Anda di halaman 1dari 21

A.

Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya


Yang menjadi dasar aurat wanita adalah:
 
1. Al-Qur’an
 
Allah SWT berfirman :
 
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS.
An-Nur : 30-31)
 
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang
berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab.
 
Allah SWT berfirman :
 
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang
mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
 
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan
berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa
menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
 
2. Hadits Nabi SAW
 
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan
pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika
seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,
sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
 
Hadits ini menunjukkan dua hal:

1. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.

Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua
telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti
jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.
 
Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja namun juga pada semua tempat
yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
 
A. Aurat wanita bersama wanita
 
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama dengan laki-laki, diperbolehkan
melihat seluruh badannya kecuali antara lutut dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa
fitnah, maka tidak boleh menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak
seagama, wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama wanita
muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi wanita muslimah. Allah
berfirman :
 
Artinya: …atau wanita-wanita Islam…. (QS. An Nur/24:30)
 
B. Aurat wanita di hadapan laki-laki
 
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian hukum yang berbeda-beda, yaitu:
 
a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena keduanya
diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan menerima.
 
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa diklasifikasikan dalam tiga
kelompok, yaitu:
 
1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan
syar’i. Dan jika tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti yang
telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
 
2. Melihat karena ada tujuan syar’i dan tidak ada fitnah, seperti melihat untuk melamar. Rasulullah
menyuruh Mughirah bin  Syu’bah untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:
 
“Jika salah seorang di antaramu, meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian
yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud)
 
Dan untuk semua tujuan itu,  seseorang diperbolehkan melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah
itu sudah cukup untuk mengenalinya.
 
3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti yang disebutkan dalam hadits
Nabi:
 
Nabi saw bersabda :
 
“Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina
mulut adalah ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya,
zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera, kemaluannya
membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)
 
Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga pandangan, yaitu kisah seorang
laki-laki yang lewat di salah satu jalan di Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita itupun
membalas memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga keduanya saling
mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia menabrak tembok dan
berdarah hidungnya. Ia berkata:
“Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya menemui Rasulullah SAW lalu saya
ceritakan kejadian ini.”
Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya. Nabi bersabda:
“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah menurunkan  ayat 30 dan 31 ini.[1]
 
Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan terpaksa, seperti penglihatan dokter
muslim yang terpercaya untuk pengobatan, khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran,
tenggelam, dsb.
 
b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram
 
Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya boleh menampakkan bagian
tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu: rambut, leher, lengan, dan  betis.
 
Allah berfirman :
 
“Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-
nya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra 
saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)
 
c. Di hadapan suami
 
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh anggota badannya. Karena segala
sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga dilihat.
 
Allah berfirman :
“kecuali kepada suami mereka, …,
 
Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan. Karena Aisyah RA mengatakan
tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:
 
Artinya: “Saya tidak pernah melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi)
 
d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya
 
Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki,
yaitu antara lutut dan pusar. Dan jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya
bagaikan istri dengan suaminya.
 
Kisah Abdurrahman bin Auf Sahabat Terkaya dan Dermawan
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat Rasulullah yang  paling kaya, karena do’a yang di panjatkan
Rasulullah Saw kepadanya. Ia terkenal dengan kedermawnannya dan keberkahan harta yang di
milikinya.

Maka dari itu dengan kisah harta yang diberkahi dan kedermawanannya itu membuat saya ingin
menuliskan kisah ini , terkhusus agar bermanfaat untuk saya pribadi dan untuk kita  semua umumnya.
Awal Masuk Islam

Abdurahman Bin Auf adalah salah satu orang yang pertama kali masuk islam, dan termasuk 10
sahabat yang dijamin masuk surga, dan juga salah satu dari 6 sahabat syura  pada hari pemilihan
khalifah setelah Umar Al-Faruq.

Sedangkan nama pada masa jahiliahnya adalah Abdul Amrin, saat ia masuk islam, Rasulullah Saw
mengganti namanya dengan nama Abdurrahman, beliau memeluk islam sebelum Rasulullah Saw
masuk ke rumah Al Arqam, 2 hari setelah Abu Bakar memeluk islam.

Sama seperti kebanyakan sahabat yang lainnya, ia juga merasakan penyiksaan setelah dikabarkan
keimanannya tehadap Rasulullah Saw, dan ia mampu menghadapinya dengan sabar dan teguh. ia
mempertahankan keimanannya dengan melarikan diri ke Habasyah sebagai mana yang dilakukan oleh
kaum muslimin lainnya.

pada saat Rasulullah diizikan untuk berhijrah ke madinah, Abdurrahman bin Auf termasuk orang
muhajirin pertama yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya.

Persaudaraan

Saat Rasulullah Saw Menjadikan kaum muhajirin dan anshar bersaudara, Rasullulah Saw menjadikan
Abdurrahman bin Auf sebagai saudara Sa’d bin Rabi’ Al anshori. Sa’d berkata kepada sudara barunya
yaitu Abdurrahman bin auf.

“Saudaraku, aku adalah penduduk madinah yang paling banyak hartanya dan aku juga memiliki dua
kebun, dan punya dua isrti. Pilihlah kebun mana yang kamu sukai sehingga aku memberikannya
kepadamu dan pilih satu dari dua istriku, mana yang kamu sukai agar aku menceraikannya untukmu!”

Lalu Abdurrahman bin Auf berkata kepada Sa’ad bin rabi’ Al-Anshori: “Semoga Allah Swt
memberkahi keluarga dan hartamu. Tapi tunjukkanlah kepadaku di mana pasar!” lalu saudara barunya
itu menunjukkan Abdurrahman bin Auf pasar.

Awal mula Berdagang dan Pernikahan

Abdurrahman bin Auf pun mulai berdagang dan keuntungan dari hasil ia berdagangt ia tabung. Tidak
lama kemudian, uang pun berhasil ia kumpulkan dan ia jadikan sebagai mahar pengantin dan ia lekas
menikah.

Maka Rasullulah Saw pun datang dengan membawa minyak wangi, sembari berkata: ya
Abdurrahman!

“ia ya Rasulullah” jawab  Abdurrahman r.a

tak lama kemudian Abdurrahman r.a pun mengkabarkan Rasulullah Saw, seraya berkata “Ya
Rasulullah, saya ingin menikah”

“mahar apa yang hendak kau berikan kepada calon istrimu?” tanya Rasulullah
“emas seberat satu biji kurma” jawabnya

“buatlah walimah meski hanya dengan seekor kambing yang kamu sembelih. Semoga Allah
memberkahi pernikahan dan hartamu” sabda Rasullulah.
setelah di do’akan Rasulullah, Abdurrahman r.a pun kehidupannya menjadi makmur.

Abdurrahman berkata: Seakan dunia mendatangiku sehingga aku merasa, bila aku mengangkat sebuah
batu, maka dugaanku, seolah-olah akan menemukan emas atau perak di bawahnya.
Disaat peristiwa perang Badr terjadi, Abdurrahman bin Auf turut berjihad di jalan Allah. Dalam
peperangan itu, tidak sedikit dari kaum kafir kurays yang ia bunuh, salah satu dari mereka Umar bin
Utsman bin Ka’ab At-Taimy.
Begitu juga pada perang Uhud, ia tetap berada di samping Rasulullah ketika banyaknya tentara
muslim meninggalkan medan peperangan. Ia termasuk orang yang teguh berjuang.

Ia keluar dari perang dengan keadaan lebih dari 20 luka sayatan pedang. Sebagian dari luka tersebut
amat dalam, sampai tangan seseorang pun bisa dimasukkan.

Abdurrahman bin Auf dengan begitu semangat dan terdapat banyak luka sedari medan peperangan
tapi sahabat yang terkenal kaya dan dermawan ini, jihad dengan harta lebih besar lagi dibanding
dengan jiwanya.

suatu ketika Rasulullah Saw hendak memberangkatkan sebuah pasukan ke medan perang, lalu ia
berdiri di hadapan para sahabatnya dan bersabda: “Bersedekahlah kalian, sebab aku akan mengirim
utusan”

Abdurrahman pun pulang kerumah dan lekas kembali. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku mempunyai
4000: Dua ribu aku pinjamkan kepada Tuhanku, dan dua ribu lagi aku sisakan untuk keluargaku.”
Rasulullah Saw lalu bersabda: “Semoga Allah Saw memberkahi harta yang telah kau berikan dan juga
memberkahi harta yang kau simpan!”
Perang Tabuk

Saat Rasullulah berniat melakulan perang Tabuk, perang terakhir saat Rasulullah masih hidup dengan
melawan pasukan Romawi yang jumlahnya tidak sedikit, Otomatis kaum muslimin juga
membutuhkan pasukan dan perbekalan yang banyak. padahal di tahun itu di madinah sedang
mengalami paceklik.

Perjalanan yang akan mereka tempuh untuk berjihad sangat jauh, dan perbekalan serta kendaraan
yang tersedia hanya sedikit.

ketika itu ada sekelompok mukminin mendatangi Rasulullah Saw untuk ikut serta berperang, namun
mereka tidak punya kendaraan untuk membawa mereka pergi ke medan perang dan Rasulullah pun
tidak bisa menyediakan kendaraan untuk mereka.

Maka Rasulullah harus menolak keinginan mereka dan mereka pun kembali dengan mata berlinang
karena sedih tidak bisa ikut perang dan tidak ada yang bisa mereka infakkan. mereka ini di kenal
dengan julukan orang-orang yang menangis.

Saat itu Rasulullah Saw memerintahkan kaum muslimin untuk berinfak di jalan Allah Swt dan
memohon Allah Swt agar membalas infaknya. Maka kaum muslimin pun bergegas menjawab seruan
Rasulullah Saw untuk mengorbankan harta benda mereka. Dan salah satunya adalah Abdurrahman bin
Auf. ia menginfakkan hartanya sebanyak 200 awqiyah dari emas.
Lantas Umar bin Khattab pun mengetahuinya seraya berkata kepada Rasulullah Saw: “Menurutku,
Abdurrahman bin Auf terlah berbuat dosa, sebab ia tidak menyisakan sedikit harta pun untuk
keluarganya”

Lantas Rasulullah Saw langsung bertanya kepada Abdurrahman bin Auf: ” apakah kamu telah
menyisipkan harta untuk keluargamu ya Abdurrahman?”

Ia menjawab: “Ya. aku telah sisakan mereka apa yang lebih baik dari apa yang sudah aku infakkan”

“Berapa?” tanya Rasulullah Saw

Ia menjawab: “sebanyak apa yang sudah di janjikkan Allah Dan Rasul-Nya dari rizki, kebaikan, dan
balasan.”

Abdurrahman bin Auf Dimuliakan

Pasukan muslim pun langsung berangkat. Allah memuliakan Abdurrahman bin Auf dalam
kesempatan perang Tabuk ini, yang di mana para sahabat yang lain belum pernah menerimanya.

Waktu sholat subuh telah tiba, sedang Rasulullah Saw tidak ada. Maka Abdurrahman bin Auf yang
bertindak sebagai imam bagi kaum muslimin sat itu. Saat rakaat pertama hampir selesai, Rasulullah
Saw datang, lalu menyusul dalam jama’ah dan sholat sebagai ma’mum.

Apakah ada kemuliaan, melebihi menjadi seorang imam bagi pemimpin Seluruh makhluk dan juga
para Nabi, yaitu Muhammad bin Abdullah?!!

Amanat Menjaga Ummahatul Mu’minin

setelah Rasulullah Saw kembali kepangkuan sang pencipta. yang menjaga keselamatan dan
kesejahtraan Ummahatul Mu’minin (istri-istri Rasulullah) adalah Abdurrahman bin Auf.
Dan ia juga sebagai penanggung jawab segala kebutuhan Ummul Mu’minin serta mengadakan
pengawalan kepadanya ketika Ummahatul Mu’minin sedang bepergian.
Kebaikan Abdurrahman bin Auf terhadap Ummahatul Mu’minin dan kaum muslimin sangat besar.
Terkisahkan saat ia menjual sebidang tanah yang ia miliki seharga 1000 dinar. Ia bagikan semua hasil
menjual tanah itu kepada Bani Zahro, orang-orang faqir dari golongan Muhajirin, dan para istri Nabi
Saw.
Saat ia mengirim bagian harta untuk Ummul Mukminin Aisyah ra. Lalu ia bertanya, “siapa yang
mengirimkan harta ini?”

“Abdurrahman bin Auf.” jawab si pengantar

Aisyah berkata: Rasulullah Saw pernah bersabda: “Tidak ada orang yang bersimpati kepada kalian
(istri-istri Nabi) setelah kematianku kecuali mereka orang-orang yang sabar”
Harta yang dimuliakan dan Dermawan

“Semoga Allah Memberkahi Harta yang Kau Berikan. Semoga Allah Memberkahi Harta yang Kau
Simpan.” (Salah Satu Do’a Rasulullah Kepada Abdurrahman bin Auf)
Begitulah do’a Nabi Saw dikabulkan, sehingga Abdurrahman bin Auf senantiasa mendapatkan
keberkahan pada hartanya. Bisnis Abdurrahman bin Auf terus berkembang dan bertambah. kelompok
pekerja yang ia miliki terus menerus pulang pergi ke madinah sambil membawa gandum, minyak,
tepung, minyak wangi, bejana, pakaian dan semua kebutuhan masyarakat madinah.

suatu ketika datang kafilah Abdurrahman bin Auf ke madinah dengan membawa 700 unta serta
makanan dan barang-barang yang dibutuhkan oleh penduduk madinah yang diletakkan ke setiap unta.

sesampainya kafilah ini di Madinah, bumi terasa bergetar dan terdengar sorak-sorak manusia. Lantas
Aisyah ra bertanya: “ada apa ramai-ramai begini?” seorang menjawab: “ini adalah kafilah
Abdurrahman bin auf… dengan 700 unta yang membawa tepung, gandum, dan makanan.”

Aisyah ra berkata: “Semoga allah memberkahi harta yang telah ia berikan di dunia demi balasan
akhirat yang lebih besar.”

Kabar tersebut sampai kepada Abdurrahman bin auf sebelum unta-untanya berhenti. Begiti ia
mendengar apa yang dikatakan Aisyah Ummul Mu”minin, Aisyah segera ditemui Abdurrahman ra
lalu berkata: “Saksikanlah wahai Aisyah Ummul Mu’minin Sesungguhnya ini semua, unta beserta apa
yang di bawahnya aku berikan di jalan Allah.”
Do’a Rasulullah Saw terhadap Abdurrahman bin Auf agar ia selalu di berkahi oleh Allah Swt,
terijabah dengan kekayaan harta dan kedermawanannya. sehingga ia menjadi sahabat Rasulullah Saw
yang paling kaya.

Akan tetapi semua harya yang Abdurrahman bin Auf miliki, tidak menjadikan ia takabur dan kufur
nikmat. Bahkan hartanya di pergunakan hanya untuk mencari keridha’an Allah dan Rasul-Nya.

Ia orang yang selalu berinfak, entah dengan tangan kanannya maupun dengan tangan kirinya. Entah
dengan terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi.

Dikisahkan Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan 40 ribu dirham perak, kemudian ia juga
bersedekah sebanyak 100 auqiyah emas, serta 500 kuda yang ia sedekahkan untuk para mujahidin dan
1500 kendaraan untuk mujahidin yang lain.
Pesan Sebelum Wafat

Menjelang Abdurahman bin Auf wafat, banyak budak-budaknya yang ia bebaskan. Dan ia berpesan
untuk memberikan Ahlul Badr yang masih hidup 400 dinar emas. Dengan jumlah mencapai 100
orang Ahlul Bader yang masih hidup semuanya mengambil pemberian Abdurrahman bin Auf.
Ia juga berpesan untuk menyedekahkan hartanya yang banyak untuk setiap Ummul Mu’minin.
sehingga Aisyah ra seringkali mendo’akan Abdurrahman bin Auf dengan do’a: “semoga Allah
memberikannya minuman dari air salsabil”
Harta yang di tinggalkan untuk ahli warisnya adalah 1000 unta, 3000 domba, dan 100 kuda, yang
mungkin tidak bisa terhitung kekayaannya. Sedangkan istrinya berjumlah 4 orang yang masing-
masing dari mereka mendapatkan 1/4 dari 1/8 hartanya.

Ia juga meninggalkan perak dan emas yang menumpuk dan dibagikan ke seluruh ahli warisnya
dengan cara tumpukan emas yang ia punya ia hancurkan dengan kapak, sampai orang yang di suruh
memukulnya pun kelelahan.

Itu semua terjadi karena ridho Allah Swt agar Allah Swt berkenan memberkahi seluruh harta yang di
miliki Abdurrahman bin Auf.
Dengan harta yang ia miliki, tidak menjadikan ia menuhan kan harta bahkan dengan gaya hidupnya
yang biasa-biasa saja, menjaadikan orang yang melihat Abdurrahman bin Auf papabila sedang berada
dengan budak-budaknya, mereka tidak bisa membedakan mana Abdurrahman dan mana para
budaknya.

Tadabbur

Suatu hari Abdurrahman bin Auf mendapatkan makanan padahal saat itu ia sedang dalam keadaan
berpuasa. Lalu ia melihat orang yang telah membawa makanan tadi, sambil berkata: “Mus’ab bin
Umair, ia lebih baik dariku terbunuh.

Kami melihatnya dalam keadaan tidak memiliki apa-apa selain kain kafan yang cuma bisa menutupi
kepalanya tapi kakinya terlihat, ketika kakinya yang di tutup, maka kepalanya yang terlihat. Lalu
Allah Swt membentangkan dunia kepadaku sehingga aku menjadi orang yang kaya. Aku khawatir
apabila balasan amalku sudah didahulukan (diberikan di dunia). ”

Kemudian ia menangis tanpa henti sehingga makanan tersebut basi.

Sangat beruntung Abdurrahman binAuf.

Sebab Rasulullah Saw menjadikannya salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. saat
ia wafat Dzu Nuraini Utsman bin Affan ikut serta mensholatkan jenazahnya.
Jenazahnya pun di  antarkan oleh para sahabat Rasulullah Saw yaitu Sa’d bin Abi Waqosh (paman
Rasulullah Saw), Ali bin Abi Thalib (Amirul Mukminin) sampai ke tempat peristirahatannya yang
terakhir, sambil berkata: “Pergilah! Engkau telah menemukan kebenaran-Nya dan engkau telah
meninggalkan tipu daya-Nya. Semoga Allah merahmatimu!”

Kisah Perjalanan Hidup Nabi Muhammad dari Lahir Hingga Pengasuhan oleh pamannya
abuTholib

Maulid Nabi adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad saw, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul

Awal (kalender Islam).

Sebagai umat Islam, tentu saja kita wajib mengetahui tentang kisah Nabi Muhammad Saw.

Kisah kehidupan beliau bukan hanya untuk dibaca atau didengarkan saja, tetapi dapat dijadikan

contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kisah hidup Rasulullah Saw. memang penuh dengan hikmah. Meskipun beliau seorang nabi dan rasul

pilihan Allah, hidupnya tidak lantas selalu bahagia dan mudah.

Beliau juga tetap menerima cobaan dan tantangan dalam berdakwah menyebarkan agama Islam.
Garis Keturunan

Rasulullah Saw mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim

bin Abdi Manaf bin Qushayi bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik

bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin

‘Adnan dan selanjutnya bertemu garis keterunan beliau dengan Nabi Ismail as.

Adapun garis keturunan beliau dari sisi Ibunya adalah Muhammad bin Aminahbinti Wahab bin Abdi

Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Dengan demikian, garis keturunan beliau dari sisi ayah dan ibu bertemu

pada kakek beliau, Kilab.

Tahun Gajah

Pada tahun ini datang pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah dari negeri Habasyah untuk

merobohkan Ka’bah.

Maksud jahat mereka ini berhasil digagalkan dengan pertolongan Allah SWT yang mengirimkan

burung-burung Ababil, yang menjatuhkan batu-batu yang mengandung wabah penyakit dan

menimpakannya atas pasukan Abrahah.

Perisitiwa ini terjadi pada pertengahan abad ke 6 Masehi.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut pendapat yang paling kuat, Rasulullah Saw dilahirkan pada hari Senin, malam 12 Rabiul

Awwal di Makkah bertepatan dengan awal Tahun Gajah.

Jarak antara kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan kelahiran Nabi Isa As adalah 571 tahun, antara

Nabi Isa as hingga wafatnya Nabi Musa As adalah 1716 tahun, antara Nabi Musa As dan Nabi

Ibrahim As adalah 545 tahun, antara Nabi Ibrahim As dan air bah yang terjadi pada masa Nabi Nuh

As adalah 1080 tahun, antara air bah Nabi Nuh As dan Nabi Adam As adalah 2242 tahun.

Sehingga jarak antara kelahiran Nabi Muhammad Saw dan Nabi Adam As adalah 6155 tahun,

berdasarkan riwayat yang masyhur dari para ahli sejarah.

Nabi Muhammad Saw dibesarkan di Makkah sebagai anak yatim, karena ayahnya Abdullah wafat di

Madinah dua bulan sebelum Beliau lahir.


Pada waktu itu ayahnya sedang berdagang di Syam dan singgah di Madinah dalam keadaan sakit,

hingga wafat di rumah pamannya dari bani Najjar.

Ayahnya tidak meninggalkan apa-apa kecuali 5 ekor unta dan sahaya perempuan.

Masa Persusuan Nabi Muhammad SAW

Pada waktu itu bangsa Arab mempunyai kebiasaan untuk menitipkan penyusuan anak-anak mereka

kepada perempuan lain di dusun dengan harapan agar anak tersebut di kemudian hari mempunyai

tubuh yang kuat dan omongan yang fasih.

Berdasarkan kebiasaan inilah kakeknya Abdul Muthalib menyerahkan cucunya Muhammad Saw

kepada Halimah binti Dzuaib As-Sa’diyah salah seorang perempuan dari Bani Sa’ad untuk menyusui

Beliau.

Pada saat itu, Bani Sa’ad sedang dilanda paceklik, kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal

mereka.

Tapi ketika Muhammad kecil tiba di kediaman halimah dan menetap di sana untuk disusui, lambat

laun tanah di sekitar kediaman Halimah kembali subur.

Ketika Rasulullah Saw tinggal di kediaman Halimah sering terjadi hal-hal luar biasa pada diri Nabi

Muhammad Saw termasuk peristiwa “pembelahan dada”.

Setelah disapih, Nabi Muhammad pun dikembalikan kepada ibundanya Aminah. Saat itu, Rasulullah

Saw baru berusia lima tahun.

Wafatnya Ibu Nabi Muhammad Saw

Pada tahun keenam dari umur beliau SAW, ibunya membawanya pergi ke Madinah untuk menemui

paman-pamannya di sana.

Namun ketika baru sampai ke desa Abwa, yakni suatu desa yang terletak antara kota Mekkah dan

Madinah, Ibunya, Aminah meninggal dunia.

Maka beliau Saw diasuh oleh Ummu Aiman dibawah tanggungan kakek beliau Abdul Muthalib, dan

ini berlangsung selama dua tahun.


Wafatnya Kakek Nabi Muhammad Saw

Pada tahun kedelapan dari umur beliau, Abdul Muthalib kakek beliau meninggal dunia, maka beliau

selanjutnya diasuh oleh paman beliau Abu Thalib.

Abu Thalib ini adalah seorang yang dermawan namun kehidupannya fakir yang tak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad Saw ke Syam

Tatkala Nabi Muhammad Saw mencapai usia 12 tahun, Beliau dibawa berniaga oleh pamannya, Abu

Thalib ke negeri Syam, dan ini merupakan perjalanan beliau yang pertama.

Para kafilah dagang ini berkumpul di dekat kota Basrah dan di sana bertemu dengan seorang pendeta

Yahudi bernama Buhaira dan ada pula yang mengatakan pendeta Nasrani.

Pendeta ini memahami adanya keistimewaan pada diri Nabi Muhammad Saw dan berkata kepada Abu

Thalib: “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka jagalah dia

baik-baik.”

Kemudian pulanglah Abu Thalib bersama Nabi Muhammad Saw ke Mekkah.

Berperan Dalam Perang Fijar

Pada tahun kelima belas, beliau pernah ikut dalam peperangan Fijar yang terjadi di suatu tempat

antara Nahlah dan Thaif. 

Peperangan ini sebenarnya akan dimenangkan oleh kelompok dimana beliau SAW berada di

dalamnya, namun akhirnya terjadi suatu perdamaian diantara dua kelompok yang berperang itu.

Perjalanan Kedua Nabi Muhammad Saw ke Syam

Ketika Nabi Muhammad Saw mencapai usia 25 tahun, Beliau pun pergi ke Syam untuk kedua kalinya

dengan membawa barang dagangan milik Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita ternama dan kaya

yang dipercayakan kepada Beliau.

Dalam perjalanan itu Nabi Muhammad Saw disertai seorang sahaya Khadijah yang bernama

Maisaroh.
Dalam perjalanan itu beliau bertemu dengan rahib bernama Nasthur, dan ia pun memahami adanya

keistimewaan-keistemewaan pada diri Nabi Muhammad Saw sebagaimana yang pernah dilihat oleh

Buhaira.

Nabi Muhammad Saw Menikah Dengan Siti Khadijah

Setibanya di Mekkah dari perjalanan dagang ini, Beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwailid,

yaitu dua bulan sesudah kedatangannya.

Setelah itu Nabi Muhammad Saw pindah ke rumah Khadijah untuk memulai lembaran baru dari

kehidupannya, umur Khadijah pada waktu itu 40 tahun.

Dari pernikahan itu lahir 3 orang putera yaitu Al Qasim, Abdullah dan Thayyib, yang semuanya

meninggal di waktu kecil, serta 4 orang puteri yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah.

Keempat puteri itu hidup sampai mereka besar. Yang tertua dari mereka menikah dengan Abil Aash

ibnu Rabi’ bin Abdus Syam.

Ruqayyah menikah dengan Utbah bin abi Lahab, sedang Ummu Kultsum menikah dengan Utaibah

bin Abi Lahab.

Ruqayyah dan Ummu Kultsum kemudian menikah lagi dengan Usman bin Affan. Adapun yang

termuda yaitu Fatimah Az Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra.
Keutamaan Salam Dalam Islam
Salam menjadi salah satu adab yang hampir dilupakan oleh sebagian besar umat muslim. Padahal
perintah untuk menyebar salam memiliki beberapa keutamaan, keutamaan ini yang kemudian
membuat kaum Yahudi menimbulkan hasad dalam diri mereka.

“Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Tidaklah
Yahudi hasad terhadapkalian tentang sesuatu, seperti hasadnya terhadap kalian dalam
permasalahan salam dan ucapan Aamiin”. (HR. Ibnu Majah 856 dan Ibnu Khuzaimah)
Keutamaan salam dalam islam adalah sebagai berikut :

1. Salam merupakan salah satu jalan mendapatkan Pahala Yang Berlimpah 


Keutamaan salam yang pertama ialah, salam merupakan jalan untuk memperoleh pahala yang
berlimpah. Seperti yang pernah di kisahkan, suatu hari Abdullah bin Umar RA pergi ke pasar, ia
mengucapkan salam kepada setiap orang yang dijumpainya.

Kemudian seorang sahabat bertanya “apakah yang engkau lakukan dipasar wahi ibnu umar, engkau
tidak berdagang, tidak membeli sesuatu dan tidak juga mengikuti majelis di pasar?”. Kemudian Ibnu
Umar menjawab “Sesungguhnya aku kesana adalah untuk menyebarkan salam kepada setiap orang
yang aku temui”. Abu Hurairah RA meriwayatkan hadist yang berbunyi :
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang pemuda melewati Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam, sedang dalam keadaan duduk disebuah Majelis. Maka Pemuda ini mengucapkan
“Assalamu’alaikum”, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “bagi dia 10
kebaikan”. Lalu lewat Pemuda yang lain dan mengatakan : “Assalamu’alaikum wa rahmatullah,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “Bagi dia 20 kebaikan” kemudian lewat lagi
Pemuda yang lainnya mengatakan : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan :”Bagi dia 30 kebaikkan”(HR. IbnuHibban 493, Abu Daud
5195, Tirmidzi 2689 dan ini adalah lafadz Ibnu Hibban)

2. Salam mampu menyebarkan Rasa Cinta dan Kasih Sayang Antar Sesama Umat Muslim 
Salam merupakan salah satu bentuk syiar islam yang mempu memperkokoh ukhuwah islamiyah antar
sesama umat muslim. Salam juga menjadi salah satu cara dalam menebarkan rasa cinta dan kasih
sayang dalam kehidupan antar sesama umat muslim. Ucapan salam juga menjadi sebuah ucapan
berkah dan bentuk rasa syukur sehingga membuat yang mendengarnya akan memiliki keikhlasan hati
untuk menjawabnya.

3. Membuka Jalan Menuju Pintu Surga


Salam juga merupakan salah satu kunci untuk bisa membuka pintu surga seperti riwayat dalam
sebuah hadist di bawah ini :

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau
bersabda : Kalian tidak akan masuk Jannah sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman
sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan apa yang bisa membuat kalian saling
mencintai? Para Shahabat berkata : “Tentu ya Rasulullah..” Sebarkanlah salam diantara
kalian”. (HR. Muslim no.54)

4. Salam merupakan cara mencapai Kesempurnaan Iman


Dalam sebuah hadist Dari ‘Amar bin Yasir, beliau mengatakan:

” Tiga perkara yang apabila seseorang memiliki ketiga-tiganya, maka akan sempurna imannya: [1]
bersikap adil pada diri sendiri, [2] mengucapkan salam pada setiap orang, dan [3] berinfak ketika
kondisi pas-pasan. ” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq yaitu tanpa sanad. Syaikh Al Albani
dalam Al Iman mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Dari hadist tersebut, secara gamblang menjabarkan bahwa menebarkan salam pada setiap orang
merupakan salah satu dari tiga perkara yang akan membut seseorang sempurna dalam hal
keimanannya. Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa :

“Memulai mengucapkan salam menunjukkan akhlaq yang mulia, tawadhu’ (rendah diri), tidak
merendahkan orang lain, juga akan timbul kesatuan dan rasa cinta sesama muslim.” (Fathul Bari,
1/46)

Salam merupakan salah satu ajaran islam yang harus dijalankan. Dengan menyimak keutamaan salam
dalam islam tentu akan dapat membuat kita semakin beelomba lomba untuk menebarkan salam
kepada seluru umat muslim di dunia. Sebagai salah satu sumber syariat islam yang juga
merupakan dasar hukum islam.
SYUKUR

Di antara kandungan hadits Rasulullah saw dalam kitab Arba'in Nawawiyyah yang ke-26 ini adalah
pelajaran kepada manusia untuk mensyukuri nikmat Allah swt yang sangat melimpah dan tidak dapat
dihitung.

Sebab, hadits Arba'in ini bisa dimaknai atau dipahami, “diciptakan oleh Allah terdiri dari banyak ruas,
semuanya ada tiga ratus enam puluh (360) ruas. Setiap ruas ini mencerminkan kenikmatan yang Allah
berikan kepada manusia. Oleh karena itu, setiap ruas ini diperintahkan untuk bersedekah, sebab atas
nama setiap ruas ini merupakan ekspresi dan bentuk syukur manusia kepada Allah.” (lihat Ibn Rajab
al-Hanbali dalam Jami' al-Ulum wa al-Hikam saat menjelaskan hadits ini).

Kewajiban manusia untuk mensyukuri nikmat penciptaan manusia yang terdiri dari susunan ruas-ruas
dan organ-organ ini telah diisyaratkan dalam QS Al-Infithar: 6-8, QS Al-Mulk: 23, QS An-Nahl: 78,
QS Al-Balad: 8-9.

Diceritakan bahwa pada suatu malam seorang ulama bernama al-Fudhail bin 'Iyadh membaca Al-
Qur'an surat Al-Balad ayat 8 sampai 9 ini, lalu ia menangis. Maka orang-orang yang melihatnya
menanyakan apa yang membuatnya menangis? Ia menjelaskan, "Tidakkah engkau memasuki malam
harimu dalam keadaan bersyukur kepada Allah swt yang telah memberikan dua mata kepadamu dan
dengan dua mata ini engkau dapat melihat? Tidakkah engkau memasuki malam harimu dalam
keadaan bersyukur kepada Allah swt yang telah menjadikan untukmu satu lidah yang dengannya
engkau dapat berbicara?" Fudhail terus menerus menyebutkan organ-organ seperti ini dengan
mengajukan pertanyaan retoris yang sama.

 Kenikmatan yang terlupakan

Sebagai penegas terhadap keharusan untuk mensyukuri nikmat Allah ini, Rasulullah bersabda, “Ada
dua kenikmatan, banyak manusia menjadi merugi gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat
kesehatan dan nikmat waktu luang.” (HR Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, hadits no. 6412).

Bukankah semua ruas tulang belulang manusia merupakan wujud dari kesehatan yang Allah swt
berikan itu? Namun, sayangnya, sebagaimana tersebut dalam hadits, banyak manusia melupakannya
sehingga mereka menjadi merugi karena tidak mensyukurinya.

 Pertanggungjawaban untuk setiap kenikmatan

Semua kenikmatan yang Allah swt berikan kepada manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Termasuk kenikmatan yang berupa 360 ruas tulang belulangnya. Caranya adalah dengan menunaikan
hak dan kewajiban setiap ruas tulang belulang tersebut untuk bersedekah, sebagaimana telah
dijelaskan pada tulisan yang lalu.

Hal ini sejalan dengan QS At-Takatsur: 8 yang menegaskan bahwa manusia akan dimintai
pertanggungjawaban atas segala bentuk kenikmatan yang telah diterimanya. Sejalan pula dengan QS
Al-Isra':36 yang menegaskan bahwa pendengaran, penglihatan dan hati itu akan dimintai
pertanggungjawaban.

  Cara mensyukuri nikmat Allah

Ada banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk mensyukuri nikmat Allah swt. Secara garis
besar, mensyukuri nikmat ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Mensyukuri dengan hati, dengan mengakui, mengimani dan meyakini bahwa segala bentuk
kenikmatan ini datangnya dari Allah swt semata.

2. Mensyukuri dengan lisan, dengan memperbanyak ucapan alhamdulillah (segala puji milik


Allah) wasysyukru lillah (dan segala bentuk syukur juga milik Allah).
3. Mensyukuri dengan perbuatan.

1. Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah untuk menunaikan perintah-perintah Allah, baik
perintah wajib, sunnah maupun mubah.

2. Mempergunakan segala bentuk kenikmatan Allah dengan cara menghindari, menjauhi dan
meninggalkan segala bentuk larangan Allah, baik larangan yang haram maupun yang makruh.

Syukur dengan hati, lisan dan perbuatan ini hendaklah terefleksi dan tercermin pada setiap momentum
yang bersifat zhahir, bahkan yang tersamar sekalipun. Contoh cerminan sikap mensyukuri nikmat
Allah yang tampak secara lahir ini dapat dilihat dalam sikap Nabi Sulaiman as saat ia mendapati
singgasana Bilqis telah ada di sampingnya dalam sekejap mata. Saat itu Nabi Sulaiman langsung
berkata, "Ini adalah anugerah Allah. Dia bermaksud mengujiku, adakah aku bersyukur ataukah aku
kufur." (QS An-Naml: 40)

Juga tampak dari sikap Raja Dzulqarnain yang sukses membangun radm (semacam benteng) untuk
menghalau serbuan Ya'juj Ma'juj. Setelah sukses besar yang luar biasa ini, ia tidak menisbatkan
prestasi spektakulernya itu kepada dirinya, akan tetapi menisbatkannya kepada Allah. Ia berkata, "Ini
adalah rahmat dari Tuhanku." (QS Al-Kahfi: 98)

Sikap yang sebaliknya ditunjukkan oleh Qarun. Saat ia ditanya oleh kaumnya tentang sukses
bisnisnya, ia tidak menisbatkan sukses itu kepada Allah. Dengan penuh 'ujub, sombong
dan takabbur ia berkata, "Semua ini aku dapatkan semata-mata karena ilmuku, kepintaranku,
kepiawaianku" (QS Al-Qashash: 78). Karena itulah ia diazab Allah.

 Nikmat Allah terlalu banyak

Jumlah kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia begitu banyaknya, dan sekiranya manusia
bermaksud menghitungnya, niscaya ia tidak akan mampu melakukannya, sebagaimana QS Ibrahim:
34 dan QS An-Nahl: 18.

Jika kenikmatan sangat banyak dan manusia tidak akan mampu menghitungnya, lalu bagaimana kita
harus mensyukuri seluruhnya?

Memang demikianlah adanya, yaitu bahwa manusia tidak akan mampu mensyukuri seluruh nikmat
yang Allah berikan kepada manusia. Oleh karena itu, jangan ada perasaan, apalagi keyakinan bahwa
manusia akan mampu mengimbangi seluruh kenikmatan Allah dengan mensyukurinya. Dengan
demikian, manusia akan terus berusaha untuk secara terus menerus mensyukurinya.

 Inilah yang dilakukan Rasulullah saw. Beliau terus melakukan shalat malam yang panjang dan sangat
baik, sehingga telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Saat 'Aisyah ra bertanya, “Bukankah dosa
engkau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah?" Maka beliau saw
menjawab, "Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?" (HR Muslim, no 2819).

Namun, perasaan bahwa manusia tidak akan mampu mensyukuri nikmat Allah, bisa menjadi
kontraproduktif. Ini akan menjadikan manusia frustrasi dan putus asa untuk dapat mensyukuri nikmat
Allah dan sikap ini tentunya tidak dibenarkan oleh Islam. Oleh karena itu, ada dua cara yang
ditawarkan Rasulullah dalam hal ini, yaitu:

1. Setiap hari hendaklah manusia menunaikan shalat Dhuha. Terkait hal ini beliau bersabda, "Semua
itu cukup tergantikan dengan dua rakaat Dhuha” (HR Muslim, hadits no. 720). Maksudnya, shalat
Dhuha bernilai cukup untuk menggantikan kewajiban setiap ruas tulang belulang manusia dalam
menunaikan kewajibannya untuk bersyukur.

2. Hendaklah seorang manusia merutinkan membaca dzikir pagi dan sore dengan bacaan sebagai
berikut: Allahumma ma ashbaha bi (kalau sore membaca: Allahumma ma amsa bi) min ni'matin auw
bi ahadin min khalqika faminka wahdaka la syarika laka, falakal hamdu walakasy-syukru. Yang
artinya "Ya Allah, kenikmatan apa saja yang engkau berikan kepadaku pada pagi hari ini, atau pada
sore hari ini, atau yang engkau berikan kepada siapa pun dari makhluk-Mu, maka semua itu adalah
dari-Mu semata, tidak ada sekutu bagi-Mu, maka, untuk-Mu segala puji dan untuk-Mu pula segala
syukur."

Rasulullah menjelaskan bahwa siapa saja yang pada pagi harinya membaca dzikir tersebut, maka ia
telah menunaikan syukurnya pada hari itu. Dan siapa saja yang membaca dzikir tersebut pada sore
harinya, maka ia telah menunaikan syukurnya pada malam hari itu. (HR Abu Daud, An-Nasa-i,
menurut Imam Nawawi, hadits ini Isnad hadits ini bagus dan Abu Daud tidak mendha'ifkannya.
Namun menurut Syekh Nashiruddin al-Albani hadits ini dha'if)

Syekh Abul Hasan Ubaidullah al-Mubarakfuri berkata dengan mengutip dari Imam Asy-Syaukani,
"Hadits Rasulullah ini mengandung faedah agung dan perilaku mulia, sebab hadits ini telah
menjelaskan bahwa kosa kata yang singkat dan pendek ini telah mampu menunaikan kewajiban
bersyukur...” (lihat Mir'atul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih, juz 8 hal. 148).

Menjauhi Tempat-Tempat yang Haram

Menjauhi tempat-tempat yang haram adalah sebuah keharusan, karena ia mengandung berbagai
macam bahaya. Yang dimaksud dengan tempat-tempat yang haram adalah tempat-tempat yang
dijadikan sarana perbuatan maksiat, atau di sana diperjualbelikan barang-barang yang haram baik
secara terang-terangan maupun tersembunyi, legal maupun illegal, seperti: tempat pelacuran,
perjudian, bioskop yang memutar film-film haram, tempat penjualan atau penyewaan barang-barang
haram dan sejenisnya.

Hamba Allah yang beriman selalu berusaha menjaga keimanannya agar tidak melemah dan terkikis.
Diantara hal-hal yang dapat melemahkan iman adalah mendekati tempat-tempat yang di dalamnya
dilakukan perbuatan-perbuatan yang haram.

Allah Ta’ala berfirman tentang salah satu sifat hamba-hambaNya yang beriman:

 “…apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang


tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan, 25: 72)

Bila perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah saja harus ditinggalkan, apalagi dengan perbuatan-
perbuatan yang haram.

 “Janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan
suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra, 17: 32)

Allah Ta’ala mengharamkan mendekati zina yakni melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan


kepada zina seperti berdua-duan dengan lawan jenis yang bukan mahram, melihat aurat lawan jenis
baik langsung atau melalui media, atau mendekati tempat-tempat perbuatan zina.

Dari ayat di atas dapat dipahami secara tersirat bahwa mendekati tempat-tempat yang dipastikan dapat
menjerumuskan kita kepada perbuatan haram hukumnya adalah haram.
Bahaya Mendekati Tempat-tempat yang Haram

Berikut ini adalah akhtharul iqtirab min amakinil muharramat (beberapa bahaya mendekati tempat-
tempat yang haram):

Pertama, itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hawa nafsunya bangkit dan tergoda,


padahal sebelumnya dapat terkendali.

Seseorang yang mendekati dan masuk ke tempat-tempat yang haram, cepat atau lambat akan tergoda
hatinya, dan hawa nafsunya menjadi sulit untuk dikendalikan. Hal ini terjadi karena setan selalu
menjadikan maksiat itu indah bagi yang melihatnya terutama mereka yang lemah iman. Ditambah lagi
hawa nafsu manusia yang cenderung mengikuti hal-hal buruk dan merasa berat dalam mentaati
Allah Ta’ala.

“Syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, lalu ia


menghalangi mereka dari jalan (Allah), padahal mereka adalah orang-orang berpandangan
tajam.” (QS. Al-Ankabut 29: 38)

Perhatikan bagaimana pengaruh tipu daya setan terhadap mereka? Allah Ta’ala menyatakan bahwa
orang-orang yang tadinya berpandangan tajam pun dapat terpengaruh dengan tipuan setan sehingga
mereka menganggap baik perbuatan buruk, atau minimal menganggap bahwa mereka masih dapat
bertobat sewaktu-waktu setelah melakukan perbuatan maksiat. Lalu bagaimana dengan orang yang
berpikiran picik?

“…karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf, 12: 53)

Syahwat yang tergoda mengakibatkan idhthirabun nafsi (konsentrasi dan ketenangan hati serta jiwa
terganggu). Kemaksiatan yang dilihat terus menerus akan mempengaruhi perasaan dan konsentrasi
hati, lalu memalingkannya dari perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat. Apabila hati sudah tergoda
dengan perbuatan haram, maka sewaktu-waktu akan muncul hasratnya untuk mencoba melakukannya
bila ada kesempatan. Dengan kata lain, gejolak syahwat yang timbul karena mendekati tempat-tempat
maksiat akan menyebabkan seseorang jatuh kepada kemaksiatan ( al-wuqu’ fi al-ma’ashi).

Kedua, menimbulkan su’u dzannil akharin (menimbulkan prasangka buruk orang lain).

Seorang muslim yang baik selalu berusaha agar dirinya tidak menjadi penyebab orang lain berburuk
sangka kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga ukhuwah islamiyyah dan kehormatan diri.

Suatu malam, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha, salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
datang ke masjid untuk mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang i’tikaf di
masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Shafiyyah pamit dan
Rasulullah pun berdiri mengantarnya. Saat beliau sedang berdua, ada dua orang sahabat Anshar yang
melihat dan mereka berjalan terburu-buru seperti menghindari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:
 “Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini adalah Shafiyah binti Huyay istriku.” Mereka
menjawab: “Maha Suci Allah, ya Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya prasangka buruk
kepadamu ya Rasulullah)”. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu meyelusup dalam diri
manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia membisikkan hal-hal buruk ke dalam hati kalian
atau mengatakan yang bukan-bukan.” (HR. Bukhari).

Perhatikan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha menghilangkan potensi


kecurigaan dan prasangka buruk sahabat kepada beliau agar persaudaraan dan ukhuwah ummat Islam
tetap terjaga dengan baik. Padahal saat itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia.

Tentunya, kita lebih diharuskan untuk menghindari prasangka buruk orang lain dengan menjauhi
tempat-tempat yang jelas-jelas digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram. Oleh karena itu
jika kita terpaksa harus memasuki atau melewati tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan
kecurigaan saudara sesama muslim, hendaklah kita tidak melewatinya sendirian, tetapi ajaklah kawan-
kawan kita yang baik agar kecurigaan itu tidak muncul sekaligus agar kita terjaga dan tidak tergoda
melakukan perbuatan yang haram.

Ketiga, al-wuqu’ fin-nadzhar al-muharram (terjatuh kepada perbuatan melihat yang diharamkan oleh


Allah Ta’ala).

Mendekati tempat-tempat yang haram khususnya tempat-tempat di mana aurat dibuka tanpa rasa malu
otomatis membuat kita mengotori mata dengan dosa (dan bukan cuci mata).

“Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang.” (Muttafaq ‘alaih).

Keempat, idh’aful-iman wa ‘adamu karahiyatul-ma’ashi (melemahkan iman dan kehilangan


kebencian kepada kemaksiatan).

Selalu memandang perbuatan yang haram di tempat-tempat haram tak pelak lagi akan mengikis iman
secara langsung. Karena iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat dan dosa.
Agar keimanan tidak terkikis,  Islam mewajibkan muslim yang melihat kemunkaran untuk melakukan
nahi munkar sesuai dengan kesanggupannya, sehingga kebencian terhadap kemunkaran itu tetap ada
dalam hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa diantaramu melihat kemunkaran, maka ubahlah (cegahlah) ia dengan tangannya, jika tidak
sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya (tetap membencinya)
dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Jauhilah duduk-duduk di (pinggir) jalan!” Mereka menjawab: “Kadang kami tak bisa


menghindarinya ya Rasulullah karena harus berbicara di sana”. Rasul bersabda: “Jika kamu tidak
dapat menghindarinya, maka berikan hak-hak jalan!” Mereka berkata: “Apakah hak jalan
itu?” Sabda Rasulullah Saw: “Menundukkan pandangan, menahan diri (dari menyakiti orang lain),
menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah menundukkan pandangan adalah untuk mencegah kita melihat kecantikan atau aurat lawan
jenis, perintah menahan diri adalah agar kita terhindar dari ghibah atau menggunjing orang lain,
perintah menjawab salam adalah agar kita menghormati orang-orang yang lewat, dan amar ma’ruf
nahi munkar adalah agar kita menegakkan yang disyariatkan dan mencegah hal-hal yang diharamkan.

Kelima, ‘urdhatun li su-il khatimah (terancam meninggal dalam su’ul khatimah).

Orang-orang yang sering mendatangi tempat-tempat maksiat dan melakukan kemaksiatan di


dalamnya, peluangnya untuk meninggal dalam su’ul khatimah menjadi semakin besar. Padahal
Allah Ta’alaberfirman,

َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن إِاَّل َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran 3:
102)

Tentunya kita tidak hanya ingin mati dengan berstatus muslim, namun kita ingin meninggalkan dunia
ini sebagai muslim yang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Hal ini tidak mungkin
dapat diwujudkan selain dengan berusaha untuk mengislamkan kehidupan kita. Mengambil ajaran
Islam dalam setiap aspek kehidupan, tinggal dan mencintai tempat-tempat yang baik, menjauhi
perbuatan-perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang haram. Ingatlah hadits Rasulullah berikut ini:

“Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina, tidaklah beriman orang yang minum
khamr tatkala ia meminumnya dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia mencuri…” (HR.
Bukhari Muslim)

Keenam, mashdarun li-intisyaril-ma’ashi fi al-mujtama’ (tempat maksiat menjadi sumber


tersebarnya maksiat tersebut ke tengah masyarakat).

Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke tengah-tengah keluarga


dan masyarakat. Hal ini akan terjadi jika masyarakat membiarkan tempat-tempat maksiat itu
beroperasi tanpa ada upaya untuk memberantasnya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat.
Apalagi bila justru anggota masyarakat tersebut menjadi konsumen dan pelanggan tempat-tempat
haram itu, maka azab dari Allah bisa jadi akan ditimpakan kepada mereka.

Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau


bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan
nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya
dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

Hukum Bacaan Nun Mati dan Mim Mati

Materi yang akan kami bahas kali ini mengenai Hukum Bacaan Nun Mati dan Mim Mati , yang
perlu kita ketahui sekalian . Dalam membaca Al-Qur'an , seringkali kita melupakan 'rambu-rambu'
bacaan ini. Oleh karena itu , mari kita menyimak materi kali ini dengan seksama.
Hukum Bacaan Nun Mati/ Tanwin

Nun mati atau tanwin (‫ ْن‬/ ‫ )ًـٍـٌـ‬jika bertemu dengan huruf-huruf hijaiyyah, hukum bacaannya ada 5
macam, yaitu:

Izhar (‫)إظهار‬

Izhar artinya jelas atau terang. Apabila ada nun mati atau tanwin ( ‫ ْن‬/ ‫ )ًـٍـٌـ‬bertemu dengan salah satu
huruf halqi (‫) ا ح خ ع غ ه‬, maka dibacanya jelas/terang.

Idgham (‫)إدغام‬

Idgham Bighunnah (dilebur dengan disertai dengung)

Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin ( ‫ ْن‬/ ‫ )ًـٍـٌـ‬kedalam huruf sesudahnya dengan
disertai (ber)dengung, jika bertemu dengan salah satu huruf yang empat, yaitu: ‫ن م و ي‬

Idgham Bilaghunnah (dilebur tanpa dengung)

Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin ( ‫ ْن‬/ ‫ )ًـٍـٌـ‬kedalam huruf sesudahnya tanpa
disertai dengung, jika bertemu dengan huruf lam atau ra (‫ ل‬،‫)ر‬

Iqlab (‫)إقالب‬

Iqlab artinya menukar atau mengganti. Apabila ada nun mati atau tanwin ( ‫ ْن‬/ ‫ )ًـٍـٌـ‬bertemu dengan
huruf ba (‫)ب‬, maka cara membacanya dengan menyuarakan /merubah bunyi ‫ ْن‬menjadi suara mim (‫) ْم‬,
dengan merapatkan dua bibir serta mendengung.

Ikhfa (‫)إخفاء‬

ْ ‫ )ًـٍـٌـ‬bertemu dengan
Ikhfa artinya menyamarkan atau tidak jelas. Apabila ada nun mati atau tanwin ( ‫ن‬/
salah satu huruf ikhfa yang 15 (‫) ت ث ج د ذ س ش ص ض ط ظ ف ق ك‬, maka dibacanya samar-samar,
antara jelas dan tidak (antara izhar dan idgham) dengan mendengung.

Adapun berikut adalah Huruf - Huruf yang termasuk dalam Hukum bacaan Nun Mati :
1. Idzhar { Jika nun mati bertemu dengan salah satu huruf idhar {alif, ha',ha,a'in,gein,kho} maka
hukum bacaannya harus jelas }
2. Idgom
a. Idgom bigunnah { ya',nun.mim.wawu } Bacaannya sedikit brdengung dan memasuki huruf
sebelumnya
b. Idgom bilagunnah { lam, ra' } Bacaannya jelas dgn memasuki huruf sebelumnya
3. Iqlab { ba'} Bacaannya seperti kemasukan huruf mim pada saat bertemu
4. Ikhfa' { ta, jim, dal, dzal.zain, sin.syin, shod, dzot,to', dzo',fa', qof, kaf } Bacaannya tdk jelas 

Hukum Bacaan Mim Mati

Mim mati (‫ ) ْم‬bila bertemu dengan huruf hijaiyyah, hukumnya ada tiga, yaitu: ikhfa syafawi, idgham
mim, dan izhar syafawi.

Ikhfa Syafawi (‫)إخفاء سفوى‬

Apabila mim mati (‫ ) ْم‬bertemu dengan ba (‫)ب‬, maka cara membacanya harus dibunyikan samar-samar
di bibir dan didengungkan.

Idgham Mimi ( ‫)إدغام ميمى‬

Apabila mim mati (‫ ) ْم‬bertemu dengan mim (‫)م‬, maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan
mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung. Idgham mimi disebut juga idgham mislain
atau mutamasilain.

Izhar Syafawi (‫)إظهار سفوى‬

Apabila mim mati (‫ ) ْم‬bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah selain huruf mim ( ‫ ) ْم‬dan ba (‫)ب‬,
maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan mulut tertutup.

Anda mungkin juga menyukai