Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi serta masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus
meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja dalam menangani suatu penyakit
tidak begitu efisien, apalagi dengan pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang
berkompetent. Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan perawatan yang
maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka pasca bedah bahkan penyembuhan fisik
pasien itu sendiri. Pengembalian fungsi fisik pasien post-op laparatomi dilakukan segera setelah
operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section
sampai membuka selaput perut. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan
perawatan post laparatomi antara lain: Mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat
penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi,
mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang, hal inilah yang membuat
pasien dengan pasca bedah memerlukan perawatan yang maksimal.

Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat
memperlambat penyembuhan pasien itu sendiri. Laporan departement kesehatan Indonesia
(DEPKES RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun
2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.

Dengan melihat kondisi pasien post operasi laparatomi yang memerlukan perawatan
maka perlu dilakukannya intervensi dengan maksud untuk mengurangi tegangan melalui latihan
pernapasan dan mobilisasi dini untuk mempercepat proses kesembuhan dan kepulangan pasien
serta dapat memberikan kepuasan atas perawatan yang diberikan.
Teknik relaksasi, relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik
manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres. Teknik relaksasi
adalah perilaku yang diperlajari dan membantu waktu penelitian dan praktek. Snyder dan Egan
menemukan teknik relaksasi sebagai metode utama untuk menghilangkan stres, tujuannya untuk
menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Pada pasien post operasi latihan napas
dalam, bantu batuk dan menekan insisi meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat
pembersihan jalan napas sehingga menurunkan resiko atelektasis, pneumonia.

Perawat menganjurkan klien untuk melakukan ambulasi lebih awal, sebagian besar klien
diharapkan dapat melakukan ambulasi setelah pembedahan bergantung pada beratnya
pembedahan dan kondisi klien. Pemberian posisi post operasi untuk mencegah terjadinya
kontraktur pinggul dan lutut sangat penting, latihan pascaoperasi, latihan tentang gerak dimulai
segera mungkin. Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin meningkatkan
pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran
reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat
ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati
perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan
sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah
celiotomi.( Fossum, 2012)

Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah


ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan
di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam
penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post
operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama.

Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus
cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.Tujuan laparotomi adalah untuk
menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara
langsung serta untuk menegakkan diagnosa.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari laparatomi?


2. Apa tujuan dari laparatomi?
3. Apa prosedur laparatomi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa pengertian dari laparatomi


2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi
3. Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi
4. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Bedah
laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan
teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan kandungan (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). Ada empat cara yaitu,

1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi
dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf.
Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis.
Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.

2. Paramedian

yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2
yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah

3. Transverse upper abdomen incision

yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision

yaitu insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya;
pada operasi appendectomy

B. Fase – fase penyembuhan luka Menurut Kozier (2015)

a. Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang
menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari
luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan
mencegah masuknya mikroorganisme (Kozier, 2015). Fase inflamatori juga
memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untu uk mengangkat
benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan
membawa bahanbahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada
akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak (Kozier, 2015). Selama sel
lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh
makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 2 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan angiogenesis growth factor (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan (Kozier, 2015).

b. Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dar pembuluh darah ke luka membawa fibrin Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah (Kozier, 2015).

c. Fase Maturasi Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya ,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih (Kozier, 2015).
C. Prinsip – Prinsip Perawatan Luka Post Operasi Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan
luka menurut Taylor (2016) yaitu:

1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya


kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang

2. Respon tubuh pada luka lebih efektif f jika nutrisi yang tepat tetap dijaga

3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma

4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka

5. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari Mikroorganisme f. Penyembuhan normal ditingkatkan
ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

D. Indikasi

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak


diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
(Ignativicus & Workman, 2016). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang
dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau
sabuk pengaman.
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus
duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan
merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai
akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap
hidup. Penyebabnya dapat berupa  perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi      (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan
menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi),  hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan
pada dinding usus).
a. Appendisitis
b. Tumor abdomen
c. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
d. Abscesses (a localized area of infection)
e. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
f. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
g. Intestinal perforation
h. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
i. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
j. Internal bleeding
E. Post Operasi Laparatomi
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada
area abdomen (laparatomi) dilakukan. Tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses
pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani
operasi pembedahan abdomen.
F. Tujuan perawatan post laparatomi
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri klien.
5. Mempersiapkan klien pulang.

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
 Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
 Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
 Kelemahan
 Mual, muntah, anoreksia
 Konstipasi

H. Komplikasi
1. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.

2. Hemorrhagi
a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan
darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman
dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami
erosi oleh selang drainage.
d. Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post
laparatomi sama seperti pada kasus keperawatan lainnya yaitu
terdiri dari dua tahap :
a. Pengumpulan Data
1)Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan
2)Riwayat Kesehatan Pasien.
a.Alasan Masuk Perawatan Menggambarkan tentang hal-hal
yang menjadikan pasien dibawa ke Rumah Sakit dan
dirawat.
b.Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif
yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan
utama pada klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen,
mual, muntah, demam (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
c.Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari
keluhan utama dan data yang menyertai menggunakan
pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 : 10).
d.Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Pada kesehatan masa lalu ini
dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah kesehatan
sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu.
Pada klien post operasi akibat peritonitis, perlu dikaji
mengenai riwayat penyakit saluran pencernaan (seperti
Typhoid, Apendicitis, dll) dan riwayat pembedahan
sebelumnya.
e.Riwayat Kesehatan Keluarga, Pada riwayat kesehatan
keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular atau
penyakit menurun yang ada dalam keluarga.
3)Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan
antara kebiasaan selama di rumah sakit sebelum sakit dan
selama sakit di rumah sakit meliputi :
a. Pola Nutrisi, Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi
makan, pantangan makanan, alergi terhadap makanan dan
nafsu makan. Biasanya pada klien post operasi akibat
peritonitis terdapat mual, muntah dan anoreksia.
b.Pola Eliminasi, Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi
frekuensi buang air besar, konsistensinya dan keluhan
selama buang air besar. Frekuensi buang air kecil, warna,
jumlah urine tiap buang air kecil. Pada klien dengan post
operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat
intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.
c.Pola Istirahat dan Tidur, Pada pola istirahat tidur yang harus
dikaji adalah lama tidur dalam sehari, kebiasaan pada waktu
tidur. Pada klien post operasi bisa ditemukan gangguan pola
tidur karena nyeri.
d.Pola Personal Hygiene, Pola personal hygiene yang harus
dikaji adalah kemampuan klien perawatan diri seperti
mandi, gosok gigi, keramas, gunting kuku, dll. Pada klien
dengan post operasi biasanya klien tidak dapat melakukan
personal hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak
akibat pembedahan dan nyeri.
e.Pola Aktivitas, Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan
aktivitas sehari-hari. Pada klien dengan post operasi
biasanya ditemukan keterbatasan gerak akibat nyeri.
4)Pemeriksaan Fisik
a.Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan
biasanya tampak lemah, gelisah, meringis.
b.Pemeriksaan Fisik Persistem:
Sistem Pernafasan Kepatenan jalan nafas, kedalaman,
frekuensi dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi
nafas merupakan hal yang harus dikaji pada klien
dengan post operasi. Pernafasan cepat dan pendek
sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan yang
bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada
didapatkan bunyi krekels.
Sistem Kardiovaskuler, Pada klien post operasi biasanya
ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi,
berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan suhu
tubuh.
Sistem Gastrointestinal, Ditemukan distensi abdomen,
kembung (penumpukan gas), mukosa bibir kering,
penurunan peristaltik usus juga biasanya ditemukan
muntah dan konstipasi akibat pembedahan.
Sistem Perkemihan, Terjadi penurunan haluaran urine
dan warna urine menjadi pekat / gelap, terdapat
distensi kandung kemih dan retensi urine.
Sistem Muskuloskeletal, Kelemahan dan kesulitan
ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen dan efek dari
pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan
kekakuan otot.
Sistem Neurologi, Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat
dan keparahan nyeri post operasi tergantung pada
anggapan fisiologi dan psikologi individu serta toleransi
yang ditimbulkan oleh nyeri.
Sistem Integumen, Ditemukan luka akibat pembedahan
di area abdomen. Karakteristik luka tergantung pada
lamanya waktu setelah pembedahan.
5)Aspek Psikologis
a.Status Emosional, Kemungkinan ditemukan emosi klien
jadi gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak
diketahui / tidak pernah diderita sebelumnya dan akibat
pembedahan.
b.Konsep Diri yaitu :
Body Image / Gambaran Diri, Mencakup persepsi
dengan perasaan terhadap tubuhnya,
bagi tubuh yang disukai dan tidak disukai.
Harga Diri, Penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh
memenuhi ideal diri. Aspek utama adalah dicintai
dan menerima penghargaan dari orang lain.
Ideal Diri, Harapan terhadap tubuh, posisi, status,
tugas / peran dan harapan terhadap penyakitnya.
Peran yang diemban dalam keluarga atau
kelompok masyarakat dan kemampuan klien
dalam melaksanakan tugas /peran tersebut.
Identitas, Status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya.
c.Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress
atau mengganggu keseimbangan (Keliat, : 2001).
Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit
dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
d.Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan
stress yang dihadapi.
eHarapan dan Pemahaman Klien tentang Kondisi
Kesehatan yang dihadapi. Hal ini perlu dikaji agar tim
kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
6)Aspek Sosial dan Budaya, Pengkajian ini menyangkut pada
pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup
faktor sosiokultural serta support sistem yang ada pada
klien.
7)Aspek Spiritual, Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan
dan keyakinan terhadap Tuhan dan cara untuk menjalankan
ibadah.
8)Data Penunjang, Data penunjang ini terdiri dari
farmakotherapi / obat-obatan yang diberikan kepada klien,
serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien
seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
Rontgen.

Pengkajian Primer

a. Airway (jalan nafas) dengan kontra servikal

tidak terdapat sumbatan jalan nafas baik parsial maupun total dan tidak ada fraktur cervical

b. breathing dan ventilasi

frekuensi napas 20x/menit , pergerakan dindidng dada simetris dan tidak ada bunyi nafas
tambahan

c. Circulation dengann kontrol perdarahan

nadi 99x/menit ,kulit klien terlihat pucat dan tidak ada perdarahan eksternal serta tidak ada
tanda-tanda jejas atau trauma

d. disability

Tingkat kesadaran klien

GCS

Total GCS

Sensorik/pupil

Keadaan ekstremitas

Refleks

B. Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka invasive

2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasifGangguan imobilisasi


berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh.
C. Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasive
Tujuan: klien menunjukkan integritas kulit dalam keadaan normal.
Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
a. Berikan perawatan luka operasi yang bersih.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi yang dapat membuat terjadinya
kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
b. Latih alih baring
Rasional : mencegah terjadinya dekubitus
c. Berikan sandaran atau tahanan yang lembut pada daerah- daerah yang
mungkin terjadi luka dekubitus
d. Hindari terjadinya infeksi pada luka operasi yang dapat membuat parahnya
integritas kulit.
Rasional : adanya infeksi dapat membuat kerusakan integritas kulit leb
e. Pemberian antibiotik sistemik parah.
Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga
infeksi kulit tidak meluas

2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan : memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien.

Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri abdomen berkurang

a. Gunakan analgetik

Rasional : mengurangi rasa nyeri akibat sayatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi pada klien.

Rasional : untuk membantu mengalihkan nyeri yang dirasakan.

c. Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional: agar pasien dapat beristirahat dengan baik.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan : klien tidak terkena infeksi

Kriteria hasil: klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

a. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang


kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada
klien lain.

Rasional  : mencegah infeksi silang antar pasien yang dapat memperburuk


keadaan pasien

b. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan ke dalam


tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau
diproses ulang kembali : mencegah penyebaran kuman

c. Pastikan luka sayatan dalam keadaan tertutup.

Rasional; mencegah terjadinya terpapar kuman dari luar.

4. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota


tubuh.

Tujuan: klien dapat melakukan aktivitas dengan normal.

Kriteria hasil; klien dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang biasa dilakukan
secara mandiri.

Intervensi:

a. Bantu klien untuk melakukan aktivitas yang biasa di lakukan

Rasional; membantu memenuhi kebutuhan yang biasa di lakukan secara


mandiri.

b. Lakukan ROM pada anggota tubuh yang lain


Rasional: mencegah terjadinya kelemahan otot akibat pergerakan terbatas.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC;
2011

Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran;
2012.

Marilyn E. Doenges, et al, 20111, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta

Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 2010 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses
penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai