menegaskan. Alkitab juga menawarkan
undangan untuk mengenal Allah Pencipta secara intim.
Sepanjang sejarah (mungkin terus ada), terdapat orang-
orang yang melakukan penyangkalan mutlak atas keberadaan
Allah (menyangkal bahwa Allah tidak ada) dalam berbagai bentuk.
Kekristenan mengklaim bahwa Allah ada dan ingin menunjukkan
bahwa kepercayaannya kepada Allah itu ada dasar-dasarnya.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, ada hal yang perlu un
tuk diperjelas bahwa ketidakpercayaan akan Allah dapat berupa
72 Apologetika
ateisme atau agnostik. Ateis berkata tidak ada Allah, sementara
agnostik percaya bahwa manusia tidak bisa meyakini apakah
Allah ada atau tidak. Ateis sama sekali menyingkirkan Allah;
agnostik mungkin bermaksud lebih “berpikiran terbuka”, hanya
menyingkirkan kemungkinan pengetahuan akan Allah. Keduanya
keliru. Charles H. Spurgeon mengatakan bahwa tidak ada orang
kafir (ateis) di mana pun selain di bumi. Mereka tidak ada di surga,
tidak juga di neraka. Ateisme adalah sebuah istilah yang asing.
Bahkan, Iblis pun tidak pernah jatuh dalam sifat buruk itu karena
“Iblis pun percaya dan gemetar” (Yak 2:19).39 Menurut Alkitab, ateis
dan agnostik adalah orang bebal, “Orang bebal berkata dalam
hatinya, ’Tidak ada Allah” (Mzm. 14:1).
Biasanya, ateis dibedakan dalam dua jenis, yaitu ateis praktis
dan ateis teoritis. Ateis praktis adalah orang yang dalam hidup
sehari-harinya tidak mengindahkan Tuhan atau hidup seolah-
olah Tuhan tidak ada. Ateis teoritis adalah orang yang lebih
bersifat intelektual dan berusaha untuk membenarkan keyakinan
bahwa Allah itu tidak ada dengan argumentasi rasional. Mereka
berpendapat bahwa tidak ada bukti sah tentang keberadaan Allah.
Dengan kata lain, mereka sama sekali menolak adanya keberadaan
Allah. Keberadaan ateis praktis dalam dunia ini tidak perlu
diragukan sebab baik Alkitab maupun pengalaman menyatakan
atau mengakui hal ini. Mazmur 10:4b menyebut bahwa orang fasik
beranggapan: “Tidak ada Allah! Itulah seluruh pikirannya.”
Sekarang ini, pikiran ateis semakin kuat menguasai banyak
manusia. Mereka tidak menghayati bahwa keberadaan mereka
ada yang menciptakan. Dengan pikiran ini, mereka merasa Allah
tidak ada atau tidak perlu ada. Kalau seseorang sudah menyangkal
keberadaan Allah, perbuatan mereka pasti tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan (tidak harus atau selalu bejat).
39
Alex McFarland, Apologetika (Malang: Gandum Mas, 2012), 34.
1. Argumen Filosofis
Mazmur 19:2 mengatakan, “Langit menceritakan kemuliaan
Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. ”Rasul
Paulus mengatakan, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya,
yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak
kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga
mereka tidak dapat berdalih” (Rm. 1:20). Dalam pasal berikutnya,
Paulus mengakui bahwa “suara hati” dimiliki oleh semua bangsa,
setiap insan tanpa kecuali (Rm. 2:14–15). Oleh karena itu tidak
mengherankan bahwa sepanjang sejarah gereja, kaum filsuf ber
usaha untuk membuktikan eksistensi atau keberadaan Allah secara
rasional berdasarkan argumen-argumen lahiriah karena “Ia bukan
tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan” (Kis.
14:17).
Akan tetapi, argumen-argumen tersebut menurut Volkhard
Scheunemann lebih tepat disebut petunjuk atau testimonia
74 Apologetika
(kesaksian) tentang eksistensi Allah dan bukan bukti karena selain
argumen-argumen itu memiliki titik kelemahan dan tidak selalu
persuasif (tidak meyakinkan secara mutlak), kita harus menegaskan
bahwa Allah yang diperuntukkan bagi bukti-bukti bukanlah Allah
sebab pihak yang membuktikan lebih utama daripada apa yang
atau siapa yang akan dibuktikan.
Kalau manusia ingin membuktikan Allah, manusia sudah
mengambil tempat di atas Allah dan keallahan Allah sudah tidak
diakui lagi. Kalau Allah sungguh-sungguh Allah, Dia tidak mung
kin dibuktikan oleh siapa pun. Oleh karena itu, sebaiknya kita
berbicara tentang petunjuk-petunjuk mengenai eksistensi Allah
dan memakai istilah argumen dalam arti yang demikian. Di sini, saya
tidak akan menjelaskan segala “bukti” yang pernah dikemukakan
banyak theolog maupun filsuf Kristen untuk membuktikan
adanya Allah. Saya mengetahui ada banyak argumen yang menarik
tentang eksistensi Allah. Namun, saya akan membahas beberapa
argumentasi potensial menurut penilaian saya, yaitu etnologis,
kosmologis, teleologis, ontologis, dan etis.
a. Argumen Etnologis
Ada theolog yang menyebut argumen ini sebagai argumen
umum, tetapi saya lebih suka (baca: lebih tepat) memakai istilah
argumen etnologis. Di antara segala bangsa dan suku bangsa,
mereka memiliki gagasan atau ide tentang Allah yang kepada-Nya
manusia bertanggung jawab. Pengertian itu menyatakan diri dalam
pelbagai bentuk ibadah dan upacara seremonial. Paham universal
ini harus berakar dalam tabiat manusia. Hal serupa diungkapkan
Berkhof:
40
Berkhof, Teologi Sistematika 1 (Doktrin Allah), (Jakarta:LRII), 12.
V. Scheunemann,Op.Cit. 40.
41
42
W. Gary Crampton, Verbum Dei : Alkitab adalah Firman Allah (Surabaya:
Momentum, 2000), 19.
76 Apologetika
Nya. Namun, kelemahan etisnya mengarahkannya kepada allah-
allah yang salah.43
Baik Berkhof, Scheunemaan, maupun Gary Crampton meng
ungkapkan hal yang sama, yaitu ada bukti yang kuat tentang
adanya ide tentang Allah secara universal dalam pikiran manusia,
bahkan di antara suku-suku bangsa yang masih belum beradab
dan merasakan dampak wahyu khusus (Alkitab). Sebenarnya,
mereka yang menyangkal Allah bertentangan dengan fakta-fakta
yang ada. Fakta “benih agama” yang tertanam dalam diri setiap
orang yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah
bukti kuat bahwa tidak ada orang yang dilahirkan sebagai ateis.
Ateis lahir dari keadaan manusia yang telah sesat dan keinginan
manusia untuk menghindari Allah. Hal ini terjadi akibat tindakan
sengaja membutakan diri, menindas insting terdasar diri manusia,
kerinduan terdalam jiwa untuk menggapai eksistensi atau keber
adaan yang lebih tinggi dari dirinya. Keberadaan yang lebih tinggi
tidak lain adalah Allah. Mereka bukan tidak sadar adanya Allah,
tetapi memilih untuk menindas, baik praktis maupun intelektual
atas “benih agama” dalam dirinya.
43
Ibid, 20
44
Istilah kosmologis berasal dari dua kata Yunani. Logos adalah sebuah
kata Yunani yang memiliki banyak arti, salah satunya adalah “alasan.” Kosmos
adalah kata Yunani berarti “dunia” tetapi juga termasuk ide keteraturan. Ketika
orang Yunani menggunakan kata kosmos, mereka maksudkan sebuah dunia yang
teratur dan tidak kacau. Dengan demikian, kata tersebut mengarah pada sesuatu
lebih dari sekadar eksistensi.
45
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
75–76.
Ronald H. Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
46
78 Apologetika
balik semuanya. Bahkan, orang ateis pun percaya bahwa alam
semesta adalah akibat yang teramat besar.48
Kehadiran teori Big Bang tentang asal mula alam semesta
yang secara sederhana menjelaskan bahwa pada 15–18 miliar tahun
lalu (bisa dilebihi atau dikurangi beberapa miliar), ketika semua
yang eksis dijelaskan sebagai “titik ketunggalan”. Titik ketunggalan
ini melibatkan kesatuan semua materi dan energi dalam alam
semesta. Dengan alasan yang kita tidak ketahui, titik ketunggalan
ini meledak dan dari ledakan itu terjadilah alam semesta yang kita
kenal sekarang.49
Sekarang, pertanyaan penting tentang Big Bang adalah apa
yang menyebabkan itu terjadi? Sebagian orang mengatakan bahwa
kita tidak perlu menjawab pertanyaan itu karena jawabannya
melampaui ilmu pengetahuan. Merupakan kebodohan secara
akademis dan intelektual untuk mengatakan, “Saya tidak akan
masuk ke sana”. Kekristenan memiliki jawaban untuk pertanyaan
itu melalui doktrin penciptaan. Kita memiliki keberadaan yang
eksis secara mandiri dan kekal, yang memiliki kuasa untuk
menggerakkan. Ia memiliki kemampuan untuk menggerakkan
yang tidak bergerak. Aristoteles memahami bahwa harus ada asal
mula dari gerakan itu dan gerakan asal itu harus memiliki kuasa
bergerak pada dirinya seperti halnya ia harus memiliki kuasa
keberadaan pada dirinya. Itulah sebabnya kita menunjukkan
atribut-atribut itu pada Allah. Alkitab mengatakan bahwa di
luar wilayah alam semesta yang diciptakan, ada keberadaan yang
eksis secara mandiri dan kekal, yang kita sebut Allah, yang adalah
Pencipta segala sesuatu, dan dalam Dia segala sesuatu, bergerak,
dan menjadi ada (Kis. 17:28).50
48
Alex McFarland, Apologetika (Malang : Gandum Mas, 2012), 38
49
R.C Sproul, Defending Your Faith : Suatu Introduksi terhadap Apolo
getika (Malang : SAAT, 2011), 136
50
Ibid, 137–139
51
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup, 1994), 65.
80 Apologetika
ini menuntut kita untuk mengakui hukum sebab akibat sebagai
prinsip formal yang berdasarkan definisi adalah benar, di mana
jika kita pernah bisa mendefinisikan peristiwa sebagai akibat, kita
bisa diyakinkan bahwa peristiwa itu telah disebabkan oleh sesuatu
yang bukan dirinya.52
Kekristenan mengklaim bahwa sumber penggerak itu adalah
Allah. Dengan kata lain, baik ilmu pengetahuan dan Alkitab
mengakui bahwa alam semesta memiliki permulaan. Alam semesta
tidak “ada” tanpa ada kekuatan di baliknya. Penyebab itu adalah
Allah, Penyebab Yang Besar.
Setiap ciptaan memiliki pencipta. Mari kita berpikir
dengan akal sehat. Mustahil sesuatu diciptakan tanpa pencipta.
Sesuatu yang dibuat harus memiliki pembuatnya. Pola kehidupan
secara jelas bukanlah merupakan kejadian yang kebetulan dan
tanpa direncanakan.
Kita menyimpulkan bahwa baik ilmu pengetahuan dan
Alkitab setuju atau mengakui kalau alam semesta memiliki
permulaan. Apakah permulaan ini disebabkan oleh sesuatu atau
tidak? Kita harus insaf bahwa akibat tanpa penyebab adalah
mustahil—tidak ada (jam tidak memutar dirinya sendiri). Oleh
sebab itu, keberadaan alam semesta disebabkan secara sengaja.
Kita bisa berasumsi “Penyebab” ini pastinya suatu pribadi karena
Dia (Allah) menciptakan manusia yang berpribadi. Jika Allah
bukanlah Allah yang berpribadi, Dia tidak sepintar kita dan kita
(akibat) telah membuat Dia (Penyebab) kurang penting. Hal itu
tidaklah rasional.53
Secara esensial, argumentasi ini dapat diringkas menjadi
pertanyaan,“Dapatkah peristiwa mengakibatkan tujuan? Dapatkah
52
R.C Sproul, Defending Your Faith: Suatu Introduksi terhadap Apo
logetika (Malang: SAAT, 2011), 54.
53
Alex McFarland, Apologetika Volume 4 (Malang : Gandum Mas, 2012),
43–44
54
Prof. Nash menjelaskan kata Pertama dalam arti logis. Jika keberadaan
itu menjadi pertama dalam susunan temporal, berarti ia itu eksis pada
permualaan susunan tersebut. Jika sesuatu menjadi pertama dalam susunan
keberadaan, ia pasti keberadaan yang tertinggi atau paling penting. Ketika istri
presiden digambarkan menjadi first lady, sebutan tersebut tidak dimaksudkan
untuk usianya. Kata pertama menunjuk pada keunggulan posisinya; menunjuk
pada betapa pentingnya dirinya. Sebagai akibatnya, untuk menggambarkan Allah
sebagai Penyebab Pertama yang logis berarti memandang Dia sebagai penyebab
atau persyaratan tertinggi bagi eksisnya segala sesuatu.
55
Ronald H. Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 185.
82 Apologetika
Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-
tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.” (Yoh
3:2), Nikodemus secara nalar telah menghubungkan poin-poin
yang ada dan mengakui keberadaan yang supernatural, yang mana
Allahlah yang menjadi penyebab karya Yesus. Jika tidak demikian,
karya itu tidak bisa terjadi. Kalau kita mengatakan bahwa segala
sesuatu dapat menyebabkan segala sesuatu atau peristiwa apa pun
tanpa penyebab, tidak ada mukjizat di Alkitab, dari Penciptaan
sampai pada Kebangkitan, yang memiliki nilai kenyataan.
Jadi jelas, kita percaya bahwa kita tidak sedang menyatakan
dunia itu dicipta oleh keberadaan yang tidak eksis lagi atau oleh
keberadaan yang terbatas. Secara sederhana, jika kita menolak
wahyu khusus (Alkitab) dan berusaha mencari alasan dengan
cara kita dari apa yang kita ketahui tentang dunia pada sebuah
eksistensi, membuat kita jauh dari Allah yang satu-satunya, kekal,
tanpa batas, mengasihi, suci, dan sempurna.
Perhatikan bahwa kita juga tidak sedang menanyakan
mengapa bagian dunia ini atau itu eksis; sekarang kita sedang
bertanya mengapa semuanya itu eksis. Perhatikan juga bahwa kita
tidak sedang menanyakan apa yang pertama membawa dunia ke
eksistensi. Kita sedang mencari alasan yang cukup, dasar tertinggi,
Penyebab Pertama yang logis, yang tanpanya dunia tidak akan ek
sis. Mengapa dunia eksis? Apa yang jadi alasan yang cukup?Tentu
ada alasannya atau tujuannya. Kita akan mempelajari ini pada
argumen teleologis berikut ini.
56
Harun Hadiwijono,Op.Cit. 76.
84 Apologetika
Manusia mempunyai gagasan atau ide tentang wujud yang
sempurna dan kekal, yaitu gagasan atau ide tentang sesuatu yang
paling sempurna, yang tidak dapat dipikirkan lebih sempurna lagi.
Dari manakah gagasan atau idea itu? Mungkinkah gagasan atau
ide itu timbul dari manusia yang tak sempurna dan fana? Mustahil.
Dari manakah manusia sadar akan kekurangannya sehingga tidak
puas dalam dirinya? Alkitab menyatakan Allah sebagai Allah yang
kekal, yang tidak terduga pengertian-Nya (Yes. 40:28) terhadap
keputusan-keputusan-Nya yang tidak terselidiki dan jalan-jalan-
Nya yang tidak terselami (Rm. 11:33). Ide atau gagasan yang
demikian itu adalah Allah.
57
R.C Sproul, Op.Cit. 159.
58
V. Shceunemann, Op. Cit. 42.
86 Apologetika
kehidupan di luar kehidupan ini. Oleh karena dalam kehidupan ini
orang “tak bersalah” binasa dalam tangan orang jahat, harus ada
kehidupan setelah kematian atau tempat di mana orang jahat akan
mendapatkan hal yang patut diterimanya. Alkitab menunjukkan
cara orang kudus pada waktu lampau bergumul dengan pertanyaan
yang sama, “Berapa lama lagi orang-orang fasik, ya TUHAN, berapa
lama lagi orang-orang fasik beria-ria?” (Mzm. 94:3). Orang jahat
hanya akan ada di tempat di mana keadilan tidak dilaksanakan
secara sempurna. Tidak ada keadilan yang mutlak dalam dunia
ini. Namun, kita mencari keadilan, meskipun keadilan tidak
selalu dijalankan. Kant menegaskan, “Maka harus ada keadilan
yang sempurna di suatu tempat dan suatu tempat itu ada setelah
kehidupan ini.”
Hal lain yang harus ada untuk keadilan yang sempurna terja
di setelah kehidupan ini adalah hakim yang bermoral sempurna.
Kalau hakim ini menderita kelemahan moral, akhirnya hakim
itu bukan hakim yang benar sebab ia bisa melakukan kesalahan
yang sama, yang kita lakukan di sini, di atas bumi dalam ruang
pengadilan kita. Agar memiliki standar etika, harus ada keadilan
yang sempurna; supaya memiliki keadilan yang sempurna, harus
ada hakim yang sempurna. Hakim itu harus “mahatahu”—yang
bisa mengetahui segala fakta atau situasi dan kondisi secara
lengkap dalam kasus-kasus yang datang kehadapannya sehingga
penghakimannya tanpa salah dan cela. Pertanyaan selanjutnya,
apakah kehadiran hakim yang sempurna secara moral dan
mahatahu bisa menjamin keadilan yang sempurna? Belum ten
tu. Hakim itu harus mahatahu dan mahakuasa. Penghakiman
yang dijatuhkan bisa tidak dapat dilaksanakan, kecuali hakim
itu memiliki kuasa yang sempurna atau kemampuan untuk
menjalankan setiap penghakiman yang keluar dari mulutnya.
Jadi, akhirnya hakim ini harus mahakuasa, lebih kuat dari kuasa
mana pun yang dihadapinya, yang mungkin bisa menghalangi
pelaksanaan penghakimannya. Ia harus secara sempurna mampu
88 Apologetika
ini membawa kesadaran tentang Allah, yang ditempatkan oleh
Allah. Manusia diciptakan berdasarkan gambar dan rupa-Nya.
Oleh karena itu, kita membawa kesadaran intuitif bahwa Allah
ada. Gary Crampton menjelaskan hal yang dimaksud dengan
gambar dan rupa Allah adalah terdiri atas aspek-aspek moral atau
etis dari karakter manusia.59
Kesadaran tentang yang ilahi telah ada pada diri setiap
orang sehingga tidak dapat berdalih. Walaupun setelah manusia
berdosa, gambar Allah memang rusak, tetapi tidak pernah di
angkat oleh Allah dari hati umat manusia bahwa Allah ada dan
karena itu menuntut ucapan syukur mereka. Dengan demikian,
tidak ada orang “yang tidak bersalah” di seluruh sejarah dunia ini
karena semua orang telah menerima wahyu yang jelas tentang
Penciptanya (Rm. 1:18–20). Setiap orang dari mereka telah menindas
pengetahuan ini, menolak untuk mengucap syukur, dan memilih
untuk menyembah apa saja kecuali Allah yang hidup.60
Alkitab menulis bahwa sejak penciptaan dunia ini, Sang
Pencipta telah dengan jelas mewahyukan diri-Nya dalam ciptaan-
Nya dan melalui hati nurani. Mungkin Paulus bermaksud
mendiamkan orang yang menggerutu dan berdalih, yang akan
berdiri di pengadilan Allah dan berseru bahwa hal itu tidak
adil: “Allah, kalau saja kami telah mengetahui bahwa Engkau
Ada, kami akan menyembah dan memuliakan Engkau.” Namun,
Alkitab menyatakan bahwa Allah tidak akan menanggapi dalih
semacam itu karena semua orang telah mengetahui bahwa Dia
ada. Sesungguhnya, pada waktu mereka tidak mengikuti Dia, hal
itu bukan karena mereka tidak bisa melihat-Nya dalam penyataan
umum melalui ciptaan maupun hati nurani, melainkan mereka
membenci Dia dan menolak berpikir tentang Dia sama sekali.
90 Apologetika
Berkhof mengingatkan kita bahwa argumen-argumen rasio
nal ini harus selalu diingat pertama kali bahwa orang-orang
percaya tidak membutuhkan argumen-argumen ini. Pengakuan
kita tentang keberadaan Allah tidak tergantung atas argumen-
argumen ini, tetapi penerimaan iman terhadap penyataan Allah
dalam Alkitab.
Akan tetapi, argumen-argumen tersebut bisa berguna bagi
orang percaya. Namun, hal ini lebih tepat disebut sebagai testi
monia (kesaksian-kesaksian) daripada argumen. Argumen-argu
men ini dapat dipakai sebagai senjata untuk menghadapi para pe
nentang, walaupun argumen ini tidak membuktikan keberadaan
Allah melampaui segala keraguan, tetapi penting sebagai tafsiran
atas wahyu Allah yang umum dan sebagai pemaparan tentang
percaya pada Keberadaan yang Ilahi yang bersifat masuk akal
sehingga dapat membungkamkan gonggongan orang-orang yang
belum percaya. Jadi, bagi orang yang telah percaya kepada Allah,
imannya dikuatkan oleh testimonia (kesaksian-kesaksian) tadi,
sedang testimonia (kesaksian-kesaksian) itu tidak menjadikan
orang yang belum percaya menjadi percaya.
2. Argumen Theologis
Berkhof menjelaskan bahwa percakapan tentang pengeta
huan akan Allah tidak masuk akal, kecuali dapat diandaikan
bahwa Allah ada. Apakah pengandaian ini masuk akal? Jawabnya
tegas: “Ya”. Namun, hal ini tidak berarti keberadaan Allah mampu
dibuktikan secara akal tanpa sedikit pun ruang bagi keraguan,
tetapi artinya ialah sementara kebenaran tentang Allah diterima
dengan iman dan iman ini tidak hanya semata-mata didasarkan
atas informasi (data) yang dapat dipercaya.
Kuyper menegaskan bahwa usaha untuk membuktikan ke
beradaan Allah tidak berguna dan tidak akan berhasil. Usaha
tersebut tidak berguna apabila si pencari percaya bahwa Allah
61
Richard L. Pratt, Menaklukan Segala Pikiran kepada Kristus (Malang:
SAAT, 1994), 147.
62
Ibid, 148.
92 Apologetika
argumentasi tentang keberadaan Allah menurut iman Kristen
dapat dijelaskan sebagai berikut:63
63
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1 (Doktrin Allah), (Jakarta: Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1993), 10–11.
64
V. Shceunemann, Op. Cit. 37.
94 Apologetika
Wesley Brill mengatakan bahwa tidak ada penulis Alkitab
yang mencoba membuktikan bahwa Allah ada. Alkitab mulai
dengan perkataan, “Pada mulanya Allah” (Kej. 1:1 dan Yoh. 1:1–
3). Manusia di seluruh dunia percaya bahwa Allah ada karena
kepercayaan itu memang diletakkan oleh Allah dalam hati manusia,
“Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah’” (Mzm.
14:1). Hanya orang bebal yang tidak percaya bahwa Allah ada. Bagi
orang Kristen, kenyataan bahwa Allah itu ada diyakinkan dalam
hati kita sebab kita dapat merasakan persekutuan dengan Allah.
Oleh karena itu kita, sebagai orang Kristen, tidak perlu mencari
bukti-bukti yang dari luar. Dengan iman, orang mengetahui
bahwa ibunya adalah sungguh-sungguhnya ibunya. Walaupun
ia tidak dapat membuktikannya, tetapi hal itu dinyatakan dalam
hatinya. Kalau ingin mendapatkan bukti bahwa Allah ada, lebih
baik kita melihat kepada Tuhan Yesus yang berkata, “Barangsiapa
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Alkitab juga
membuktikan bahwa Allah ada sebab tanpa pertolongan Allah,
manusia tidak mungkin menulis Alkitab.”65
Allah tidak sama dengan manusia, “Jadi dengan siapa hendak
kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa
dengan Dia? (Yes. 40:18). Selanjutnya dikatakan, “Dapatkah engkau
memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang
Mahakuasa? Tingginya seperti langit—apa yang dapat kaulakukan?
Dalamnya melebihi dunia orang mati—apa yang dapat kauketahui?
(Ayb. 11:7–8). Oleh karena itu, pendekatan kepada Allah haruslah
dengan iman karena Dia melebihi kemampuan akal manusia dan
iman membuktikan segala sesuatu yang tidak kelihatan (Ibr. 11:1).
Selanjutnya, iman yang mengakui eksistensi Allah harus
maju pada iman yang menghayati Allah dan mengalaminya.
Rasul Yohanes menyatakan, “Anak Allah telah datang (penyataan)
dan mengaruniakan pengertian kepada kita (pembaruan rasio),
65
J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup,1998), 31.
66
Ibid, 38.
96 Apologetika
Dia. Mengatakan bahwa Allah dapat diketahui menyatakan bah
wa Dia dapat dikenal (sebab Dia telah menyatakan banyak fakta
mengenai Diri-Nya, pertama-tama melalui ciptaan-Nya—alam
semesta).
Seandainya Dia hanya menyatakan fakta-fakta tanpa kita
mungkin mengenal Dia secara pribadi, pengetahuan berdasarkan
fakta semacam itu hanya akan mempunyai kegunaan yang kecil
dan tentunya tidak kekal. Sama seperti hubungan antarmanusia,
hubungan antara Allah dan manusia tidak dapat dimulai tanpa
pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran mengenai Pribadi itu;
kemudian hubungan yang bersifat pribadi itu membangkitkan
kerinduan untuk mengetahui lebih banyak fakta-fakta yang lantas
memperdalam hubungan itu, dan seterusnya. Siklus ini harus
menjadi pengalaman dari setiap orang Kristen yang memercayai
adanya Tuhan, yaitu pengetahuan akan Dia seyogyanya mem
perdalam hubungan kita dengan Dia yang pada gilirannya
mendorong kerinduan kita untuk lebih mengenal Dia.67
Setelah Anda mengetahui (lebih tepatnya: menyadari)
Allah ada, selanjutnya Anda maju lagi untuk mengenal Dia secara
pribadi dengan pengertian yang lebih utuh melalui Alkitab berarti
Anda telah menemukan hal yang terpenting dalam kehidupan
ini—membina hubungan dengan Allah dan tinggal bersama-Nya
selamanya. Selanjutnya silakan mendalami di buku saya: Jalan
Masuk Kerajaan Surga “Bagaimana Mengetahui bahwa Anda Sudah
Selamat”.
Dengan demikian, Anda dapat membuktikan bahwa Tuhan
Yesus bukan tokoh dongeng. Dia adalah Anak Allah yang mati dan
bangkit. Dia hidup dan berkuasa yang suatu hari nanti akan tampil
sebagai Raja dan Anda akan mendapat legalitas atau sertifikat
yang berbunyi: “Inilah anak-Ku yang Ku-kasihi, kepadanya Aku
berkenan”.
67
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi, 2001), 35
98 Apologetika
sia dan berakhir pada kekacauan. Kondisi manusia adalah usaha
mengejar angin.
Berdasarkan pengalaman ini, penulis Kitab Pengkhotbah
tidak hanya membeberkan segala sesuatu “di bawah matahari”
bahwa kehidupan merupakan lingkaran yang sia-sia, kehidupan
yang sama sekali tanpa tujuan. Namun, ia tidak berhenti di situ.
Pengkhotbah meneruskan pengamatannya melampaui pengamat
an empirisnya. Ia mulai membuat pernyataan tentang hal-hal
“di atas matahari”. Ia menyebutnya iman kepada Sang Pencipta:
“Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-
hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan ...
dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pkh. 12:1a,
7b).
Penganut nihilisme, ateisme maupun agnostik hanya me
merhatikan segala sesuatu yang ada “di bawah matahari” (yang
pandangannya terikat pada keterbatasan dunia ini), tetapi tidak
memerhatikan melampaui matahari itu sendiri. Kitab Pengkhot
bah mengajak kita menempatkan iman kita pada hikmat Allah yang
agung (Pkh. 8:17); pada kebaikan yang mendalam (Pkh. 8:15); pada
keadilan Allah yang sempurna (Pkh. 8:11–13); dan akhirnya kepada
murka Allah yang kudus yang akan menghukum kemunafikan
(Pkh. 5:1–6).
Paulus mengatakan, “Bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus,
... dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang
dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”
(Ef. 2:12). Paulus menekankan lebih jelas lagi dalam suratnya untuk
jemaat Korintus, “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-
sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.
Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus.
Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada
Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari
segala manusia” (1 Kor. 15:17–19). Paulus mengatakan bahwa apabila
100 Apologetika
pernah hidup mengetahui bahwa Allah itu ada karena Allah
telah menyatakan diri-Nya dalam alam ciptaan-Nya. Murka-Nya
bangkit melawan mereka yang menekan manifestasi yang jelas
itu. Hal yang kita takuti lebih dari alam, yang kita takuti adalah
berhadapan muka dengan muka dengan Allah yang Mahakuasa
yang akan meminta pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang
pernah kita lakukan (Rm. 14:10,12; 1 Kor. 4:5).68
Dengan demikian, semua manusia termasuk kategori me
ngetahui Allah secara kognitif sehingga mereka tanpa alasan—
tidak dapat berdalih di hadapan Pencipta mereka (Rm. 1:20–21).
Bukan seolah-olah mereka bersalah karena menolak Yesus Kristus
sebagai Juruselamat yang tidak pernah mereka mendengar, tetapi
lebih karena mereka sengaja menolak pengetahuan tentang
Allah yang mereka miliki. Mereka menolak satu-satunya sumber
pertolongan mereka. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa
manusia bersalah dan mengetahui hal itu, termasuk pengetahuan
yang mencakup fakta bahwa kemarahan dan murka-Nya ada atas
mereka.
Izinkan saya sekali lagi menekankan bahwa alam begitu jelas
dalam penyataannya mengenai Tuhan. Tidak ada kesalahan dengan
dunia ciptaan Allah. Kesalahan tersebut terdapat pada manusia.
Seperti yang sudah kita lihat, gambar dan rupa dalam manusia
tidak hilang saat kejatuhan, tetapi rusak. Akibatnya, manusia
memandang penyataan umum (anugerah-Nya) melalui alam ini
agak kabur. Hanya Roh Kudus, melalui firman yang diilhamkan,
menjadikan gambaran atau petunjuk tersebut menjadi jelas. Semua
manusia perlu mendengar Injil agar diselamatkan (Mat. 28:18–20).
Inilah tugas apologetika yang tidak dapat ditawar. ***
68
R.C Sproul, Op.Cit. 175–177
Apologetika
Otoritas Alkitab
K
ita sudah mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan eksistensi Allah. Sekarang, waktunya
untuk mengeksplorasi Alkitab yang dapat diandalkan se
bagai sumber informasi mengenai Allah. John Calvin menuliskan,
“Kredibilitas doktrin tidak akan terjadi sebelum kita diyakinkan
tanpa keraguan lagi bahwa Allah adalah penulisnya.” Pertanyaan
klasik tentang Alkitab adalah, “Bagaimana saya mengetahui Al
kitab sungguh-sungguh benar?” atau dengan kata lain, “Alkitab
itu: mitos atau sejarah?” Tidak ada buku yang pernah ditulis yang
telah menghadapi semacam kritikan tajam yang komprehensif
seperti Alkitab.
Pernahkah Anda mendengar pernyataan,“Bukankah Alkitab
terbukti banyak kesalahan? Alkitab berkontradiksi dengan di
rinya?”Apabila kita sebagai orang Kristen mendengar pernyataan
semacam itu, tanyakan apakah kesalahan Alkitab yang ia ketahui.
Sembilan puluh persen orang yang melontarkan tuduhan ini
ternyata hanya mendengar dari kata orang lain. Ia belum pernah
menyelidikinya. Ia belum memeriksa Alkitab dan sumber material
lain dengan cukup. Akibatnya, ia tidak mengetahui dengan benar
103
bagian Alkitab yang ia pikir berlawanan. Sebenarnya, bagian-bagian
yang dianggap berlawanan di Alkitab disebabkan kerena mereka
hanya melakukan sedikit penelitian. Akibatnya, mereka tidak
dapat melihat bahwa semua itu sebenarnya harmonis. Mereka,
orang belum percaya, belum mempelajari masalah penafsiran
Alkitab (hermeneutika) secara menyeluruh. Mereka juga belum
menyelidiki semua bukti manuscript yang ada sekarang ini. Pada
pembahasan berikutnya, saya akan menunjukkan harmonisasi isi
Alkitab—tidak ada kontradiksi dalam Alkitab dan prinsip-prinsip
hermeneutika.
Apabila orang itu benar-benar tidak bisa menunjukkan
kesalahan Alkitab, jangan menanggapinya dengan perasaan geli
atau lucu. Sebaliknya, bagikanlah kesaksian Anda bagaimana janji
Yesus mengenai kedamaian, pengampunan, dan rasa aman dalam
hidup Anda dapat diandalkan dan terbukti. Yesus berjanji, “Damai
sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” (Yoh. 14:27), adalah sesuatu
yang terbukti Anda terima sejak Anda menerima dan mengenal-
Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Tidak ada orang yang dapat berdebat dengan kesaksian—
itulah alasan pernyataan bahwa Yesus sanggup mengubah hidup
orang tidak terbantahkan. Bagikanlah perubahan hidup yang
Anda alami semenjak mengenal Yesus, hasil perubahan yang telah
Dia buat dalam hidup Anda semenjak Anda mengenal-Nya.
Alkitab memang memiliki beberapa hal yang tampaknya
saling bertentangan, tetapi juga memiliki jawaban yang memuas
kan untuk menjelaskannya. Kita dapat meyakini bahwa Roh Kudus
mengajar kita pada saat kita berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk mengerti Alkitab. Walaupun kita mungkin tidak jelas dalam
beberapa hal tertentu, banyak bagian lain dalam Alkitab yang telah
dibuat sejelas mungkin oleh Roh Kudus bagi kita.
Kesimpulan Pratt berkenaan dengan hal tersebut mengata
kan, “Ditinjau dari sudut Kristen yang tampak dari pengajaran
104 Apologetika
Alkitab, disebabkan oleh kesalahmengertian manusia akan dunia,
Alkitab, atau keduanya. Jadi masalahnya bukan terletak pada
Alkitab sendiri.”69 Saya harap buku ini akan membantu Anda.
Untuk berargumentasi tentang otoritas Alkitab sebagai
firman Tuhan, sebaiknya kita fokus pada argumen berdasarkan
kebenaran atau kesaksian internal. Namun, untuk kepentingan
apologetika, saya juga akan mengemukakan argumen eksternal.
Ada dua langkah berargumen tentang otoritas Alkitab sebagai
firman Tuhan, yaitu:
1. Orang Kristen harus mengakui bahwa kepercayaannya
akan Alkitab sebagai firman Tuhan adalah berdasarkan atas
komitmennya kepada Kristus.
2. Bukti Kristiani untuk percaya akan Alkitab sebagai firman
Tuhan harus diberikan.
69
Richard L. Pratt, Op.Cit. 163–164
Momentum,2000), 63.
106 Apologetika
lima tahun kemudian, Kaisar Konstantinus yang menggantikan
Diocletianus memerintahkan agar dibuat lima puluh buah salinan
Alkitab atas biaya pemerintah.71
Selama delapan belas abad orang-orang kafir telah berusaha
menolak dan menumbangkan buku ini (Alkitab). Namun, Alkitab
masih bertahan sampai hari ini seteguh batu karang. Kalau buku
ini tidak berasal dari Allah, buku ini pasti sudah sejak dahulu
berhasil dimusnahkan. Mereka yang berusaha memusnahkannya
mati dan buku ini masih hidup. Bernard Ramm menambahkan
bahwa sudah ribuan kali lonceng kematian Alkitab dibunyikan,
arak-arakan penguburannya diadakan, batu nisannya diukir, dan
pidato pengantar jenazah dibacakan. Namun, entah mengapa
jenazahnya tidak pernah muncul. Tidak pernah ada buku lain yang
telah dirajam, dikoyakkan, diperiksa, diinterogasi, dan dinista
sehebat Alkitab. Sungguh, tidak ada buku klasik maupun modern
yang telah menerima serangan massal sebanyak Alkitab. Terbukti
Alkitab masih dicintai oleh jutaan orang, dibaca oleh jutaan orang,
dan dipelajari oleh jutaan orang.72
Alkitab adalah unik dalam kemampuannya untuk bertahan.
Hal ini tidak membuktikan bahwa Alkitab adalah benar-benar
firman Allah. Namun, hal ini membuktikan bahwa Alkitab berbeda
dari buku-buku lainnya. Setiap orang yang mencari kebenaran
patut mempertimbangkan Alkitab yang mempunyai keunikan-
keunikan seperti itu.73 Menurut Pratt, keunikan-keunikan tersebut
merupakan bukti-bukti dari dunia luar. Teks Perjanjian Lama dan
Baru telah dipelihara sepanjang sejarah dengan ketepatan yang luar
biasa. Tidak pernah dibuktikan bahwa ada kontradiksi di antara
hal yang dinyatakan oleh Alkitab dengan realitas yang didapati di
71
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
47–48.
72
Ibid, 49.
73
Ibid.
74
Richard L. Pratt, Op. Cit. 164.
108 Apologetika
dari malam, terang dari gelap, demikian juga Alkitab mampu
membedakan dirinya dari yang bukan firman Allah.”75
Kita akan melihat alasan yang bersifat kesaksian internal,
yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Alkitab adalah firman
Allah.
Alkitab mengatakan dirinya firman Allah.
75
Mangapul Sagala, Otoritas Alkitab: Teori Pengilhaman dan Ketidak
bersalahan Alkitab (Jakarta: Perkantas,1998), 9–10
76
V. Scheunemann, Apa Kata Alkitab Tentang Dogma Kristen (Malang:
YPPII,t.th), 102.
110 Apologetika
itu terjadi atau digenapi tepat seperti penyataan Alkitab. Semua
nubuat tergenapi secara sempurna. Catatan nubuat yang digenapi
itu sebenarnya sudah merupakan bukti yang cukup meyakinkan
bagi kebanyakan orang skeptis yang keras hati.
Peristiwa-peristiwa supernatural ini menginformasikan be
rita sepanjang Perjanjian Baru, dan para penulisnya mengklaim
memberikan berita ini berdasarkan otoritas Allah sendiri. Apabila
mereka (penulis Alkitab) membuat klaim semacam itu, hal itu
berarti bahwa Alkitab yang sakral itu adalah firman Allah.
Banyak cerita Alkitab menjabarkan peristiwa supernatural.
Apabila Alkitab diinspirasikan atau diilhamkan oleh Allah, hal itu
baik bagi semua yang diklaimnya. Contohnya, Alkitab mengklaim
bahwa Allah tidak berdusta (Tit. 1:2); Dia akan selalu setia pada
perjanjian-Nya, “Karena Ia tidak dapat menyangkali diri-Nya sendiri”
(2 Tim. 2:13). Alkitab mengklaim bahwa Pencipta yang Mahakuasa
mengetahui segala sesuatu yang diketahui; Dia Mahatahu, karena
Dia melihat segala sesuatu (Mzm. 33:13–15; Ibr. 4:13). Alkitab
mengklaim bahwa kata-kata Alkitab telah “dinapaskan” oleh Allah
(2 Tim. 3:16). Paulus dalam suratnya kepada Timotius menasihati,
“Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaranyang
telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat
orang yang telah mengajarkannya kepadamu” (2 Tim. 3:14).
Di sini Paulus menjelaskan sumber iman Timotius kepada
Kristus. Ternyata, sumber iman Timotius bukan Paulus maupun
ibunya, melainkan Alkitab, “Ingatlah ... bahwa dari kecil engkau
sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu
dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada
Kristus Yesus” (2 Tim. 3:14b–15). Lalu, Paulus melanjutkan dengan
membuat klaim yang spektakular terhadap sumber tulisan dari
Alkitab: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah...” (2 Tim. 3:16).
Paulus dalam bagian ini tidak memberi ruang bagi ide bahwa
hanya sebagian dari Alkitab yang diinspirasikan oleh Allah, tetapi
77
R.C Sproul Op.Cit. 187–188.
112 Apologetika
Kata “tulisan” di sini menunjukan bahwa Petrus mengakui atau
menyebut tulisan-tulisan Paulus sebagai Alkitab yang berwibawa
atau berotoritas yang diakui dan diterima sejak awal. Meskipun
benar bahwa belum semua kitab Perjanjian Baru dituliskan ketika
Paulus menulis 2 Timotius 3:16, yaitu 2 Petrus, Ibrani, dan Yudas
serta tulisan Yohanes belum ditulis, kitab-kitab itu akhirnya diakui
sebagai bagian kanon Alkitab (Kitab yang diilhamkan). Jadi,
kita boleh menyimpulkan bahwa 2 Timotius 3:16 meliputi ke 66
kitab sebagaimana kita memilikinya sekarang. Segenap Alkitab
diilhamkan oleh Allah.78
Ungkapan “Segala tulisan (pasa graphe) yang diilhamkan
Allah79 (theopneustos)” menunjuk pada “Kitab Suci” (hiera
grammata) dalam ayat 15 sehingga yang dimaksud ialah segala
tulisan yang terdapat dalam Alkitab. Tulisan-tulisan tersebut
dikatakan sudah diilhamkan Allah. Artinya, pengilhaman bukan
hanya makna, berita, atau kata, melainkan sampai pada proses
penulisan. Oleh karena itu, ilham ilahi berlaku sehingga huruf-
huruf itu disebut “suci” (hiera grammata) dan Kitab itu disebut
“suci” (2 Tim. 3:15).80
78
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi, 2001), 90.
79
Kata “diilhamkan” Allah sama artinya dengan dihembuskan atau
dinapaskan Allah. Memang ada banyak ragam definisi dari diilhamkan oleh
Allah. Diilhamkan artinya si penulis Alkitab digerakkan dan dipimpin oleh Allah
sehingga ia dapat menuliskan kebenaran-kebenaran yang mungkin si penulis itu
sudah mengetahuinya lebih dahulu, tetapi mungkin juga ia belum mengetahuinya
(Pardington). Diilhamkan artinya: Roh Kudus telah memimpin dan menggerakkan
hati para penulis Alkitab sehingga apa yang ditulis oleh mereka itu merupakan
penyataan dari kehendak Allah dan merupakan firman Allah (Wiley). Diilhamkan
berarti Roh Kudus, Penulis Alkitab yang sebenarnya, memampukan para rasul dan
para nabi untuk mencatat wahyu Allah dengan cara yang dapat dipercaya secara
mutlak. Mereka ini dipimpin oleh Roh Kudus sehingga tulisan-tulisan mereka
tidak lebih dan tidak kurang sebagai wahyu Allah yang tanpa kesalahan (W. Gary
Crampton).
80
V. Scheunemann, Op.Cit. 103.
81
Charles C. Ryrie, Op.Cit. 89.
114 Apologetika
tidak perlu diragukan lagi oleh manusia. Hal itu disahkan dan
diakui oleh Bishop Moberly, Bishop Wordsworth, Bishop Trench,
Dean Burgon, Tregelles, dan banyak ahli bahasa Yunani lainnya.
Para penulis Alkitab itu menulis tulisannya dengan benar. Tuhan
menjaga mereka dari kesalahan. Tulisan mereka bersumber dari
Allah. Meskipun sifat para penulis itu berlainan dan berbeda pula
cara penulisannya, kita mengetahui bahwa mereka itu digerakkan
dan dipimpin oleh Roh Kudus sehingga perkataan-perkataan
mereka telah menjadi firman Allah. Kita harus yakin seperti yang
dikatakan Rasul Petrus, “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang
berbicara atas nama Allah” (2 Ptr. 1:21).82
Ada banyak bukti beberapa nats yang menegaskan bahwa
sesungguhnya Allah dan Roh Kuduslah yang telah berbicara dalam
Alkitab dengan perantaraan nabi. Baik Tuhan Yesus dan para rasul
menyuguhkan hal tersebut.83
“Daud oleh pimpinan Roh Kudus berkata: ....” (Mzm. 101:1; band.
Mrk. 12:36; Mat. 26:43).
“Lagi, Raja Daud menyatakan, Roh Tuhan berbicara dengan
perantaraanku; firman-Nya ada di lidahku” (2 Sam. 23:1–3).
“Haruslah genap nats Kitab Suci yang disampaikan Roh
Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas:...” (Mzm.
69:26; 109:8; band. Kis. 1:16–20).
“Oleh Roh Kudus dengan perantaraan hamba-Mu Daud
Engkau telah berfirman: ...” (Mzm. 2:1–2; band. Kis. 4:25–26).
“Itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi
Yoel: ... (Yl. 2:28–32; band. Kis. 2:16–21).
“Sebab itu, seperti yang dikatakan oleh Roh Kudus: ...” (Mzm.
95:7–11; band. Ibr. 3:7–11).
82
J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup, 1998), 19.
83
V. Scheunemann, Op.Cit. 108.
84
Ibid, 109
85
J. Wesley, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup, 1998), 20.
116 Apologetika
menurut peristiwa-peristiwa yang terjadi (Luk. 1:3). Rasul Paulus
menyatakan bahwa perkataannya adalah “demonstrasi kekuatan
Roh” dan “hikmat Allah” (1 Kor. 2:4,7). Selanjutnya, Paulus
menjelaskan bahwa hal yang dikatakannya “bukanlah dalam kata-
kata yang diajarkan dengan hikmat manusia tetapi yang diajarkan
oleh Roh Kudus” (1 Kor. 2:13). Seperti yang telah dikutip di awal,
Paulus menyatakan kepada Timotius bahwa “Segala tulisan yang
diilhamkan Alalh memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan melatih orang
dalam kebenaran” (2 Tim. 3:16). Sekali lagi, kata Yunani yang
digunakan untuk “diilhamkan Allah” mengingatkan kepada nabi-
nabi Perjanjian Lama yang berarti bahwa perkataan mereka berasal
“dari mulut Allah”. Faktanya, Yesus menggunakan kata dan frasa
yang sama dalam Matius 4:4 ketika Dia berkata bahwa manusia
harus hidup dari “setiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Para
penulis Alkitab menggunakan frasa-frasa seperti “Demikianlah
firman Tuhan” atau “Firman yang datang dari Tuhan kepadaku
katanya...” setidaknya 600 kali.86 Mangapul Sagala menyatakan
bahwa kalimat “Demikianlah firman Allah” atau “Allah berfirman”
kita dapati di Perjanjian Lama, khususnya dalam kitab Musa (Kej.
1:3,6,9: Kel. 5:1; 6:1; 7:1; Im. 1:1; 4:1, dan seterusnya), istilah tersebut
terdapat ± 800 kali, dan ± 2000 kali dalam seluruh Perjanjian
Lama.87
Di antara para penulis, ada jarak tahunan—terkadang
berabad-abad. Namun, jelas bahwa setiap penulis mengerti
ilham ilahi di balik kitab-kitab yang lainnya. Perjanjian Baru
secara langsung mengutip Perjanjian Lama lebih dari 320 kali
dan menyinggungnya lebih dari 300 kali. Bahkan, Kitab Kejadian,
salah satu kitab yang paling dicecar di antara kritik Alkitab,
86
Alex McFarland, Apologetika Volume 4 (Malang: Gandum Mas, 2012),
90.
87
Mangapul Sagala, Op. Cit. 11.
88
Alex McFarland, Op. Cit. 90.
89
V. Scheunemann, Op.Cit. 104.
118 Apologetika
memampukan mereka dan memelihara mereka dari kecenderung
an kemanusiaan mereka untuk melakukan kesalahan.
Alkitab membuat klaim yang spesifik dan dapat diuji
kebenarannya. Semua itu benar. Oleh sebab itu, setiap orang yang
masih ragu (skeptis) terhadap otentisitas Alkitab, harus bertanya
kepada diri sendiri: Jika setiap klaim yang Alkitab buat benar,
apa dasar saya untuk mengatakan bahwa klaim ini adalah palsu?
Tidak diperlukan iman yang sangat kuat untuk memercayai bahwa
Alkitab adalah firman Allah. Faktanya Alkitab adalah firman Allah.
Allah tidak menulis buku yang penuh dengan berbagai kesalahan.
Firman-Nya tidak berkecenderungan salah. Oleh karena sifat-Nya
yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabenar, Dia menghasilkan
buku yang benar adanya—tanpa cacat sedikit pun. Hal ini adalah
kebenaran yang tidak bisa disangkal.
90
Inneransi adalah paham bahwa Alkitab itu tanpa kekeliruan. Inneransi
didefinisikan sebagai kualitas bebas dari kesalahan yang dimiliki Alkitab. Doktrin
inneransi mengajarkan bahwa Alkitab bebas dari kesalahan. Firman Allah tidak
dapat salah dan tidak menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan fakta (W.
Gary Crampton).
B. Akurasi Sejarah
Ada sanggahan bahwa Alkitab bertolak belakang dengan sejarah.
Richard L. Pratt mengatakan bahwa tidak ada orang yang belum
percaya atau non Kristen telah menyelidiki arkeologi alkitabiah
dan sejarah dengan tuntas untuk mengetahui dengan pasti
bahwa ia tidak salah mengerti akan riset sejarah atau Alkitab.
Ada banyak contoh riset terdahulu yang menunjukkan adanya
ketidakharmonisan di antara Alkitab dengan kenyataan sejarah.
Namun, sekarang ditemukan ternyata hal itu merupakan suatu
kesalahan dari riset sejarah.92
Apakah Alkitab patut dipercaya? Pertanyaan apakah Alkitab
patut dipercaya secara historis adalah penting untuk membela
Alkitab dan kebenaran-kebenaran yang diklaimnya harus diterima
terlebih dahulu. Kalau ternyata Alkitab tidak bisa dipercaya, tidak
ada alasan untuk melekatkan signifikansinya kepada Yesus dari
Alkitab.
Pada awal 1970-an, para sarjana dan theolog dari seluruh ne
gara berkumpul. Mereka mengadakan konferensi yang terfokus pada
pembelaan terhadap Alkitab bahwa Alkitab pada dasarnya adalah
dokumen sejarah yang patut dipercaya, tidak harus merupakan
91
Charles C. Ryrie, Op.Cit. 107.
92
Richard L. Pratt, Op.Cit. 165.
120 Apologetika
dokumen yang diinspirasikan, tidak bisa salah pengajarannya, tidak
bisa salah datanya, hanya secara esensial patut dipercaya. Sama
halnya dengan dokumen historis lainnya (mis. karya ahli sejarah
dari Herodotus, Josephus, dll). Penemuan-penemuan arkeologi
secara konstan meneguhkan dasar Alkitab yang patut dipercayai
secara historis. Jika Alkitab itu dokumen yang tidak bisa dipercaya
secara historis, percaya Yesus dari Alkitab adalah suatu tindakan
yang bodoh. Bila “orang percaya” mengklaim iman dalam Yesus
sementara menyangkali bahwa Alkitab patut dipercaya, berarti
iman mereka kosong.93
Ada serangkaian nama, tempat, dan peristiwa naratif dalam
Alkitab yang terbuka untuk diverifikasi dan digugurkan secara
historis. Ada banyak kesaksian para sarjana yang berusaha untuk
menggugurkan fakta sejarah dalam Alkitab dan berakhir dengan
diyakinkan dan bertobat melalui keakuratan dan keandalan
penulis-penulis Alkitab seperti Lukas (yang diakui, bahkan dalam
kalangan non-Kristen, sebagai ahli sejarah kuno yang paling aku
rat). Tidak ada masa dalam sejarah gereja di mana keandalan historis
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah didokumentasikan
dengan baik sebagaimana halnya pada hari ini. Alkitab sebagai
dokumen yang dapat dipercaya telah diverifikasi dari waktu ke
waktu melalui penggalian arkeologi bahwa Allah berbicara melalui
perkataan manusia (Alkitab). Memang jelas bahwa riset empiris
hanya bisa melakukan sejauh itu. Hal itu bisa memverifikasi atau
menggugurkan data historis, tetapi tidak bisa meneguhkan atau
menyangkali peristiwa-peristiwa supernatural seperti penampilan
malaikat, kecuali satu sayap bisa ditemukan di suatu tempat.94
Mari kita memeriksa beberapa fakta mendasar berkaitan
dengan keontentikan Alkitab. Kitab terakhir Perjanjian Lama,
Maleakhi, dibukukan hampir 400 tahun sebelum Kristus lahir.
93
R.C Sproul, Op. Cit. 193.
94
Ibid, 194–195.
Oleh karena lebih dari 1300 tahun selang waktu antara pe
nulisan Perjanjian Lama dengan penemuan Teks Masoret, hal
ini menimbulkan keraguan yang mengatakan bahwa Alkitab
telah dirusak dan diubah. Terbukti, Alkitab tidak dapat dipercaya
sebagai firman Allah yang dituliskan. Asumsi dan keraguan ini
gugur dengan adanya penemuan gulungan Laut Mati. Tuhan Yesus
95
Alex McFarland, Apologetika: Volume 4 (Malang: Gandum Mas, 2012),
72–73.
96
Josh McDowell, Apologetika: Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
99.
122 Apologetika
berkata, “Inilah kebenaran yang Kukatakan kepadamu, selama
belum lenyap langit dan bumi ini, tidak satu iota pun, atau satu
titik pun, akan dilenyapkan dari hukum Taurat sampai semuanya
terjadi” (Mat. 5:18, NIV).
F.F. Bruce menyatakan, “Teks konsonan Alkitab Ibrani yang
disunting oleh kaum Masoret telah diturunkan sampai kepada
zaman mereka dengan ketelitian luar biasa selama waktu hampir
seribu tahun”. Wilson juga menegaskan bukti bahwa salinan-salinan
dokumen yang asli telah diturunkan dengan ketepatan luar biasa
selama 2000 tahun tidak dapat disangkal. Bahwa salinan-salinan
yang ada dari 2.000 tahun yang lalu telah diturunkan dengan cara
yang sama dari naskah aslinya.97
Dengan banyaknya data yang menguatkan keontentikan
Perjanjian Lama sebagai tulisan yang patut dipercaya, kekuatannya
terletak pada kualitas keberadaannya yang terpelihara. Bagaimana
dengan Perjanjian Baru? Dokumen Perjanjian Baru muncul bukan
hanya ratusan, melainkan ribuan. Kitab-kitab Perjanjian Baru ini
telah terpelihara dan dibuktikan melalui lebih dari 24.000 naskah
yang ditemukan. Lebih dari 5.000 naskah dalam bahasa Yunani,
menyediakan pengesahan yang cukup untuk isi kitab-kitab dalam
Alkitab.98 Jika kekuatan Perjanjian Lama terletak pada kualitasnya,
Perjanjian Baru berdiri kokoh oleh jumlah manuskripnya. Faktanya
adalah lebih dari 24.000 salinan manuskrip Perjanjian Baru telah
ditemukan.99 Konsili-konsili yang memberikan penegasan kitab-
kitab Perjanjian Baru adalah: Konsili Nicea (327M), Konsili Hipo
(397M), Konsili Khartago (397M)—semuanya mengakui seluruh
kitab dalam Perjanjian Baru. Kemudian, Konsili Khartago yang
kedua (419M) kembali mengakui ke–27 kitab Perjanjian Baru.100
97
Ibid, 101.
98
Alex McFarland, Apologetika: Volume 4 (Malang: Gandum Mas, 2012),
73.
99
Ibid, 75.
100
Ibid, 76
101
Ibid, 80
102
Mangapul Sagala, Op.Cit. 15–16.
124 Apologetika
Kita harus menanggapi pertanyaan mereka yang mengatakan
Alkitab berisi kesalahan dan meminta mereka menjelaskan
tentang kesalahan yang dimaksudkan. Terbukti, mereka tidak bisa
menunjukkan satu pun. Kebenarannya adalah mereka ini hanya
ikut-ikutan dengan asumsi yang telah didengarnya selama ini.
Namun, jangan lupakan bahwa usia dan isi Alkitab adalah dua
hal berbeda. Isu pertama tentang usia Alkitab telah kita bahas di
atas: otentisitas. Kita telah membuktikan bagaimana kedudukan
Alkitab sebagai teks yang patut dipercaya (otentik).
Sekarang, kita mencoba untuk menggali isi Alkitab. Apakah
seluruhnya benar?Alex McFarland mengakui bahwa Alkitab sesekali
dapat menjadi sebuah buku yang rumit. Ada beberapa bagian yang
memiliki tingkat kesulitan cukup ekstrem di mana membutuhkan
dua atau tiga kali membacanya agar dapat mengerti. Beberapa
bagian bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mem
pelajarinya agar bisa memahami sepenuhnya. Faktanya, tidak
seorang pun pernah mendapatkan bukti kesalahan dalam Alkitab.
Tidak satu pun! Alkitab benar adanya. Alkitab adalah firman
Allah.
Inilah penyataan Alkitab tentang Dirinya. Allah adalah
kebenaran. Oleh sebab itu, firman-Nya adalah kebenaran. Mazmur
119:160 mendefinisikan Alkitab sebagai kebenaran: “Dasar firman-
Mu adalah kebenaran dan segala hukum-hukum-Mu yang adil
adalah untuk selama-lamanya”. Tuhan Yesus pun memberikan
konfirmasi tentang Alkitab dengan berkata: “Kitab Suci tidak dapat
dibatalkan” (Yoh. 10:35) dan berjanji bahwa “tidak satu iota atau
satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi” (Mat. 5:18). Dengan kata lain, Alkitab diilham
kan Allah dan itu sebabnya, tidak bisa diubah atau ditambahkan
oleh manusia. Petrus oleh ilham Roh Kudus berkata bahwa “firman
Tuhan tetap untuk selamanya” (1 Ptr. 2:25).
126 Apologetika
Dia tanpa Alkitab. Firman Allah dan Firman yang telah menjadi
daging (inkarnasi) saling berkaitan sangat erat.
John Stott103 menjelaskan relasi antara Kristus dan Alkitab.
Yesus mengucapkan dengan jelas, “Kitab-kitab Suci itu memberi
kesaksian tentang Aku.” (Yoh. 5:39). Fungsi utama Alkitab adalah
memberi kesaksian tentang Kristus. Yesus mengajarkan secara
konsisten bahwa Perjanjian Lama adalah firman Allah yang
memberi kesaksian tentang diri-Nya. Misalnya, Dia berkata
“Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku.”
(Yoh. 8:56). Atau dalam Yohanes 5:46, Dia berkata, “Musa ...
menulis tentang Aku.” Pada permulaan pelayanan-Nya di Nazaret,
Dia membaca Yesaya 61 tentang misi Mesias dan pembebasan.
Dia menambahkan, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu
mendengarnya” (Luk. 4:21). Dengan kata lain, “Jika kalian ingin
mengetahui siapa yang ditulis nabi, ia menulis tentang Aku.” Yesus
terus saja mengucapkan hal semacam ini sepanjang pelayanan-
Nya. Bahkan sesudah kebangkitan-Nya, Dia tidak berubah pikiran
karena “Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang
Dia dalam seluruh Kitab Suci.” (Luk. 24:27). Jadi, sejak permulaan
sampai akhir pelayanan-Nya, Yesus menyatakan bahwa seluruh
kesaksian nubuat Perjanjian Lama, memusat pada diri-Nya, “Kitab
Suci memberi kesaksian tentang Aku”. Inilah kunci utama tentang
pengertian Alkitab. Alkitab adalah gambar Allah tentang Yesus.
Alkitab bersaksi tentang Kristus. Hukum Taurat Perjanjian Lama
adalah pendidik yang menuntun kita kepada Kristus (Gal. 3:24).
Bila kita beralih ke Perjanjian Baru, Yesus Kristus jelas dijadi
kan pusat perhatian. Injil-injil penuh dengan diri-Nya—berbicara
tentang kelahiran-Nya dan pelayanan-Nya, tentang perkataan-
perkataan dan perbuatan-perbuatan-Nya, tentang kematian dan
kebangkitan-Nya, dan tentang kenaikan-Nya ke surga dan karunia-
103
John Stott, Alkitab Buku untuk Masa Kini (Jakarta: Persekutuan Pembaca
Alkitab, 1997), 14–16.
104
John Stott, Alkitab Buku untuk Masa Kini (Jakarta: Persekutuan Pembaca
Alkitab, 1997), 19–20.
105
Ibid, 29.
128 Apologetika
didirikan, kita bisa menilai bahwa klaim-Nya tentang nubuat juga
patut dipercaya karena karakter-Nya bisa dipercaya, sebagaimana
yang disaksikan oleh catatan Alkitab yang bisa dipercaya. Jadi,
keakuratan pengajaran-Nya didirikan, kita bisa dengan mudah
menerima pengajaran-Nya tentang Alkitab, bahwa itu benar-benar
firman Allah.106
Langkah selanjutnya, kita menegakkan dasar keandalan
Alkitab, yaitu membuat penilaian yang masuk akal tentang
pribadi Yesus. Dalam halaman-halaman Alkitab, Yesus mengklaim
keilahian-Nya (bahwa Dia adalah Tuhan). Namun, mari terlebih
dahulu kita berasumsi bahwa Dia hanya mengklaim diri-Nya nabi
(karena kebanyakan agama lain menyetujuinya). Apabila Yesus
adalah nabi, apakah Dia nabi sejati atau palsu? Dalam catatan
Injil, Yesus bernubuat bukan hanya tentang peristiwa-peristiwa
pada masa yang akan datang seperti kehancuran Yerusalem,
tetapi tentang diri-Nya dan pekerjaan-Nya. Apabila Dia nabi
sejati, semua pengajaran-Nya harus diperhitungkan dengan serius
termasuk pengajaran-Nya tentang Kitab Suci (Alkitab). Menurut
Yesus, tulisan-tulisan Alkitab lebih dari sekadar bisa dipercaya.
Tulisan tersebut merupakan perkataan Allah yang absolut, tidak
terpatahkan. Dia bukan hanya mengajarkan bahwa tulisan-tulisan
itu secara verbal (secara lisan) diinspirasikan, Dia mengajarkan
bahwa, “Selama langit dan bumi ini belum lenyap, satu iota atau
satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi” (Mat. 5:18; Luk. 16:17).107
John Stott108 berkata, “Dengan mengatakan bahwa Alkitab
memberi kesaksian tentang diri-Nya, Yesus sedang memberi ke
saksian tentang Alkitab”. Ketika Yesus menunjuk pada kesaksian
106
R.C Sproul, Op.Cit. 196.
107
Ibid.
108
John Stott, Alkitab Buku untuk Masa Kini (Jakarta: Persekutuan Pembaca
Alkitab, 1997), 20.
130 Apologetika
Yesus juga menjadikan Alkitab sebagai dasar argumen-
argumen-Nya terhadap para pemimpin agama Yahudi pada zaman-
Nya. Dengan demikian, Yesus sangat meninggikan Alkitab sebagai
firman Bapa-Nya yang harus dipercayai dan ditaati. Sebab hal yang
tertulis dalam Alkitab diterima-Nya sebagai firman Bapa-Nya.
Scheunemann menambahkan demikian:
110
Charles C. Ryrie, Op.Cit., 115.
132 Apologetika
sempurna sehingga apa pun yang natur ilahi-Nya ketahui, diketahui
pula oleh natur manusia-Nya. Dia telah mengakomodasi pendengar
manusia-Nya pada waktu Dia menyatakan hal-hal kepada mereka.
Yesus sebenarnya mengetahui hari dan jam kembali-Nya. Namun,
untuk alasan tidak menyingkapkan, Dia memilih untuk tidak
mengomunikasikannya kepada murid-murid-Nya. Argumen ini
tentu menimbulkan pertanyaan apakah Yesus patut dipercaya
sebagai nabi, apalagi Dia adalah Juruselamat tidak berdosa yang
mengabaikan kebenaran.111
Pernyataan bahwa Yesus bisa keliru dalam pengajaran-Nya
tentang Kitab Suci (Alkitab) karena Dia tidak memiliki atribut
ilahi (tidak mahatahu) bertentangan dengan dokumen klasik di
Konsili Chalcedon pada 451 M yang menekankan relasi antara
natur keilahian dan kemanusiaan dalam Yesus:
111
Ibid, 200.
112
Ibid, 199.
134 Apologetika
5:30–47; 8:13–19). Sesungguhnya, Dia Kebenaran. Yesus membuat
klaim tertinggi, klaim yang tidak bisa dibuat oleh seorang guru
mana pun.
Apabila pengajaran-Nya tentang Alkitab adalah keliru, dengan
terus terang kita bisa mengatakan bahwa Dia adalah guru palsu.
Apabila memang Yesus keliru tentang apa pun yang Dia ajarkan,
mengapa kita mau meninggikan Dia sebagai nabi, apalagi sebagai
Putra Allah (Yoh. 3:16)? Apakah Yesus memimpin orang pada
kebenaran, atau Dia telah menyesatkan mereka pada kesalahan?
Yesus mengatakan kepada Nikodemus pemimpin agama Yahudi:
“Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang
hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-
kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?” (Yoh. 3:12). Akhirnya,
Nikodemus mengatakan, “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang
sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang
dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah
tidak menyertainya” (Yoh. 3:2).
1. Pengertian Nubuat
Nubuat bisa diartikan pesan atau perkataan, yang diucapkan
dengan perantaraan seorang utusan yang dipilih, yang menyatakan
kehendak Allah bagi siapa nubuat itu ditujukan. Unsur ramalan
yang berupa janji atau ancaman bergantung pada tanggapan
113
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
409.
136 Apologetika
pendengarnya, atau sering kali diberikan sebagai “tanda” dari hal
yang akan terjadi. Pada akhirnya, semuanya akan tunduk pada
rencana kehendak Allah. Nubuat para nabi lebih merupakan
pemberitahuan tentang rencana Allah yang hidup daripada tentang
nasib manusia yang telah ditentukan terlebih dahulu.114
Sedangkan menurut Ralph O. Muncaster, nubuat (oleh para
nabi) adalah ramalan-ramalan yang berdasar pada informasi yang
diterima dari Allah. Ramalan dari para pakar bisa salah. Ramalan-
ramalan yang berdasar pada informasi supernatural yang berasal
dari bukan Tuhan, melainkan oleh dukun-dukun dan lainnya yang
disebut tenungan dilarang oleh Alkitab (Ul. 18:10–13). Ramalan
para nabi tidak pernah keliru. Begitu pentingnya peran nabi-nabi
alkitabiah sehingga mereka dibunuh bila membuat satu kesalahan
dalam sebuah nubuat (Ul. 28:20–22).115
Ibid, 410.
114
138 Apologetika
berbicara atas nama-Nya dan oleh kuasa-Nya (ay. 18, 21, 22, 28,
32).
Ketiga, Yehezkiel 12:21–14:11 menyebutkan bahwa nabi palsu
mengikuti jalannya sendiri dan bernubuat sesuka hatinya (13:2–3).
Mereka menyesatkan orang-orang dengan memberikan keyakinan
palsu (13:4–7). Mereka memberitakan damai palsu dan optimisme
semu (13:10–16) tanpa membangun kekudusan dan hidup dalam
kebenaran (13:22). Nabi yang benar menantang pendengarnya
untuk memeriksa diri mereka (14:4–5), apakah sudah sesuai dengan
kualitas hidup yang dituntut oleh Tuhan (14:7–8). Nabi yang
benar tanpa malu-malu dengan keberanian dari Allah memimpin
pembebasan, mengulang semangat baru dan segar, serta hidup
dalam kebenaran yang sama dan tidak pernah berubah.
Dalam Yesaya 41:23, kita melihat nabi melontarkan tantangan
kepada dewa-dewa kafir, “Beritahukanlah hal-hal yang akan datang
kemudian, supaya kami mengetahui bahwa kamu ini sungguh allah.”
Allah telah menerima tantangan ini. Allah telah menubuatkan
banyak sekali peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Semuanya terjadi tepat seperti yang diramalkan. Kita tidak
mempunyai pilihan lain kecuali percaya bahwa Alkitab sungguh-
sungguh firman Allah.
Ralph O. Muncaster menegaskan sebagai berikut:
Dalam dunia nubuat, apa pun yang tidak 100% akurat tidak
berasal dari Allah (Ul. 18:22; Yes. 41:22–23). Informasi rujukan
silang yang terdapat dalam kitab-kitab Alkitab yang ditulis
selama ratusan tahun oleh penulis-penulis berbeda secara
terpisah dalam situasi-situasi berbeda di bagian-bagian dunia
yang berbeda-beda. Hanya Alkitab yang 100% akurat dalam
ratusan nubuat spesifik.116
3. Tujuan Nubuat
Sebelum kita membahas secara rinci nubuat tentang Mesias,
sangat berguna apabila kita memahami terlebih dahulu tujuan
nubuat tentang Mesias itu. Ada beberapa tujuan yang akan kita
perhatikan. Pertama, menunjukkan bahwa Allah adalah satu-
satunya Allah yang benar yang pengetahuannya tidak terbatas
117
Alex McFarland, Apologetika Volume 4 (Malang: Gandum Mas, 2012),
79
140 Apologetika
dan perkataan-Nya tidak pernah salah. Musa dalam Bilangan 23:19
menuliskan, “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan
anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan
tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”
Kedua, menunjukkan bahwa segala sesuatu tunduk pada
kehendak Allah, “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala,
bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan
tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya
hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum
terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala
kehendak-Ku akan Kulaksanakan” (Yes 46. 9–10).
Ketiga, Mesias dikenal dengan tepat. Itulah sebabnya Allah
memberitahukan terlebih dahulu sebelum Mesias itu datang,
firman TUHAN: “Hal-hal yang terjadi di masa yang lampau telah
Kuberitahukan dari sejak dahulu, Aku telah mengucapkannya dan
telah mengabarkannya. Kemudian dengan sekonyong-konyong Aku
melaksanakannya juga dan semuanya itu sudah menjadi kenyataan”
(Yes. 48:3). Selanjutnya dikatakan dalam ayat 5 demikian, “maka
Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal
itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya
jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung
pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya.” Rasul
Paulus juga menyatakan hal yang sama tentang Mesias yang telah
diberitakan sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, “Injil
itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-
nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak-Nya, yang menurut
daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh
kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang
mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus
Tuhan kita” (Rm. 1:2–4).
Yesus pun menjelaskan tentang identitas diri-Nya telah ada
sebelumnya, “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis
4. Keakuratan Nubuat
Berikut kita akan melihat keakuratan nubuat Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Hampir semua kitab dalam Alkitab berisi
nubuat. Enam belas (16) kitab Perjanjian Lama memiliki nubuat
spesifik tentang Kristus. Josh McDowell mengatakan:
142 Apologetika
masa yang masih jauh ke depan, atau nubuat tentang seorang
Juruselamat yang akan muncul dari antara umat manusia.118
118
Josh McDowell, Op.Cit. 51.
119
Ralph O. Muncaster, Op. Cit. 16–20.
2. Kitab-kitab Sejarah
Nubuat-nubuat dalam Kitab Yosua mencakup pengulangan
janji akan negeri Kanaan (Yos. 1:1–9), kemenangan atas Yerikho
(Yos. 6:1–50), Ai (Yos. 8:1), bangsa Amori (Yos. 10:7–8), dan raja-
raja utara (Yos. 11:6). Nubuat-nubuat dalam kitab-kitab sejarah
amat spesifik, di antaranya:
• Anak-anak Eli akan mati pada hari yang sama (1 Sam. 2:34).
• Saul akan dipilih sebagai raja (1 Sam. 9:15–16).
• Daud akan membunuh Goliat (1 Sam. 17:45–47).
• Anak Batsyeba akan mati (2 Sam. 12:14).
• Tiga hari penyakit sampar untuk Israel (2 Sam. 24:12–14; 1
Taw. 21:1–13).
• Akan terjadi kekeringan (1 Raj. 17:1).
• Kekeringan itu akan diakhiri dengan hujan yang dijanjikan
akan turun bila Elia meminta kepada Tuhan (1 Raj. 18:41).
• Izebel akan dimakan anjing-anjing (1 Raj. 21:23).
• Gehazi akan ditimpa kusta (2 Raj. 5:27).
• Kelaparan 7 tahun akan melanda Israel (2 Raj. 8:1).
• Kristus keturunan Daud (2 Sam. 7:12–17, band Yer. 23:5).
144 Apologetika
3. Kitab-kitab Syair
Saya akan memfokuskan nubuat dalam Kitab Mazmur merujuk
pada Mesias yang akan datang. Nubuat khas tentang Kristus
dalam kitab Mazmur digenapi secara historis. Berikut ini
beberapa nubuat khas Kitab Mazmur yang digenapi dalam
Kristus di Perjanjian Baru:120
120
Kalis Stevanus, Diktat Kitab Puisi (Karanganyar: STT. Tawangmangu,
2009)
146 Apologetika
SM. Yunus bernubuat tentang kehancuran Niniwe (yang terjadi
pada 612 SM). Tulah-tulah dinubuatkan dan terjadi pada masa
kehidupan Yoel (ia juga memberikan nubuat tentang akhir
zaman). Yesaya bernubuat terbanyak dan paling mendetail
tentang Kristus:121
• Nubuat tentang Yohanes Pembaptis (Yes. 40:1–5).
• Kelahiran Kristus (Yes. 9:1–7).
• Kelahiran Kristus oleh seorang perawan (Yes. 7:14).
• Kristus akan menjadi Tuhan, bukan seorang manusia biasa.
Dia disebut Immanuel yang berarti “Tuhan beserta kita” (Yes.
7:14).
• Kristus disebutkan menjadi Juruselamat kekal (Yes. 9:6–7).
• Kristus akan menjadi Juruselamat baik bagi orang-orang
Yahudi maupun orang-orang non-Yahudi (Yes. 49:6).
• Kristus akan mengadakan banyak mukjizat, orang yang
tuli mendengar, buta melihat, lumpuh berjalan, dan bisu
berbicara (Yes. 29:18; 35:5–6).
• Kristus akan sangat menderita (Yes. 53).
• Kristus disalibkan karena pelanggaran manusia (Yes. 53:5).
• Kristus akan menanggung dosa banyak orang dan menjadi
perantara (Yes. 53:12).
• Kristus akan ditolak oleh umat-Nya, bangsa Yahudi (Yes. 53:3
band. Mzm 118:22; Mat. 21:42–46).
• Kristus adalah Raja yang menunggang seekor keledai (Zak.
9:9).
• Kristus ditikam dengan sebatang tombak (Zak. 12:10).
• Kristus dijual untuk 30 keping perak (Zak. 11:12–13).
121
Ralph O. Muncaster, Bagaimana Kita Mengerti Bahwa Yesus Adalah
Tuhan? (Jakarta: Gospel Press, 2002), 34–36.
148 Apologetika
tanah Efrata (Mi. 5:2). Hal itu akan merupakan kelahiran mukjizat
oleh seorang perawan (Yes. 7:14).
Sang Mesias unik. Dia sudah ada sebelum kelahiran-Nya
(Mi. 5:2). Dia akan mengadakan banyak mukjizat: meneduhkan
laut (Mzm. 107:29), membuat orang buta melihat, tuli mendengar,
lumpuh berjalan, dan bisu berbicara (Yes. 35:4–6). Mesias akan
disebut Allah menyertai kita (Yes. 7:14), penasihat ajaib, Allah yang
perkasa, Bapa yang kekal dan raja damai (Yes. 9:6). Dia akan menjadi
guru besar dan akan menggunakan berbagai perumpamaan (Mzm.
78:2). Suatu hari Dia akan memerintah atas segalanya—semua
bangsa akan sujud bertelut kepada-Nya (Yes. 45:23; Mzm. 22). Mesias
datang untuk menyelamatkan umat manusia (Yes. 53:3–9). Dia
menjadi kurban bagi dosa manusia (Yes. 53:3–9) dan memberikan
diri-Nya kepada Yerusalem sebagai raja yang diurapi(Zak. 9:9),
sekaligus Anak Domba Paskah (Yes. 53:3–9). Hal ini akan terjadi
tepat 173.880 hari setelah dekrit yang dikeluarkan oleh Artahsasta
untuk membangun kembali baik Yerusalem maupun bait suci
(Daniel 9:20–27 meramalkan sampai pada hari masuknya Yesus
ke Yerusalem sebagai raja dengan menunggang seekor keledai).
Jadi, empat hari sebelum Paskah, Sang Mesias akan menghadirkan
diri-Nya kepada Yerusalem yang bersukaria dengan menungang
seekor keledai (Za. 9:9). Namun, Dia akan sangat menderita (Yes.
53:3–9), ditolak oleh banyak orang, termasuk sahabat-sahabat-Nya
(Yes. 53:3–9), dikhianati sahabat (Mzm. 41:9) untuk 30 uang perak
(Za. 11:12–13). Belakangan, uang itu akan dilemparkan ke lantai bait
suci (Za. 11:12–13) dan akhirnya diberikan kepada penuang logam
(Za. 11:12–13). Ketika Dia diadili, Dia tidak membela diri, tidak
mengatakan apa-apa (Yes. 53:3–9), dan Israel akan menolak Dia
(Yes. 8:14).
Sang Mesias akan dibawa ke sebuah puncak bukit yang
diidentifikasi Abraham sebagai “Tuhan menyediakan” (Kej. 21). Di
sana, Dia akan disalibkan dengan tangan dan kaki tertusuk (Mzm.
150 Apologetika
Mat. 1:2–3
Mesias akan berasal dari Kej. 12:2–3;
Luk. 3:23,34;
keturunan Abraham 22:18
Gal. 3:16
Mesias akan berasal dari Kej. 21:12; Mat. 1:2
keturunan Ishak 22:18 Luk. 3:23–37
Kej. 28:14;
Mesias akan berasal dari Mat. 1:2;
35:10–12;
keturunan Yakub Luk. 3:23,34
Bil. 24:17
Mat. 1:2;
Mesias akan berasal dari Kej. 49:10;
Luk. 3:23–37
suku Yehuda Mi. 5:1
Ibr. 7:14
Luk. 3:23,32;
Mesias dari keturunan Isai Yes. 11:1,10
Mat. 1:6
Luk. 3:23,31;
Mesias dari keturunan Yer. 23:5; Mat. 1:1
Daud Mzm. 132:11
Why. 22:16
Mzm. 2:7;
Mat. 3:17
Mesias disebut Anak Allah 1 Taw. 17:11–14;
Mrk. 9:7
2 Sam 7:12–16
Yoh. 5:30;
Disebut Hakim Yes. 33:22
2 Tim. 4:1
Mzm. 2:6; Mat. 27:37;
Dia adalah Raja
Zak. 9:9 Yoh. 18:33–38
Yes. 11:2; 42:1; Mat. 3:16–17
Diurapi oleh Roh Kudus
Yes 66:1–2 Luk. 4:18
152 Apologetika
Tidak ada tulang-Nya yang
Kel. 12:46 Yoh. 19:31–36
dipatahkan
154 Apologetika
Kristus akan dipanggil dari
Hos. 11:1 Mat. 2:14–15
Mesir
Kristus dilahirkan di
Mi. 5:1 Mat. 2:1–6
Betlehem
Keberadaan Mesias sebelum Mi. 5:1; Yes. Kol. 1:17
segala sesuatu 9:6,7 Why. 1:17
Kristus akan masuk
ke Yerusalem 173. 880 Luk. 3:1 +
hari sejak dekrit untuk Dan. 9:24–27 pelayanan Yesus
membangun kembali bait 3 tahun
suci
156 Apologetika
Dia akan naik ke tempat
Mzm. 68:19a Kis. 1:9
tinggi
Dia akan duduk di sebelah Ibr. 1:3;
Mzm. 110:1
kanan Allah Kis. 2:34–35
Tidak ada buku lain, buku kuno atau modern, dengan segala
jenis nubuat yang spesifik dan teruji—yang akhirnya terjadi dan
terbukti benar akurat 100% seperti Alkitab!
Nubuat-nubuat Yesus
Nubuat Yesus mencakup beberapa nubuat yang segera
diverifikasi oleh orang-orang di sekeliling-Nya. Misal, Yesus mem
beri tahu perwira bahwa hambanya akan sembuh—lihat Matius
8:1–13. Nubuat-nubuat lain merujuk pada penghakiman, surga
atau akhir zaman. Yesus memberi tahu murid-murid-Nya tentang
kematian dan kebangkitan-Nya. Hal ini dilakukan-Nya untuk
memastikan bahwa ketika peristiwa-peristiwa tersebut terjadi,
mereka akan mengetahui bahwa Dia adalah Sang Mesias (Yoh.
13:19). Bangsa Yahudi menyadari bahwa hanya Tuhanlah yang
mengetahui masa depan.
Berikut ini adalah nubuat-nubuat Yesus tentang kematian
dan kebangkitan-Nya.125
• Kristus tidak akan minum anggur lagi sampai Dia kembali
untuk mendirikan kerajaan baru (Mat. 26:27–29; Mrk. 14:23–
25; Luk. 22:17–18).
• Salah satu murid-Nya akan mengkhianati Dia (Mat. 26:21;
Mrk. 14:17–21; Luk. 22:21–22).
158 Apologetika
ia sebagai mediator yang akan datang dari Perjanjian Lama (PL)
mengantisipasi penolakan dari rekan-rekannya: “Bagaimana
jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan per
kataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri
kepadamu?” (Kel. 4:1). Bagaimana Allah menanggapinya? Kita
membaca ayat 1–7 di mana TUHAN mengubah tongkat Musa
menjadi ular dan menjadikan tangannya terkena kusta lalu sembuh
kembali.126
126
R.C. Sproul, Defending your Faith: An introduction to Apologetics
(Malang: SAAT, 2011), 184–185
160 Apologetika
F. Akurasi Ilmu Pengetahuan
Keunggulan menyolok lainnya dari Alkitab adalah banyak prinsip
pengetahuan modern yang tercatat sebagai fakta-fakta alam sudah
dinyatakan oleh Alkitab. Contohnya:127
• Perputaran bumi: bumi bulat (Yes. 40:21–22), bumi berputar
(Luk. 17:24,34–35).
• Tidak terbatas luasnya alam semesta (Yes. 55:9).
• Hukum konservasi energi dan masa (2 Ptr. 3:7).
• Siklus hidrologi (Pkh. 1:7).
• Jumlah bintang yang tidak terbilang (Kej. 15:5; Yer. 33:22).
• Hukum pertambahan usia dan penurunan kondisi energi
dan alam semesta (Mzm. 102:25–27).
• Darah sebagai kebutuhan yang paling penting dalam proses
kehidupan (Im. 17:11).
• Sirkulasi atmosfir (Pkh. 1:6).
• Bidang gravitasi (Ayb. 26:7).
128
Mangapul Sagala, Op.Cit. 37–38
129
W. Gary Crampton,Op.Cit. 63
162 Apologetika
menyerang keabsahan Alkitab akan menguap seperti embun yang
terkena sinar matahari; dan akan runtuh seperti tembok Yerikho
yang hancur lebur. Terpujilah Nama Tuhan selamanya.
130
Alex McFarland, Op.Cit. 82.
131
V. Scheunemann, Op.Cit. 129.
132
W. Gary Crampton, Verbum Dei, Alkitab: Firman Allah (Surabaya:
Momentum, 2000), 62.
133
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
42–43.
164 Apologetika
• Paulus di balik tembok penjara
• Lukas dalam perjalanan
• Yohanes di Pulau Patmos
• Yang lainnya di tengah kecamuk peperangan
5. Ditulis pada waktu yang berbeda-beda:
• Daud pada masa perang
• Salomo pada masa perdamaian
6. Ditulis dalam suasana hati yang berbeda. Ada yang ditulis da
lam puncak sukacita dan ada yang ditulis di tengah penderitaan
yang paling dalam dan keputusasaan
7. Ditulis di tiga benua yang berbeda, Asia, Eropa, dan Afrika.
8. Ditulis dalam tiga bahasa yang berbeda:
• Ibrani: adalah bahasa Perjanjian Lama (dalam 2 Raj. 18:26–
28 disebut “bahasa Yehuda.” dan dalam Yes. 19:18 disebut
“bahasa Kanaan”.
• Aramaik: adalah bahasa “umum” di Timur Dekat sampai
zaman Aleksander Agung (abad ke-6 SM–abad ke-4 SM)
• Yunani: adalah bahasa Perjanjian Baru, bahasa internasional
dalam zaman Kristus.
Sungguh, amat menarik untuk diperhatikan bagaimana
penulis-penulis tersebut dapat saling melengkapi dalam tulisan
nya. Mereka tidak pernah bertemu dan merundingkan mengenai
hal yang mereka tulis. Mengapa Alkitab tersebut dapat saling
melengkapi dan secara berkesinambungan memberitakan satu
berita yang sama, yaitu Kristus. Pasti ada “pribadi” yang mengatur
semuanya itu sehingga semua tidak saling bertentangan sebalik
nya saling melengkapi dengan sempurna. Jawabannya, Pribadi
itu adalah Roh Kudus sebagai penulisnya seperti dikatakan oleh
Rasul Petrus, “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa
nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut
134
Ibid, 129–130
166 Apologetika
3. Di mana Kain mendapatkan istrinya.
4. Urutan kronologis dari peristiwa-peristiwa dalam kehidupan
Yesus tidak sama laporannya dalam kitab-kitab Injil.
5. Satu laporan mengenai kematian Yudas mengatakan bahwa
ia menggantung dirinya, dan laporan lain mengatakan bahwa
ia jatuh dan terburai isi perutnya.
135
Charles C.Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi, 2001), 124
136
Ibid, 125.
168 Apologetika
atau banyak, Anda akan menyimpulkan bahwa beberapa masalah
tadi adalah contoh-contoh kekeliruan. Meskipun misalnya hanya
satu kekeliruan dalam Alkitab, berarti Anda memiliki Alkitab
yang keliru.137 Dalam buku ini, saya sengaja hanya menyuguhkan
beberapa contoh bagian-bagian Alkitab yang dipermasalahkan—
dianggap kontradiksi dan beberapa kesimpulan mengenai per
masalahan ini.
137
Ibid.
138
Alex McFarland, Apologetika (Malang: Gandum Mas, 2012), 92.
139
Charles C.Ryrie, Op.Cit. 128
170 Apologetika
kekeliruan bisa terjadi. Hal ini tampaknya satu saja, tetapi
bukanlah kekeliruan dalam naskah aslinya (auto-graphe), tetapi
pada salinan-salinan. Naskah aslinya yang pasti tanpa keliru
ketika dituliskan. Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli mengatakan,
“Sejarah-sejarah kuno jarang sekali menyebut sesuatu dengan
menggunakan jumlah angka yang tepat. Perkiraan kasar lazim
dilakukan. Jika demikian bisa saja angka-angka simbolis yang
digunakan, bukannya angka harfiah untuk menjelaskan sesuatu
peristiwa yang nyata.”140
140
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op. Cit. 289.
141
Alex McFarland, Op.Cit. 91.
142
Ibid.
172 Apologetika
Bagian Perjanjian Baru yang dipermasalahkan
1. Urutan kronologis peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus
tidak sama laporannya dalam kitab-kitab Injil .
Hanya Lukas, yang adalah ilmuwan Yunani (dokter), me
nyuguhkan tulisannya berdasarkan urutan kronologis yang tepat
(Luk. 1:3). Saya ingin menegaskan bahwa peristiwa-peristiwa
dalam kehidupan Yesus dalam kitab-kitab Injil tidak disusun
secara sistematis berdasarkan urutan kronologi waktu. Tujuan
utama ditulisnya adalah seperti yang dikatakan oleh Yesus,
“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan
mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini,
tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu
percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu
oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:30–
31). Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, Alkitab
adalah buku keselamatan, kendati pun dalamnya mengandung
atau ada catatan sejarah, biografi, dan ilmu pengetahuan.
Satu laporan mengenai hari kebangkitan Yesus pada pagi
hari mengatakan bahwa para wanita yang berkunjung ke kubur
Yesus yang telah kosong itu melihat “dua” malaikat (Luk. 24:1–
5), sedangkan laporan lain mengatakan bahwa mereka melihat
“satu” malaikat (Mat. 28:1–6). Mungkin saja wanita yang satu
melihat satu malaikat sedangkan wanita yang lainnya lagi
melihat dua malaikat. Di sini jelas tidak ada kontradiksi sama
sekali. Mereka sama-sama melihat ada malaikat. Matius dan
Markus menyebut satu malaikat, tetapi Lukas dan Yohanes
menyebut dua malaikat yang menampakkan diri. Namun,
Matius dan Markus “tidak pernah” mengatakan “hanya” satu
malaikat yang menampakkan diri. Tidak seorang penulis pun
mengatakan “hanya” ada satu malaikat yang berbicara.
Soal jumlahnya itu adalah latar belakang dari wahyu.
Wahyu-Nya adalah Yesus telah bangkit dan kubur kosong. Para
2. Kematian Yudas
Satu laporan mengenai kematian Yudas mengatakan bahwa ia
menggantung dirinya (Mat. 27:5) dan laporan lain mengatakan
bahwa ia jatuh dan terburai isi perutnya (Kis. 1:18). Tentunya
kedua penjelasan adalah benar. Jawaban sederhana adalah tali
yang digunakan Yudas untuk gantung diri putus. Akibatnya, ia
jatuh dan terburai isi perutnya.
174 Apologetika
ada jawabannya di bumi. Tidak semua rahasia Allah dibukakan
bagi kita—hal itu berarti tetap menjadi misteri Allah saja.
Pemecahan berkaitan dengan perbedaan jumlah perhi
tungannya, urutan kronologis dari peristiwa-peristiwa yang
sama tetapi tidak sama laporannya, janganlah dianggap itu suatu
kekeliruan. Memang ada perbedaan, tetapi itu bukan kontradiksi.
Menurut hemat saya, hal yang penting dan terutama adalah
kita memerhatikan wahyu-Nya (hal yang dikatakan oleh Allah)
itu terjadi akurat 100%. Perbedaan itu bukan pada wahyu-Nya,
melainkan itu adalah latar belakang dari wahyu. Latar belakang
dari wahyu bisa berbeda (dan memang berbeda) tetapi wahyu-Nya
tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lain. Misal, kemati
an Yudas. Apa wahyu-Nya tentang Yudas? Yudas mengkhianati
Yesus dengan menjualnya 30 keping perak dan belakangan uang
tersebut akan dilemparkan ke lantai bait suci seperti ada tertulis
di Kitab Zakaria 11:11–13 dan peristiwa itu terjadi tepat seperti
dicatat di Kitab Matius 26:14–15; 27:9. Akhirnya Yudas mati dan
jabatannya digantikan oleh orang lain (Matias) yang dicatat di
Kisah Para Rasul 1:15–26; terjadi tepat seperti ada tertulis dalam
Kitab Mazmur: “Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah
tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil
orang lain” (Kis. 1:20 band. Mzm. 69:26; 109:8). Kematian Yudas
yang dilaporkan berbeda, yang satu mengatakan ia tergantung dan
laporan lain bahwa ia jatuh dan terburai isi perutnya adalah latar
belakang wahyu. Sangat logis, kemungkinan tali yang digunakan
oleh Yudas itu putus!
143
Charles C.Ryrie, Op.Cit. 133.
176 Apologetika
(Bartimeus) dan yang lain tidak menyebutkan namanya; dan
apa nama tempat kejadian tersebut—itulah latar belakang dari
wahyu. Jadi, dengan demikian tidak ada rincian yang kontra
diksi antara satu Injil dengan Injil lainnya. Rincian-rincian yang
kecil itu merupakan potongan-potongan yang melengkapi
gambar yang besar.
Di atas tadi mewakili masalah-masalah yang ada di Alkitab
baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang sering
dipakai untuk menyerang atau membuktikan bahwa Alkitab
ada kekeliruan. Jawaban-jawaban yang masuk akal sudah
dicoba, yang mana saja kita bisa dipakai untuk berapologetika.
Namun, di atas semuanya itu adalah pentingnya bergantung
pada hikmat dari Allah. Janji-Nya pada kita, “Dan jika kamu
digiring dan diserahkan, janganlah kamu kuatir akan apa yang
harus kamu katakan, tetapi katakanlah apa yang dikaruniakan
kepadamu pada saat itu juga, sebab bukan kamu yang berkata-
kata, melainkan Roh Kudus.” (Mrk. 13:11). Alex McFarland
mengatakan:
144
Akar kata hermeneutika ini ditemukan dalam Markus 5:41, yaitu
metherrmeneuo yang artinya menerjemahkan dan dalam 1 Korintus 12:10, her
meneuo yang artinya menerjemahkan atau menafsirkan.
145
Kata eksegese berasal dari exegeomai (Yoh.1:18) berarti “mengantar
keluar” atau “menjelaskan dari” Alkitab makna teks yang sebenarnya. Eksegese
merupakan lawan dari eisegese yang berarti menambahkan sesuatu dalam teks.
178 Apologetika
dalam memelajari buku yang dapat salah, melainkan melakukan
kesalahan dalam mengeksegese firman Allah yang benar.146
Sebelumnya, kita sudah memelajari bukti-bukti bahwa para
penulis Perjanjian Baru percaya bahwa Roh Kudus memimpin para
penulis Perjanjian Lama (Mat. 22:43; Kis. 28:25). Penting untuk
mengerti bahwa otoritas Perjanjian Lama adalah kekal (Mzm.
119:89; Yes. 40:8). Hal ini juga benar untuk zaman PB (1 Ptr. 1:25;
1 Kor. 10:6,11; Rm. 15:4). Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Alkitab
adalah firman Allah yang sempurna dan bahwa kepentingan dan
otoritas yang dimiliki Alkitab itu kekal (Mat. 6:17–19; Yoh. 10:35).
Alkitab juga mengklaim bahwa ajarannya sempurna (2 Tim. 3:16)—
sebagai firman Allah yang sempurna (infallible), tidak mungkin
ada kesalahannya (inneransi), dan eksegese Kristen menerima
klaim ini.
Terakhir, sebagaimana kita mempelajari dan meyakini dok
trin inneransi, kita juga harus menyadari bahwa karakter Allah
dipertaruhkan. Alllah mengklaim sebagai Penulis Alkitab dan
Dia menegaskan bahwa firman-Nya adalah kebenaran (Yoh. 17:17;
Mzm. 119:160). Hal yang menjadi masalah, serangan melawan
doktrin infallibilitas firman Allah147 merupakan serangan melawan
karakter Allah. Itulah sebabnya Gary Crampton menyatakan bahwa
menyangkali inneransi berarti menjuluki Allah pembohong, tetapi
Allah tidak dapat berbohong (Tit. 1:2). Rasul Paulus menyimpulkan
hal ini ketika ia mengatakan “Allah adalah benar, dan semua
manusia pembohong” (Rm. 3:4).
180 Apologetika
Alkitab, khususnya cerita-cerita mukjizat sehinggga timbul
pertanyaan-pertanyaan: apakah hal-hal ini benar-benar terjadi
ataukah hal-hal ini hanyalah mitos belaka, yakni cerita khayalan
buatan manusia? Inilah mitos dalam pengertian umum, yaitu
cerita atau dongeng yang tidak faktual (bukan kejadian nyata).
b. Makna mitos yang lebih teknis dan sempit. Hal ini sering
digunakan untuk menjelaskan cerita-cerita dalam Alkitab,
khususnya jenis tulisan yang melibatkan imajinasi seperti bi
natang-binatang yang dapat berbicara. Hal-hal ini adalah cerita
supernatural yang secara harfiah tidak faktual. Hal ini juga
menunjuk pada cerita-cerita sejenis yang tidak dimaksudkan
oleh penulis Alkitab untuk diartikan secara harfiah, melainkan
berfungsi untuk menjelaskan fakta-fakta natural, melalui fiksi
supernatural (atau natural). Baik cerita supernatural tentang
binatang-binatang yang bisa berbicara maupun cerita-cerita
biasa (natural) seperti perumpamaan-perumpamaan yang
disampaikan Yesus cocok untuk menggambarkan kategori ini.
Pada saat kita membicarakan mengenai penyelidikan Alkitab,
kita harus memahami makna istilah mitos ini secara tepat.
149
Kalis Stevanus, Diktat Eskatologi (Karanganyar: STT. Tawangmangu,
2010).
182 Apologetika
Gary Crampton menyatakan demikian:
150
W. Gary Crampton,Op. Cit. 24.
184 Apologetika
Kita harus mengakui bahwa Alkitab adalah tulisan
dengan pola pikir dan latar belakang budaya manusia pada
waktu itu dan di tempat tertentu, yaitu Palestina, khususnya
budaya Yahudi. Jangan gegabah mengartikan teks kitab
dengan pola pikir modern yang dikaitkan hanya dengan
kejadian-kejadian aktual hari ini yang semuanya hanya bisa
dimengerti oleh kita yang hidup pada era komputer ini.
Ketidakmengertiannya terhadap perikop dan sejarah dunia
akan menghasilkan tafsiran yang “kira-kira” dan merusak
kebenaran. W. Gary Crampton mengatakan, “Salah satu
bahaya dalam hermeneutika adalah mencoba untuk melihat
Alkitab dalam terang budaya abad 20, dan bukannya budaya
abad pertama.”152
Hal yang kita lakukan adalah memeriksa segala sesuatu,
termasuk diri kita sendiri dan pandangan kita, melalui
kacamata penulis kitab itu. Ia (penulis kitab) sedang ber
usaha mengomunikasikan sesuatu yang baru kepada kita,
sesuatu yang kita belum ketahui sebelumnya. Inilah tugas
kita adalah menerima atau menyambutnya secara utuh,
dengan keterbukaan, dengan jujur dan objektif. Kita ditun
tut bersikap terbuka atau dapat diajar. Kita harus berusaha
untuk memelajari Alkitab dengan pembacaan teks yang
objektif dan pemahaman latar belakang sejarah pada zaman
itu.
Alkitab yang diilhamkan itu melalui pikiran dan tangan
manusia. Oleh karena itu, kita harus mengerti Alkitab me
nurut maksud penulisnya. Sebagai contoh, Lukas memiliki
tujuan tertentu ketika ia menulis Injilnya (Luk. 1:3). Oleh
186 Apologetika
memang maksud penulis Alkitab sampai setepat (sepersis)
itu. Apakah pembaca Alkitab pada zaman itu telah menuntut
ketepatan seperti itu? Hal ini soal gaya bahasa dan bukan
saja soal zaman yang pada masa itu masih primitif. Pada
masa sekarang pun (modern), kita sering membaca laporan
dengan gaya bahasa Alkitab, meskipun kita hidup pada
zaman modern—era internet, yang semua serba ingin
di-ilmiahkan. Contoh, kita membaca laporan Kebaktian
Kebangunan Rohani (KKR). Jemaat yang hadir adalah 3000
orang. Persiskah 3000 orang? Itukah yang dimaksud panitia
KKR? Kalau tidak persis, salahkah laporan itu? Jelas tidak
salah bukan?
Kalau penulis Alkitab menggunakan metode menghi
tung juru hitung atau kasir (dihitung satu demi satu), hal
tersebut keliru. Namun, kalau penulis Alkitab memakai
metode perkiraan, jumlah tersebut adalah benar juga. Sama
halnya dengan orang yang hadir pada hari Pentakosta.
Ada tiga ribu orang bertobat menerima Kristus (Kis. 2:41).
Persiskah tiga ribu orang? Apakah penulis menghitung
setepat itu (dihitung satu demi satu) atau hanya sekadar
perkiraan saja? Alkitab berkata itu adalah angka perkiraan,
“... Jumlah mereka kira-kira tiga ribu jiwa” (Kis. 2:41).
Contoh lain, jarak kota Salatiga–Solo adalah 56 Km.
Persiskah 56 Km? Tidak kurang atau lebih sekian meter dan
sekian cm? Menurut hemat saya, hal-hal tersebut bersifat
fenomenal, yaitu memberikan gambaran atau perkiraan.
Jadi, tidak harus persis demikian, kecuali memang penulis
Alkitab tersebut bermaksud memberikan hal yang persis,
bukan perkiraan atau gambaran. Peter Kreeft dan Ronald K.
Tacelli mengatakan:
154
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op.Cit. 289.
155
Ibid, 278.
156
W. Gary Crampton,Op.Cit., 117.
188 Apologetika
Saya sudah menyinggung bahwa Alkitab kita ini adalah
tulisan dengan pola pikir dan latar belakang budaya manusia
pada waktu itu dan di tempat tertentu, yaitu Palestina dengan
khususnya budaya Yahudi. Para penulis adalah orang Yahudi
(dengan perkecualian Lukas). Mereka berbicara dan menulis
sebagai orang Yahudi. Penafsir harus mengerti beberapa dasar
dari bentuk perkataan dan tulisan Ibrani untuk memahami
Alkitab secara tepat.
Gary Crampton mendaftarkan sebagai berikut:157
1) Orang Yahudi sering kali menggunakan hiperbola—
kalimat yang berlebihan untuk maksud tertentu, misal
nya Lukas 14:26, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan
nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Mat.
10:37; Ams. 9:13; Yes. 65:17–23).
2) Penggunaan permainan kata. Sebagai contoh dalam
Yohanes 3:8 di mana Yesus mengajar dengan mengguna
kan permainan kata tentang “angin” (Yunani—Pneuma)
dan “Roh” (Pneuma). Lihat juga Matius 16:18 di mana
Yesus berbicara kepada Petrus (Petros) dan mengatakan
kepadanya bahwa di atas batu karang ini (Petra) Dia akan
mendirikan gereja-Nya.
3) Amsal-amsal dan kalimat-kalimat pepatah digunakan
suatu sarana pengajaran melalui perbandingan antara
kebenaran-kebenaran duniawi dengan masalah-masa
lah spiritual, misalnya, Matius 7:6, “Jangan kamu
memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan
kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya
jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik
mengoyak kamu.”
157
Ibid, 118
190 Apologetika
Antitesis (kontras atau berlawanan): di mana bagian-
bagian paralel dari ayat ditempatkan secara saling
berlawanan satu dengan lainnya. Kebenaran yang
sama biasanya dinyatakan dalam bentuk negatifnya
sebagai kontras. Misal, Ams. 10:4, “Tangan yang lamban
membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan
kaya” (band. Mrk. 8:35).
6) Penggunaan kiasan. Di sini, kata “seperti” atau “sebagai”
digunakan untuk membandingkan. Misal, Matius 10:16,
“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-
tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti
ular dan tulus seperti merpati.”
7) Penggunaan metafora. Hal ini merupakan bentuk khot
bah di mana suatu kata atau frasa yang menunjukkan
sejenis objek digunakan secara analogi dengan sesuatu
yang lain. Misal, “Akulah pintu, barangsiapa masuk
melalui Aku, ia akan selamat”.
8) Bahasa fenomenologis. Hal ini merupakan jenis bahasa
sehari-hari yang menggambarkan hal-hal dengan cara
seperti kita melihatnya, tetapi yang tidak pernah di
maksudkan untuk akurat secara ilmiah. Hanya karena
para penulis Alkitab berbicara tentang matahari terbit,
hal itu tidak berarti bahwa hal yang mereka maksudkan
adalah deskripsi ilmiah. Misal, Mazmur 19:7, “Dari ujung
langit ia (matahari) terbit, dan ia (matahari) beredar
sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung
dari panas sinarnya.” Hal itu bukan berarti Allah (dan
para penulis Alkitab) tidak mengetahui hal tersebut. Hal
ini digunakan sebagai alat sastra untuk memperhidup
beritanya.
9) Penafsir harus mengerti perbedaan antara hukum apo
diktik atau konstitusional (misal, Kel. 20—Sepuluh
158
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op. Cit. 278
192 Apologetika
pernyataan Yesus dalam Matius 5:39, “Tetapi Aku berkata
kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat
jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar
pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Apakah
kita menafsirkan ini secara harfiah atau simbolis? Jelas ini
simbolis. Pada waktu penulis Alkitab mengklaim bahwa ia
melihat sesuatu dengan mata kepalanya sendiri dalam dunia
eksternal ini atau ada orang yang lain yang melihatnya dan
kemudian memberitahukannya, kita harus menafsirkan hal
itu secara harfiah. Sebaliknya, apabila sesuatu tidak terlihat
oleh mata kepala sendiri, kita tidak dapat menafsirkannya
secara harfiah. Berikut ini ada tiga kasus yang dapat
menjelaskan hal ini.159
• Benda yang menjadi permasalahan sering kali memiliki
sifat yang tidak kelihatan seperti Allah atau jiwa.
• Penulis sering kali menyatakan telah “melihat”nya hanya
melalui mata batiniah, dalam visi atau mimpi.
• Penulis sering kali “membuatnya sendiri” dan hal itu
disebut fiksi, seperti perumpamaan.
Garis pemisah antara harfiah dan bukan harfiah bukan
sekadar garis antara hal yang natural dan yang supernatural,
atau yang bersifat mukjizat. Di satu pihak, mukjizat-mukjizat
itu dapat terlihat (bukan sesuatu yang tidak kelihatan),
minimal mengenai efeknya, walaupun bukan mengenai
penyebabnya. Namun, di pihak lain, kriteria natural atau
supernatural merupakan kriteria eksternal yang diambil dari
filsafat atau theologi, bukan kriteria internal yang diambil
dari bentuk tulisan dalam ayat-ayat itu sendiri.
Kita mendapati contoh-contoh penting mengenai ba
hasa simbolis dalam kitab pertama (Kitab Kejadian) dan
159
Ibid, 283
194 Apologetika
historis dan sekaligus harfiah. Asumsi ini benar sebagian
saja.
Pembahasan ini mungkin asing bahkan bisa menim
bulkan berbagai macam respons. Bahkan respons negatif
dan perlawanan—penolakan, sebab uraian ini sesuatu yang
sangat kontroversial dan berbeda dibandingkan dengan
uraian-uraian yang sudah ada selama ini. Namun, kebe
naran harus diungkapkan. Dengan hikmat Tuhan, kita
dapat menguraikannya sebagai kebenaran yang sangat luar
biasa. Kita harus berani melakukan metateologia, yaitu Roh
Kudus memimpin kita untuk mengerti kebenaran dan untuk
mengerti kebenaran dibutuhkan sikap keterbukaan untuk
berani menerima hal-hal yang selama ini terpatok pemikiran
konservatif. Apakah kejadian kejatuhan manusia dalam dosa
dengan memakan buah yang dilarang Tuhan untuk dima
kan itu fakta historis (demikian adanya), figuratif, atau
semacam mitos?
Sekali lagi, saya mengajak kita semua untuk memahami
kisah Adam dan Hawa menjadi lebih berarti jika kita
mengambil makna terdalamnya, yang terkandung di dalam
nya bukan hanya sekadar cerita historis sehingga aplikasi
konkritnya bisa dikenakan dalam kehidupan masa kini atau
pada zaman mana pun (ingat, sifat Alkitab ada unsur ilahi-
nya).
Dr. Erastus Sabdono menegaskan bahwa perlunya juga
yang utama kita pahami bahwa Alkitab sebagai tulisan yang
diilhamkan Allah bukan hanya kumpulan cerita, melainkan
tuntunan pada keselamatan oleh iman kepada Tuhan Yesus.
Perdebatan yang timbul di sini tidak menuntun pada
keselamatan.
Saya ingin menegaskan bahwa kisah Adam dan Hawa
adalah fakta historis, bukan fiksi melainkan juga bukan
196 Apologetika
Allah tidak mungkin menjadi asal dosa terang juga dari hal
ini bahwa Tuhan Allah murka terhadap segala dosa (Kel.
23:22; Yes. 63:10; Rat. 2:5–7). Hal yang demikian juga diajarkan
Perjanjian Baru. 1 Yohanes 1:5–6 mengatakan bahwa Allah
adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada
kegelapan. Lebih jelas lagi tampak dalam diri Tuhan Yesus
sebab Dia adalah terang dunia (Yoh. 8:12).160
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, cerita itu pasti his
toris, tetapi tidak selalu harfiah. Misal, dua pohon, buah
yang tidak boleh dimakan dan ular yang dapat berbicara itu
tampaknya bukan harfiah atau jasmaniah, melainkan mitos
(dalam pengertian kedua)—dalam arti figuratif. Hal yang
sama terlihat dalam puisi-puisi penciptaan dalam Kejadian
1 dan 2. Penciptaan memang benar terjadi. Allah benar telah
merancang dan menciptakan alam semesta dan seluruh
yang ada dalamnya. Namun, pasal-pasal ini tampaknya tidak
dapat dipandang sebagai penjelasan-penjelasan saksi mata
harfiah karena memang tidak ada saksi mata sebelum ada
manusia. Allah tidak memiliki tubuh jasmaniah atau mata
harfiah. Jadi, cerita ini lebih cocok dengan kategori historis,
tetapi tidak harfiah.161
Berikutnya penjelasannya. Mitos dalam pengertian
umum (pengertian pertama) adalah cerita atau dongeng
yang tidak faktual atau bukan kejadian nyata (historis).
Berbicara mengenai mitos, asumsi orang sudah negatif
sebab dikaitkan dengan dongeng-dongeng masyakarat
kuno yang tidak logis. Kitab Kejadian ditulis Musa sekitar
tahun 1440 SM, ketika bangsa Israel keluar dari Mesir. Tentu
sangat sulit menjelaskan kebenaran kepada bangsa yang cara
160
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
228.
161
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op. Cit. 285–286.
198 Apologetika
adalah mengenai apologetika. Apologetika adalah argu
mentasi-argumentasi yang rasional, logis, dan objektif
yang didasarkan pada data atau fakta di Alkitab, bukan
berdasarkan kepercayaan (Ingatlah, kita harus membedakan
antara penafsiran dan kepercayaan).
Berpikir logis, “bagaimana bisa diterima secara akal
sehat kalau makan buah tersebut maka mata bisa terbuka
dan menyadari ketelanjangan?” Seharusnya, kita memahami
kisah Adam dan Hawa tidak lagi seperti anak-anak Sekolah
Minggu sebab cerita tersebut mempunyai makna atau pela
jaran yang sangat penting. Mitos pengertian kedua dapat
menjawab kejadian tersebut secara logis sebab dalam kisah
tersebut yang hendak ditekankan bahwa manusia memilih
untuk mengisi jiwanya secara terus-menerus dengan se
suatu yang tidak bersumber dari Allah—sebagai akibatnya
mereka jatuh dalam dosa. Jadi, dengan dikemukakan mela
lui cara sederhana atau dimitoskan, kisah tersebut memiliki
dinamisitas yang tinggi, artinya sepanjang masa bisa
diperoleh implikasi dan aplikasinya. Inilah sifat Alkitab yang
ilahi.
Saya kagum uraian dari Dr. Erastus Sabdono mengenai
perihal ini. Ia menjelaskan bahwa di Taman Eden ada 2
jenis buah. Pertama: buah untuk dikonsumsi secara fisik
guna pertumbuhan kebutuhan jasmani (tentu jumlah
sangat banyak dan tidak perlu disebutkan namanya). Kedua:
buah yang dikonsumsi oleh jiwa atau pikiran, yaitu buah
pengetahuan tentang yang baik dan jahat dan buah dari
pohon kehidupan yang ada di tengah taman (perlu disebut
kan namanya sebab jenisnya berbeda dari buah secara
harfiah).
Buah tersebut merupakan pilihan: apakah manusia
bersedia hidup dalam tuntunan Bapa sehingga mengerti
200 Apologetika
Logikanya, nama sebuah buah tentu tidak perlu panjang-
panjang dan cukup menunjuk sebuah identitas (misal buah
apel). Kita tidak mengetahui berapa lama manusia pertama
ini bergumul menghadapi bujukan ular (personifikasi
Lusifer). Kembali kita bertanya, “Apakah kejadian tersebut
hanya sekali peristiwa dan dengan sekejap mengubah
jalan hidup manusia?” Paulus menyingkapkan kebenaran
atau rahasia mengenai fragmen di taman Eden. Sejatinya,
pergumulan manusia pertama adalah pergumulan mengisi
jiwanya atau pikiran dalam perjalanan waktu panjang, bukan
hanya langkah yang salah dalam satu kali kesempatan (2 Kor
11:2–4). Pikirannya disesatkan oleh Lusifer dari kesetiaan
yang sejati kepada Allah Bapa.
Kita pun mengalami pergumulan ini di mana Iblis
berusaha mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang ber
tentangan dengan pikiran Tuhan seperti Petrus (Mat 16:16–
17). Ingat, Iblis mengetahui persis titik lemah kita. Taman
Eden merupakan taman pergumulan manusia, antara
memilih hal yang baik menurut Tuhan atau baik menurut
yang lain? Adam pertama gagal dalam peperangan tersebut.
Hal ini menentukan nasib manusia dan keturunannya. Lalu,
Adam kedua (Kristus) diutus untuk misi penyelamatan.
Dia memenangkan pergumulan dengan ketaatan-Nya—
mengalahkan Lusifer (Yoh. 19:30).
Selanjutnya, kita sebagai anak-anak Allah kembali me
neruskan pertarungan melawan kuasa gelap (Ef. 6:12). Orang
yang menang akan menjadi umat pilihan Allah memerintah
bersama Tuhan Yesus!
g. Pentingnya Pertimbangan Theologis
Kita harus menguji semua kitab dengan theologi kesela
rasan Alkitab. Ingat, firman Allah—Alkitab tidak pernah
h. Penggunaan Logika
Alkitab merupakan buku yang logis. Alkitab ditulis oleh
Dia yang adalah lawan dari kekacauan dan kebohongan. Dia
tidak pernah berpikir secara tidak logis. Kebenaran tidak
pernah antilogika. Alkitab masuk akal—Alkitab bersifat
rasional, sedangkan setan adalah pencipta kebohongan,
kontradiksi, dan kekacauan. Dengan kata lain—gunakan
akal sehat.163
***
162
W. Gary Crampton,Op. Cit. 114
163
Ibid, 124
202 Apologetika
6
Apologetika Kristologi
203
Yesus menganggap pendapat manusia tentang “siapakah
Dia” adalah amat penting. Jelaslah bahwa “siapakah Yesus Kristus”
adalah sama pentingnya dengan hal yang Dia lakukan. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, “Siapakah Yesus Kristus itu? Apakah
Dia Anak Allah?” Jawaban atas hal ini sangat penting karena
hubungan kita dengan Allah akan bergantung pada hubungan kita
dengan Yesus Kristus di dunia.
Kepercayaan Kristen tradisional, yang dinyatakan dalam
Perjanjian Baru, menyatakan bahwa Yesus dari Nazaret, walaupun
satu pribadi, dahulu, sekarang, dan selamanya adalah Allah dan
manusia. Namun demikian, doktrin Kristen dasar ini semakin
banyak dikritik, bahkan diingkari.
Siapakah yang dapat mengatakan dengan pasti seperti apa
kah Allah? Satu-satunya yang dapat mengatakan dengan pasti
adalah Allah. Yesus mengatakan bahwa Dia adalah Jalan, Kebenaran,
dan Hidup (Yoh. 14:6). Pengakuan seperti itu harus dibuktikan
kebenarannya. Apakah Yesus orang tidak waras, penipu, atau
benar-benar Allah? Marilah kita menjajaki hal ini untuk mengenal
kebenaran tentang keilahian Yesus.
Sebelum membahas mengenai keilahian Yesus, saya mengajak
Anda untuk mengiakan bahwa Yesus adalah manusia nyata (benar-
benar ada dalam sejarah). Selanjutnya, kita akan melihat bukti-
bukti bahwa Yesus adalah Allah dan manusia. Semua kebingungan
tentang eksistensi Yesus dapat diterangkan secara logis dan sains
untuk dipahami.
Dalam mempertimbangkan keilahian Yesus, pokok per
soalannya bukanlah apakah keilahian Yesus mudah dipercaya
atau dimengerti, melainkan apakah keilahian Yesus dinyatakan
dalam firman Allah. Sebelumnya, kita telah membahas mengenai
otentisitas Alkitab. Klaim kita sebagai orang Kristen, Alkitab seca
ra mutlak menyatakan bahwa hal yang tertulis dalamnya adalah
firman Allah. Dengan demikian, kita harus memandang Alkitab
204 Apologetika
dapat diandalkan kebenarannya, baik secara historis maupun
sebagai firman Allah kepada kita. Hal ini satu-satunya tolok ukur
yang benar untuk menetapkan apakah Yesus adalah Allah yang
menjelma menjadi manusia atau bukan. Bagi orang Kristen,
setiap buku, tulisan, atau pengajaran yang bertentangan dengan
isi Alkitab harus ditolak. Jika ada sumber-sumber lain yang meng
klaim sebagai wahyu ilahi, sebagaimana halnya Alkitab, sumber-
sumber itu harus diuji kebenarannya berdasarkan Alkitab. Ingat,
Allah tidak mungkin (lebih tepat: tidak akan pernah) bertentangan
dengan diri-Nya.
John Stott memberikan sebuah catatan tentang berapa kali
Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Allah. Menurut klaim ini, John
Sott menjelaskan bahwa Yesus mengajarkan:
206 Apologetika
berkata seperti itu!” (Yoh. 7:46). Kedua, pada tingkat reflektif dan
rasional, ada klaim-Nya tampaknya sulit dipahami. Klaim-Nya
datang dari seorang yang lahir dari kandungan seorang wanita,
yang bertumbuh dari keadaan bayi, merasa lapar, lelah, marah,
menderita dan mati. Namun, Dia mengakui diri-Nya sebagai Allah.
Hal ini bukan hanya secara intuitif sangat mengejutkan, melainkan
dari segi logika pun tampak adanya kontradiksi dalam diri-Nya.
Manusia pada hakikatnya adalah fana, terbatas, tidak kekal, dan
dapat berbuat kesalahan; sedangkan Allah pada hakikatnya adalah
kekal, tidak terbatas, tidak mungkin berbuat salah, dan tidak
bisa mati. Bagaimana seseorang dapat memiliki dua hakikat yang
bertentangan?164
Pada bab ini, kita secara khusus akan melihat bukti-bukti
klaim Yesus sebagaimana yang diakui-Nya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, bahwa Dia adalah Allah. Dengan per
kataan lain, langkah-langkah untuk menyusun bukti-bukti ini
merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk menunjukkan
bahwa Yesus benar-benar Allah dan pembuktian (apologetika) ini
dilakukan melalui argumentasi filosofis yang logis.
1. Pengakuan Langsung
a. Yesus menyebut diri-Nya adalah “Anak Allah” (Luk. 22:70)—
yang berarti Dia memiliki sifat-sifat yang sama dengan Allah.
Seorang anak memiliki sifat yang sama, spesies yang sama,
esensi yang sama dengan ayahnya. Scotchmer menyimpul
kan bahwa baik murid-murid maupun musuh-Nya mengerti
berdasarkan latar belakang Yahudi mereka bahwa istilah
“Anak Allah” mempunyai arti yang ilahi.165
164
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup, 2000), 200
165
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
167
208 Apologetika
Bapa-Nya, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh. 10:30) dan
“Barangsiapa melihat Aku telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9).
Ketika Yesus mengakui bahwa “Aku dan Bapa adalah satu”,
orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari
Yesus. Orang Yahudi menjawab, “karena Engkau, sekalipun
hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan
Allah” (Yoh. 10:33).
A.T. Robertson mengatakan bahwa kata “satu” bergender
netral, bukan maskulin. Jadi, kata “satu” di sini bukan berarti
satu orang, tetapi satu inti atau satu sifat dasar. Pernyataan
tegas dan mengena ini adalah puncak pengakuan Yesus
tentang hubungan di antara Bapa dan Diri-Nya sendiri
(Anak).166 Dalam Yohanes 5:17–18 dikatakan, “Tetapi Ia
berkata kepada mereka:’ Bapa-Ku berkerja sampai sekarang,
maka Akupun bekerja juga.’ Sebab itu orang-orang Yahudi
lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena
Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan
bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian
menyamakan diri-Nya dengan Allah.”167 Jadi, kelihatan sekali
bahwa tidak ada keraguan sedikit pun di benak orang yang
mendengar pernyataan ini bahwa Yesus mengaku di hadapan
mereka bahwa Dia adalah Allah.
166
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
154.
167
Ibid, 155.
210 Apologetika
berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku
telah ada (ego eimi).’” Pada kesempatan lain, Yesus memakai
sebutan itu bagi diri-Nya, “... sebab jikalau kamu tidak
percaya, bahwa Akulah Dia (ego eimi), kamu akan mati dalam
dosamu” (Yoh. 8:24). Dalam Yohanes 8:28, Yesus berkata
kepada orang-orangYahudi, “Maka kata Yesus: ‘Apabila kamu
telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa
Akulah Dia (ego eimi), dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa
dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal,
sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.” Hal ini juga tampak
dalam pernyataan Yesus kepada para pasukan yang hendak
menangkap-Nya, “Maka Yesus, yang tahu semua yang akan
menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka:
‘Siapakah yang kamu cari?’ Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’
Kata-Nya kepada mereka: ‘Akulah Dia (ego eimi).’ Yudas yang
mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka.
Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia (ego eimi)’,
mundurlah mereka dan jatuh ke tanah” (Yoh. 18:4–6). Oleh
karena merasa yakin bahwa Yesus adalah Allah, para penulis
Perjanjian Baru dengan jelas menghubungkan Yesus dengan
ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengacu kepada YHWH.
Markus mengutip Kitab Yesaya 40:3, “Ada suara yang berseru-
seru: Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN
(YHWH), luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi
Allah kita!”. Markus menafsirkan bahwa ayat itu digenapi
sewaktu Yohanes Pembaptis menyiapkan jalan bagi Yesus.
Norman Geisler mengungkapkan bahwa dalam perum
pamaan-Nya, Yesus menyatakan bahwa Dia mempunyai
fungsi yang hanya diperuntukkan bagi Yahweh di Perjanjian
Lama, seperti menjadi Gembala (Luk. 15), batu (Mat. 7:24–
27), dan Penabur (Mat. 13:24–30). Dengan demikian, tidak
diragukan lagi, para pemimpin agama Yahudi mengetahui
dengan siapa Yesus menyamakan diri-Nya. Jadi, tuduhan
212 Apologetika
“‘Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu
sujud menyembah Dia...’ ‘Ada seorang buta sejak lahir setelah
disembuhkan, orang itu sujud menyembah-Nya’” (Yoh. 9:35–
39).
Kesepuluh murid Yesus bersaksi kepada Tomas bahwa
mereka telah melihat Tuhan (Yoh. 20:25). Maria Magdalena
juga bersaksi bahwa ia telah melihat Tuhan (Yoh. 20:18).
Tomas menyatakan sikap yang lain:
214 Apologetika
kita, Yesus Kristus” (2 Ptr. 1:1). Kata penghubung Yunani
“dan (kai)” menyatukan kedua kata benda itu. Berarti, Yesus
mengacu kepada Allah dan Juruselamat. Yesus adalah Allah
dan Juruselamat.168
Paulus menulis kepada Titus agar menantikan, “penya
taan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita
Yesus Kristus” (Tit. 2:13). Kisah Para Rasul 2:36 mengatakan,
“Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
Tuhan dan Kristus.” Ayat 39 berbicara tentang Allah sebagai
“Tuhan Allah kita”. Dengan demikian, Kristus adalah Allah
(ay. 36). Kisah Para Rasul 10:36 mengatakan bahwa Yesus
sebagai “Tuhan dari semua orang”.169
Dalam Perjanjian Lama dinyatakan dengan tegas
bahwa Allah sajalah Juruselamat, “Aku, Akulah TUHAN
(YHWH) dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku”
(Yes. 43:11). Dalam Perjanjian Baru dijelaskan bahwa Yesus
adalah Juruselamat, “Dialah benar-benar Juruselamat dunia”
(Yoh. 4:4). Lukas 2:11 berkata, “Hari ini telah lahir bagimu
Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan”.
Sebutan “Tuhan” dipakai dalam Perjanjian Baru maupun
Perjanjian lama untuk mengacu kepada Allah dan Yesus.
Dalam Perjanjian Lama, kata untuk menyebut Tuhan adalah
adonai. Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, kata yang
diterjemahkan menjadi “Tuhan” adalah kurios. Adonai
maupun kurios dipakai untuk menyebut Allah oleh orang
Yahudi. Kita perlu mengerti bahwa dalam Perjanjian Baru,
kurios memiliki dua arti, yaitu umum dan kudus. Dalam arti
umum, kata ini dipakai berkenaan dengan pemberian salam
yang sopan yang artinya “tuan”. Arti yang kudus menyiratkan
168
Josh McDowell dan Bart Larson, Adakah yang Mustahil bagi Allah: Allah
menjadi Manusia (Bandung: LLB, 2000), 27.
169
Ibid, 28.
216 Apologetika
berkata bahwa Dia berasal dari surga, bukan dari dunia. Dia
akan kembali dari surga untuk menghakimi setiap orang.
Sungguh, dalam Dia ada hidup, “Barangsiapa memiliki Anak,
ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak
memiliki hidup” (1 Yoh. 5:11–12).
c. Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus. Dalam
Perjanjian Lama, hanya Allah yang dapat mengubah nama—
Abram menjadi Abraham, Sarai menjadi Sarah, Yakub
menjadi Israel. Bagi seorang Yahudi, mengubah nama adalah
sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh Allah.
d. Yesus adalah kekal.
Bart Larson mengatakan hanya Allah sajalah yang
dinyatakan di Alkitab bersifat kekal. Dia melampaui waktu
dan merupakan sumber waktu. Tidak pernah akan ada saat
di mana Dia tidak ada (Kel. 3:14; Hab. 3:6).170 Kekal adalah
sifat Allah yang tidak pernah berubah dan sifat ini dikenakan
kepada Yesus, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin
maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr. 13:8).
William Barclay memberi komentar tentang sifat Yesus
yang kekal. Ia mengatakan bahwa Yesus tidak dibatasi oleh
waktu. Eksistensi-Nya tidak pernah berawal dan tidak akan
pernah berakhir. Yesus selalu ada. Dalam Yesus, kita melihat
Allah yang tidak dibatasi oleh waktu, yaitu Allah Abraham,
Ishak, dan Yakub—Allah Yang Kekal. Dalam Alkitab juga
dikatakan hanya Allah sajalah yang disebut Alfa (Yang Awal)
dan Omega (Yang Akhir) seperti tertulis dalam Yesaya 48:12.
Dalam Wahyu 1:17–18; 2:8; 22:12–16 dengan tegas dinyatakan
bahwa Yesus disebut Alfa dan Omega. Bukti ini sangat kuat
dan tidak bisa diremehkan.
Josh McDowell dan Bart Larson, Adakah yang Mustahil bagi Allah? Allah
170
171
Ibid, 24.
218 Apologetika
Oleh karena itu, orang-orang Kristen awal tidak ragu-
ragu menyebut Yesus “Tuhan” dan diri mereka “hamba”.
Mereka melakukan ini dengan kesadaran penuh bahwa
“Tuhan” (Kurios) adalah julukan ilahi yang telah dipakai oleh
mereka yang menerjemahkan Perjanjian Lama ke bahasa
Yunani (Septuaginta) untuk kata Ibrani Yahweh dan yang
diambil oleh kaisar-kaisar Roma ketika mereka menuntut
penghormatan ilahi itu untuk diri mereka. Orang Kristen
mula-mula tidak hanya memberikan julukan Allah Perjanjian
Lama ini. Mereka mentransfer teks—Allah kepada Yesus.
Misalnya, Yahweh telah bersumpah bahwa semua orang
akan “bertekuk lutut” di hadapan-Nya dan “akan bersumpah
setia” dalam nama-Nya (Yes. 45:23). Dalam Perjanjian Baru,
Paulus menuliskan bahwa Allah telah “sangat meninggikan”
Yesus supaya dalam nama Yesus semua bertekut lutut dan
memberikan hormat kepada-Nya (Flp. 2:9–11).
Josh McDowell dan Bill Wilson menyatakan, “Kaum pria
dan wanita Yahudi pada abad pertama ini akhirnya meneri
ma Yesus sebagai Allah dari iman monoteistis mereka.
Mereka menarik suatu kesimpulan dari fakta-fakta dan
menyadari bahwa Yesus, Anak Manusia itu, adalah Mesias,
bahwa Mesias adalah Anak Allah dan karena itu Yesus tentu
juga Allah.”172 Nama lain untuk Mesias adalah Immanuel
(Yes. 7:14), yang kalau diterjemahkan secara harfiah berarti
“Allah menyertai kita”. Dalam Matius 1:23 sebutan Immanuel
jelas-jelas ditujukan kepada Yesus, “Sesungguhnya, anak
dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak
laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel”—
yang berarti: Allah menyertai kita.” John Stott menegaskan
bahwa transfer julukan—Allah dan teks—Allah dari Yahweh
Mas, 2004).
173
John Stott, Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 1989), 36.
220 Apologetika
Nya, dengan datang di antara kita sebagai manusia biasa, tetapi
tanpa berhenti menjadi Allah yang kekal dan tidak terbatas.174
174
Ronald H. Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 406–407
175
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup, 2000), 199.
Ronald Nash menjelaskan bahwa pengakuan iman Nicea atau kredo Nicea,
176
222 Apologetika
dalam banyak kebudayaan yang berbeda, cerita Yesus juga ada. Hal
yang sangat mengherankan, banyak orang berpikir bahwa fakta
ini—yaitu ada banyak persamaan dalam cerita dongeng itu dengan
cerita Alkitab—menunjukkan ketidakbenaran cerita Kristen itu.
Seharusnya, semakin banyak kesaksian yang menceritakan cerita
yang sama, kita berpikir logis kemungkinan bahwa cerita itu benar.
Lebih banyak bayangan yang kita temukan yang mendukung
sesuatu peristiwa, lebih besar kemungkinan bahwa peristiwa itu
akan terjadi.177
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli menambahkan bahwa
ada persamaan dalam bidang kesenian yang menunjuk pada
kemungkinan peristiwa inkarnasi. Hal ini jawaban atas sanggahan
bahwa hal itu mustahil dan terlihat adanya pertentangan dalam diri
sendiri. Andaikan pengarang memasukkan dirinya dalam cerita
yang sedang ditulisnya, ia berperan sebagai salah satu tokohnya.
Tokoh ini akan memiliki dua sifat dan boleh dikatakan ia harus
“turun dari surga”—yaitu surga pikiran pengarang—tetapi ia akan
berperan sebagai tokoh manusia yang berinteraksi dengan tokoh-
tokoh lainnya dalam cerita itu. Hal ini bisa dilakukan, mengapa
Allah tidak bisa melakukannya?178
Selain alasan di atas, ada alasan yang lebih bersifat positif
yang mengantar kita pada argumentasi logis yang sangat se
derhana. Apabila ada pribadi yang patut disebut sebagai “Allah”,
pribadi itu harus Mahakuasa, yakni sanggup melakukan apa saja
yang secara intrinsik mungkin, segala sesuatu yang bermanfaat
dan tidak berkontradiksi dalam dirinya sendiri. Peristiwa inkarnasi
merupakan mukjizat atau supernatural. Meskipun bersifat mukji
zat atau supernatural, hal ini bukanlah sesuatu yang mengandung
177
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Pedoman Apologetik Kristen 1
(Bandung: Kalam Hidup,2000), 201
178
Ibid, 203
224 Apologetika
itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa
di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu
datang di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan
kemuliaan-Nya” (Mat. 24:30).
Kedua, pendamaian. Tujuan inkarnasi adalah pendamaian,
kelahiran-Nya untuk kematian-Nya. Yesus berkata, “Sama seperti
Anak Manusia datang (Kristus) bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebus
an (pendamaian) bagi banyak orang” (Mat. 20:28). Bahkan nama
Yesus memberikan kesaksian tentang penyelamatan Allah—Dialah
yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat. 1:21). Oleh
karena itu, tepatlah dikatakan bahwa kekristenan adalah agama
penyelamat dalam hakikinya dan penyelamatan itu dilaksanakan
dengan harga yang amat mahal (1 Kor. 6:20; 1 Ptr. 1:18–19).
Ketiga, kebangkitan. Kebangkitan adalah unik. Kebangkitan
Yesus adalah awal dari pemuliaan-Nya sebagai Tuhan (Flp. 2:9).
Dia “di kanan Allah Bapa” adalah simbol tempat kehormatan dan
otoritas tertinggi. Yesus layak disembah sebab otoritas-Nya terting
gi. Dia mampu menyelamatkan manusia dengan mengampuni
dosa manusia dan menganugerahkan Roh-Nya kepada manusia
(Kis. 2:33,38). Roh Kudus “bersaksi” tentang Kristus sehingga
orang percaya kepada Dia (Yoh. 15:26). Dengan demikian, tidak
ada klaim-klaim sebanding yang dibuat oleh tokoh-tokoh agama
apa pun di dunia ini.
Jadi, inilah ketiga keunikan Yesus. Secara historis, keunikan
terletak pada kelahiran, kematian, dan kebangkitan. Secara theo
logis, keunikan-Nya terletak pada inkarnasi, pendamaian, dan
pemuliaan-Nya. Hanya ada satu jalan (Yoh. 14:6), nama (Kis. 4:12),
dan perantara antara Allah dan manusia, yaitu Yesus (1 Tim. 2:5–6).
Hanya Dia yang adalah Allah—manusia yang menyerahkan diri-
Nya sebagai tebusan untuk manusia. Oleh karena itu, Dia menjadi
pengantara antara Allah dan manusia. Inilah keunikan sekaligus
226 Apologetika
terbatas. Bagaimanakah cara terbaik Allah untuk berkomunikasi
dengan manusia? Hanya dengan menjadi manusia sehingga Dia
dapat berhubungan langsung dengan manusia. Itulah cara terbaik
apabila Allah ingin berkomunikasi dengan manusia. Ini adalah
alasan pertama Allah mau menjadi manusia.
Kedua, menjembatani jurang pemisah antara Allah dan
manusia. Demikianlah argumen filosofis yang diberikan Josh
McDowell dan Bart Larson.179 Seandainya Yesus “hanyalah” seorang
manusia atau makhluk ciptaan, jurang pemisah antara Allah dan
manusia—antara yang tidak terbatas dan yang terbatas, Pencipta
dan ciptaan, Yang Kudus dan tidak kudus—akan tetap ada. Supaya
manusia dapat mengenal Allah, Allah harus turun ke dunia
(menjadi manusia). Dengan cara itu, Dia membuka jalan supaya
semua orang dapat mengenal Dia.
Setelah kita menjawab pertanyaan alasan Allah mau menjadi
manusia, sekarang, kita dapat mulai menjawab pertanyaan paling
utama. Jika Allah benar-benar menjadi manusia, seperti apakah
Dia.
1. Kelahiran-Nya dengan cara yang luar biasa.
Yesus lahir dari perawan (Maria) dicatat di Injil Matius 1:18,20,23
dan Lukas 1:27,34. Hal itu sesuai nubuat Perjanjian Lama,
yaitu Yesaya 7:14 yang menyatakan, “...Sesungguhnya, seorang
perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. Nubuat
ini sangat spesifik karena menyinggung tentang seorang
perempuan muda (perawan).180
Nubuat kelahiran dari anak dara sudah dikumandangkan
tujuh abad sebelum Kristus lahir. Hal ini sangat cocok dengan
179
Josh McDowell dan Bart Larson, Adakah yang Mustahil bagi Allah?Allah
menjadi Manusia (Bandung: Literatur Baptis, 2000), 19.
180
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002), 182,
192.
181
Ibid, 234.
228 Apologetika
kata parthenos—seorang wanita muda yang sudah pantas
menikah dan masih perawan (Mat. 1:23; 25:1,7; Luk. 1:27; Kis.
21:9; 1 Kor. 7:25,28,33; 2 Kor. 11:2). Jadi, belum pernah menikah
atau masih perawan.
Kita perlu menjernihkan maksud dengan kelahiran dari
perawan. Menurut John Stott, istilah ini menyesatkan sebab
menunjukkan ada sesuatu yang tidak wajar tentang kelahir
an Yesus, sedangkan kelahiran-Nya sama sekali normal dan
alami. Proses kehamilan bayi Yesuslah yang tidak normal,
memang supernatural sebab Dia dikandung oleh karya
Roh Kudus, tanpa kerjasama ayah manusia.182 Para penulis
Injil, khususnya Matius dan Lukas, menyatakan hal yang
mereka tulis adalah sejarah, bukan legenda. Kedua penulis
ini memberi kesaksian dengan jelas keperawanan Maria.
Faktanya, ketika Maria menjadi hamil, ia bertunangan, tidak
menikah, dengan Yusuf. Ketika Yesus lahir, ia masih tetap
perawan. Setelah Yusuf menikahi Maria, ia adalah ayah Yesus
secara hukum.
Pertanyaan para pengkritik Alkitab berikutnya, “Jika
diakui bahwa Matius dan Lukas memercayai bahwa Maria,
ibu Yesus, adalah perawan, mengapa Markus dan Yohanes
tidak mengatakan demikian?” Markus dan Yohanes tidak
menceritakan apa pun tentang masa kecil Yesus, tetapi kita
tidak bisa menyimpulkan dari hal ini bahwa Yesus tidak
pernah mempunyai masa kanak-kanak. Sejatinya, ada
bukti secara tidak langsung bahwa Yohanes mengetahui
dan percaya kelahiran perawan. Mari kita memerhatikan
pernyataan-pernyataan Yohanes dalam awal Injilnya. Ia
mengatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita” (Yoh. 1:14), tetapi juga pernyataan yang
berulang-ulang bahwa Yesus “datang dari atas”, “turun dari
182
John Stott, Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 1989), 66
230 Apologetika
Narasi mereka berdua independen dan saling melengkapi
(diceritakan dari perspektif yang berbeda). Lukas menuliskan
pengumuman malaikat Gabriel bahwa Maria akan menjadi
ibu Yesus dan kebingungan Maria tentang bagaimana ia bisa
menjadi ibu sedang ia belum menikah. Sebaliknya, Matius
menuliskan bagaimana Yusuf mengetahui kehamilan Maria
dan kebingungannya, keputusannya untuk menceraikan
Maria sebab anak Maria bukan anaknya. Mimpinya menya
takan bahwa Allah menyuruh ia mengambil Maria sebagai
istrinya. Akhirnya, fakta-fakta itu pasti berasal dari Maria
dan Yusuf, baik dalam bentuk tulisan atau lisan. Bukti
internal menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru, kita
memiliki dua kisah yang asli, awal, terpisah tentang kelahir
an perawan.183
183
John Stott, Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 1989), 70.
Jika darah Yesus tercampur dengan darah Maria, hal itu berarti
Yesus mewarisi dosa—pelanggaran Adam. Tegas, tidak ada
pertukaran darah Maria dengan darah Yesus. Darah janin dalam
kandungan ibu tidak bercampur langsung dengan darah ibu.
Hal ini berarti darah Yesus adalah murni dan suci dari Roh
Kudus. Darah Yesus tidak terkait setitik pun dengan darah
Adam.
Saya mengutip hasil penelitian Harold Schrock184 yang
menyatakan bahwa “selama bayi dalam kandungan, yang terjadi
pertukaran adalah zat nutrisi dari ibu ke janinnya. Sedangkan
darah ibu dan darah janin tidak tercampur sedikit pun.” Dari
penjelasan medis ini, kita memahami bahwa darah Yesus tidak
bercampur dengan darah Maria sebab Yesus lahir bukan karena
coitus (persetubuhan). Dia dikandung dari kuasa Roh Kudus
sesuai kesaksian Allah melalui Alkitab.
184
Harold Lolowang, Yesus Nazaret vs Yesus Makam Talpiot (Yogyakarta:
Andi, 2008), 93.
232 Apologetika
3. Kata-kata-Nya penuh kuasa
Yesus berkata, “Langit dan bumi akan berlalu tetapi perkataan-
Ku tidak akan berlalu” (Luk. 21:33). Mereka yang mendengar
pengajaran-Nya takjub (Luk. 4:32). Mereka berkata, “Belum
pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” (Yoh. 7:46).
Nash mengatakan:
185
Ronald H.Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 413–414.
C. Kebangkitan Yesus
Apakah itu terjadi? Mukjizat terbesar dalam Alkitab adalah ke
bangkitan. Oleh karena itu, banyak sekali yang mencoba mem
bantah kenyataan ini. Salah satunya argumen yang mengatakan
bahwa bukan tubuh Yesus sebenarnya yang bangkit, melainkan
hantu. Kalau argumen ini benar, inilah kisah hantu terbesar yang
sanggup mengubah murid-murid pengecut menjadi para rasul
yang berapi-api, bahkan rela menjadi martir. Tidak mungkin para
murid Yesus percaya pada kebangkitan Guru mereka kalau tubuh-
Nya masih tergeletak dalam kubur. Hal ini sama tidak masuk
akalnya bila beranggapan bahwa para murid telah mencuri tubuh-
Nya dan membuat cerita bohong.
Argumen yang lain mengklaim pengakuan bahwa para murid
mengalami halusinasi yang sedemikian parah sehingga menyang
ka melihat Yesus. Kenyataanya, keadaan murid-murid sedang
234 Apologetika
jauh dari kondisi yang memungkinkan halusinasi. Namun, jika
semua yang dihadapi ini merupakan halusinasi, kita tetap harus
menjelaskan kenyataannya bahwa tubuh Yesus telah ditempatkan
di suatu tempat yang tertutup, tersegel, dan dijaga telah hilang.
Lagipula, halusinasi tidak menular. Kalau hanya satu atau dua
orang yang mengatakan “melihat” Yesus, artinya masih mungkin
untuk mengatakan bahwa “pengalaman” mereka ini halusinasi.
Teori halusinasi gagal menjelaskan hilangnya tubuh Yesus. Ada
beberapa argumen yang menyanggah teori ini, yaitu:
Pertama, tidak hanya satu orang, tetapi banyak orang, telah
melihat Yesus menampakkan diri. Kedua, mereka melihat-Nya
tidak sendiri-sendiri, tetapi secara bersama-sama. Ketiga, mereka
melihat-Nya tidak hanya sekali, tetapi berulang kali. Keempat,
mereka tidak hanya melihat, tetapi mereka juga menyentuh-Nya,
bahkan berbicara dengan Dia.
Berkaitan dengan teori yang menyatakan bahwa para murid
mencuri tubuh Yesus dan kemudian mengarang cerita tentang
kebangkitan, Nash mengatakan demikian:
186
Ronald H.Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 416.
187
Ibid, 418.
236 Apologetika
dan bangkit, serta dapat mengutus mereka ke seluruh dunia lalu
berjanji untuk menyertai mereka sampai akhir zaman. Bahwa
Dia hidup di suatu tempat dan bersembunyi selama empat puluh
hari, membuat penampakan yang mengejutkan, dan akhirnya
kemudian menghilang tanpa adanya satu penjelasan?
188
C. Marvin Pate dan Sheryl Pate, Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi
tentang Yesus Sejarah (Yogyakarta: Andi, 2010), 194.
189
John Stott, Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 189), 39.
190
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op.Cit. 233.
Ronald H.Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
191
238 Apologetika
Bagi murid-murid-Nya yang pertama, A. M. Ramsey menulis,
“Injil tanpa kebangkitan bagaikan Injil tanpa bab akhirnya; Injil
tanpa kebangkitan bukanlah Injil sama sekali ... Theisme Kristen
adalah theisme kebangkitan.”192John Sott menjelaskan demikian:
192
Ibid.
193
Ibid, 442.
194
Alex McFarland, Apologetika Volume 4 (Malang: Gandum Mas, 2012),
102.
1. Kubur kosong
Yesus berulang kali berkata kepada para murid-Nya bahwa
Dia akan bangkit kembali dari orang mati, pada hari ketiga setelah
disalibkan. Matius 16:21, “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan
kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan
menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam
kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada
hari ketiga” (lihat juga Mat. 17:9,22,23; 20:18–19; Mrk. 9;10; Luk.
9:22–27; Yoh. 2:18–22). Dia pun berkata, “Akan tetapi sesudah Aku
bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea” (Mat. 26:32). Tidak
ada tokoh agama apa pun yang berani mengatakan hal seperti itu!
Josh McDowell mengatakan bahwa Yesus bukan hanya
meramalkan kebangkitan-Nya, tetapi juga menegaskan bahwa
kebangkitan-Nya dari antara orang mati akan menjadi “tanda”
untuk membenarkan pengakuan-Nya sebagai Mesias. John Stott
menyatakan bahwa, “Yesus tidak pernah meramalkan kematian-
Nya tanpa menambahkan bahwa Dia akan bangkit kembali dan
menyebutkan kebangkitan-Nya yang akan terjadi itu sebagai
“tanda”.195
195
Josh McDowell, Apologetika Volume 1 (Malang: Gandum Mas, 2002),
285.
240 Apologetika
Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah. Pertama,
kesaksian Injil-injil. Cerita mengenai kubur yang kosong ditemu
kan dalam Matius 28:1–8; Markus 16:1–8; Lukas 24:1–8; Yohanes
20:1–8 dan keterangan Paulus di 1 Korintus 15:3–4. Mengapa kisah-
kisah berikut ini ditulis kalau tubuh Kristus tidak benar-benar
diambil oleh Yusuf dari Arimatea? Matius 27:57–58 mengatakan,
“Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea,
yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga.
Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus
memerintahkan untuk menyerahkannya kepadanya” (lihat juga
Mrk. 15:42–45; Luk. 23:50–52; Yoh. 19:38).
Yesus benar-benar dikuburkan. Keempat Injil menuliskan,
“Dan Yusuf pun mengambil mayat itu, mengafaninya dengan kain
lenan yang putih bersih ...” (Mat. 27:59; Mrk. 15:46; Luk. 23:56a; Yoh.
19:38b–40). Mengapa kisah ini ditulis kalau persiapan penguburan
itu tidak dilakukan? Markus 16:1 dikatakan, “Setelah lewat hari
Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome
membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki
Yesus.” Ada saksi-saksi yang melihat ketika Yusuf dari Arimatea
mempersiapkan dan menguburkan mayat Yesus (Luk. 23:55; Mat.
27:61; Mat. 28:1; Mrk. 15:47).
Kedua, ironis bahwa para wanita adalah orang-orang per
tama yang dijumpai oleh Yesus setelah Dia bangkit karena
pada abad pertama Masehi, para wanita tidak diizinkan untuk
memberi kesaksian hukum. Hal itu akan dipandang sebagai hal
yang memalukan bagi gereja mula-mula bahwa para saksi dari
kubur kosong adalah para wanita—Maria Magdalena, Maria
ibu Yakobusdan Yesus, Salome, yang mungkin merupakan istri
Zebedeus dan ibu Yakobus dan Yohanes. Namun, fakta ini berpe
ran untuk membuktikan bahwa cerita kubur yang kosong benar-
benar terjadi dalam sejarah karena seandainya gereja menciptakan
cerita tersebut, gereja tentu saja akan memilih para pria, terutama
C. Marvin Pate dan Sheryl Pate, Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi
196
242 Apologetika
Bukti kedua setelah kubur yang kosong adalah klaim kitab-
kitab Perjanjian Baru bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati
tiga hari setelah Dia disalibkan dan dimakamkan, yang kemudian
menampakkan diri kepada orang lain. Tentang saksi-saksi ini akan
saya bahas detail berikutnya pada poin D.
Syukurlah, Allah tidak meninggalkan kita orang-orang per
caya sendirian. Dia mengetahui bahwa kita membutuhkan “bukti”,
itulah sebabnya setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan
diri kepada para murid pada awal Minggu pagi (Mrk. 16:9; Mat.
28:9–10; Luk. 24:13–34). Dia menampakkan diri kepada Maria
Magdalena di dekat kubur di awal Minggu pagi (Mrk. 16:6–11;
Yoh. 20:11–18); dua pelancong di jalan menuju Emaus hari Minggu
tengah hari (Luk. 24:13–32); Petrus di Yerusalem sepanjang Minggu
siang (Luk. 24:34; 1 Kor. 15:5); para murid di ruang atas hari Minggu
malam (Luk. 24:36–43; Yoh. 20:19–25); sebelas murid di loteng
satu minggu kemudian (Yoh. 20:26–31; 1 Kor. 15:5); tujuh murid
yang mencari ikan di danau Galilea (Yoh. 21:1–23); sebelas murid
di gunung Galilea (Mat. 28:16–20); Tomas di mana Tomas berseru
kepada-Nya: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh. 20:28) sehingga
ia berubah total setelah melihat Tuhan Yesus yang bangkit dari
kubur; Yakobus, saudara Yesus (1 Kor. 15:7); dan terakhir kepada
lebih dari 500 orang bersama-sama, sebagian besar dari mereka
masih hidup dan karena itu bisa memberikan kesaksian (1 Kor.
15:5–6). Selanjutnya, kenaikan-Nya ke surga di bukit Zaitun empat
puluh hari setelah kebangkitan-Nya (Luk. 24:44–49; Kis. 1:3–8).
Tantangan yang masuk akal yang dapat dikemukakan kepada
orang-orang yang skeptis adalah ini: Apabila memang dapat
dibuktikan bahwa Yesus benar bangkit dari kematian, apakah
Anda mau percaya kepada-Nya? Oleh karena apabila Dia benar-
benar bangkit, hal itu membuktikan bahwa pernyataan bahwa Dia
adalah Tuhan (dan bukan sekadar manusia biasa) adalah benar
karena kebangkitan dari kematian itu adalah hal yang melampaui
kekuasaan manusia; dan keilahiannya membuktikan kebenaran
198
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli, Op. Cit. 234
244 Apologetika
Sungguh, Yesus telah menampakkan diri secara jasmaniah
setelah kematian-Nya. Oleh karena itu, Maria Magdalena me
nyentuh-Nya (Yoh. 20:11–18), Tomas juga menyentuh-Nya (Yoh.
20:26–31). Yesus makan bersama dengan para murid-Nya (Luk.
24:30,42,43; Yoh. 21:1–15). Para malaikat menjanjikan bahwa
kedatangan Yesus yang kedua kali akan dilakukan dengan cara
yang sama seperti kenaikan-Nya ke surga, yaitu dalam wujud
jasmaniah atau fisik pribadi (Kis. 1:3–8). Lukas 24:38–42, Yesus
meminta para murid-Nya untuk menyentuh-Nya dengan tepat
guna menyingkirkan pemikiran bahwa Dia adalah hantu atau
arwah.199
Berdasarkan uraian tersebut, kebenaran kejadian kebangkit
an Kristus itu berdata dan berfisik. Kesimpulan apakah yang dapat
kita tarik? Catatan-catatan Injil itu menunjukkan dengan sangat
jelas bahwa mayat Yesus di kubur. Kalau Yesus tidak benar-benar
dikubur dalam kubur Yusuf (Mat. 27:59–60) tentu kisah tentang
kunjungan para wanita ke kubur Yesus itu tidak akan ditulis di
Injil. Termasuk alasan Petrus dan Yohanes pergi melihat kubur
Yesus setelah mendengar laporan para wanita itu (Luk. 24:12; Yoh.
20:3–8). Orang-orang Romawi dan orang-orang Yahudi tidak dapat
memperlihatkan mayat Yesus atau menjelaskan ke mana perginya.
Para serdadu tidak mungkin ketiduran ketika mereka sedang jaga.
A. B. Bruce menulis:
Hukuman yang lazim bagi yang tertidur pada waktu jaga adalah
hukuman mati. Dapatkah para serdadu disuap dengan uang
sebanyak apa pun untuk mengambil risiko sebesar itu?
199
C. Marvin Pate dan Sheryl Pate, Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi
tentang Yesus Sejarah (Yogyakarta: Andi, 2010), 205.
200
Ronald H.Nash, Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman yang
Rasional (Surabaya: Momentum, 2004), 418.
201
C. Marvin Pate dan Sheryl Pate, Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi
tentang Yesus Sejarah (Yogyakarta: Andi, 2010), 213.
246 Apologetika
- Pesan kekristenan menyebar dengan cepat
- Para murid diubahkan dari orang-orang yang patah sema
ngat dan ketakutan menjadi para saksi yang berani (Mrk.
14:50,66–72; Yoh. 20:19).
- Pertobatan Paulus dari penganiaya jemaat menjadi pemberita
Injil mengasumsikan bahwa Yesus bangkit dari antara orang
mati.
- Para murid mulai merayakan hari pertama dalam satu
minggu, yaitu hari Minggu sebagai hari ibadah dan bukannya
hari Sabat (Sabtu).
- Baik orang Yahudi maupun orang Romawi pernah mem
berikan bukti yang menyangkal kebangkitan Yesus.
- Orang-orang Kristen mula-mula, yang jauh lebih dekat
dengan peristiwa kebangkitan Yesus, percaya akan kebang
kitan Yesus secara jasmaniah. Mereka percaya bahwa ke
bangkitan Yesus adalah perubahan ilahi terhadap amar
putusan manusia.
- Gereja telah ada selama lebih 2.000 tahun
D. Saksi-saksi
Pengetahuan kita tentang Yesus dari Nazaret hampir semuanya
berasal dari Perjanjian Baru. Pernyataan para Rasul yang
berulang-ulang “kamu telah membunuh Dia, tetapi Allah telah
membangkitkan Dia”, para Rasul secara tetap mempertahankan
“dan kami adalah saksi-saksi”.
Lebih-lebih, oleh karena putusan yang dijatuhkan kepada
Yesus dengan penghukuman dan penyaliban-Nya di depan publik,
pembalikannya oleh kebangkitan-Nya juga harus bersifat publik
juga. Itulah sebabnya setelah Yesus dibangkitkan oleh Allah
Bapa, Dia menampakkan diri. Harus ada saksi-saksi yang bisa
memberi kesaksian, atas dasar bukti objektif bahwa kubur itu
kosong dan Yesus terlihat (menampakkan diri), bahwa Allah telah
membangkitkan Dia dari kematian.
248 Apologetika
Kisah Para Rasul1:22
“Yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat
ke sorga meninggalkan kami, untuk menjadi saksi dengan
kami tentang kebangkitan-Nya.”
202
John Stott, Yesus Auntentik (Jakarta: Logos, 1989), 20–21.
250 Apologetika
(sebagai tradisi) kepada generasi berikutnya, yang mereka sendiri
bukan saksi mata.
Ketiga, tradisi yang timbul dari para saksi mata semula tidak
tetap lisan, tetapi “banyak” telah berusaha “menyusun berita”
tentang hal yang telah terjadi. Ada kisah-kisah tertulis, termasuk
Lukas pun ikut berbuat demikian. Lukas telah “menyelidiki segala
peristiwa itu dengan saksama dari asal mulanya.” Lukas telah
memeriksa dari para saksi mata rasuli dan memeriksa secara
pribadi hal yang telah disampaikan kepadanya.
Keempat, Lukas mengemukakan tujuan penyelidikannya.
Hal itu adalah untuk memberikan manfaat bagi Teofilus, jelas
pejabat tinggi Roma (“Yang Mulia”), tampaknya petobat baru,
yang telah “diajar” tentang Yesus. Lukas menginginkan Teofilus
untuk “mengetahui” dengan pasti tentang hal yang telah diajarkan
kepadanya. Lukas percaya bahwa tulisannya cukup dapat diandal
kan untuk membawa Teofilus dan yang lain pada kepastian tentang
Yesus. Dengan pasti, bahwa para saksi mata adalah orang-orang
jujur. Mereka bukan penipu. Mereka adalah saksi-saksi dan mereka
mengetahui persyaratan Perjanjian Lama yang keras bahwa para
saksi harus benar, tidak palsu.
Saya kira, tidak ada seorang pun yang lebih fasih daripada
Paulus dalam menyimpulkan konsekuensi menakutkan dari
mengingkari kebangkitan Yesus dalam pengertian historis— fisik.
Paulus memproklamirkan: Jika Kristus tidak dibangkitkan dari
antara orang mati, berarti para rasul itu saksi-saksi palsu, ajaran
mereka dan iman kita sama sia-sianya, kita masih dalam dosa-
dosa kita, orang Kristen yang mati binasa, dan orang Kristen yang
masih hidup harus dikasihani lebih daripada setiap orang lain (1
Kor. 15:14–18).
Itulah sebabnya John Stott mengatakan bahwa gereja mem
punyai tugas apologetika pada setiap zaman untuk membela dan
mendemonstrasikan keandalan dokumen-dokumen yang menjadi
Lebih detail silakan mempelajari buku Josh McDowell dan Bart Larson
203
di dalam bukunya : Adakah yang Mustahil bagi Allah: Allah menjadi Manusia
(Bandung: Literatur Baptis, 2000).
252 Apologetika
menyiratkan siapa yang lebih rendah dan siapa yang lebih tinggi.
Justru untuk menyamakan diri-Nya dengan manusia sementara Dia
berada di bumi ini, Yesus dengan sukarela menempatkan diri-Nya
di bawah kepemimpinan Bapa. Menempatkan diri-Nya di bawah
kepemimpinan Bapa tidak berarti bahwa hakikat pelakunya lebih
rendah. Di sini menunjukkan adanya perbedaan peranan, bukan
berarti ada ketidaksetaraan.
254 Apologetika
Penutup
A
pakah pokok persoalan yang sebenarnya di buku ini?
Yesus! Dengan semua persoalan mengenai Yesus yang
diperdebatkan secara sengit pada masa lalu bahkan
hingga masa sekarang, pertanyaan-pertanyaan mendasarnya
sesungguhnya: Siapakah sebenarnya Yesus itu? Seperti apakah Dia
sebenarnya? Pernahkah Yesus hidup sebagaimana yang dikisahkan
dalam kitab-kitab Injil tentang diri-Nya? Apakah keadaan-
Nya benar-benar seperti yang digambarkan Alkitab? Apakah
pernyataan-pernyataan-Nya benar atau salah?
Jika pernyataan-pernyataan-Nya salah, ada dua kemungkin
an yang muncul. Dia mengetahui pernyataan-pernyataan-Nya salah
dan hal ini berarti Dia seorang penipu, atau Dia tidak mengetahui
bahwa pernyataan-pernyataan-Nya salah, yang berarti Dia adalah
orang yang tidak waras (gila).
Sebaliknya, jika pernyataan-pernyataan-Nya benar, Dia se
sungguhnya adalah Tuhan atas semua orang, yang meminta ke
putusan dari setiap manusia. Akankah kita memutuskan untuk
menerima Yesus, dengan memercayakan kehidupan kita kepada-
255
Nya, atau akankah kita berbalik dari-Nya, dan memutuskan untuk
tidak mengikut-Nya?
Bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda pikirkan tentang
Yesus? Apakah Anda sekadar beragama atau apakah Anda
mempunyai hubungan pribadi dengan Allah yang hidup melalui
Anak-Nya, Yesus?
Apakah keputusan Anda?
A. Kesimpulan
Buku ini telah menyajikan semua bukti historikal mengagumkan
yang membuktikan bahwa Yesus Kristus dari Nazaret benar-benar
fakta—pernah hidup di muka bumi dan bahwa Dia adalah Tuhan
sebagaimana yang dikatakan-Nya.
Kembali kita mengajukan pertanyaan: Pernahkah Yesus
mengklaim diri-Nya Allah?
John Stott mengatakan demikian:204
204
John Stott, Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 1989), 34.
256 Apologetika
telah berinkarnasi menjadi manusia sama seperti kita (Flp.
2:7–8), dan karena Allah itu Roh adanya (Yoh 4:24). Roh itu lain
dari daging atau fisik sehingga dalam keberadaan-Nya sebagai
manusia, Yesus tidak membuat pernyataan bahwa Dia adalah
Allah.
Penutup 257
Apakah Yesus mengetahui bahwa pengakuan-Nya salah
atau Dia tidak mengetahui bahwa pengakuan-Nya salah. Jika
pengakuan-Nya salah berarti pembohong atau memberi kesaksian
palsu. Namun jika pengakuan-Nya benar, hanya ada dua pilihan:
menerima atau menolak; mengikut Dia atau tidak.
Apakah alternatif terhadap kesimpulan ini bahwa Yesus
adalah Allah? Yesus mengklaim diri-Nya adalah Allah—mungkin
saja ayat-ayat Alkitab itu berdusta. Mungkin saja kekristenan itu
adalah dongeng belaka.
Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli mengemukakan pertanya
an berikut ini: pertama, bila Injil-injil itu berdusta, siapakah
yang menciptakan dusta itu dan apakah alasannya? Apakah yang
berdusta itu adalah para rasul Kristus? Apakah yang mereka peroleh
dari perbuatan berdusta itu? Mati sebagai martir—tentu saja hal
ini sulit dijadikan sebagai godaan yang menarik bagi mereka.
Bukankah pendusta senantiasa memiliki motif keuntungan
pribadi? Apakah untungnya mati sebagai martir? Kedua, mengapa
ribuan orang rela mengalami aniaya dan kematian demi dusta
itu bila mereka mengetahui bahwa hal yang mereka saksikan itu
adalah dusta? Ketiga, apakah kekuatan yang menyebabkan orang
Kristen dibuang ke kandang-kandang singa sedangkan mereka
tetap menyanyikan puji-pujian? Dusta yang bagaimana yang
pernah memberikan kekuatan moral, damai sejahtera dan sukacita
kepada jutaan orang?
Kita telah mempertimbangkan dan memeriksa bukti-bukti
yang ada (dengan membaca Injil-injil dengan pikiran dan hati
yang terbuka), kita akan tiba pada kesimpulan jelas mendukung
bahwa Yesus adalah Allah. Yesus nyata—fakta itu teruji secara
historis. Namun, Dia bukan sekadar guru moral yang hebat dan
besar dalam sejarah. Alkitab mengklaim bahwa Yesus adalah “jalan
dan kebenaran dan kehidupan” (Yoh. 14:6). Dia adalah Anak Allah
yang sejati, diutus Bapa untuk menebus dan mendamaikan semua
258 Apologetika
manusia, “... Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh
Kristus ...” (2 Kor. 5:19). Dan dengan bukti—petunjuk kuat, kita
bisa mengenal bahwa itulah sesungguhnya kebenaran. Menerima
pernyataan-Nya sebagai “jalan, kebenaran, dan hidup”—atau tidak.
Yesus tidak mengatakan bahwa Dia mengetahui jalan, kebenaran,
dan hidup. Dia menyatakan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran, dan
hidup itu sendiri.
Josh McDowell menegaskan bahwa ada orang yang menolak
bukti-bukti yang jelas itu karena masalah moral. Dibutuhkan
kejujuran moral untuk memutuskan apakah Yesus seorang pem
bohong, gila, atau sungguh-sungguh Tuhan dan Allah.
B. Penerapan
Setelah Anda membaca hal yang dipaparkan tersebut, Anda
harus mengambil keputusan. Anda harus memilih! Ada orang
yang mengatakan “Saya tidak keberatan menerima Yesus sebagai
nabi, guru moral yang hebat, tetapi saya tidak bisa menerima
pengakuan-Nya sebagai Dia adalah Allah.” Sudah sangat gam
blang, Yesus mengaku Diri-Nya adalah Allah. Dia tidak memberi
pilihan lain (Mrk. 8:29). Yesus keadaan-Nya benar-benar seperti
yang digambarkan Alkitab. Yesus adalah Allah yang menjelma
menjadi manusia, “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur,
yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia,
yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji
sampai selama-lamanya. Amin!“ (Rm. 9:5)
Memutuskan siapakah Yesus bagi Anda bukan sekadar
kegiatan asah otak untuk mengisi waktu luang. “Tetapi”, sebagai
mana yang dikatakan oleh Rasul Yohanes, “semua yang tercantum
di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias,
Anak Allah, “ dan yang lebih penting daripada itu, “supaya kamu
oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:31).
Penutup 259
“... dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki
Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak
memiliki hidup’ (1 Yoh. 5:11–12).
Apakah keputusan Anda Sekarang?
260 Apologetika
hidup Anda, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih
berdosa” (Rm. 5:8).
Dia ingin menyucikan Anda dari segala dosa. Dia ingin me
menuhi hati dan pikiran Anda dengan damai sejahtera, mem
berikan tujuan untuk kehidupan Anda dan memberikan ke
pastian bahwa Anda mempunyai rumah di surga bersama Dia.
Apabila Anda belum bertemu dengan Tuhan Yesus yang
membuat kehidupan berubah, sekaranglah waktunya untuk
mengenal Dia. Jangan tunda jika Anda tidak ingin menyesal
pada kemudian hari (2 Kor. 6:1–2).
Tuhan Yesus berkata, “Tidak ada seorang pun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Tuhan Yesus
lah satu-satunya jalan Anda pulang kembali kepada Allah di
Surga. Selanjutnya firman Tuhan berkata, “Dan keselamatan
tidak ada di dalam sia pun juga selain di dalam Dia, sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan
kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis.
4:12).
4. Anda harus menerima Kristus oleh iman dengan mengundang-
Nya secara pribadi masuk dan tinggal dalam hidup Anda.
Tuhan Yesus menawarkan kepada Anda hidup kekal sela
manya bersama Dia di surga. Hidup kekal adalah karunia yang
ditawarkan oleh Allah kepada Anda sekarang ini. Karunia
yang luar biasa ini telah disediakan bagi Anda, bukan karena
hal yang telah Anda lakukan, tetapi karena hal yang telah
dilakukan oleh Allah bagi Anda, “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8–9).
Sekarang, apakah yang akan Anda lakukan dengan Tuhan
Yesus yang begitu mengasihi Anda? Sekaranglah saatnya bagi
Penutup 261
Anda untuk bertobat dari segala dosa dan menyerahkan hidup
Anda kepada Tuhan Yesus Kristus. Bertobat artinya berpaling
dari semua dosa Anda dan semua usaha untuk menyelamatkan
diri Anda. Sebab, “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu
perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamat
an itu” (2 Kor. 6:2).
Anda dapat menerima Kristus saat ini juga dengan berdoa—
mengundang Dia masuk ke hidup Anda saat ini. Berikut ini
adalah doa untuk kehidupan kekal bersama Tuhan yang bisa
Anda lakukan:
262 Apologetika
Janji-janji Tuhan kepada
Orang-orang Percaya
Untuk Kekekalan
“Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal,
tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat
hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya” (Yoh. 3:36)
Penutup 263
sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab
jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.
Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk
memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat
kita, Yesus Kristus” (2 Ptr. 1:10–11).
Oleh karena Allah dan firman-Nya dapat dipercaya. Ingatlah
bahwa keyakinan akan kepastian keselamatan Anda terletak
dalam kenyataan bahwa Yesus diam dalam diri Anda. Oleh karena
Anda telah menyerahkan kehidupan Anda kepada Yesus, Alkitab
mengatakan bahwa sekarang Yesus diam dalam hidup Anda. Yesus
telah menjanjikan sesuatu yang luar biasa kepada semua orang
yang menerima Dia. Dia berjanji, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu
dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan
membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku
makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan
Aku” (Why. 3:20).
Sudahkah Anda melakukan hal itu? Sudahkah Anda
membuka pintu kehidupanmu bagi Yesus? Jika sudah, di manakah
Yesus? Dia telah datang untuk diam dalam diri Anda! Itulah janji-
Nya kepada Anda. Yakinlah hal itu! Dia tidak akan menipu Anda.
Yesus benar-benar diam dalam diri Anda oleh Roh-Nya. Ingatlah,
bahwa Yesus tidak menerima Anda berdasarkan hal yang telah
Anda lakukan atau tidak lakukan. Dia menerima Anda berdasarkan
hal yang Dia lakukan di kayu salib bagi Anda. Yesus diam dalam
Anda dan Anda diam dalam Dia. Ketika Anda menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, Anda ditempatkan di tempat
yang memberi perlindungan yaitu “di dalam Kristus”. Allah telah
menerima Anda sebab Kristus ada dalam Anda (Ef. 1:6).
Sekali lagi, jangan membiarkan Iblis mengalahkan Anda
dengan keraguan-raguan sebab Allah telah memberikan hidup
kekal bagi Anda (1 Yoh. 5:11–13). Alkitab dengan jelas mengatakan
bahwa Anda telah diselamatkan oleh kasih karunia, ketika Anda
264 Apologetika
menaruh percaya kepada Kristus. Bila Anda tiba di surga, Anda
tidak akan melihat seorang pun membanggakan diri bahwa me
reka patut masuk surga karena kehidupan baik mereka. Sebaliknya,
semua orang di surga akan mengetahui bahwa mereka berada di
sana semata-mata karena kasih karunia Allah yang menakjubkan.
Anda akan berterima kasih kepada Allah atas keselamatan-Nya yang
luar biasa dan Anda akan rindu menjalani hidup yang menyukakan
hati-Nya, “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua
manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan
kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup
bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit.
2:11–12).
Jika Anda ragu tentang keselamatan Anda, apakah yang
Anda lakukan? Jika Anda diganggu oleh keragu-raguan tentang
kepastian keselamatan Anda dalam Yesus, saya harap Anda
mengikuti langkah berikut ini yang akan mendatangkan kepastian
akan keselamatan Anda.
Penutup 265
Anda dapat mengetahui bahwa Anda telah diselamatkan, bukan
hanya karena Anda telah menyerahkan hidup Anda kepada
Yesus, melainkan karena Yesus telah menyerahkan nyawa-Nya
karena Anda.
266 Apologetika
kegembiraan, dan pada saat berikutnya Anda berada dalam
lembah keputusasaan. Emosi kita sering tunduk pada keadaan-
keadaan di sekitar kita. Oleh karena itu, alangkah menyedih
kan, bila pada suatu saat tertentu Anda percaya pada perasaan
Anda dan belum percaya kepada Allah. Ingat, pengharapan
Anda akan hidup yang kekal tidak dapat bergantung pada
perasaan Anda pada saat tertentu, tetapi harus tertanam benar-
benar dalam fakta sejarah yang pasti bahwa Yesus telah mati
karena Anda dan telah bangkit kembali. Saya ingin mengatakan
bahwa Anda tidak dapat mengandalkan perasaan Anda untuk
memperoleh kepastian akan keselamatan. Wewenang yang
Anda pegang adalah janji Allah, bukan perasaan Anda. Anda
harus percaya pada kesetiaan Allah dan firman-Nya.
Jadi, apabila Anda ragu-ragu, usirlah dalam nama Yesus
keraguan Anda dan teruslah percayai janji-janji Allah. Anda
dapat yakin akan keselamatan ini, Anda akan bertumbuh ke arah
Kristus. Demikian juga dengan Anda. Anda telah dihidupkan
dalam Yesus. Oleh karena ada hidup baru dalam diri Anda,
Anda akan bertumbuh, “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih
karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat
kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai
selama-lamanya” (2 Ptr 3:18).
Saran-saran untuk
Pertumbuhan Iman Anda
Sekarang, setelah Anda menerima Kristus dan menjadi milik-Nya,
saya mendorong Anda untuk mengambil langkah-langkah penting
berikut ini yang akan membawa kepada kehidupan yang produktif
dan yang memuaskan sementara Anda hidup menurut Tuhan:
Penutup 267
1. Akuilah iman Anda kepada Kristus di depan umum
Pernahkah Anda memerhatikan bahwa peralihan-peralihan
penting dalam hidup selalu dilakukan di depan umum? Contohnya
adalah wisuda adalah peralihan yang dinyatakan di depan umum.
Pernikahan adalah peralihan yang dinyatakan di depan umum.
Bahkan penggabungan perusahaan-perusahaan diberitakan di
depan umum. Namun, meskipun peristiwa-peristiwa ini penting,
hal itu tidak sepenting untuk hidup ini atau hidup yang akan
datang seperti peralihan dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh.
5:24) yang terjadi ketika Anda menerima Kristus sebagai Tuhan
dan Juruselamat Anda. Oleh karena itu, keputusan yang terpenting
dalam hidup ini sudah tentu harus dinyatakan di depan umum.
Bilamana pun Yesus menantang seseorang untuk mengikut
Dia, Dia selalu memanggil orang itu di depan umum. Dengan cara
demikian, Yesus menunjukkan pentingnya komitmen yang pasti
kepada diri-Nya. Dengan menyatakan iman Anda kepada Kristus
di depan umum, Anda mengumumkan atau memproklamasikan
kepada dunia bahwa Anda tidak merasa malu untuk mengakui
Yesus sebagai Tuhan. Dengan berbuat demikian, Anda menyatakan
kemantapan iman Anda bahwa Anda mengabdi kepada Kristus,
sekarang dan selama-lamanya. Selain itu, pengakuan iman Anda di
depan umum ini membantu Anda untuk memateraikan keputusan
Anda untuk menerima Kristus dalam hati dan pikiran Anda, “Karena
yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Mat. 12:34). Sebagai reaksi
yang wajar, Anda akan mengungkapkan secara lahiriah apa yang
sudah dikerjakan Allah dalam batin Anda. Terakhir, mengakui
Yesus di depan umum itu menjadi bukti bahwa sekali kelak Dia
akan mengakui Anda di depan umum. Yesus berjanji, “Setiap orang
yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya
di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal
Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan
Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat. 10:32–33).
268 Apologetika
Bila Anda belum melakukannya, lakukanlah tindakan ke
taatan yang pertama ini dan nyatakanlah iman Anda kepada Kris
tus di depan umum bahwa Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
Anda.
Penutup 269
Anda berikan kepada keluarga, yang hendak Anda menangkan
kepada Kristus.
270 Apologetika
segenap hidup Anda—tubuh, jiwa, dan roh kepada Allah dan
bukan menyerahkan kepada dosa (Rm. 6:12–13).
Penutup 271
komitmen untuk berdoa. Tidak ada saat yang lebih baik daripada
hari ini untuk memulai kehidupan doa yang dinamis. Mulailah
sekarang ini.
Alkitab terutama menjadi standar hidup bagi orang Kristen,
“Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci
yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau
kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan
yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim. 3:16–17).
Perkenankanlah Alkitab untuk berbicara kepada Anda. Ti
dak ada yang lebih berharga daripada pengetahuan Anda akan
firman Tuhan—dan pengenalan yang intim akan Allah dari firman
itu. Pada waktu Anda membaca Alkitab, berdoalah supaya Allah
akan membuka mata Anda untuk melihat kebenaran-Nya bagi
Anda. Jangan lupa merenungkan kebenaran-kebenaran Alkitab itu
“siang dan malam.”
Dalam Alkitab, Anda akan menemukan janji-janji Allah.
Janji-janji yang telah diberikan Allah kepada Anda adalah janji
yang luar biasa. Semua janji-Nya kepada Anda dapat dipercayai.
Tidak mungkin Allah berbohong. Allah juga tidak mungkin akan
gagal. Dengan berpegang pada janji-janji ini, Anda dapat mengenal
Allah.
272 Apologetika
Daftar Pustaka
273
Nash, Ronald H. Iman dan Akal Budi: Suatu Usaha Mencari Iman
yang Rasional (Surabaya: Momentum, 2004).
Pate, C. Marvin dan Pate, Sheryl L. Disalibkan oleh Media: Fakta
dan Fiksi tentang Yesus Sejarah (Yogyakarta: Andi, 2010).
Pratt, Richard L, Menaklukan Setiap Pikiran kepada Kristus
(Malang: SAAT, 1994)
Ryrie, Charles C, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi, 2001).
Sagala, Mangapul. Petunjuk Praktis Menggali Alkitab (Jakarta:
PERKANTAS, 2001).
Stevanus, Kalis. Diktat Kuliah: Eskatologi (Karanganyar: STT
Tawangmangu, 2009).
Stevanus, Kalis. Diktat Kuliah: Kitab Puisi (Karanganyar: STT
Tawangmangu, 2009).
Stevanus, Kalis. Jalan Masuk Kerajaan Surga: Bagaimana Menge
tahui Bahwa Anda Sudah Selamat (Salatiga: Widya Sari
Press, 2013).
Shibley, David. Sekarang, Setelah Anda Menjadi Milik-Nya (Malang:
Gandum Mas, 1998).
Stott, John. Yesus Autentik (Jakarta: Logos, 1989)
Stott, John. Alkitab Buku untuk Masa Kini (Jakarta: Persekutuan
Pembaca Alkitab, 1997).
Wesley, J. Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup, 1998)
274 Apologetika