KEPERAWATAN JIWA
HALUSINASI
oleh :
NANIK HANDAYANI
0701191017
C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c) Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak
menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di
atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping
dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas
dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk
melindungi diri.
D. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan
halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di
mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
E. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial
F. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari
gangguanpersepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising
ataumendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalambentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi
membicarakanmengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada
pasien itu,akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi
itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-
bicarasendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi dari halusinasi yang
pasti belum diketahui. Banyak teoriyang diajukan yang menekankan
pentingnya faktor-faktor psikologik,fisiologik dan lain-lain.Ada yang
mengatakan bahwa dalam keadaan terjagayang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang yang datang daridalam tubuh ataupun dari luar
tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsiyang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atautidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal ataupatologis,maka materi-materi yang ada
dalam unconsicisus atau preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk
halusinasi.Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan
adanyakeinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknyakepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadidiproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
H. Intervensi keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
SP IV (P)
SP IV (K)
2. Memvalidasi masalah dan latihan
1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya.
jadwal aktivitas di rumah
3. Melatih pasien cara kontrol
termasuk minum obat
halusinasi dengan kegiatan (yang
(discharge planning)
biasa dilakukan pasien).
2. Menjelaskan follow up pasien
4. Membimbing pasien memasukkan
setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian.
ORIENTASI:
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
Mdengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di teras? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apa yang M lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” M, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
TERMINASI:
”Bagaimana perasaanM setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa M?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
Orientasi:
“Selamat pagi M Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang M minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja yaM?”
Kerja:
“M adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang M
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
Mminum ? (Perawat menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang
obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, M akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis M bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
Mjuga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya Mharus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak
Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan
obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah
makan dan tepat jamnya Mjuga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali
minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Msetelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan MJangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau
pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu
lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
Kerja:
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Msetelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
Mpelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau
Mmengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian M. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke
mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas
terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini
lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”
Kerja: “Apa saja yang biasa Mlakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali M bisa lakukan. Kegiatan ini dapat M lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar
dari pagi sampai malam ada kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA