Abstrak
Kelarutan dan laju disolusi obat pada saluran gastrointestinal merupakan parameter dalam
mengendalikan absorpsi dan bioavaibilitas obat. Obat yang sulit larut air dan disolusi rendah
dalam cairan gastrointestinal akan menghasilkan bioavaibilitas oral rendah sehingga
peningkatan kelarutan dan laju disolusi menjadi tantangan. Salah satu upaya mengatasinya
adalah dengan menurunkan ukuran partikel, tapi partikel kecil yang terbentuk berpotensi
membentuk aglomerasi dan agregasi. Karya tulis ini merupakan kajian pustaka bertujuan untuk
mengetahui teknologi rekayasa partikel dalam rangka mengatasi permasalahan kelarutan dan
laju disolusi yang rendah. Upaya meningkatkan kelarutan dan laju disolusi, yaitu modifikasi
ukuran partikel, kristalinitas, modifikasi permukaan, dan teknologi preparasi partikel. Penurunan
ukuran partikel obat dapat meningkatkan luas permukaan kontak obat dan media disolusi
sehingga laju absorpsi meningkat. Namun, semakin kecil ukuran partikel dikhawatirkan terjadi
aglomerasi dan agregasi karena efek elektrostatik. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
aglomerasi dan agregasi perlu ditambahkan stabilizer. Gugus fungsi pada stabilizer berfungsi
untuk membantu meningkatkan obat yang sulit larut air, seperti polimer dan surfaktan. Partikel
yang memiliki kristalinitas rendah (amorf) dapat memperbaiki kelarutan dan laju disolusi
dengan luas permukaannya yang lebih besar dibandingkan partikel yang memiliki kristalinitas
tinggi. Salah satu teknologi yang sering digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi
obat yang sukar larut air adalah spray drying.
Abstract
Solubility and dissolution rate of drug in gastrointestinal tract is an important in controlling
absorption and bioavailability. Water insoluble and low dissolution drug will result low oral
bioavailability. An effort to solve it is by reducing particle size, but fine particles have potential
to form aggregation. This paper is a review which is aimed to determine the particle
engineering technology in order to solve problems of solubility and dissolution rate. Several
efforts of modification to increase solubility and dissolution rate, which is modification of
particle size, crystallinity, surface, and preparation of particle technology. Decreasing size of
drug particles can increas contact surface area of drug and dissolution medium so that the rate
of drug absorption increases. However, agglomeration and aggregation occur in fine particle
because of electrostatic effects. Therefore, stabilizer is needed to prevent aggregation. The
functional groups on stabilizer has another function which improve the water insoluble drugs,
such as polymers and surfactants. Particles which have a low crystallinity (amorphous) can
improve the solubility and dissolution rate with a surface area larger than the particles which
have high crystallinity. A technology which is often used in order to improve solubility and
dissolution of water insoluble drugs is spray drying.
1
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
2
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
yang menentukan laju dalam proses meningkatkan luas permukaan kontak zat
absorpsi (Sinko, 2011). aktif dan media disolusi sehingga
Persamaan Noyes dan Withney berpengaruh terhadap laju penyerapan suatu
merupakan suatu persamaan yang zat aktif (Aiache dan Devissaquet, 1993).
menunjukkan hubungan bahwa zat aktif Beberapa penelitian mengenai
segera terlarut dalam lapisan pelarut yang pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan
sangat tipis di sekitar zat aktif hingga dan laju disolusi tercantum dalam tabel 1.
diperoleh suatu larutan yang jenuh (Aiache
2. Penstabil (Stabilizer)
dan Devissaquet, 1993). Persamaan Noyes
Salah satu cara meningkatkan
dan Withney dimuat dalam Persamaan 1.
kelarutan dan laju disolusi adalah
.............(1) modifikasi permukaan. Modifikasi
Keterangan: permukaan ini terdiri dari penggunaan
= laju pelarutan penstabil (stabilizer) dan penggunaan gugus
pada stabilizer sebagai peningkat kelarutan
A = luas kontak permukaan senyawa
yang tidak terlarut dalam air.
Cs = konsentrasi zat aktif dalam pelarut di
Semakin kecil ukuran partikel
sekitar zat aktif yang relatif sama
dengan konsentrasi jenuh atau semakin luas permukaan zat aktif yang
“kelarutan” zat aktif dalam cairan
kontak dengan cairan gastrointestinal
yang merendamnya
C = jumlah zat aktif yang larut dalam sehingga proses absorpsi akan meningkat.
waktu t dalam pelarut yang tersedia
Namun demikian, semakin kecil ukuran
K = tetapan laju pelarutan
suatu partikel dikhawatirkan terjadi masalah
Persamaan Noyes dan Withney
dalam hal stabilitas, seperti terjadi
menunjukkan bahwa laju pelarutan
aglomerasi dan agregasi. Oleh karena itu,
berbanding lurus dengan luas permukaan
dalam usaha menurunkan ukuran partikel
zat aktif yang kontak dengan pelarut. Bila
perlu ditambahkan stabilizer. Gugus fungsi
luas permukaan zat aktif ditingkatkan maka
pada stabilizer memiliki fungsi lain yaitu
proses penyerapan akan meningkat. Dengan
dapat juga digunakan untuk membantu
demikian, agar kelarutan dan disolusi
meningkatkan zat aktif yang sukar larut air,
menjadi lebih baik maka luas permukaan
seperti polimer dan surfaktan (Liu, 2013.).
zat aktif perlu ditingkatkan (mengurangi
Stabilizer secara spontan diadsorpsi
ukuran partikel zat aktif) (Aiache dan
dan melapisi permukaan partikel yang
Devissaquet, 1993).
terbentuk dengan tujuan: (a) untuk
Sifat fisikokimia zat aktif seperti
menurunkan energi bebas sistem dan
bentuk fisika berupa ukuran partikel
tegangan permukaan partikel, (b)
memerankan peran penting dalam disolusi.
membentuk lapisan hidrofilik sekeliling
Pengurangan ukuran partikel zat aktif dapat
partikel hidrofobik untuk membentuk
3
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
Stabilizer
No Zat Aktif Kelarutan Disolusi Sumber
Polimer Surfaktan
1 Ibuprofen Gelatin Sodium Peningkatan 2 kali Peningkatan 5 (Li, et al.,
lauryl sulfate lipat (286,3 µg/ml) kali lipat (85%) 2008)
2 Ibuprofen mesopori - - Peningkatan 19 (Shen, et
silika SBA- kali lipat (95%) al., 2011)
15
3 Ibuprofen mesopori - - Peningkatan 17 (Shen et
silika MCM kali (88%) al., 2011)
41
4 Ibuprofen mesopori - - Peningkatan 15 (Shen, et
silika SBA- kali (76%). al., 2011)
15- LP
5 Ibuprofen Pluronic - Peningkatan 534 Peningkatan 3 (Mudit, et
F127 kali (24,07 µg/ml) kali lipat (95%) al., 2011)
6 Ibuprofen - Poloxamer - Peningkatan 2,5 (Elkordy,
127 kali (100%) et al.,
2010)
7 Albendazole HPMC - - Peningkatan 5 (Alanazi,
kali lipat (100%) et al.,
2007)
8 Albendazole PVA - - Peningkatan 5 (Alanazi,
kali lipat (90%) et al.,
2007)
9 Albendazole PVP - - Peningkatan 5 (Alanazi,
kali lipat (95%) et al.,
2007.)
10 Cyclosporin Dekstrin Sodium - Peningkatan 2 (Lee, et
A (CsA) lauryl sulfate kali (100%) al., 2001)
11 Cyclosporin Sodium Sodium Peningkatan 5 kali Peningkatan 2 (Woo, et
A (CsA) hyaluronate lauryl sulfate (500 μg/ml) kali (88,46%) al.,v2007)
(HA)
12 Albendazole Kollicoat IR, - Peningkatan 5 (Ibrahim,
PVP kali (100%) et al.,
2014)
13 Fenofibrat pluronic F- - Peningkatan tiga Peningkatan 3,3 (Dixit, et
127 kali (15,4 μg/ml) kali (99%) al., 2015)
14 Celecoxib pluronic F - Peningkatan lima Peningkatan 3,3 (Dixit, et
127 kali (35,103μg/ml) kali (98%) al., 2011)
15 Tinidazole PEG 4000 - PEG 4000 Peningkatan 2 (Chhaprel,
meningkatkan kali lipat et al.,
kelarutan 2,8 kali (98,37%) 2012)
lipat 38,03 μg/ml.
16 Tinidazole HPMC 5 cps - HPMC Peningkatan 2 (Chhaprel,
meningkatkan kali lipat et al.,
kelarutan 3,3 kali (99,06%) 2012)
lipat 44,47 μg/ml.
17 Tinidazole β- - Β-cyclodextrin Peningkatan 2 (Chhaprel,
cyclodextrin meningkatkan kali lipat (96,25 et al.,
kelarutan 3,2 kali %) 2012)
43,15 μg/ml
18 Olazapine β- - Peningkatan 5,7 Peningkatan 10 (Dixit, et
cyclodextrin kali (0,188 μg/ml) kali (99%) al., 2014)
5
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
6
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
No Struktur
Zat Aktif Kelarutan Disolusi Sumber
Partikel
1 Ibuprofen Amorf Peningkatan 2 kali lipat Peningkatan lima kali (Li, et
(286,3 µg/ml) lipat (85%) al.,
2008)
2 Ibuprofen Amorf - Peningkatan 19 kali (Shen, et
lipat (95%) al., 2011)
3 Ibuprofen Kristalinitas - Peningkatan 15 kali (Shen, et
menurun (76%). al., 2011)
4 Ibuprofen Amorf Peningkatan 534 kali Peningkatan 3 kali (Mudit,
(24,07 µg/ml) lipat (95%) et al.,
2011)
5 Ibuprofen Kristalinitas - Peningkatan 2,5 kali (Elkordy
menurun (100%) dan Essa,
2010)
6 Albendazole Kristalinitas - Peningkatan 5 kali (Alanazi,
menurun lipat (100%) et al.,
2007)
7 Hesperidin Kristal Peningkatan 3,5 kali Peningkatan 2 kali (Mauludi
(87,2 μg/ml) lipat (100%) n dan
Müller,
2013)
8 Albendazole Kristalinitas Peningkatan 5 kali (Ibrahim,
menurun (100%) et al.,
2014)
9 Ketoprofen Kristalinitas Peningkatan delapan kali Peningkatan 1,5 kali (Dixit, et
menurun (0,837 μg/ml) (75%) al.,
2011)
10 Fenofibrat Kristalinitas Peningkatan tiga kali Peningkatan 3,3 kali (Dixit, et
menurun (15,4 μg/ml) (99%) al., 2015)
11 Celecoxib Kristalinitas Peningkatan lima kali Peningkatan 3,3 kali (Dixit, et
menurun (35,103±0,01μg/ml) (98%) al., 2011)
7
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
Tabel 4. Pengaruh Teknik Spray Drying dalam Peningkatan Kelarutan dan Disolusi Obat
Sukar Larut Air
Ukuran Struktur
No Zat aktif Stabilizer Kelarutan Disolusi Sumber
Partikel Partikel
1 Ibuprofen 6,34 µm Amorf Gelatin Peningkatan 2 Peningkatan 5 (Li, et
kali lipat (286,3 kali lipat (85%) al., 2008)
µg/ml)
2 Ibuprofen 5-9 µm Amorf Pluronic Peningkatan 534 Peningkatan 3 (Mudit,
F127 kali (24,07 kali lipat (95%) et al.,
µg/ml) 2011)
3 Ibuprofen 50 µm Kristalinitas Poloxamer - Peningkatan 2,5 (Elkordy
menurun 127 kali (100%) dan Essa,
2010)
4 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas HPMC - Peningkatan 5 (Alanazi,
menurun kali lipat et al.,
(100%) 2007)
5 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas PVA - Peningkatan 5 (Alanazi,
menurun kali lipat (90%) et al.,
2007)
6 Albendazole 1-30 μm Kristalinitas PVP - Peningkatan 5 (Alanazi,
menurun kali lipat (95%) et al.,
2007)
7 Ketoprofen 7 - 11 µm Kristalinitas - Peningkatan 8 Peningkatan 1,5 (Dixit, et
menurun kali (0,837 kali (75%) al., 2011)
μg/ml)
8 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas PEG 4000 Peningkatan 2,8 Peningkatan 2 (Chhapre
menurun kali lipat 38,03 kali lipat l, et al.,
μg/ml. (98,37%) 2012.)
9 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas HPMC 5 cps Peningkatan 3,3 Peningkatan 2 (Chhapre
menurun kali lipat 44,47 kali lipat l, et al.,
μg/ml. (99,06%) 2012.)
10 Tinidazole 2 - 10μm Kristalinitas β- Peningkatan 3,2 Peningkatan 2 (Chhapre
menurun cyclodextrin kali 43,15 μg/ml kali lipat (96,25 l, et al.,
%) 2012)
11 Olanzapine 7 - 16 µm Amorf β- Peningkatan 5,7 Peningkatan 10 (Dixit, et
cyclodextrin kali (0,188 kali (99%) al., 2014)
μg/ml)
12 Celecoxib 6 - 11 µm Kristalinitas pluronic F Peningkatan 5 Peningkatan 3,3 (Dixit, et
menurun 127 kali kali (98%) al., 2011)
(35,103±0,01μg/
ml)
13 Fenofibrat 4 - 13 µm Kristalinitas pluronic F- Peningkatan 3 Peningkatan 3,3 (Dixit, et
menurun 127 kali (15,4 μg/ml) kali (99%) al., 2015)
14 Cyclosporin 2,5 µm - Sodium Peningkatan 5 Peningkatan 2 (Woo, et
A (CsA) hyaluronate kali (500 μg/ml) kali (88,46%) al., 2007)
(HA) dan
Sodium
Lauryl
Sulfate
8
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
9
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
10
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
11
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.VI, No.2, Juli 2017
12