Anda di halaman 1dari 5

Sebab-sebab Perkiraan dan Sebenarnya dari 200 Tahun Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia, 1800-2000

Memfokuskan Indonesia sebagai studi kasus dari sebuah perkembangan ekonomi yang
relative lambat adalah bahwa kita memiliki pengetahuan yang cukup banyak tentang sejarah
ekonominya. Kendala pada negara berkembang ialah ketiadaan data statistik, Indonesia diberkahi
dengan statistik yang mencakup hamper semua sector perekonomian. Total output dari sebuah
ekonomi adalah fungsi dari sokongan sumber dayanya, tenaga kerja (labor), modal fisik
(physical capital), dan modal sumber daya manusia (human capital), serta produktivitas yang
dengan sokongan-sokongan tersebut digunakan untuk memproduksi sebuah arus barang dan jasa
produk domestic bruto/grass domestic produk (GDP/PDB). Tiga faktor produksi determinan
(proximate determinants) yaitu a ) perluasan modal fisik b) akumulasi modal sumber daya
manusia dan c) pertumbuhan produktivitas. Konsep ini merupakan sebuah analisis yang
langsung dan agak serampangan meski telah mendorong dihasilkannya jumlah literature yang
kaya tentang perhitungan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan akumulasi dan
produktivitas adalah bersifat endogenous (bersumber dari dalam). Tiga penyebab utama
pertumbuhan ekonomi antara lain : Geografi sebagai pokok cerita. Merupakan kunci penentu
iklim, sokongan sumber daya alam, penyakit, biaya transportasi, serta peleburan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berasal dari wilayah-wilayah lebih maju. Komoditas seperti
minyak, intan, dan tembaga adalah sumber daya yang laku dipasaran dan bisa menjadi sumber
pendapatan penting. Geografi adalah penentu penting sejauh nama sebuah negeri menjadi
terintegrasi dengan pasar dunia meskipun tanpa mempertimbangkan kebijakan dagang negeri
bersangkutan. Geografi merupakan satu-satunya factor luar (exogenous) dalam taksonomi
gambar 2.2. factor kedua menekankan pentingnya integrasi dengan ekonomi dunia sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini memungkinkan untuk mengambil keuntungan dari
proses spesialisasi, dan untuk meningkatkan produksi industry domestiknya, berkat pendisiplinan
berbagai efek dari kompetisi impor.

Kajian mendalam negara tertentu (in-ddepth country study) merupakan sebuah cara untuk
mengungkap persoalan endogenitas. Keuntungan study kasus seperti ini adalah bahwa mereka
memungkinkan dihasilkan sebuah deskripsi mendalam (thick descripton) mengenai interaksi
antara geografi, perdagangan, dan kelembagaan.
Sebab-sebab produksi pertumbuhan (Proximate cause of browth) ; sebuah upaya
perhitungan pertumbuhan.

1. Menghitung pertumbuhan : model.


Ekonomi yang terdokumentasikan bisa menghubungkan pertumbuhan dalam stok modal,
dengan pertumbuhan tenaga kerja dan perubahan-perubahan secara umum dalam
efesiensi. Prosedur ini biasanya disebut sebagai perhitungan pertumbuhan.
2. Konsep Total Faktor Produktivitas (Total Factor Productivity – TFP)
Perbaikan dalam teknologi produksi yang diperoleh dari pertumbuhan dalam (stok)
investasi kasatmata yang tak terukur (unmeasured intangible investments) seperti modal
sumber daya manusia dan modal riset dan pengembangan (research and development,
R&D) hingga tingkatan mana mereka tidak lagi tercakup secara eksplisit dalam analisis
yang diukur melalui factor-faktor produksi.
Perubahan teknologi tak terwujud (Disembodied technological Change) berarti bahwa ia
belumlah terwujudkan dalam factor input, tetapi berlangsung seperti “makanan turun dari
surge” dalam bentuk metode dan organisasi yang lebih baik yang mengingatkan efesiensi
factor input baru ataupun lama. Karena anak modal tumbuh dengan begitu cepat, hal ini
adalah jauh lebih baru daripada stok modal lainnya, akibatnya pertumbuhan negara
menjadi lebih lamban.
Pertumbuhan teknologi adalah eksogenus ketika kejadiannya merupakan variabel
independen dalam sebuah model pertumbuhan. Waktu adalah satu-satunya factor. Model-
model endogenus pada sisi yang lain menjelaskan bahwa perubahan teknologis adalah
berkaitan erat dengan pengeluaran riset dan pengembangan, (pengalaman) belajar dengan
melakukan (learning by doing), pendidikan, aktivitas investasi. Penting untuk diingat
bahwa TFP jika dikalkulasikan dari persamaan adalah bersifat “residual”, sebuah hasil
total segala hal yang mengindikasikan bahwa bagian dari pertumbuhan output yang tidak
bisa dijelaskan oleh pertambahan dalam factor-faktor input. Sebab lain yang mungkin
menyebabkan bias adalah ketidakterdugaan dari variabel-variabel yang hilang dalam
fungsi produksi.
3. Perhitungan pertumbuhan untuk Indonesia, 1800-2000
Pertama pada tahun 1830-1860 mengalami penurunan secara mencolok ini menandakan
dari peningkatan ketidakefesienan sebagai akibat dari Sistem Tanam Paksa, sebuah
system penanaman tanaman ekspor (utamanya gula dan kopi) yang didasarkan pada
tenaga kerja paksa petani jawa. Pada tahun 1840an dan 1850an system tersebut secara
bertahap direformasi, yang mengakibatkan terjadinya perbaikan TFP pada tahun-tahun
tersebut.
Tahun 1860-an dan 1870-an sebuah rezim kolonial baru lahir. Dengan undang-undang
agraria dan undang-undang gula, keduanya disahkan pada tahun 1870, perusahaan-
perusahaan perkebuanan Barat diberikan lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan diri yang menandakan berakhirnya system tanam paksa. Pada tahun
1901 adanya politik etis yang dimaksudkan untuk memajukkan kesejahteraan penduduk
pribumi Indonesia, meliputi penelitian pertanian modern, irigasi, dan pendidikan,
pelayanan kesehatan, serta kebijakan untuk menstabilkan harga beras dan mengatur pasar
modal di pedesaan.
Peridoe ketiga yang bisa dilihat antara tahun 1914 dan 1939, ketika TFP melalui sejumlah
siklus pada dasarnya tidak mengalami perubahan. Akibat perang dunia pertama, TFP
mengalami penurunan signifikan hingga tahun 1923. Pertumbuhan kembali positif selama
periode 1923-1928 sebelum terjadinya Depresi Besar yang mengakibatkan terjadinya
kemunduran besar dalam efesiensi. Pemulihan ekonomi antara tahun 1933 dan 1939
adalah berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya produktif yang efesien, yang
didukung oleh kebijakan ekonomi dan perubahan institusional.
Instabilitas politik dan kebijakan ekonomi yang tidak tepat yang diambil oleh
pemerintahan Sukarno menyebabkan kemunduran berikutnya dalam produktivitas dan
efesiensi. Titik terobosan kelima dalam perkembangan TFP dimulai pada tahun 1967, dan
berjalan lebih kurang hingga tahun 1977. Pemerintahan Orde Baru yang didukung barat
berhsil menarik investasi asing dalam jumlah yang besar. Suharto berhasil mengurangi
tingkat inflasi dan membawa perekonomian ke tingkat pertumbuhan yang mengesankan.
Selama tahun 1970-an sebagian besar pertumbuhan GDP Indonesia ditopang oleh sumber
daya minyaknya. Pada tahun 1973 indonesia pada masa ini ditandai dengan “ledakan
minyak” oleh karena itu, sebagian besar pendapatan Indonesia naik. Periode bukanlah
disebabkan oleh efesiensi yang tinggi, melainkan karena ketersediaan sumber daya alam.
Namun stagnasi dalam harga minyak mengakibatkan penurunan pendapatan. Sejak tahun
1980-an dan seterusnya, Indonesia bergabung dengan kelompok High Perform Asian
Economies yang menjadi focus dari kajian bank dunia pada tahun 1993.

Sebab-sebab utama (buruknya) kinerja: geografi

Pendekatan geografi ekonomi baru menganalisis berupa akibat dari ruang terhadap
perkembangan ekonomi pada dua tingkatan. Geografi absolute adalah berkaitan dengan factor-
faktor yang benar-benar eksogenus. Membahas posisi sebuah negara tertentu dibandingkan
dengan negara lain. Pendapatan sebuah negara berkaitan erat dengan aksesnya ke pasar, yaitu
proksimitasnya ke negara berpendapatan tinggi. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 1970-an dan 1980-an berjalan relative cepat, ia tidak benar-benar mampu mengatasi
ketertinggalanya selama decade-dekade tertentu. Pada pertengahan abad ke 19 lebih dari 60 %
ekspor mengalir ke negara ibu – adalah agak problematis. Perdagangan sebagian besar tidaklah
dilakukan dengan sukarela tetapi diarahkan oleh negara atau didorong oleh dominasi politik
koloni oleh belanda. Melalui dominasi politik ini memperoleh hak intimewa untuk mengakses
sumber daya koloni, dan pastinya mengarahkan ekspornya ke negeri Belanda. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia akan secepat perkembangan “akses pasar-nya” sebuah negara bisa dikatakan
cukup berhasil jika berkembang lebih cepat daripada patokan nilai(benchmark) ini, yang
menunjukkan adanya perbaikan dalam kemampuan kompetisi internasionalnya.

Sebab-sebat utama :

1. Keterbukaan
Bahwa keterbukaan terhadap perdagangan akan mempercepat perkembangan ekonomi.
Perdagangan dapat mendorong pertumbuhan dan pada gilirannya pertumbuhan akan
mengurangi kemiskinan. Sejak tahun 1823 hingga sekarang ekspor – impor telah tumbuh
secara berlipat ganda dan saham mereka pun dalam GDP naik dari sekitar 15 persen pada
awal tahun 1820-an menjadi 60persen atau lebih pada decade-dekade terakhir ini. Tahun
1860 ditemukan pola-pola literature. Fase liberalisasi ekonomi jawa benar-benar
menghasilkan terjadinya peningkatan level keterbukaan dan TFP pada periode sekitar
1890 dan 1913. Fase pertumbuhan yang pesat dimulai paru kehdua tahun 1960-an yang
menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara keterbukaan dan produktivitas namun
kedua tren tersebut dihancurkan oleh krisis Asia tahun 1997/1998. Pada tahun 1950-an
dan awal 1960-an perdagangan asing dikontrol secara ketat oleh negara. Pada periode
Demokrasi Terpimpin kebijakan perdagangan hanyalah diintensifkan dengan
memberikan penekanan pada penguasaan pribumi Indonesia atas semua aspek aktivitas
ekonomi. Pergantian rezim tahun 1966/1967 berbagai hambatan muncul. Namun pada
Orba dihapuskan hambatan tersebut. Pajak dikurangi angkanya, tarif menjadi instrument
pokok bagi proteksi impor dan struktur tarif juga disederhanakan.
2. Kelembagaan
Kualitas lembaga semakin rendah biaya transaksi, maka pasar akan semakin menjadi
terintegrasi. Memperkuat poin ini adalah peningkatan jumlah literature yang mengkaji
Eropa di Periode modern awal, China dan India di abad ke – 18 dan ke -19. Fluktuasi ini
merefleksikan tingkat suku bunga, biaya penyimpanan, dan ketidaksempurnaan system
pemasaran secara keseluruhan. Korelasi antara efesiensi institusional dan pertumbuhan
produktivitas ditegaskan dengan apa yang terjadi sesudah munculnya stabilisasi rezim
politik pada tahun 1966/1967 lembaga-lembaga diperbaiki, dan angka TFP mulai
bergerak naik lagi.

Anda mungkin juga menyukai