Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
DI BANGSAL SITI FATIMAH RSIA KLATEN

DISUSUN OLEH :

NAMA : RATNA PUSPITA SARI

NIM : 1702073

RUANG : SITI FATIMAH

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan Bahwa Laporan Pendahuluan berjudul “Pneumonia telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Klaten, 4 Maret 2019

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Fitriana Noor Khayati, S.Kep,Ns,M.Kep) ( )


LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

A. Pengertian

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley
et.al., 2011)
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution) (Bennete, 2013). 
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2009).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2009).

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan beberapa alveoli
terisi cairan dan sel-sel darah.( Said,2009)

Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli
atau parenkim yang sering menyerang pada anak – anak

B. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus
dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang
mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien
yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2011)

Menurut (Smeltzer, 2011) etiologi pneumonia, meliputi :

1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza
2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :

- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma


Jenis lain :

- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires


- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2011).
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin atau
inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2011). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang
seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke,
henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan
kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.
( Smeltzer, 2011)

Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2015)
antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

C. Manifestasi Klinis

Pasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan peningkata suhu
secara mendadak sampai 40º. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung
dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-
kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk
produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan
kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi,
wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta
nadi cepat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya


bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,


suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae


supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang
dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus
dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head
bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas
atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.    
2.    Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis)
maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3.    Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.    Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan


napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Manifestasi klinis pada anak

 Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak,
fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer,2010)

 Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru meradang
secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per
menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit
atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2
bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk
juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah
ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini
dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan
gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.

 Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuningan, kehijauan,
kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba – tiba dan berbahaya ).
Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas dan nyeri kepala.

D. Patofisilogi dan Pathways

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan
dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari
cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah
atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun
dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis
right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia.
Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia.
(Bennete, 2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
PATHWAYS PNEUMONIA

Infeksi kuman pathogen

( bakteri / virus )

terganggunya parenkhim paru brochiolitis gangguan interstisiil

PK : Infeksi

kerusakan epitel

pembentukan mukus muntah infiltrat ke duktus alveolus

penyumbatan bronkhus kerusakan alveolus

Gangguan pertukaran gas

brochietase gangguan fungsi paru

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Perubahan pola nafas
E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2012) dapat dilakukan antara lain :

1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan
oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus dan
bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara terapeutik
digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.

Sedangkan menurut Engram (2012) pemeriksaan penunjang meliputi


1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas
2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong
diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

Pemeriksaan imunologis
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination,
atau latex coagulation.

Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme


penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus
atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat
adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit.
Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai
keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan
(65%), < 20% mengenai kedua paru.
F. Penatalaksaan Medis

Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian antibiotik


yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia
dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penisilin G. (Bare,2012).
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:


 Berikan oksigen

 Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )

Tahapan fisioterapi
1. INHALASI
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada
pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat terapi inhalasi
bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah alat terapi dengan
kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu anak diminta
menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan
yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau
menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu dalam pengawasan
dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang
obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung
mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat
itu akan langsung menuju ke sana.

2. PENGATURAN POSISI TUBUH


Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi tubuh
untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah cabang
bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan
cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak lendir
berkumpul.
Caranya:
* Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen atau dengan
penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah dari
dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak dalam keadaan
tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi agar
lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak dengan
miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti memeluk guling.

3. PEMUKULAN/PERKUSI
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret yang
menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke tenggorok.
Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
* Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan posisi
tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup dilakukan
dengan menggunakan 3 jari.
* Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5 menit.
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya. Setelah itu
lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan menggunakan
tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat membangunkan anak dari
tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
4. Observasi tanda vital
5. Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
Ciptakan lingkungan yang nyaman

G. Pengkajian Fokus Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan,


kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan dirumah, penyakit lain
yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot
pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih
(bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah denganm
orang tua, mekanisme koping yang diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman
yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek
favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan,
tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.

• Pasien mengeluh sesak nafas


• Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare dan muntah sebanyak 3x selama dirawat
di rumah sakit
• Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan BB 2300gr, dan pasien lahir prematur
• Ibu pasien mengatakan ayah pasien merokok dan pasien tinggal di pemukiman padat
penduduk
• Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami batuk kering kemudian menjadi batuk
berdahak.
• Ibu pasien mengatakan pasien tidak eksklusif karena dia sibuk bekerja
DO :
• RR : 55X/ menit
• PCH (pernafasan cuping hidung) positif
• Pasien tampak rewel
• Pasien tampak lesu
• Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepat
• Retraksi intercosta (IC) positif
• Tax : 390 C
• Pasien tampak tidak menyusu
• Tampak sianosis di sekitar area hidung dan mulut pasien
• Sekret (+), berwarna kuning kehijauan dan kental
• Mukosa bibir pasien tampak kering
• Turgor kulit pasien lambat
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah
40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada
fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut
anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop,
akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising
gesek pleura (Mansjoer,2010).

H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan
sekresi, nyeri.
3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
5. Nyeri b.d proses inflamasi
6. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah
sakit).
7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.
I. Perencanaan

No Tujuan Intervensi Rasional


Dx

1 Klien menunjukkan NOC: Respirasi : Kepatenan Jalan NIC: Mekanisme


fungsi pernafasan Napas, status Respirasi: ventilasi. Respirasi
normal. Status vital sign.

Kriteria hasil:
pernafasan tetap dalam  Beri posisi yang nyaman
 Mengurangi stres pada
batas normal,
anak dan anak dapat
pernafasan tidak sulit,
beristirahat
anak istirahat dan tidur  Posisikan untuk ventilasi yang
 Untuk mempertahankan
dengan tenang. maksimum (pertahankan peninggian
terbuka jalan nafas.
kepala sedikitnya 30 derajat)
 Periksa posisi anak dengan sering,
 Untuk menghindari
untuk memastikan bahwa anak tidak
penekanan diafragma.
merosot.
 Hindari pakaian atau gedong yang
 Pakaian yang ketat
terlalu ketat.
menghambat
perkembangan nafas.
 Tingkatkan istirahat dan tidur dengan
 Untuk meningkatkan
penjadualan yang tepat.
keadekuatan oksigen.
 Dorong teknik relaksasi.
 Relaksasi dapat
mengurangi kecemasan.
 Ajarkan pada anak dan keluarga
 Pendidikan kesehatan
tentang tindakan yang
dapat meningkatkan
mempermudah upaya pernafasan
pengetahuan tentang
(misal: pemberian posisi yang tepat).
teknik meningkatkan
kepatenan jalan nafas.
2 Klien dapar NOC: Status respirasi: kepatenan NIC: Penghisapan jalan
mempertahankan jalan jalan nafas. napas
nafas paten.
 Memungkinkan ekspansi
Kriteria hasil: jalan  Posisikan anak pada kesejajaran
paru yang lebih baik dan
nafas tetap bersih, anak tubuh yang tepat.
perbaikan pertukaran gas,
bernafas dengan
serta mencegah aspirasi
mudah, pernafasan
sekresi.
dalam batas normal.
 Untuk membersihkan
 Hisap sekresi jalan nafas sesuai
jalan nafas akibat
kebutuhan.
hipersekresi.
 Sputum yang keluar akan
 Bantu anak dalam mengeluarkan
mengurangi efek
sputum.
hambatan jalan nafas.
 Ekspektoran obat untuk
 Beri ekspektoran sesuai ketentuan.
mengencerkan dahak
sehingga sputum dapat
dikeluarkan.
 Fisioterapi dada
 Lakukan fisioterapi dada.
membantu mengeluarkan
sputum
 Untuk mencegah aspirasi
 Puasakan anak.
cairan (pada dengan
takipnea hebat).
 Pengurangan nyeri
 Berikan penatalaksanaan nyeri yang
mengurangi kebutuhan
tepat.
oksigen.
 Bantu anak dalam menahan atau
 Untuk memaksimalkan
membebat area insisi atau cedera
efek batuk dan fisioterapi
dada.
3 Klien mempertahankan NOC: Ketahanan NIC: Manejemen
tingkat energi yang energi.
adekuat.  Kaji tingkat toleransi anak.  Tujuannya agar aktivitas
 Bantu anak dalam aktivitas hidup anak sesuai dengan
Kriteria hasil: anak
sehari-hari yang mungkin melebihi kemampuannya.
mentoleransi
toleransi.  Agar tidak terjadi
peningkatan aktivitas.
penggunaan energi yang
berlebihan.
 Berikan aktivitas pengalihan yang  Untuk mencegah anak
sesuai dengan usia, kondisi, dari rasa bosan, dan
kemampuan, dan minat anak. untuk stimulasi tumbuh
kembang.
 Beri periode istirahat dan tidur yang  Untuk menjaga
sesuai dengan usia dan kondisi. keseimbangan oksigenasi
dan mengurangi
konsumsi oksigen yang
berlebihan.

 Instruksikan anak untuk beristirahat  Untuk mencegah

jika lelah. penggunaan oksigen yang


berlebihan.

4 Klien tidak NOC: Kontrol Risiko dan status NIC: Kontrol infeksi
menunjukkan tanda- imun. dan perlindungan
tanda infeksi sekunder. infeksi.
 Mencegah terjadi
Kriteria hasil: anak  Pertahankan lingkungan aseptik,
potensial komplikasi
menunjukkan bukti dengan menggunakan kateter
infeksi nosokomial.
penurunan gejala penghisap steril dan teknik mencuci
infeksi. tangan yang baik.
 Untuk mencegah
 Isolasi anak sesuai indikasi.
penyebaran infeksi
nosokomial.
 Untuk mencegah atau
 Beri antibiotik sesuai ketentuan.
mengatasi infeksi.
 Berikan diit bergizi sesuai kesukaan  Untuk mendukung
anak dan kemauan untuk pertahanan tubuh alami.
mengkonsumsi nutrisi.
 Ajarkan fisioterapi dada yang baik.  Membantu mengurangi
sputum yang ada di
dalam dada.
5 Klien tidak mengalami NOC: Level kenyamanan. NIC: Conscious
nyeri atau penurunan sedation.
nyeri/ketidaknyamanan  Teknik-teknik seperti
 Lakukan strategi nonfarmakologis
sampai tingkat yang relaksasi, nafas dalam,
untuk membantu anak mengatasi
dapat diterima oleh dan distraksi dapat
nyeri.
anak. membuat nyeri dapat
lebih ditoleransi.
Kriteria hasil: anak
 Maksudnya agar efek
tidak mengalami nyeri  Rencanakan untuk memberikan
puncaknya tepat dengan
atau tingkat nyeri dapat analgesik yang ditentukan sebelum
kejadian nyeri.
diterima dengan baik. prosedur.
 Untuk menghindari nyeri
 Berikan analgesik dengan rute
tambahan. Hindari injeksi
traumatik yang paling kecil jika
i.m atau i.sc.
mungkin.
 Untuk memudahkan
 Gunakan strategi yang dikenal anak
pembelajaran anak dan
atau gambarkan beberapa strategi
penggunaan strategi
dan biarkan anak memilih salah
toleransi nyeri.
satunya.
 Karena orang tua adalah
 Libatkan rang tua dalam pemilihan
orang yang paling
strategi.
mengetahui anaknya.

 Karena pendekatan ini


 Ajarkan anak untuk menggunakan
tampak paling efektif
strategi nonfarmakologis khusus
pada nyeri ringan.
sebelum terjadi nyeri atau sebelum
nyeri menjadi lebih berat.
 Bantu atau minta orangtua  Karena pelatihan
membantu anak dengan mungkin diperlukan
menggunakan stratei selama nyeri untuk membantu anak
aktual. berfokus pada tindakan
yang diperlukan.
6 Klien mengalami NOC: Kontrol kecemasan dan NIC: Penurunan
penurunan rasa cemas. koping. kecemasan.
Kriteria hasil: Anak
tidak menunjukkan  Dengan pendidikan
 Jelaskan prosedur dan peralatan
tanda-tanda disstres kesehatan , klien akan
yang tidak dikenal pada anak
pernafasan atau berkurang kecemasan dan
dengan istilah yang sesuai dengan
ketidaknyamanan fisik. disstres emosional, dan
tahap perkembangan.
dapat meningkatkan
kemampuan koping.

 Ciptakan hubungan anak dan


 Memberi rasa aman pada
orangtua.
anak karena orangtua
adalah orang yang
dikenal oleh anak.
 Tetap bersama anak selama
 Menjadi suportif dan
prosedur.
pendekatan untuk
mendukung komunikasi.
 Gunakan cara yang tenang dan
 Memberi rasa percaya
meyakinkan.
kepada anak dan
menurunkan kecemasan.

 Dukungan dapat
 Beri kehadiran yang sering selama
membantu anak
fase akut penyakit.
mengurangi kecemasan.
 Dapat meningkatkan
 Beri tindakan kenyamanan yang
kenyamanan anak.
diinginkan anak (misal: mengayun,
membelai, musik).
 Berikan objek kedekatan (misak:  Objek kedekatan
mainan keluarga, selimut, boneka). memberikan rasa aman
pada anak.
 Anjurkan perawatan yang berpusat  Khadiran orangtua
pada keluarga dengan peningkatan memberikan rasa aman
kehadiran orangtua dan bila pada anak dan dapat
mungkin, keterlibatan orangtua menurunkan kecemasan
anak.
7 Klien (keluarga) NOC: Fungsi Keluarga NIC: Dukungan
mengalami keluarga, Pembelajaran
pengurangan : Proses penyakit
kecemasan dan
 Kenali kekuatiran dan kebutuhan
peningkatan  Untuk membuat rencana
orangtua untuk informasi dan
kemampuan untuk pendidikan kesehatan
dukungan.’
melakukan koping. yang tepat bagi orangtua.

Kriteria hasil: Orangtua  Gali perasaan orangtua dan


 Untuk mengetahui
mengajukan pertanyaan “masalah” sekitar hospitalisasi dan
kecemasan orangtua.
yang tepat, penyakit anak.
mendiskusikan kondisi  Jelaskan tentang terapi dan
 Untuk mengurangi
dan perawatan anak perilaku anak.
kecemasan orangtua dan
dengan tenang serta
meningkatkan
terlibat secara positif
kemampuan koping
dalam perawatan anak.
orangtua.
 Dukungan dapat
 Beri dukungan sesuai kebutuhan.
mendorong pembentukan
koping yang positif.
 Memberi rasa aman pada
 Anjurkan perawatan yang berpusat
orangtua dan membantu
pada keluarga dan anjurkan
orangtua membuat
anggota keluarga agar terlibat
dalam perawatan anak. keputusan tentang terapi
anaknya.

J. EVALUASI

1. Bersihan Jalan napas efektif.


2. Pasien / klien dapat melakuakan aktivitas
3. Tidak terjadi kekurangan volume cairan
4. Tidak terjadi potensial komplikasi infeksi.
5. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
6. Orang tua tidak cemas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Price, S. A 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Smeltzer,Suzanne C.2011.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth volume


1.Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall.2015.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta : EGC

Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2014.Nursing Interventions Classification (NIC).Missouri :


Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Penerbit IDAI

Dahlan, Zul. 2012. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age:
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 53 (7): 617-630

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/ 967822-


overview. ( Diakses 4 Maret 2019 pukul 15.50 WIB)

Anda mungkin juga menyukai