Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari termasuk
laporan surveilans Diabetes Mellitus ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Laporan surveilans ini kami susun berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan sebagai bagian dari bentuk proses pembelajaran. Pengamatan yang telah
kami lakukan yakni pengamatan terkait penyelenggaraan surveilans penyakit
Diabetes Mellitus di Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini banyak
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan berikutnya. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kami dan para stakeholder serta semua pihak yang
berkepentingan.
Tim Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Tujuan........................................................................................................7
1.2.1 Tujuan Umum..........................................................................................7
1.2.2 Tujuan Khusus.........................................................................................7
1.3 Manfaat...........................................................................................................7
1.3.1 Bagi Mahasiswa.......................................................................................7
1.3.2 Bagi Dinas Kesehatan Palembang...........................................................7
1.3.3 Bagi Program Studi..................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8
2.1 Diabetes Mellitus............................................................................................8
2.2 Besar Masalah Penyakit Diabetes Mellitus..................................................10
2.3 Konsep dan Strategi Pengendalian Penyakit................................................11
2.4 Surveilans Epidemiologi..............................................................................13
2.4.1 Mekanisme Kerja Surveilans.................................................................13
2.4.2 Komponen Sistem Surveilans................................................................14
2.4.3 Tujuan Surveilans Epidemiologi...........................................................15
2.4.4 Jenis Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi..................................16
2.4.5 Surveilans Diabetes Mellitus.................................................................17
BAB III METODE................................................................................................20
3.1 Pendataan dan Analisis Manajemen Surveilans...........................................20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................21
4.1 Analisis Situasi.............................................................................................21
4.1.1 Keadaan Geografis................................................................................21
4.1.2 Batas Wilayah........................................................................................21
4.1.3 Sarana Kesehatan...................................................................................21
4.2 Penyelenggaraan Surveilans.........................................................................24
4.2.1 Input Peneyelenggaraan Surveilans Diabetes Melitus...........................24
3
4.2.2 Kegiatan Pengumpulan Data Surveilans Diabetes Melitus...................25
4.2.3 Kegiatan Pengolahan dan Analisis Data Surveilans Diabetes Melitus..26
4.2 Hasil Pengelolaan Surveilans Kasus DM.....................................................29
4.2.3 Surveilans Kasus DM berdasarkan Waktu................................................29
4.2.3 Surveilans Kasus DM berdasarkan Orang.............................................31
4.2.3 Surveilans Kasus DM berdasarkan Tempat...........................................34
BAB VI PENUTUP..............................................................................................40
6.1 Simpulan.......................................................................................................40
6.2 Saran.............................................................................................................41
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
5,7% (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun
bertempat tinggal di perkotaan).
6
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pelaksanaan surveilans Diabetes Mellitus di kota
Palembang.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman terkait
pelaksanaan sistem surveilans Diabetes Mellitus dengan terlibat langsung dan
mendapatkan pengalaman dalam melakukan kegiatan surveilans Diabetes
Mellitus.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Tjokro Prawiro (1999) berdasarkan sifat klinisnya Diabetes Melitus dibagi menjadi
2, yaitu:
Tipe 1 IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus) disebabkan oleh gangguan sel Beta
pankreas. Tipe ini paling sering berkembang di anak- anak dan remaja. Diabetes Mellitus ini
berhubungan dengan antibodi berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan
Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA).
Pada Diabetes Mellitus tipe ini produksi hormon insulin adalah normal, tetapi sel-sel tubuh
resisten terhadap insulin. Karena sel-sel tubuh dan jaringan non responsif terhadap insulin, glukosa
tetap dalam aliran darah. Hal ini umumnya diwujudkan oleh orang dewasa setengah baya (di atas 40
tahun). Diabetes tipe 2 juga dikenali sebagai Non-insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIIDM).
8
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)
Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko Diabetes
Mellitus. Cara sederhana untuk mengetahui kelebihan berat badan
adalah dengan menghitung IMT. Penggunaan IMT di sini hanya
berlaku untuk orang dewasa > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan
untuk pengukuran status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil.
Obesitas abdominal/ sentral
Pada obesitas sentral terjadi resistansi insulin di hati yang
mengakibatkan peningkatan Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan
oksidasinya. FFA dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa
baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga mengganggu
pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Obesitas abdominal
berhubungan dengan sindroma dismetabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi) yang didasari oleh resistensi insulin.
Kurangnya aktivitas fisik
Kebugaran jasmani erat kaitannya dengan kesehatan seseorang
khususnya dari segi jumlah aktivitas fisik yang dilakukannya. Pada
umumnya Diabetes Mellitus tipe II diderita oleh orang yang mengalami
obesitas 80 % (Depkes RI, 2008). Menurut Chevau dan Kaufman
(1989) latihan fisik/ olahraga pada diabetisi dapat menyebabkan
peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot, sehingga latihan fisik
dapat menurunkan kadar lemak dalam tubuh, kadar glukosa darah,
sensitivitas insulin, menurunkan stres dan dapat mencegah Diabetes
Mellitus tipe II.
9
Dislipidemia pada diabetisi dapat meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi kardiovaskuler.
Diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat
Konsumsi makanan yang tidak seimbang merupakan salah satu faktor
risiko Diabetes Mellitus. Perencanaan makan yang dianjurkan seimbang
oleh Depkes RI tahun 2008 adalah melalui komposisi energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat, protein dan lemak. Seperti karbohidrat
harus memenuhi 45-65%, protein harus memenuhi 10-20%, dan lemak
20-25%.
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Seseorang dengan TGT disebut sebagai gangguan intoleransi glukosa
yang merupakan tahapan sementara untuk menuju DM.
Merokok
Rokok yang mengandung nikotin dapat menyebabkan pengurangan
sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin. Pada
kondisi hiperglikemi, nikotin dan karbon monoksida dapat
mempercepat terjadinya penggumpalan darah.
10
menular (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Hasil penelitian terhadap semua
kasus kematian yang ditemukan dalam Surkesnas 2001 diperoleh gambaran
proporsi sebab utama kematian untuk jenis penyakit endokrin dan metabolik
diabetes Mellitus menempati urutan kesepuluh dengan persentase sebesar 2,7%
(Badan Litbangkes, Publikasi Hasil Surkernas 2009).
Sedangkan hasil Riskesdas 2007 didapat bahwa prevalensi nasional DM
berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan
5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >15 tahun sebesar
10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi
nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia > 15 tahun sebesar 18,8 % dan
sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan
adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi
nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi
kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula
bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7%
dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat
badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
11
mandiri dan perubahan perilaku. Beberapa kegiatan pokok pengendalian penyakit Diabetes Mellitus,
antara lain:
c. Surveilans epidemiologi
d. KIE
12
2.4 Surveilans Epidemiologi
Menurut WHO surveilans epidemiologi adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik, dan terus menerus
serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Definisi surveilans menurut Kepmenkes RI No
1116/Menkes/SK/VIII/2008 adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit/ masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularannya, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan.
13
• Proses : tahapan proses mulai dari pengumpulan data, pengolahan data
serta analisis dan interpretasi data
• output : laporan yang dihasilkan dalam penyelenggaraan surveilans
tersebut, biasanya berupa laporan tahunan surveilans yang diterbitkan
adapun indikator setiap proses pada tingkat kabupaten/kota dapat dilihat
pada tabel berikut :
Manajemen Surveilans Kepmenkes RI No 1116/Menkes/SK/VIII/2008
No Tahapan Indikator
1. Input Tenaga pelaksana surveilans Tenaga Epidemiolog
14
2.4.2 Komponen Sistem Surveilans
Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit atau masalah
kesehatan disusun oleh beberapa komponen untuk pembangunan sistem
penyelenggarannya. Berdasarkan Kepmenkes RI No 1116/Menkes/SK/VIII/2008
komponen yang menyusun sistem surveilans antara lain sebagai berikut:
1. Tujuan yang jelas dan dapat diukur.
2. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans
epidemiologi dengan dukungan tenaga profesional.
3. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumber dan
cara-cara memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara
melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan
informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja surveilans epidemiologi.
4. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan
anggaran.
5. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi.
6. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama
dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan
peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi.
7. Indikator kinerja.
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dilaksanakan melalui jejaring
surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, pusat-
pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan serta unit-unit
surveilans lainnya. Unit penyelenggara surveilans satu dengan lainnya saling
bersinergis seperti unit-unit utama di Kementerian Kesehatan (KemenKes) dan
Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPT KemenKes), unit-unit utama di tingkat
Provinsi dan UPT Dinas Kesehatan Provinsi, unit-unit utama di tingkat
Kabupaten/ Kota dan UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
15
informasi epidemiologi tentang masalah kesehatan meliputi gambaran masalah
kesehatan menurut waktu, tempat dan orang, diketahuinya determinan, faktor
risiko dan penyebab langsung terjadinya masalah kesehatan. Sedangkan tujuan
khusus surveilans epidemiologi menurut Stephen B. Tachker (2004) antara lain:
1. Menghitung estimasi besar masalah kesehatan.
2. Menggambarkan riwayat alamiah penyakit.
3. Deteksi KLB.
4. Dokumentasi distribusi dan sebaran kejadian kesehatan.
5. Mengfasilitasi riset epidemiologi atau laboratorium.
6. Menguji hipotesis.
7. Evaluasi program penanggulangan masalah kesehatan.
8. Memantau perubahan agent penyakit.
9. Memantau kegiatan isolasi.
10. Deteksi perubahan mutu pelayanan.
11. Perencanaan.
16
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta
populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih
mendalamgambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau
faktor risiko kesehatan.
Berdasarkan aktifitas pengumpulan data, maka surveilans dibagi menjadi:
a. Surveilans Aktif,adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan caramendatangi
unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
b. Surveilans Pasif,adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan caramenerima data
tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya.
Berdasarkan pola pelaksanaannya maka surveilans dibedakan menjadi:
a. Pola Kedaruratan,
adalahkegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku
untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana.
b. Pola SelainKedaruratan,
adalahkegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku
untuk keadaan diluar KLB dan atau wabah dan atau bencana.
Berdasarkan kualitas pemeriksaan surveilans epidemiologi dibagi menjadi:
a. Bukti klinis atau tanpaperalatan pemeriksaan, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau
tidak menggunakanperalatanpendukung pemeriksaan.
b. Bukti laboratorium atau dengan peralatankhusus, adalah kegiatan
surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan
laboratorium atau peralatanpendukung pemeriksaan lainnya.
17
menular diprioritaskan pada penyakit – pebyakit dengan prevalensi yang tinggi
seperti diabetes melitus, PJK dan lain lain. Penyakit yidak menular memiliki
faktor resiko bersama, faktor resiko tersebut dapat berkontribusi baik secara
sendiri ataupun saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga dapat
menyebabkan seseorang menderita satu atau lebih banyak penyakit tidak menular.
Adapun Upaya pengendalian PTM dibagi menjadi upaya pencegahan primer,
upaya pencegahan sekunder, dan upaya pencegahan sekunder namun adapun
kegiatan lainnya dalam mendukung upaya pengendalian PTM adalah surveilans.
Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular terdiri dari surveilans
faktor risiko, surveilans kasus/ registry. Surveilans epidemiologi PTM khususnya
penyakit Diabetes Melitus merupakan Keguatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap PTM khususnya diabetes melitus serta kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan diabetes melitus dan cedera tersebut, agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan dan tindak lanjut.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1116/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003 tentang
pedoman penyelenggaraan surveilans epidemologi, diketahui bahwa
penyelenggaraan surveilans Diabetes Mellitus memakai siklus manajemen sistem
surveilans yang terdiri dari input, proses dan output. Input tersebut meliputi segala
komponen yang dapat dijadikan bahan atau sumber daya terkait pelaksanaan
surveilans seperti: SDM, fasilitas, pembiayaan, kebijakan dan mitra. Proses
merupakan tahapan proses mulai dari pengumpulan data, pengolahan data serta
analisis dan interpretasi data. Sedangkan output ialah laporan yang dihasilkan
dalam penyelenggaraan surveilans tersebut, biasanya berupa laporan tahunan
surveilans yang diterbitkan.
Pada dasarnya pelaksanaan surveilans Diabetes Mellitus dilakukan agar
diperolehnya informasi epidemiologi penyakit tidak menular khususnya diabetes
melitus dan terdistribusinya informasi kepada program terkait, pusat – pusat
kajian, dan pusat penelitian serta unit surveilans lain. Berikut adalah tujuan
khusus pelaksanaan program survelans, khususnya surveilans PTM:
18
1. Terkumpulnya data kesakitan di Puskesmas sebagai sumber data surveilans
terpadu penyakit.
2. Terdistribusikannya data kesakitan kepada unit surveilans dinas kesehatan
kabupaten kota, unit surveilans dinas kesehatan provinsi, unit surveilans
dirjen P2PL.
3. Terlaksananya pengolahan dan penyajian data penyakit khususnya diabetes
melitus dalam bentuk tabel, grafik, peta dan analisis lebih lanjut oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan unit surveilans dirjen
P2PL.
4. Terdistribusinya hasil pengolahan dan penyajian data penyakit khususnya
diabetes melitus beserta hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan
rekomendasi kepada program terkait di Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium, Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional, pusat-pusat riset, pusat-
pusat kajian dan perguruan tinggi serta sektor terkait lainnya.
19
BAB III
METODE
22
No. PUSKESMAS Tahun Luas Wilayah Jumlah
berdiri Kerja (ha) Pustu
13. Plaju 1969 1392.691 3
14. Kampus 1978 307.107 2
15. Pakjo 1970 1731.365 2
16. Padang Selasa 1984 3194.188 2
17. Sei Baung 1970 354.493 1
18. Merdeka 1956 123.432 2
19. 23 Ilir 1984 98.017 1
20. Ariodillah 1982 149.374 -
21. Dempo 1950 280.506 1
22. Talang Ratu 1964 75.139 -
23. Basuki Rahmat 1981 375.016 2
24. Sekip 1964 315.900 3
25. Boom Baru 1955 129.324 -
26. Kenten 1980 377.978 2
27. Sabokingking 1983 958.603 1
28. 5 Ilir 1983 258.532 -
29. 11 Ilir 1996 116.545 1
30. Bukit Sangkal 1985 449.761 -
31. Kalidoni 1979 1613.977 3
32. Sei Selincah 1956 1871.444 2
33. Multi Wahana 1996 1702.352 3
34. Sematang borang 1981 2661.385 2
35. Sosial 1984 1119.435 3
36. Sukarami 1990 1044.472 1
37. Tl. Betutu 1993 2400.383 2
38. Punti Kayu 1984 925.680 1
39. Alang2 Lebar 2010 1388.327 2
Sumber : Dinkes Kota Palembang
23
Kota Palembang memiliki 88 Balai Pengobatan/Klinik yang mempunyai
izin dan merupakan milik swasta, 33 Rumah Bersalin yang memiliki izin, 9
praktek dokter bersama yang memiliki izin dan 1.596 praktek dokter umum.
Sarana Kesehatan ini tersebar di 16 kecamatan dalam Kota Palembang
24
sedangkan untuk data rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya belum
terbentuk suatau kerjasama dalam pengumpulan data kasus.
Hal ini telah memenuhi indikator penyelenggaraan surveilans
epidemiologi kesehatan sebagaimana yang tertera pada Kepmenkes RI Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003. Akan tetapi terkait material pendukung yakni alat
surveilans epidemiologi Diabetes Mellitus seperti pedoman dan formulir
perekaman data terkait penyakit Diabetes Mellitus secara khusus tidak ada, hal ini
disebabkan karena pelaksanaan surveilans DM masih bergabung dengan
surveilans epidemiologi penyakit tidak menular lainnya.
25
belum terpisah secara khusus melainkan masih tergabung dengan surveilans
penyakit tidak menular lainnya. Kegiatan pengumpulan tersebut dilakukan dengan
menerima laporan dari Puskesmas baik secara manual atau online.
26
Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa Dinkes Kota Palembang
hanya mendapatkan data dari puskesmas berupa laporan jumlah kasus. Kemudian
setelah data didapat Kota Palembang menginput ke microsoft excel. Data diolah
dan dianalisis hanya berdasarkan tempat, jenis kelamin, dan umur.
Data yang telah diinput kemudian di sajikan dalam bentuk tabel maupun
grafik kepada Dinas Kesehatan provinsi setiap setahun sekali. Analisis lebih lanjut
terkait kebijakan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dirjen P2PL
sehingga kebijakan dihasilkan bukan dari Dinas kesehatan.
27
“Buletin PTM kita dari baru tahun kemarin menerbitkan buletin PTM.
Rencananya akan terus terbit 1 tahun sekali”
Untuk kegiatan umpan balik Kota Palembang hanya mengevaluasi data
berdasarkan jumlah kasus yang baru dan yang lama. Jika pada tanggal yang telah
ditentukan puskesmas belum mengirim data atau data yang dikirim kurang maka
program terkait (PTM) mengkonfirmasi ulang melalui SMS.
2. 1 paket kepustakaan
28
awal
5. Output Penerbitan buletin kajian Ada buletin 1 atau lebih setiap bulan
epidemiologi PTM 1 kali
setahun
29
4.2 Hasil Pengelolaan Surveilans Kasus DM
ini berarti kejadian baru diabetes mellitus masih menjadi masalah besar di
kota palembang. Proporsi kejadian baru diabetes mellitus mengalami kenaikan
pada tahun 2015 sehingga perlu dilakukan intervensi penyebab dari kejadian DM.
30
Grafik Kejadian Baru Diabetes Melitus di Kota Palembang per Bulan Tahun
2011-2015
450
400
350
300 2011
250 2012
200 2013
2014
Axis Title 150
100 2015
50
0
n b et ril ei ni li s er er er er
Ja Fe ar Ap M Ju Ju
ustu mb tob mb mb
M
Ag epte Ok ove ese
S N D
Grafik Kejadian Diabetes Melitus di Kota Palembang Menurut Jenis Kelamin Tahun
2011-2015
Laki-laki 1268 1268
1199
1119
1062
930 946
891
763
607
Grafik Proporsi Diabetes Melitus di Kota Palembang Menurut Jenis Kelamin Tahun
2011-2015
Laki-laki Perempuan
0.16% 0.17% 0.17%
0.15% 0.14%
0.12% 0.12% 0.12%
0.10%
0.08%
32
terendah pada tahun 2014 yaitu sebesar 0,12 % pada perempuan dan 0.08% pada
laki – laki .
Ini berarti terlihat bahwa perempuan lebih beresiko terjadinya diabetes
mellitus dibandingkan laki – laki .
laki-laki laki-laki
44% 41%
perempuan perempuan
56% 59%
laki-laki laki-laki
39% 39%
perempuan perempuan
61% 61%
LAKI-LAKI 39%
PEREMPUAN
61%
33
Grafik Kejadian Diabetes Melitus di Kota Palembang Menurut Umur
Tahun 2014
2014
615 644
278
16
<18 th 18-45 th 45-54 th 60-69 th
114 81
Balita < 5 th anak (5-15 th) dewasa (>15 th)
34
4.2.3 Surveilans Kasus DM berdasarkan Tempat
Analisis kasus DM berdasarkan tempat, dipakai adalah berdasarkan
wilaayh kerja puskesmas.cut of point yang diapakai adalah rata-rata kasus
pertahun. Untuk tahun 2015 data perwilayah puskesmas tidak berhasil didapatkan
dari dinas kesehatan, sehingga analaisis perwilayah hanya dari tahun 2011-2014.
198
128
79 87 87100
5 5 61 69 70 74
5 4.59
21 22 24 25 26 29 33 39 41 41 48 49
0 0 0 3 3 3 4 6 7 8 12 13 17 18
555576
417
293341
197208221
121143146158163
0 0 0 0 4 10 12 13 14 18 25 37 38 40 42 46 53 57 64 66 73 75 82 83 102105
ini berarti proporsi diabetes mellitus masih menjadi masalah besar pada
Puskesmas yang diatas rata-rata
35
Grafik Kejadian Diabetes Melitus di Kota Palembang Berdasarkan Puskesmas Tahun
2012
411
149163
1 08
1 08
75 84 90 96 99101
5355 72
25 313233 34343536 37 47
1 3 4 7 101010 14141616 1818 212123
IR L K A T I L a U L IR I A
IL S IA DA CAH AYU AN MA OP AR
U N U
K A AA RAY NTE
N
J ay UL I
H
L A RAM LAS L AJ
U
5 I K B G C 3 L
SO SW I N I A H AH N A K E y a 1 2 D I A SE P
EL NT W R OM SA N B MA
K
Ka
r
IO SUK NG
GA EI S PU LTI UK I BO K IT MA AR
NA S U S DA
M BA BU TA PA
1415
523
386386402
140
133
131 221244254272274288306
190
170
111
4 5 9 21 21 22 27 31 33 43 45 49 52 58 65 67 68 74 91 94 94101
r l u k h u p n n o o u kal a i i u h a
Il i sia ay da ca ay eki asa c aa akj Sak Rat as AN m on Ul l a J ay KA
5 So ti K swi eli n akr S m a P g a ng Sel ME kara l id 1 o di a R DE
ra B n Ka i y
n a S M n la it
S ng Su Ar Kar ME
Pu Nag Sei Ke m a Ta uk ada
Ta B P
ini berarti proporsi diabetes mellitus masih menjadi masalah besar pada
Puskesmas yang diatas rata-rata.
36
Grafik Kejadian Diabetes Melitus di Kota Palembang Berdasarkan Puskesmas Tahun
2013
333
113122
87
67 67 69 70 72 76
50 56 60 66
23 24 24 24 25 25 27 27 27 29 32 32 33 38 38 43 48
5 6 7 7 13 14 15 1719
711
284
204239265270
61 69 70 73 76 79 80 86 87 88 108119120138148152153155158168182192
8 8 21 37 39 39 41 43 51 52 54
ini berarti proporsi diabetes mellitus masih menjadi masalah besar pada
Puskesmas yang diatas rata-rata
37
Grafik Kejadian Diabetes Melitus di Kota Palembang Berdasarkan Puskesmas Tahun
2014
206
150
103
67 7679
39 43 4545 50 52 56 596262
151617 202121 22 2525 27 30 3435
2 3 3 5 7 9 1010131414
314
1
165 82
1 1
83 95
1021 101 131 141 241 251 301 361 401 44
7 9 1214 18 21 22 23242626 4346 50 52 54 65 72 85 8687 88
ini berarti proporsi diabetes mellitus masih menjadi masalah besar pada
Puskesmas yang diatas rata-rata
38
Peta Sebaran Insiden DM per 100.000 penduduk di Kota Palembang
tahun 2011-2014
tinggi (> mean) ditandai dengan warna biru, sedangkan wilayah kerja
cenderung banyak terjadi Kota bagian Seberang Ilir dari arah Pusat Kota
39
Tahun 2011, kejadian DM yang tinggi terletak didaerah tengah kota yaitu
di pakjo, sekojo, merdeka, dan 1 ulu. pada tahun 2012 kejadian DM yang
sebelumnya.
Pada Tahun 2013 angka kejadian DM semakin meningkat dari tahun 2012
angka kejadian yang tinggi terletak di merdeka, karya jaya, sukarami, pakjo
sekojo dan seberang ulu. Dan pada tahun 2014 angka kejadian DM
Dari pemetaan diatas, tidak tersedia tahun 2015. Padahal angka kejadian
ditahun 2015 mengalami peningkatan yang tinggi dari tahun 2014. Ini berarti
angka kejadian diabetes melitus masih tinggi di kota palembang. Hal yang
tidak sehat. Sehingga faktor resiko terjadinya angka diabetes melitus masih
tinggi.
40
Inventaris Puskesmas diatas rata-rata
41
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
1. Surveilans DM yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Palembang adalah
surveilans pasif dengan menunggu hasil laporan kasus DM dari tiap-tiap
puskesmas.
2. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data Diabetes Melitus dilakukan
oleh pemegang program pengendalian penyakit tidak menular. Sarana dan
prasarana pendukung kegiatan surveilans DM adalah kendaraan bermotor,
jaringan elektromedia, komunikasi seperti faksimile telpon dll, komputer.
3. Indikator proses tecapai yaitu diatas 80% untuk kelengkapan dan ketepatan
laporan
4. Kegiatan umpan balik terkait informasi dilakukan, untuk mengevaluasi
kualitas keterbaruan data yang mereka dapat dari Puskesmas
5. Evaluasi pelaksanaan surveilans yang dilakukan dinkes kepada Puskesmas
hanya evaluasi terhadap kualitas keterbaruan data yang dilaporkan oleh
Puskesmas.
6. Kejadian DM berdasarkan waktu pernah menurun pada tahun 2014 dan
tertinggi pada tahun 2015
7. Kejadian DM berdasarkan orang tertinggi pada kelompok umum >18 tahun
jenis kelamin perempuan
8. Kejadian DM berdasarkan tempat selalu diatas rata-rata adalah puskesmas
merdeka, 1 ulu, dempo selama 4 tahun
6.2 Saran
Saran Managemen surveilans
43
DAFTAR PUSTAKA
44
Lampiran – Lampiran
45
PANDUAN WAWANCARA KOMPONEN DAN MEKANISME KERJA
SURVEILANS DIABETES MELLITUS