Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

oleh :

NANIK HANDAYANI

0701191017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
A. Pengertian
1. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi:
proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
2. Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik. Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
B. Tanda dan Gejala
Geja dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
1. Tahap 1 (comforting)
a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Bicara lambat
d. Diam dan pikiranya dipenuhi pikiran yang menyenangkan
2. Tahap 2 (condemning)
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan  membedakan realita
3. Tahap 3
a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dgn orla
c. Perhatian dan konsentrasi menurut
d. Afek labil
e. Kecemasan berat ( berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4 (controlling)
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa - Mendengar suara-
(klien mendengar suara atau sendiri. suara  atau
bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa kegaduhan.
hubungannya dengan stimulus sebab. - Mendengar suara
yang nyata atau lingkungan) - Mendekatkan telinga ke yang mengajak
arah tertentu. bercakap-cakap.
- Menutup telinga - Mendengar suara
menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan,
(klien melihat gambaran yang tertentu. sinar, bentuk geometris,
jelas atau samar terhadap - Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu,
adanya stimulus yang nyata yang tidak jelas atau monster.
dari lingkungan dan orang lain
tidak melihatnya).
Halusinasi penciuman - Mengendus-endus seperti Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau sedang membaui bau- seperti bau darah, urine,
yang muncul dari sumber bauan tertentu. feses, dan terkadang
tertentu tanpa stimulus yang - Menutup hidung bau-bau tersebut
nyata) menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa seperti
(klien merasakan sesuatu yang - Muntah darah, urine, atau feses.
tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan yang
tidak enak)
Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk permukaan - Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu pada kulit. serangga di
kulitnya tanpa ada stimulus permukaan kulit .
yang nyata) - Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
(klien merasa badannya dianggapnya bergerak sendiri. melayang di udara.
bergerak dalam suatu ruangan
atau anggota badannya
bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya yang Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul). dianggapnya berubah bentuk menjadi mengecil
dan tidak normal seperti setelah minum soft
biasanya. drink.

C. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu sebagai berikut.
a) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c) Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak
menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di
atas tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping
dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas
dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
Dukungan social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk
melindungi diri.

D. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan
halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di
mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
E. Pohon Masalah
Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi ; halusinasi

Isolasi sosial

F. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari
gangguanpersepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising
ataumendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalambentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi
membicarakanmengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada
pasien itu,akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi
itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-
bicarasendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi dari halusinasi yang
pasti belum diketahui. Banyak teoriyang diajukan yang menekankan
pentingnya faktor-faktor psikologik,fisiologik dan lain-lain.Ada yang
mengatakan bahwa dalam keadaan terjagayang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang yang datang daridalam tubuh ataupun dari luar
tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsiyang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atautidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal ataupatologis,maka materi-materi yang ada
dalam unconsicisus atau preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk
halusinasi.Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan
adanyakeinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknyakepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadidiproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

G. Diagnosa keperawatan utama


Gangguan sensori persepsi: halusinasi

H. Intervensi keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi 
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b. Apa yang dikatakan halusinasinya.
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam).
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
ber pujian.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri.
d) Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
f) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
g) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Tindakan :
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat minum obat.
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi :

Halusin Pasien Keluarga


asi
SP I (P) SP I (K)

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang


pasien. dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien.
pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi dan gejala halusinasi, dan jenis
pasien. halusinasi yang dialami pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya.
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi.
menimbulkan halusinasi.
6. Mengidentifikasi respons pasien
terhadap halusinasi.
7. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan menghardik.
8. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP II (P)

1. Memvalidasi masalah dan latihan


sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi
dengan teratur minum obat (prinsip
5 benar minum obat).
Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III (P) SP III (K)

1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga


sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara kontrol pasien dengan halusinasi
halusinasi dengan berbincang 2. Melatih keluarga melakukan
dengan orang lain cara merawat langsung kepada
3. Membimbing pasien memasukkan pasien halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian.

SP IV (P)
SP IV (K)
2. Memvalidasi masalah dan latihan
1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya.
jadwal aktivitas di rumah
3. Melatih pasien cara kontrol
termasuk minum obat
halusinasi dengan kegiatan (yang
(discharge planning)
biasa dilakukan pasien).
2. Menjelaskan follow up pasien
4. Membimbing pasien memasukkan
setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian.

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi

ORIENTASI:

”Selamat pagi M, , perkenalkan Nama Saya perawat Blessa Adhy Nugraha,


senang dipanggil Blessa. Saya Mahasiswa keperawatan UNIVERSITAS NGUDI
WALUYO yang akan merawat M. Nama bapak/ibu siapa?Senang dipanggil
apa ?”

”Bagaimana perasaan M hari ini? Apa keluhan M saat ini”

”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
Mdengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di teras? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:

”Apakah Mmendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara


itu?”

”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling


sering M dengar suara? Berapa kali sehari Malami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

” Apa yang M rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang M lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?

” M, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung M bilang,


pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba Mperagakan!
Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus Msudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaanM setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa M?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”

”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi M Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang M minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja yaM?”
Kerja:
“M adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang M
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
Mminum ? (Perawat menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali
sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang
obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, M akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis M bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
Mjuga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya Mharus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak
Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan
obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah
makan dan tepat jamnya Mjuga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali
minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Msetelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan MJangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau
pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu
lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi:

“Selamat pagi M Bagaimana perasaan Mhari ini? Apakah suara-suaranya masih


muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan
latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:

“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan


bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau Mmulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol
dengan MContohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak
Mkatakan: bu, ayo ngobrol dengan Msedang dengar suara-suara. Begitu MCoba
bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus yaM!”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan Msetelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
Mpelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau
Mmengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian M. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke
mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas
terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini
lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi MBagaimana perasaanya hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara
yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja: “Apa saja yang biasa Mlakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali M bisa lakukan. Kegiatan ini dapat M lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar
dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan Msetelah kita bercakap-cakap cara yang


ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian MCoba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat
melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang
nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino


Gonohutomo, 2003
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,
FKUI; Jakarta.
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: Fakultas
Keliat, Budi Anna. (2006).Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart,G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa(Terjemahan).Ja
karta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai