Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian HAIs
Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial adalah
infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang
berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien,
petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Infeksi ini dapat terjadi
sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian antibitik, adanya organisme yang
resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan
kontrol infeksi (Ningsih, 2018).
Menurut Brooker (2008) Healthcare-Associated Infections (HAIs) adalah
infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72
jam (3 hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat
masuk rumah sakit. Secara umum pasien yang masuk rumah sakit dengan tanda
infeksi yang timbul kurang dari 3 kali 24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, sedangkan infeksi dengan
gejala 3 kali 24 jam setelah pasien berada dirumah sakit tanpa tanda-tanda klinik
infeksi pada waktu penderita mulai dirawat, serta tanda infeksi bukan merupakan sisa
dari infeksi sebelumya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial
B. Sumber Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
1. Pasien, merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada pasien
lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau kepada alat kesehatan.
2. Petugas kesehatan, dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang
dapat menularkan berbagai kuman atau agen infeksi ketempat lain.
3. Pengunjung, dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya.
4. Sumber lain, yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit yang
meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang
ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada
pasien dan sebaliknya.
Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau endogen. Organisme eksogen
adalah satu jenis organisme yang berada di luar klien. Sebagai contoh, infeksi
pascaoperasi merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian dari flora
normal organisme virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat
terjadi ketika bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara
berlebihan.Sebagai contoh, klien yang memakai beberapa antibiotik dalam lingkungan
rumah sakit dan terkena infeksi C. difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien, tipe dan
jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lamanya perawatan di rumah sakit
memengaruhi risiko infeksi. Infeksi nosokomial secara signifikan meningkatkan biaya
pelayanan kesehatan. Lansia memiliki kerentanan yang semakin meningkat terhadap
infeksi tersebut karena afinitasnya terhadap penyakit kronis dan proses penuaan
dirinya. Perpanjangan perawatan di institusi pelayanan kesehatan, peningkatan
kecacatan, peningkatan biaya antibiotik, dan perpanjangan waktu pemulihan
menambah biaya klien, begitu juga dengan biaya pelayanan kesehatan dan lembaga
asuransi (misalnya Medicare). Sering kali biaya infeksi nosokomial tidak diganti;
dengan demikian, hambatan dalam menjaga finansial dan menjadi bagian penting dari
pelayanan yang terpelihara. Sebagai contoh, TJC memiliki beberapa tujuan nasional
yang terjamin dalam pelayanan lansia, menjamin bahwa lansia menerima vaksin
influenza dan pneumonia atau pencegahan ulkus akibat penekanan dihubungkan
dengan pelayanan kesehatan (TJC, 2007).
C. Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang
berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana
perawatan kesehatan, dan perbedaan negara. Mikroorganisme patogen penyebab
infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.
a) Bakteri
Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi
nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal (commensal
bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria).
1) Bakteri komensal.
Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai flora normal usus manusia sehat, yang
berperan penting dalam mencegah perkembang biakan mikroorganisme patogen.
Sebagian bakteri komensal dapat menyebabkan infeksi jika hospes alaminya
mengalami penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, staphylococcus koagulase
negatif yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi intravaskuler dan
Escherechia coli yang terdapat di usus dapat menyebabkan infeksi saluran
kencing.
2) Bakteri patogenik.
Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang tinggi, dan dapat menyebabkan
infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya :
 Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang
menyebabkan gangren ;
 Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang terdapat di
kulit dan hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui
darah dan menyebabkan infeksi di paru, tulang, paru dan jantung..
Kuman ini sering berkembang menjadi kuman yang kebal terhadap
antibiotika. Selain Staphylococcus aureus, kuman Streptococcus beta-
hemolyticus juga penting sebagai penyebab infeksi nosokomial.
 Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens) yang terdapat
melekat di pipa kateter, kateter kandung kemih, dan di tempat masuk
kanula, pada penderita dengan imunitas rendah, dapat menyebabkan
infeksi yang berbahaya (misalnya terjadi bakteremia, infeksi peritoneum,
infeksi luka di tempat pembedahan). Kuman-kuman ini juga bisa
berkembang menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotika.
 Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering
ditemukan di air dan tempat lembab, dapat berkembang biak di saluran
pencernaan penderita yang sedang rawat inap di rumah sakit.
 Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah
sakit antara lain adalah Legionella spp., yang dapat menyebabkan
pneumonia sporadik atau endemik melalui inhalasi udara yang
mengandung air tercemar berasal dari AC, shower, atau aerosol
terapeutik
b) Virus
Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus, termasuk virus-virus
hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus.
Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui darah transfusi, dialisis, suntikan,
dan endoskopi, sedangkan enterovirus dapat ditularkan melalui jalur penularan
tangan- ke mulut atau jalur penularan tinja-mulut. Virus-virus lain yang dapat
ditularkan sebagai infeksi nosokomial antara lain adalah cytomegalovirus, HIV,
Ebola, virus infl uenza, virus herpes simplex dan virus vaicella-zoster.
c) Parasit dan jamur
Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam kelompok
dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya merupakan
organisme oportunis dan menyebabkan infeksi pada penderita yang mendapatkan
pengobatan antibiotika dalam jangka waktu yang lama dan dalam keadaan
imunosupresi yang berat. Contoh jamur dan parasit ini antara lain adalah Candida
albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium.
Organisme-organisme ini merupakan penyebab utama infeksi sistemik yang
dialami oleh penderita-penderita dengan immunocompromised. Pencemaran
lingkungan melalui udara dengan Aspergillus spp. yang berasal dari debu dan
tanah juga dapat juga terjadi, terutama pada waktu dilakukan perbaikan/konstruksi
rumah sakit.
Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah
ektoparasit yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan fasilitas
perawatan kesehatan.
D. Patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan akan
menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas.
Sebagai contoh, luka operasi di perut yang mengalami infeksi, daerah sekitar luka
akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi umum akan terjadi jika organisme
memasuki aliran darah dan akan menimbulkan gejala klinis sistemik, berupa demam,
menggigil, penurunan tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan ini dapat
berkembang menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena menyerang
berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini kadangkadang
disebut “keracunan darah” yang dapat menyebabkan kematian penderita.
Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan pembedahan,
penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung, mulut atau yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang berasal dari hidung atau mulut
yang terhirup masuk ke dalam paru-paru. Infeksi nosokomial rumah sakit yang paling
sering terjadi adalah infeksi saluran kemih (urinary tract infection-UTI), pneumonia
karena penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi.
Sumber-sumber infeksi lainnya dapat berasal dari kateter vena sentral, dan
berasal dari pipa endotrakeal yang dimasukkan ke lambung dari mulut. Melalui
kateter ini bakteri masuk ke dalam tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu
mendapatkan jalan masuk ke dalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang ditularkan
melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian penderita.
Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, tenaga kesehatan lain), agen
(mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur
pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila
satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :
1. Agen infeksi (infectious agent) meruapakan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur
dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah
(dosis, atau load).
2. Pejamu (reservoir) adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum
adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya.
3. Pintu keluar (port of exit) meruapakan jalan dimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
4. Cara penularan (transmisi) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel).
5. Pintu masuk (port of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu
(yang suseptibel), dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (host suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau
penyakit, dapat dipengaruhi oleh umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis
kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
E. Faktor Risiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Semua penderita rawat inap di rumah sakit bersisiko untuk mendapatkan
infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya. Anak-anak kecil,
orang berusia lanjut, dan orang dengan sistem imun tubuh yang lemah (compromised
immune system) mempunyai risiko lebih besar mendapatkan infeksi nosokomial.
Faktor risiko untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit pada anak terutama
berasal dari kateter vena (termasuk untuk memasukkan makanan) dan dari ventilator
pneumonia. Selain itu pengobatan dengan antibiotik lenih dari 10 hari, tindakan-
tindakan invasif (memasuki tubuh), tatalaksana pasca operasi yang buruk, dan
disfungsi sistem imun.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko penderita rawat
inap, dewasa maupun anak, untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit
adalah:
a. Masa rawat inap yang panjang
b. Adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang berat
c. Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk
d. Penggunaan kateter yang menetap (indwelling catheter)
e. Petugas kesehatan yang lalai mencuci tangan sebelum maupun sesudah
menangani penderita
f. Terjadinya bakteri resisten antibiotik karena penggunaan antibiotik yang tidak
tepat dan berlebihan
Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa penderita pada
kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai tindakan yang dapat meningkatkan
risiko mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
a. Kateterisasi kandung kemih
b. Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan
c. Pembedahan, perawatan atau pengaliran (drainage) luka operasi
d. Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung
e. Prosedur intravenus untuk memasukkan obat atau makanan dan transfusi darah
F. Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Pada masa lalu, fokus utama penanganan masalah dalam pelayanan kesehatan
adalah mencegah infeksi, meskipun infeksi masih merupakan masalah di beberapa
negara, terutama dengan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan
Hepatitis B yang belum ditemukan obatnya.
Saat ini, perhatian utama untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak
hanya untuk pasien, tetapi juga untuk pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk
pekerja yaitu orang yang membersihkan dan merawat ruang bedah.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Elang &
Engkus, 2013) adalah:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau mengurangi
jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati
agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh
petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum
pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan,
dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat
prosedur bedah atau tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghapus semua darah, cairan tubuh, atau setiap
benda asing seperti debu dan kotoran.
5. sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur,
parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.
6. Desinfeksi, tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi
dilakukan dengan merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan Ini dapat
menghilangkan semua nmikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Soedarto, 2016)
adalah:
1. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
2. Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur
3. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber
infeksi lainnya.
4. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan
dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau
penularan antar penderita yang dirawat
5. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua prosedur
termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan alat pencegah
penularan lainnya
6. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya
ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan saluran
pernapasan
7. Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep
antibiotik di bawah perban.
8. Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak
diperlukan lagi.
9. Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk mencegah
bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah
10. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan
menggunakan pelindung, misalnya masker
11. Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk mencegah
bakteri menginfeksi kandung kemih
G. Peran Perawat dalam Manajemen Infeksi Nosokomial atau HAIs
Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan
konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan
menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan
biaya (Brooker, 2008).
Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi
nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Sebagian besar infeksi
nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yaitu :
1. Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan.
2. Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang
diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.
3. Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi
nosokomial.
Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu :
1. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah
sakit dan praktik keperawatan
2. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi
3. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika
ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan
4. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular,
ketika layanan kesehatan tidak tersedia
5. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf
rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau
asuhan keperawatan
6. Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang
aman dan memadai di ruangan.
Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat
yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk:
1. Mengidentifikasi infeksi nosokomial
2. Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi
3. Berpartisipasi dalam pelatihan
4. Surveilans infeksi di rumah sakit
5. Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah
6. Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi lokal
maupun nasional
7. Menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program rumah
sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengan penularan infeksi
Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi
mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menggunakan
metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker,
2008).
Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial
adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Sebagian besar infeksi nosokomial
dapat dicegah dengan strategi-strategi yaitu :
1. Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan.
2. Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang
diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.
3. Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi
nosokomial.
Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu :
4. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah
sakit dan praktik keperawatan
5. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi
6. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika
ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan
2. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular,
ketika layanan kesehatan tidak tersedia
3. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf
rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau
asuhan keperawatan
4. Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang
aman dan memadai di ruangan.
Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat yang
menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk:
1. Mengidentifikasi infeksi nosokomial
2. Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi
3. Berpartisipasi dalam pelatihan
2. Surveilans infeksi di rumah sakit
3. Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah
4. Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi lokal
maupun nasional
5. Menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program rumah
sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengan penularan infeksi
H. langkah cara cuci tangan menurut WHO
1. Telapak Tangan\
Pertama, kamu bisa menggunakan sabun dan ditaruh di telapak tangan. Basahi
tangan dan gosokkan telapak tangan yang sudah dikasih sabun tersebut.
2. Telapak Punggung Tangan
Gosok juga punggung tangan bagian kanan dan kiri. Pastikan seluruh permukaan
terkena sabun.
3. Sela-sela Jari
Selanjutnya, gosokkan sabun ke sela-sela jari. Karena sela-sela jari menjadi salah
satu tempat bersembunyinya kuman.
4. Punggung Tangan
Bersihkan juga punggung tangan dengan gerakan saling mengunci.
5. Jempol
Bersihkan jempol bagian kanan dan kiri secara bergantian dengan gerakan
memutar. Jempol menjadi salah satu bagian jari tangan yang paling aktif
beraktivitas.
6. Ujung Jari
Bersihkan bagian ujung jari dengan gerakan menguncup. Tujuannya untuk
membebaskan kuku dari kuman-kuman

Gambar-gambar: (Bisa dimasukan dalam poster maupun brosur)

(Sumber: www.google. cuci-tangan-sketsa.png)


(Sumber: https://dinkespapuabarat.wordpress.com/)

(Sumber: https://www.google.com/search?q=5+moment+hand+hygiene)
DAFTAR PUSTAKA

Anies. Penyakit Berbasis Lingkungan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2015.

Ningsih , Diah Arum. Patient Safety Project -Pengurangan Resiko Infeksi

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelyanan

Kesehatan. Jakarta.2017.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 tahun 2017 tentang

WHO. The burden of health care-associated infection worldwide: A

summary. 2012. [Retrieved June 2018

Anda mungkin juga menyukai