Anda di halaman 1dari 39

43

BAB III

PERANGKAT LUNAK SLIDE

3.1 Dasar Teori

Rocsience Slide adalah salah satu software geoteknik yang

mempunyai spesialisasi sebagai software perhitungan kestabilan lereng.

Pada dasarnya Rocsience Slide adalah salah satu program didalam paket

perhitungan geoteknik Rocsience yang terdiri dari Swedge, Roclab, Phase2,

RocPlane, Unwedge, dan RocData. Secara umum langkah analisis

kestabilan lereng dengan Rocsience Slide adalah pemodelan, identifikasi

metode dan parameter perhitungan, identifikasi material, penetuan bidang

gelincir, running/kalkulasi, dan interpretasi nilai FoS dengan software

komplemen Slide bernama Slide Interpret.

Analisis kestabilan lereng mempunyai tingkat kerumitan yang

cukup tinggi dan mempunyai banyak variabel. Selain itu akurasi kestabilan

lereng juga sangat dipengaruhi oleh akurasi parameter yang dimasukkan

terkait kondisi sebenarnya. Perhitungan detail dan unsur ketdakpastiannya

cukup besar (diwakili oleh parameter probaility) sehingga jika perhitungan

dilakukan manual akan memakan waktu yang cukup lama dan

akurasinya pun tidak maksimal. Oleh karena itu analisis kestabilan lereng

semakin banyak digunakan di dunia industri maupun pendidikan. Tetapi

yang menjadi syarat utama seseorang sebelum menggunakan Software

adalah pemahaman terhadap konsep perhitungan tersebut. Rocsience

43
44

Slide banyak digunakan di industri khususnya pertambangan dan konstruksi

khususnya tanggul, bendungan, dan lereng pada sisi jalan.

3.1.1 Kemantapan Lereng

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang

sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian

dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut

persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan

serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat

dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan

jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,

penambangan dan lain-lain.

Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan

dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan

lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah setempat, faktor

luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang

beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam

pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk

situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk

memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi

atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan

tetap stabil.

Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini

akan ditemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk


45

cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing

disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng

yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope)

maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan

(seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu

kegiatan produksi. Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh

geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta

gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum

untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan adalah

dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan

antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya

penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Dari keterangan

diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng

merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya

gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana

yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau

batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya

yang timbul dari dalam.

Karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan

akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau

aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk

mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya

berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama


46

dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain

sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah

atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja

tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori.

Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk

kestabilan lereng.

Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik

asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya

kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan

kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng.

Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan

lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja

pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan

pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis

kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”.

Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang

diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu

lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.

3.1.2 Faktor Kestabilan Lereng

Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal

istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan

antara gaya- gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang


47

menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai

berikut :

Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Dimana untuk keadaan :

• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap

• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor

• F < 1,0 : lereng tidak mantap

Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu

berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor

keamanan dari lereng tersebut.

Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana

untuk mencari nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai

berikut :

1. Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk

membuat penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng,

tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.

2. Data mekanika tanah

a. Sudut geser dalam (ɸ)

b. Bobot isi tanah atau batuan (γ)

c. Kohesi (c)

d. Kadar air tanah (ω)

3. Faktor Luar

a. Getaran akibat kegiatan peledakan,


48

b. Beban alat mekanis yang beroperasi.

Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah

yang tidak terganggu (Undisturb soil). Kadar air tanah (ω)

diperlukan terutama dalam perhitungan yang menggunakan computer

(terutama bila memerlukan data γdry atau bobot satuan isi tanah kering,

yaitu : γ dry = γ wet / ( 1 + ω).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa

kestabilan lereng penambangan adalah sebagai berikut : (Ir.

Karyono M.T, Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Unisba).

1. Kuat Geser Tanah atau Batuan

Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan

lereng terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanik dari batuan

tersebut. Sifat fisik batuan yang digunakan dalam menganalisa

kemantapan lereng adalah bobot isitanah, sedangkan sifat

mekaniknya adalah kuat geser batuan yang dinyatakan dengan

parameter kohesi (c) dan sudut geser dalam. Kekuatan geser

batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya untuk

melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran.

a. Bobot Isi Tanah Atau Batuan

Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan

besarnya beban yang diterima pada permukaan bidang longsor,

dinyatakan dalam satuan berat per volume. Bobot isi batuan juga

dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam batuan tersebut.


49

Semakin besar bobot isi pada suatu lereng tambang maka gaya

geser penyebab kelongsoran akan semakin besar. Bobot isi

diketahui dari pengujian laboratorium. Nilai bobot isi batuan

untuk analisa kestabilan lereng terdiri dari 3 parameter yaitu nilai

Bobot isi batuan pada kondisi asli, kondisi kering dan Bobot isi

pada kondisi basah.

b. Kohesi

Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam

batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi

batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar.

Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu

pengujian kuat geser


50

langsung (direct shear strength test) dan pengujian

triaxial (triaxial test).

c. Sudut Geser Dalam

Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk

dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di

dalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah

sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai

tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan

gesernya. Semakin besar sudut geser dalam suatu material

maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan

luar yang dikenakan terhadapnya.

Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam,

dinyatakan dalam persamaan berikut :

τnt = σn tan ϕ + c

Dimana :

τnt = Tegangan Geser

σn = Tegangan Normal

ϕ = Sudut Geser Dalam

C = Kohesi

Prinsip pengujian direct shear strength test atau

juga dikenal dengan shear box test adalah menggeser

langsung contoh tanah atau batuan di bawah kondisi beban


51

normal tertentu. Pergeseran diberikan terhadap bidang

pecahnya, sementara untuk tanah dapat dilakukan

pergeseran secara langsung pada conto tanah tersebut. Beban

normal yang diberikan diupayakan mendekati kondisi sebenarnya

di lapangan.

2. Struktur Geologi

Keadaan struktur geologi yang harus diperhatikan

pada analisa kestabilan lereng penambangan adalah bidang-bidang

lemah dalam hal ini bidang ketidakselarasan (discontinuity).

Ada dua macam bidang ketidakselarasan yaitu :

a. Mayor discontinuity, seperti kekar dan patahan.

b. Minor discontinuity, seperti kekar dan bidang-bidang perlapisan.

Struktur geologi ini merupakan hal yang penting di dalam

analisa kemantapan lereng karena struktur geologi merupakan

bidang lemah di dalam suatu masa batuan dan dapat

menurunkan atau memperkecil kestabilan lereng.

3. Geometri lereng

Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan

lereng meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar

berm (b), baik itu lereng tunggal (Single slope) maupun lereng

keseluruhan (overall slope). Suatu lereng disebut lereng tunggal

(Single slope) jika dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut

keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.


52

Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah

longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan

dengan jenis batuan penyusun yang sama atau homogen. Demikian

pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng,

maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin

besar lebar berm maka lereng tersebut akan semakin stabil.

4. Tinggi muka air tanah

Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian

besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi,

kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan

batuan juga akan menerima tambahan beban air yang

dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.

5. Iklim

Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena

iklim mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang

cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat

proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih

cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu

singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat

lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan

terjadi kelongsoran.

6. Gaya luar
53

Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan

adalah beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran

yang diakibatkan oleh kegiatan peledakan.

3.1.3 Klasifikasi Kelongsoran

Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material

penyusun dari suatu lereng dan juga struktur geologi yang

berkembang di daerah tersebut. Karena batuan mempunyai sifat

yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda.

Menurut Made Astawa Rai, Dr. Ir, (1998) longsoran pada kegiatan

pertambangan secara umum diklasifikaskan menjadi empat bagian,

yaitu :

1. Longsoran Bidang (plane failure)

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang

terjadi disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang

luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun bidang

perlapisan batuan.

Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :

a. Bidang luncur mempunyai arah yang tidak berbentuk lingkaran.

b. Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang

luncur dapat dilihat di muka lereng, dengan kata lain

kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.


54

c. Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser

dalamnya. d. Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.

2. Longsoran Baji (wedge failure)

Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran

baji juga diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang

berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua struktur geologi

(dapat sama jenis atau berbeda jenis) yang berkembang dan saling

berpotongan.

Syarat terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut :

a. Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang

diskontinyu saling berpotongan pada muka lereng

b. Sudut garis potong kedua bidang tersebut terhadap horizontal ( i)

lebih besar dari pada sudut geser dalam (ϕ) dan lebih kecil dari

pada sudut kemiringan lereng (i).

c. Longsoran terjadi menurut garis potong kedua bidang tersebut.

3. Longsoran Guling (toppling failure)

Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang

keras dengan bidang-bidang lemah tegak atau hampir tegak

dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng.

Kondisi untuk menggelincir atau mengguling ditentukan oleh

sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya.

4. Longsoran Busur (circular failure)


55

Longsoran busur merupakan longsoran yang paling

umum terjadi di alam, terutama pada tanah dan batuan yang telah

mengalami pelapukan sehingga hampir menyerupai tanah. Pada

batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika

batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai

bidan-bidang lemah (rekahan) dengan jarak yang sangat rapat

kedudukannya.

Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada

batuan yang rapuh atau lunak serta banyak mengandung bidang

lemah, maupun pada tumpukan batuan yang hancur.

Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya

tegangan geser (shear stress) dan menurunnya kekuatan geser

(shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser

adalah:

1. Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi,

longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan

manusia.

2. Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban,

tekanan air rembesan, dan penumpukan.

3. Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.

4. Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh

gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan

lereng.
56

5. Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan

tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah permukaan,

kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya

material dibagian dasar.

6. Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di

rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan

perpindahan sisa tegangan.

Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :

1. Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan

oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.

2. Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang

menyebabkan lempung berposi menjadi lunak, disinteggrasi

batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan

lempung, pelarutan material penyemen batuan.

3. Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan

tekanan air pori.

4. Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung

yang terdapat di tebing / lereng.

3.1.3 Metode Analisis Kestabilan Lereng

Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melakukan analisis

kestabilan lereng, baik untuk lereng batuan maupun lereng tanah.

Metode yang dibahas pada tulisan ini yaitu metode Bishop (Bishop

method), aplikasi program GeoStudio 2004 – Slope/W. Pemilihan metode


57

bishop ini dikarenakan lapisan tanah dilokasi adalah lapisan tanah

yang tidak terlalu keras atau lunak dan berpotensi membentuk longsoran

berbentuk busur lingkaran atau circular failure slope. Berikut

dijelaskan aplikasi metode bishop dalam menganalisa kestabilan lereng

tambang.

1. Metode Bishop

Metode ini digunakan dalam menganalisa kestabilan lereng

dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada dan

memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan vertikal)

dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing

potongan. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk

busur lingkaran atau circular.

Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng

dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur. Tahap

selanjutnya dalam proses analisis adalah membagi massa material

di atas bidang longsor menjadi beberapa elemen atau potongan.

Pada umumnya jumlah potongan minimum yang digunakan

adalah lima potongan untuk menganalisis kasus yang sederhana.

Untuk profil lereng yang kompleks atau yang terdiri dari banyak

material yang berbeda, jumlah elemen harus lebih besar.

Parameter yang mutlak dimiliki untuk tiap-tiap elemen adalah

kemiringan dari dasar elemen yaitu sebesar θ, tegangan vertikal yang

merupakan perkalian antara tinggi h dan berat jenis tanah atau batuan
58

(), tekanan air yang dihasilkan dari perkalian antara tinggi muka

air tanah dari dasar elemen (hw) dan berat jenis air (w) dan

kemudian lebar elemen (b). Disamping parameter tersebut kuat

geser dan kohesi juga diperlukan di dalam perhitungan.

Proses selanjutnya adalah interasi faktor keamanan.

Masukkan asumsi faktor keamanan = 1.00 untuk memecahkan

persamaan faktor keamanan. Seandainya nilai faktor keamanan yang

didapat dari perhitungan mempunyai selisih lebih besar dari 0,001

terhadap faktor keamanan yang diasumsikan, maka perhitungan

diulang dengan memakai faktor keamanan hasil perhitungan sebagai

asumsi kedua dari F. Demikian seterusnya hingga perbedaan antara

ke dua F kurang dari 0,001, dan F yang terakhir tersebut adalah

faktor keamanan yang paling tepat dari bidang longsor yang telah

dibuat.

2. Metode janbu

Pada tahun 1954 Janbu membuat suatu metode analisa yang

dapat digunakan pada permukaan longsor yang berbentuk circular

dan non circular.

Janbu merumuskan persamaan umum kesetimbangan dengan

menyelesaikan secara vertikal dan horizontal pada dasar tiap-tiap

irisan dengan memperhitungkan seluruh kesetimbangan gaya (Lihat

gambar 3.7). Janbu juga mengembangkan metode yang mirip dengan

metode bishop sederhana (simplified bishop method) yang dikenal


59

dengan metode janbu sederhana (simplified janbu method). Metode

ini memiliki asumsi sama dengan metode bishop yang

mengasumsikan bahwa gaya normal antar irisan diperhitungakan

tetapi gaya geser antar irisan diabaikan atau bernilai nol (XL -XR =

0). Perbedaan antara metode bishop sederhana dan metode janbu

sederhana terletak pada penurunan angka faktor keamanan. Bishop

menurunkan angka faktor keamanan dari kesetimbangan vertikal

sedangkan janbu menurunkan angka faktor keamanan dari

kesetimbangan horizontal.

3. Metode Spencer

Metode spencer merupakan metode yang dapat digunakan

untuk sembarang bentuk bidang longsor dan memenuhi semua

kondisi kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen pada setiap

irisan. Spencer mengamsusikan bahwa gaya-gaya yang bekerja

disekitar bidang irisan adalah parallel sehingga gaya-gaya tersebut

memiliki sudut kemiringan yang sama

3.1.4 Faktor Keamanan (FK) Lereng Minimum

Kelongsoran uatu lereng penambangan umumnya terjadi melalui

suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir (slip surface).

Kestabilan lereng tergantung pada gaya penggerak dan gaya penahan yang

bekerja pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan (resisting force)

adalah gaya yang menahan agar tidak terjadi kelongsoran, sedangkan

gaya penggerak (driving force) adalah gaya yang menyebabkan terjadinya


60

kelongsoran. Perbandingan antara gaya-gaya penahan terhadap gaya-gaya

yang menggerakkan tanah inilah yang disebut dengan faktor keamanan

(FK) lereng penambangan.

Dimana:

FK > 1,0 Lereng dalam kondisi stabil.

FK < 1,0 : Lereng tidak stabil.

FK = 1,0 : Lereng dalam kondisi kritis.

Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat

kestabilan lereng penambangan maka hasil analisa dengan FK = 1.00

belum dapat menjamin bahwa lereng tersebut dalam keadaan stabil.

Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor yang perlu

diperhitungkan dalam analisa faktor keamanan lereng penambangan,

seperti kekurangan dalam pengujian conto di laboratorium serta conto

batuan yang diambil belum mewakili keadaan sebenarnya di lapangan,

tinggi muka air tanah pada lereng tersebut, getaran akibat kegiatan

peledakan di lokasi penambangan, beban alat mekanis yang

beroperasi.

Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan

minimum dengan suatu nilai tertentu yang disarankan sebagai batas

faktor keamanan terendah yang masih aman sehingga lereng dapat

dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian ini, faktor

keamanan minimum yang digunakan adalah FK ≥ (sama dengan atau


61

lebih besar) dari1.25, sesuai prosedur dari Joseph E. Bowles (2000),

Dengan ketentuan :

FK ≥ 1,25 : Lereng dalam kondisi Aman.

FK < 1,07 : Lereng dalam kondisi Tidak Aman.

FK > 1,07 ; <1,25 : Lereng dalam kondisi kritis.

3.2 Langkah Kerja

3.2.1 Geometri Lereng

Dalam langkah pembuatan geometri lereng diperlukan software

AutoCAD.

1. Menggambar geometri lereng overall dan tunggal dengan data yang

telah di dapatkan untuk mendapatkan nilai Oa dan Ta menggunakan

AutoCAD.

2. Penggambaran geometri dibuat dengan mengklik perintah line atau

menekan tombol “L” pada keyboard kemudian enter. Kemudian

menarik garis secara vertikal sejauh nilai Th pada data tunggal yang

sudah di tentukan sebelumnya kemudian menarik garis dari ujung garis

Th dengan kemiringan yang sudah di tentukan, kemudian menyatukan

kedua garis menjadi membentuk segitiga.


62

Gambar 3.1 Perintah line

Gambar 3.2 Jenjang tunggal


3. Melakukan cara yang sama dalam penggambaran data overall sesuai

nilai Oh dan sudut yang telah ditentukan. Menggunakan perintah line

pada toolbar.
63

Gambar 3.3 Geometri overall


4. Mengukur dimensi alas pada gambar tunggal dengan mengklik

perintah dimension > linear.

Kemudian mengklik kedua ujung pada alasnya dan menarik ke bawah

untuk menampilkan nilai dimensi pada gambar. Nilai ini akan

digunakan untuk penggambaran bench.

Gambar 3.4 Pengukuran nilai dimensi Ta dan Oa


5. Setelah nilai Ta didapatkan kemudian membuat garis dari ujung atas

garis miring pada gambar tunggal ke Timur (kanan) sepanjang nilai Ta

yang di dapatkan dengan menggunakan perintah line pada toolbar.

Kemudian klik pada ujung garis.


64

Gambar 3.5 Pembuatan geometri bench


6. Menggabungkan kedua garus dengan perintah pedit,

Commond: pedit

Select polyline or (multiple): m (enter)

Select object (enter)

Convert line and Arcs to polylines (yes/no): y (enter)

Kemudian ketik “j” (enter).

Gambar 3.6 Hasil penggabungan bench tunggal dengan pedit


7. Menyalin polynines tersebut sebanyak lima Salinan sehingga terbentuk

lima bench. Kemudian melakukan langkah pedit kembali pada kelima

bench tersebut.
65

Gambar 3.7 Hasil penyalinan bench tunggal


8. Menggabungkan ujung bawah polylines dengan ujung gambar

geometri overall.

Gambar 3.8 Penggabungan bench tunggal dengan overall


9. Menarik garis dari ujung atas polylines ke kanan sepanjang 90,

kemudian lanjut ke bawah sepanjang 120.

Kemudian tarik lagi garis dari bawah polylines ke arah kiri sejauh 90,

kemudian tarik sembarang ke bawah.

Kemudian hubungkan ujung garis di sebelah kanan ke ujung garis

sebelah kiri hingga berpotongan. Apabila ada garis yang berlebih

potong garis berlebih tersebut dengan perintah trim.


66

Gambar 3.9 Pembuatan garis polyline external boundary

Gambar 3.10 Penghapusan garis yang berlebih dengan trim


10. Mengukur dimensi panjang jenjang kemudian dibagi tiga untuk

menentukan pembuatan water table.

Gambar 3.11 Pengukuran dimensi lereng


67

11. Membuat garis water table dengan bantuan polyline dan arc.

Kemudian melakukan pedit pada water table.

Gambar 3.12 Pembuatan arc untuk water table

Gambar 3.13 Hasil penyalinan bench tunggal


12. Membuat garis material boundary sesuai dengan ketebalan material.

Gambar 3.14 Pembuatan garis material boundary


68

Gambar 3.15 Hasil desain


13. Menambahkan layer sebanyak 3 layer dengan:

Layer 1 untuk external boundary,

Layer 2 untuk water table,

Layer 3 untuk material boundary

Kemudian klik apply lalu ok.

Gambar 3.16 Pembuatan layer


14. Memasukkan setiap objek sesuai dengan nama layer yang sudah dibuat

sebelumnya. Agar dapat membedakan anrata external boundary, water

table, dan material boundary, yang dibedakan dengan warna.


69

Gambar 3.17 Hasil akhir pembuatan geometri


15. Menyimpan hasil desain geometri lereng dalam type

AutoCAD2007.dxf.

Gambar 3.18 Penyimpanan desain dalam format dxf


3.2.2 Kestabilan Lereng

Dalam langkah pembuatan kestabilan lereng menggunakan software

Rocsience Slide. Secara umum langkah analisis kestabilan lereng dengan

Rocsience Slide adalah pemodelan, identifikasi metode dan parameter

perhitungan, identifikasi material, penetuan bidang gelincir,

running/kalkulasi, dan interpretasi nilai FoS dengan software komplemen

Slide bernama Slide Interpret.


70

1. Membuka software Rocsience Slide.

2. Melakukan import data dxf :

Menu : file > import > import dxf…

Gambar 3.19 import data dxf


3. Pada kotak import pilih external boundary lalu unceklis pada run
geometry cleanup after lalu tekan import.

Gambar 3.20 kotak pemilihan import

4. Akan muncul kotak pencarian data import. Kemudian cari data atau

file dxf hasil penggambaran pada software AutoCAD sebelumnya.

Objek berupa external boundary.

Kemudian klik ok.


71

Gambar 3.21 pencarian data dxf


5. Akan muncul objek external boundary.

Gambar 3.22 Hasil import ekternal boundary


6. Melakukan import data water table dan material boundary:

Menu : file > import > import dxf…

Pada kotak import pilih water table dan material boundary lalu

unceklis pada run geometry cleanup after lalu tekan import

Akan muncul kotak pencarian data import. Kemudian cari data atau

file dxf hasil penggambaran pada software AutoCAD sebelumnya.

Objek berupa external boundary.

Kemudian klik ok
72

Gambar 3.23 Hasil import water table


7. Kemudian melakukan import data material:

Menu : properties > define materials…

Maka akan muncul kotak import data material yang berisi informasi-

informasi data material.

Gambar 3.24 Pembuatan lapisan sesuai kriteria


8. Melakukan input data material sesuai dengan data yang telah

didapatkan sebelumnya yaitu data nama material, unit weight,

cohesion, dan fraction angle. Setiap data memilite tipe warna yang

berbeda sehingga lakukan input warna yang sesuai dengan kriteria

material yang sudah ditentukan sebelumnya.


73

9. Memasukkan hasil input material kedalam gambar sesuai urutan

perlapisan material yang sudah tentukan.

Menu : boundaries > add material boundary.

Kemudian klik pada salah satu ujung garis material boundary tarik

keluar lalu enter.

Gambar 3.25 masukkan material sesuai urutan yang dinerikan sebemnya


10. Memasukkan tipe material dengan cara mengklik informasi material

kemudian tarik ke objek sesuai kedalaman material.

Menu : properties > assign materials

Gambar 3.26 Pembuatan assign materials

11. Membuat grid untuk analisis kestabilan lereng


74

Menu : surface > auto grid

Gambar 3.27 Pembuatan auto grid


12. Kemudian melakukan analisis kestabilan lereng

Menu : analysis > interpret

Maka akan muncul hasil analisis kestabilan lereng tersebut.

Gambar 3.28 Hasil analisis kestabilan lereng

13. Melakukan input layout dengan cara:

Menu : file > page setup

Pada kotak page setup pilih footer > costumize designs


75

Gambar 3.29 Pembuatan layout


14. Pada kotak dialog ada beberapa pilihan

a. Import, untuk memasukkan layout yang sudah ada sebelumnya

b. Export untuk menyimpan layout yang baru dibuat

c. Edit untuk mengubah layout yang sudak dibuat sebelumnya

d. New untuk membuat layout yang baru

e. Copy untuk menyalin layout yang sudah ada

f. Delete untuk menghapus layout yang sudah dibuat sebelumnya.

15. Untuk input gambar pilih salah satu opsi pada langkah 14, kemudian

pilih image.

Gambar 3.30 input layout berupa image


76

16. Pilih cell yang akan ditambahkan gambar lalu pada image in any cell

klik set..

kemudian ambil gambar yang ingin di tambahkan dengan cara klik

add.

Gambar 3.31 Hasil input image


17. Pilih gambar lalu klik open lalu klik ok lalu ok lagi.

18. Untuk membuat layout berupa teks pilih salah satu opsi pada langkah

14, kemudian pilih text

19. Pilih cell yang akan ditambahkan lalu ketik layout yang ingin di ketik.

Gambar 3.32 Pembuatan layout berupa text


20. Untuk melihat hasil akhit analisis kestabilan lereng
77

Menu : file > print preview.

Gambar 3.33 Tampilan akhir peta abalisis kestabilan lereng


78

3.3 Hasil Akhir

3.3.1 Bishop Simplified

76
79

3.3.2 Janbu Simplified

77
80

3.4 Analisis dan Pembahasan

Jumlah jenjang
OVERALL TUNGGAL (n) Wb

Oh Oa Sudut Th Ta Sudut
= Oh/Th
= 35/7 = ((Oa – (ta x n))/(n – 1))
4 5
35 41,7859 0 7 5,8737 0 =5 = 34,444
3.4.1 Geometri Lereng

Tabel 3.1 Geometri lereng

3.4.2 Summarry Bor Praktikum Simulasi Komputasi

Tabel 3.2 Karakteristik material


Unit
Cohesion Fraction
No Material Weight Ketebalan
(C) Angle
(Y)

Soil 0
19.87 o
1. Soil 31.1 kPa 14.23
kN/m3
Sand 7,37

17.95
2. Claystone 56.1 kPa 18.23 o
kN/m3 Silt
14,51

22.67 Coal
3. Siltstone 61.1 kPa 18.17 o 5.9
kN/m3
Clay 5,2
21.74
4. Sandstone 55.1 kPa 19.13 o
kN/m3
18
Coal
12.80
5. Coal 57.1 kPa 18.07 o
kN/m3 -
Clay
81

3.4.3 Hasil Analisis

Berdasarkan hasil akhir analisis pada software Rocsience Slide

didapatkan dua nilai FK (Faktor Keamanan) yaitu:

1. Metode Bishop Simplified

Dari metode ini didapatkan nilai FK sebesar 0,871 dimana hasil

analisis ini lebih kecil dari satu, sehingga dapat dikategorikan lereng

yang tidak stabil dan akan berpotensi longsor.

Untuk menghindari terjadinya longsor maka harus dibuat sistem

penyangga lereng yang berguna untuk menahan lereng tidak mengalami

longsor.

2. Metode Janbu Simplified

Dari metode ini didapatkan nilai FK sebesar 0,811 dimana hasil

analisis ini lebih kecil dari satu, sehingga dapat dikategorikan lereng

yang tidak stabil dan akan berpotensi longsor.

Untuk menghindari terjadinya longsor maka harus dibuat sistem

penyangga lereng yang berguna untuk menahan lereng tidak mengalami

longsor.

Setelah melalui tahapan dari pembuatan desain geometri hingga

analisis kestabilan lereng dengan dua metode yaitu Metode Bishop

Simplified dan Metode Janbu Simplified maka lenreng yang dihasilkan

termasuk dalam lereng yang tidak aman.

Anda mungkin juga menyukai