Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN KNOWLEDGE MANAGEMENT DI

DALAM ORGANISASI BISNIS

Anton Agus Setyawan


Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstracts
In the knowledge-based economy age, knowledge becomes an important variable in
increasing the performance of business organizations. Many corporations survive in the
hardest business competition due to their ability to manage their knowledge deposits. This
article discusses knowledge management using intellectual capital approach. Intellectual
capital could be gained from two resources, they are: human capital and structural capital.
Chief of Knowledge Officer is a person in the company who responsible of managing the
knowledge deposits. Business organization will achieve their goals (profit and customer
satisfaction), if they are be able to manage their knowledge effectively.

Keywords : intellectual capital, human capital, structural capital, knowledge management.

PENDAHULUAN
Mengelola suatu organisasi bisnis ternyata tidak hanya tergantung pada berapa
besarnya uang yang kita miliki atau semua jenis aset kasat mata lainnya. Dalam konteks
perekonomian abad informasi, ada kekayaan lain perusahaan yang jauh lebih penting, yaitu :
pengetahuan. Kenyataannya perusahaan–perusahaan multinasional yang menguasai
perekonomian dunia, sangat tergantung pada “pengetahuan“ yang mereka miliki. Contohnya
perusahaan sepatu Nike yang menguasai pasar dengan “hanya” memegang hak cipta
produknya (Kasali, 2000). Atau perusahaan Netscape Communications, suatu perusahaan
software computer, yang nilai sahamnya meningkat $250.00 hanya dalam waktu 3 tahun
(Stewart, 1997).
Pengetahuan di dalam suatu perusahaan adalah bagian dari intangible assets
perusahaan tersebut. Kesuksesan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan sangat
tergantung pada strategi manajemen pengetahuan daripada strategi pengalokasian aset phisik
dan keuangan (Bontis, Dragonneti, Jacobsen & Roos,1999, h 2). Realitas ini menyebabkan
para eksekutif seharusnya lebih memperhatikan intangible assets yang dimiliki
perusahaannya. Konsekwensinya perusahaan harus mengeksploitasi tacit knowledge-
sesuatu yang berharga yang diperoleh seseorang dari pengalaman, instuisi atau belajar
(Tapscott, 1998). Mengelola penetahuan bukan hal yang mudah. Dalam strategi manajemen

1
yang terintegrasi, kesulitan dalam mengelola pengetahuan adalah sifatnya yang abstrak (sulit
diukur),tetapi secara riil dapat dirasakan.
Seperti yang diungkapkan oleh Al Ries (1996), perusahaan yang mempunyai
kemampuan bertahan hidup paling tinggi adalah mereka yang berorientasi pada “kompetensi
inti”. Untuk melakukan hal tersebut, perusahaan harus menjaga “persediaan
pengetahuannya“. Ada tiga jenis pengetahuan yang menjadi pusat dari setiap kompetensi :
pengetahuan umum, pengetahuan spesifik industri dan pengetahuan spesifik perusahaan
(Leonard- Barton seperti dikutip oleh Micklethwait & Wooldridge,1998, h 92). Artikel ini
mencoba menguraikan, bagaimana mengelola pengetahuan didalam suatu perusahaan.

KONSEP INTELLECTUAL CAPITAL


Dalam memahami knowledge management, artikel ini menggunakan pendekatan
intellectual capital. Intellectual capital adalah materi intelektual pengetahuan, informasi,
hak cipta intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan
(Stewart,1997). Intellectual capital dapat diperoleh dari dua sumber yaitu: modal manusia
dan modal struktural (Bontis, et all). Konsep ini dapat dilihat dari gambar “the value
distinction tree” berikut :

Total Value

Financial Capital Intellectual Capital

Human Capital Structural Capital

Competence Attitude Intellectual Agility Relationship Organisation Renewal and


Development

Sumber: Bontis, Dragonnetti, Jacobsen & Ross, 1999, h 12.

Dari gambar diatas terlihat bahwa, human capital dapat diperoleh dari tiga sumber,
yaitu : kompetensi, perilaku dan kemampuan intelektual. Sedangkan structural capital dapat
diperoleh dari tiga sumber juga, yaitu: hubungan, organisasi serta pembaharuan dan
pengembangan. Ada konsep lain tentang intellectual capital yang dikemukakan oleh
Thomas A. Stewart (1997) yang menambah satu lagi sumber intellectual capital, yaitu:

2
modal pelanggan. Modal pelanggan adalah kedalaman (penetrasi), keluasan (ruang lingkup)
dan profitabilitas dari organisasi (Saint Onge, 1998). Namun, dalam tulisan ini karena
keterbatasan referensi, hanya akan dibahas dua sumber intellectual capital, yaitu: human
capital dan structural capital.
Human Capital
Modal manusia dalam manajemen pengetahuan mempunyai arti yang sangat penting.
Manusia dalam konteks manajemen pengetahuan adalah sumber pengetahuan, inovasi dan
pembaharuan. Modal manusia adalah kemampuan individual yang dibutuhkan organisasi
dalam memecahkan masalah yang dihadapi pelanggan (Saint Onge, 1998). Oleh penulis lain
diungkapkan, modal manusia adalah sekumpulan dari intangible resources yang berada di
sekitar anggota organisasi (Bontis, et al ). Untuk membentuk organisasi bisnis yang berbasis
pengetahuan diperlukan dua hal, yaitu: kompetensi dan komitmen (Ulrich,1998 ).
Kemudian, untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia diperlukan lima hal:
1. Buy, yaitu mencari bakat-bakat baru dari luar organisasi maupun dalam
organisasi.
2. Build, yaitu melatih dan mengembangkan karyawan berbakat.
3. Borrow, yaitu mencari ide baru dengan bermitra dengan pihak luar (konsultan
dan perusahaan swasta).
4. Bounce, melakukan mutasi karyawan yang memiliki kinerja rendah.
5. Bind, mempertahankan karyawan yang berkualitas.
Sedangkan untuk mengembangkan komitmen sumber daya manusia dipelukan :
1. Control: mengawasi karyawan dalam proses pengambilan keputusan saat
melakukan pekerjaan mereka.
2. Strategy or Vision : menawarkan pada karyawan visi dan arah yang membuat
mereka memiliki kemauan untuk bekerja keras.
3. Challenging Work: menyediakan pekerjaan–pekerjaan simulasi untuk
meningkatkan kemampuan karyawan.
4. Collaboration and Teamwork: membentuk tim untuk menyelesaikan pekerjaan.
5. Work Culture: mempertahankan lingkungan kerja yang menyenangkan.
6. Shared Gains: memberikan kompensasi yang pantas kepada karyawan yang
mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
7. Communications: membagi informasi kepada karyawan.

3
Structural Capital
Selain sumber daya manusia , organisasi perusahaan itu sendiri mempunyai peran
penting dalam mengelola asset pengetahuan perusahaan. Structural Capital berhubungan
erat dengan organisasi perusahaan. Structural Capital adalah kemampuan organisasi dalam
memenuhi kebutuhan konsumen (Saint Onge, 1998 ). Substansi dari modal struktural adalah
pengetahuan yang berada disekitar kegiatan rutin perusahaan . Pengetahuan tersebut
meliputi semua intangible resources yang berada di dalam organisasi (Bontis, et al).
Sebagian dari kategori modal struktural berkaitan dengan hak legal kepemilikan; teknologi,
penemuan, data, publikasi, dan proses yang dapat dipatenkan, diberi hak cipta, atau
dilindungi hukum rahasia dagang (Stewart, 1997).
Didalam perusahaan, modal struktural berkaitan erat dengan departemen riset dan
pengembangan. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin memenangi persaingan harus
memberdayakan departemen riset dan pengembangannya. Bahkan, beberapa perusahaan
“pengetahuan” yang beroperasi di cyberspace, menawarkan produk-produk dari pengelolaan
modal struktural ini. Contohnya, situs Knexa.com yang menjadi semacam “perantara” bagi
jual beli produk – produk yang sarat pengetahuan. Di dalam situs tersebut dapat kita jumpai
produk – produk yang mungkin terasa asing bagi kita, namun ternyata banyak diminati
berbagai organisasi bisnis ataupun organisasi nir- laba. Salah satu contoh produk yang
diminati di situs ini adalah”Buku panduan pemadam kebakaran” yang ditulis dari riset yang
dilakukan sebuah Departemen Pemadam Kebakaran di salah satu kota di Kanada. Produk-
produk itu walaupun nampak sepele tetapi mempunyai nilai guna yang sangat tinggi.
Intellectual capital adalah dasar bagi pembahasan manajemen pengetahuan,
kelemahan dari pendekatan ini adalah cara pengukurannya yang masih perlu diperdebatkan.
Bahkan matrix perhitungannya masih dalam taraf pengembangan (Bontis, et al). Tetapi,
konsep ini mampu menjelaskan manajemen pengetahuan secara lebih komprehensif.

CKO : SANG PENGELOLA PENGETAHUAN


Untuk mengelola pengetahuan didalam perusahaan, diperlukan seorang eksekutif
yang mempunyai kompetensi, kapabilitas dan komitmen. Pengelola pengetahuan di dalam
sebuah perusahaan, lazim disebut CKO atau Chief Knowledge Officer. Perusahaan-
perusahaan seperti Skandia, Microsoft, Netscape atasu Arthur Andersen sudah mempunyai

4
seorang CKO untuk mengelola persediaan pengetahuan mereka.
Menurut Nick Bontis (2000) peranan CKO di dalam perusahaan adalah sebagai :
1. CKO sebagai alat pengetahuan
Aktivitas seorang CKO dalam menjalankan fungsi ini antara lain:
- Mengusahakan stabilitas di dalam suasana lingkungan yang cepat berubah.
- Mempercepat pengiriman produk
- Menciptakan efisiensi didalam mata rantai pengetahuan dengan cara membagi
sumber daya secara sinergis.
- Memungkinkan terjadinya proses spesialisasi.
Yang tidak kalah pentingnya, di dalam menjalankan fungsi ini adalah kemampuan
seorang CKO dalam mengetahui kondisi “pengetahuan” didalam perusahaannya.
Alat untuk menganalisis persediaan pengetahuan, adalah “Knowledge Awaraness
Matrix” . Matrik ini digambarkan sebagai berikut:

We Know We Know
What We Know What We Don’t Know

We Don’t Know We Don’t Know


What We Know What We Don’t Know

Sumber : Bontis, 2000, h 6


Penjelasan :
- Kuadran kiri atas adalah keadaan ideal dari persediaan pengetahuan suatu
perusahaan, dimana pengetahuan berada dalam keadaan terintegrasi dan tidak
memerlukan lagi tambahan dari training ataupun penambahan manajer baru.
- Kuadran kedua atas mengharuskan CKO untuk menambah persediaan
pengetahuan dari sumber- sumber internal.
- Kuadran kiri bawah adalah keadaan dimana CKO harus menggali pengetahuan
yang sebenarnya telah dimiliki perusahaan, namun tidak terdeteksi.
- Kuadran kanan bawah adalah situasi dimana CKO harus menambah pengetahuan
perusahaan dari sumber-sumber eksternal.
2. CKO sebagai penjaga kepercayaan.

5
Sebuah perusahaan yang berbasis pengetahuan, sangat menghargai ide. Ide didapat
dari semua sumber-sumber yang ada didalam perusahaan, dalam hal ini karyawanlah
sumber dari berbagai ide tersebut. Dalam proses penggalian ide ini diperlukan proses
brainstorming. Dalam proses inilah, peran CKO sangat penting, karena keberanian
dan kepercayaan karyawan terhadap CKO akan menjamin terjaringnya ide-ide
karyawan yang bermanfaat bagi kepentingan perusahaan.
3. CKO sebagai instruktur total.
Aktivitas seorang CKO dalam menjalankan peran ini adalah:
- Bekerja sama dengan departemen sumber daya manusia, khususnya staf
pelatihan dan pengembangan dalam memperdayakan pengetahuan karyawan
- Mengembangkan “peta pengetahuan” semacam cetak biru yang berisi lokasi
(termasuk: personil, meja, filing cabinet, alamat e-mail atau directory,
perpustakaan, dsb) sumber pengetahuan di dalam perusahaan.
4. CKO sebagai pengguna teknologi.
Bagaimanapun CKO harus menggunakan teknologi sebagai alat bantu dalam
mengelola perusahaan, hal ini dilakukan agar tercipta efisiensi dalam proses tersebut.
Penggunaan teknologi tersebut antara lain untuk menciptakan:
- Informasi yang akurat : alat-alat pendukungnya termasuk pesan-pesan e-mail dan
bulletin – board.
- Pengelolaan dokumen : dokumen di simpan didalam database yang rapi dan
mudah di akses oleh seluruh anggota organisasi. Dokumen yang dikelola
termasuk juga kertas kerja, grafik, audio dan video.
- Kelompok kerja : kelompok kerja memfokuskan diri pada pengelolaan “ingatan”
perusahaan, artinya setiap individu harus menstransfer pengetahuannya kepada
kelompok kerja. Atau dengan kata lain alat ini adalah otak dari operasionalisasi
perusahaan .
- Sistem yang terintegrasi : adanya sistem yang terintegrasi menjamin tidak akan
terjadi overllaping antara masing- masing departemen di dalam perusahaan.
5. CKO sebagai akuntan.
Laporan keuangan pengetahuan seharusnya dapat diwujudkan dalam angka. Tetapi
disinilah masalahnya, membuat laporan keuangan untuk intangible assets bukan
pekerjaan mudah. Salah satu perusahaan yang mampu menerbitkan laporan

6
keuangan pengetahuan adalah Skandia, sebuah perusahaan asuransi dan keuangan
terkemuka ( Management Review,1999). Berikut contoh dari laporan keuangan
tersebut.

Financial Focus 1997 1994


Return on capital employed ( %) 21.9 12.2
Operating Result (MSEK) 1.027 115
Value added/employee (SEK 000s) 2.616 1.666

Costumer Focus
Number od contracts 189,104 59,089
Savings/contract(SEK 000S) 499 333
Surrender ratio (%) 4.4 4.2
Points of sale 45,881 11,573

Human Focus
Number of employees, full time 599 220
Number of managers 88 62
Of whorn, women 50 13
Training expense/employee(SEK 000s) 2.7 9.8

Process Focus
Number of contracs / employee 316 269
Adm. Exp/gross premiums written (%) 3.5 2.9
IT expense/admin. Expense (%) 8.1 8.8

Renewal & Development Focus


Share of gross premiums written form
new launches (%) 0.9 11.1
Increase in net premiums written (%) 31.9 17.8
Development expense/adm.exp. 9.8 11.6
Share of staff under 40 years (%) 76 72

Sumber : Prototipe Laporan Modal Intelektual, Skandia, 1998

ORGANISASI JARINGAN
Perusahaan dengan basis pengetahuan tidak lagi menggunakan organisasi hierarkis
yang lamban, tetapi mengutamakan bentuk organisasi jaringan. Hal ini sebagai akibat dari
perkembangan teknologi yang menyebabkan sistem hierarki tidak lagi efisien (Stewart,
1997). Sebuah jaringan kerja tidak lagi memerlukan pengawasan terhadap setiap pekerja,
tetapi lebih kepada penilaian kinerja secara keseluruhan. Menurut Thomas A, Stewart
(1997), tugas para manajer di dalam organisasi jaringan adalah DNA, yaitu: define
(menerangkan), nurture ( memelihara ) dan allocate ( mengalokasikan). Tugas pertama,

7
yaitu menerangkan, berarti manajer harus menjelaskan berada dibisnis apa perusahaan
tersebut, visi dan misi apa yang akan ditawarkan kepada para pelanggan. Kedua,
memelihara berarti manajer harus memelihara sumber –sumber modal intelektual. Ketiga,
mengalokasikan berarti manajer harus mampu mengalokasikan sumber – sumber daya yang
ada di dalam perusahaan secara efisien.
Konsep organisasi jaringan ini erat kaitannya dengan learning organization. Didalam
organisasi jaringan, proses pembelajaran sangat diperlukan. Proses pembelajaran di dalam
organisasi dapat dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu : pembelajaran tingkat individu,
pembelajaran tingkat kelompok, pembelajaran tingkat organisasi, pembelajaran umpan –
maju dan pembelajaran umpan balik (Bontis, Crossan & Hulland, 1999 ). Kelima tingkatan
tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Pembelajaran tingkat individu : kompetensi, kemampuan dan motivasi individu
dalam memenuhi tugas yang diberikan.
2. Pembelajaran tingkat kelompok : dinamisme kelompok dan berkembangnya rasa
saling pengertian antar anggota kelompok.
3. Pembelajaran tingkat organisasi : kesatuan dari persediaan pengetahuan non-
manusia termasuk didalamnya sistem, struktur, strategi, prosedur dasn budaya,
hal ini dikarenakan adanya lingkungan yang kompetitif.
4. Pembelajaran umpan–maju : bagaimana individu belajar umpan–maju ke dalam
pembelajaran tingkat kelompok dan tingkat organisasi (a.l perubahan struktur,
sistem, produk, strategi, prosedur, budaya).
5. Pembelajaran umpan balik : bagaimana proses pembelajaran yang mengelilingi
organisasi ( a.l sistem, struktur, strategi ) mempengaruhi tingkat pembelajaran
individu dan kelompok.

STRATEGI MENGELOLA PENGETAHUAN


Knowledge management merupakan langkah terintegrasi yang membutuhkan strategi
dalam penerapannya. Kunci sukses pengelolaan pengetahuan tergantung dari kekuatan ,
tanggung jawab , kepemimpinan dan pembelajaran (Loyd, 1998). Kekuatan didalam
knowledge management seperti “pisau bermata dua”, karena kekuatan selalu mengandung
unsur pemaksaan, korupsi dan penyalahgunaan yang kesemuanya itu berakibat buruk pada
perusahaan. Namun, kekuatan dapat pula menjadi dasar bagi proses pengambilan keputusan

8
sekaligus melatih tanggung jawab. Pada akhirnya kekuatan adalah kemampuan untuk
menentukan pilihan.
Perusahaan selalu menuntut agar seluruh komponen bertanggung jawab atas
kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Unsur tanggung jawab ini memang tak bisa
dipisahkan dari kekuatan. Keduanya akan selalu mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Menurut Bruce Lloyd ( 1998 ), unsur tanggung jawab ini dapat dibagi menjadi
empat kategori, yaitu : tanggung jawab personal, tanggung jawab terhadap mitra kerja,
tanggung jawab terhadap pemilik modal dan tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kepemimpinan bertujuan untuk mewujudkan manajemen pengetahuan yang efektif
dan efisien demi kepentingan organisasi dalam jangka panjang. Atau dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk bertindak secara efektif dan bertanggung jawab kepada mereka yang di
pimpin.
Manajemen pengetahuan selalu berarti proses pembelajaran yang terus menerus.
Menghadapi perubahan berarti perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk terus
belajar, baik secara individu maupun organisasi. Proses pembelajaran yang terintegrasi
dengan kekuatan, tanggung jawab dan kepemimpinan akan menjamin kualitas manajemen
pengetahuan didalam perusahaan tersebut.

KESIMPULAN
Perekonomian berbasis pengetahuan bukan lagi konsep yang berlebihan, hal ini
adalah kenyataan yang harus di hadapi setiap organisasi bisnis saat ini. Penggeseran daya
saing suatu perusahaan dari keunggulan modal, menjadi keunggulan teknologi dan
pengetahuan, menyebabkan manajemen pengetahuan menjadi penting bagi setiap
perusahaan. Pengelolaan pengetahuan secara efektif dan efisien akan menjamin
kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
Di dalam perusahaan berbasis pengetahuan peranan dari Chief of Knowledge Officer
(CKO) menjadi demikian penting. Hal ini dikarenakan CKO bertanggung jawab atas
pemanfaatan pengetahuan bagi kelangsungan hidup perusahaan. Pengelolaan pengetahuan
secara efektif dan efisien akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mensikapi
perubahan pasar yang dinamis, sehingga perusahaan mampu menyesuaikan diri dengan
cepat dan tepat.
Perusahaan berbasis pengetahuan bukan berarti harus memanfaatkan teknologi

9
tinggi, tetapi dengan mengelola informasi secara tepat dan mengalokasikannya dengan tepat
pula. Oleh karena itu, selain memperhatikan persediaan asset kasat mata (modal aktiva
lancar dan aktiva tetap), perusahaan harus selalu menambah persediaan pengetahuan yang
bermanfaat bagi operasional perusahaan tersebut. Tantangan terbesar dari konsep knowledge
management adalah mengembangkan alat ukur pengetahuan, yang sampai saat ini masih
perlu banyak perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1999), Can Knowledge Be Measured ?, Management Review.
Bontis, Crossan and Hulland ( 1999 ). “ Managing an Organizational Learning System
By Aligning Stocks and Flows”, Publikasi Penelitian.
Bontis, Nick ( 2000 ). “CKO wanted Evangelical Skills Necessary : A review of the
Chief knowledge officer postion”, Kertas Kerja.
Bontis, Dragonetti, Jacobsen and Roos ( 1999 ).” The Knowledge Toolbox : A Review
of The Tools Available To Measure and Manage Intangible Resources”,
European Management Journal 17 (4), 391 – 402.
Kasali, Rhenald (2000). Ekonomi Mikro Sebagai Suplemen Bukan Substitusi
Ekonomi Makro, Menggugat Masa Lalu Menggagas Masa Depan Ekonomi
Indonesia, Jakarta , Kompas.
Lloyd, Bruce (1998). Understanding The Power, Responsibility, Leadership and
Learning Links : The Key to Succesful Knowledge Management, Journal of
Systemic Knowledge Management.
Micklethwait, John & Wooldridge, Andra (1998). The Witch Doctors: Memahami
Ajaran Para Guru Manajemen, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Ries, Al (1996). Focus : Masa Depan Perusahaan Anda Ditentukan Oleh Fokus, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Stewart, Thomas. A (1997). Intellectual Capital : Kekayaan Baru Organisasi, PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Saint – Onge, Hubert (1998). How Knowledge Management Adds Critical Value to
Distribution Channel Management, Journal of Systemic Knowledge Management.
Tapscott, Don (1998). Make Knowledge An Asset For The Whole Company,
Computerworld, December.

10
Urlich, Dave (1998). Intellectual Capital = Competence x Commitment, Sloan
Management Review,Winter Edition.

11

Anda mungkin juga menyukai