Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN FRAKTUR CERVIKAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Gawat Darurat

Oleh:

Nama : Rifqa Aulia Masruroh

NIM : P17212195004

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan diagnosa medis
Fraktur Cervikal.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal………Bulan………..……… Tahun 20.........

Mengetahui,
Preceptor Akademik Preceptor Klinik Ruang ……………
RS……………………..

NIK/NIP. NIK/NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
“FRAKTUR CERVIKAL”

A.DEFINISI
Ada tujuh tulang servikal vertebrae (tulang belakang) yang mendukung
kepala dan menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau
retak) di salah satu tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga
disebut patah tulang leher.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan
olah raga dsb (Sjamsuhidayat, 1997).

B.ETIOLOGI
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di
kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga
memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda)
terkait dengan fraktur servikal. Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma
langsung yang mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui
kemampauan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut
Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :
        Kecelakaan lalulintas
        Kecelakaan olahraga
        Kecelakaan industry
        Jatuh dari pohon/bangunan
        Luka tusuk
        Luka tembak
        Kejatuhan benda keras
C.EPIDEMIOLOGI
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker
dan stroke, tercatat ᄆ  50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3 % penyebab
kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma.
Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot
melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40%
luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling
sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.
D.PATOFISIOLOGI
F.KLASIFIKASI Mekanisme klasifikasi cervical
spine injury

1.Fleksi
- Anterior dislokasi (hiperfleksi sprain)
- Bilateral inter facetal dislokasi
- Simple wedge compression fracture
- Clay-Shovelerr fracture (spinasus process avulsion)
- Flexion tear drop fracture
- Flexion – rotation
- Unilateral facet
dislocation
2.Extension
- Hyperextention dislocation
- Avulsion tear drop fracture of axis
- Fracture of posterior arch of atlas
- Lacunar fracture
- Traumatic spodylolistesis (Hangman’s Fracture)
- Hyperextension fracture dislocation)
3. Vertical Compresion
- Occipital condyle fracture
- Burst fracture
- Jefferson fracture (Bursting fracture of atlas)
4. Lateral Flexion
- Uncinate process fracture
Lesi spesifik dan penanganannya :

1.Occipital condyle fractures


Termasuk fracture yang jarang, klinis pasien datang dengan penurunan kesadaran
atau gangguan kranial nerve.
2.Condylar fracture terbagi 3 tipe:
Tipe I : fracture dikarenakan beban axial dari tengkorak ke tulang atlas, fracture
terjadi di occipital condyle tanpa/minimal displacement ke foramen magnum
Tipe II : fracture dari condylus sampai foramen magnum. Tampak fracture linien
CT-
Scan merupakan fracture stabil
Tipe III : Condyle fracture avulsi Mekanisme trauma biasanya rotasi atau lateral
bending atau keduanya merupakan fracture unstable dan harus dilakukan
craniocervical fusion.

3.Atlanto occipital dislocation


Pasien datang dengan quadri-plegia dan respiratory arrest Diagnosa ditegakkan
dari perhitungan lateral skull X-ray : >1 Normal: 0.7-0.009 Cervical traksi
merupakan kontra indikasi. Halo vest, atlanto occipital fusion. Occipital fusion
merupakan pilihan

4.Atlas Fracture
5 – 10 % cervical spine injury. Gambaran fracture: posterior arch fracture, lateral
mass fracture, Jefferson fracture, Horizontal fracture. Penanganan : mobilisasi
dengan halo vest, bila fracture avulsi dengan axial traksi
5.Axis Fracture,
terbagi: o
Fracture
odontoid o
Fracture lateral
mass
o Hangman’s fracture/traumatic
spondylolistesis o Combine fracture

6.Odontoid fracture
7 – 14 % fracture cervical. Keluhan pasien: nyeri pada occipital cervical
Pemeriksaan: open mount Ro, CT axial, coronal, sagital Dibagi 3 tipe:
1. Avulsi distal odontoid # cervical collar
2. Fracture pada basis odontoid # imobilisasi 12 mhh halo orthosis
3. Fracture melewati body axis # hale vest 12 mgg Basion – posterior arch
Anterior arch atlas for magnum
7.Traumatic spondylolistesis (Hangman’s
fracture)Dibagi 3 tipe:
1. Subluksasi C2 – C3 <>
2. Terpisah discus C2 – C3 dan posterior longitudinal ligament subluksasi C2 –
C3 <> 11o IIA Seperti II, angulasi lebih besar
3. Facet C2 – C3 terpisah, Anterior longitudinal ligament terpisah II, IIA, III #
halo orthosis, bila gagal anterior fusion plate fixasi

G. KOMPLIKASI
a. Syok neurogenik yaitu hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstermitas bawah maka akan terjadi penumpukan
darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi
b. Syok spinal dimana keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlhat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Padas yok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit
walaupun tidak seluruh bagian rusak
c. Hipoventilasi, hal ini trejadi disebabkan karena paralisis otot intercostal yang
merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal
bawah atau torakal atas
d. Hiperfleksia autonomic yang dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat
banyak, kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi

H.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Evaluasi Radiologis
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap
berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto
fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

Plain foto
Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri lokal,
deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan neurologis
atau cedera kepala, pasien denganmultiple trauma yang potensial terjadi cervical
spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral view, open mount
dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila diperlukan.

Computer tomography
Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal trauma,
potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto. CTScan juga
dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan klinis, adanya
defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan pada setiap fraktur
yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke
kanal saat ini CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi
CT imaging memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat
dilihat oleh plain foto.

Myelografi
Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau CT
dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya lesi
intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam kasus
trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.

Magentic Resonance Imaging (MRI)


MRI banyak digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal,
mendiagnosis akut spinal cord dan cervical spinal injury karena spinal cord dan
struktur sekitarnya dapat terlihat.

I.PENATALAKSANAAN

1.Mempertahankan ABC (Airway, Breathing


Circulation)

2.Pertolongan Pertama untuk Fraktur Servikal


Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah
fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher.
Jika ada kemungkinan patah tulang leher, leher pasien tidak boleh digerakkan
sampai tindakan medis diberikan dan X-ray dapat diambil. Itu jalan terbaik untuk
mengasumsikan adanya cedera leher bagi siapa saja yang terkena benturan, jatuh
atau tabrakan. Gejala fraktur servikal termasuk parah dengan rasa sakit pada kepala,
nyeri yang menjalar ke bahu atau lengan,memar dan bengkak di bagian belakang
leher.

2.Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi mal aligment, decompresi elemen neural
dan restorasi spinal stability. Operasi anterior dan posterior
Anterior approach, indikasi:
- ventral kompresi
- kerusakan anterior collum
- kemahiran neuro surgeon
Posterior approach, indikasi:
- dorsal kompresi pada struktur neural
- kerusakan posterior collum Keuntungan:
- dikenal banyak neurosurgeon
- lebih mudah
- medan operasi lebih luas dapat membuka beberapa segmen
- minimal morbility

3.Pembatasan aktivitas
Studi spesifik yang membandingkan keluaran dengan atau tanpa pembatasan
aktivitas belum ada. Jadi toleransi terhadap respon pengobatan yang bersifat individual
sebaiknya menjadi panduan bagi praktisi. Pada tahap akut sebaiknya hindari pekerjaan
yang mengharuskan gerak leher berlebihan. Pemberian edukasi mengenai posisi leher
yang benar sangatlah membantu untuk menghindari iritasi radiks saraf lebih jauh.
Seperti contohnya : penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi
dengan menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan
ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah. Saat menonton pertandingan
pada lapangan terbuka , maupun layar lebar sebaiknya menghindari tempat duduk yang
menyebabkan kepala menoleh/berotasi ke sisi lesi.

4.Penggunaan collar brace


Ada banyak jenis kolar yang telah dipelajari untuk membatasi gerak leher. Kolar
kaku/ keras memberikan pembatasan gerak yang lebih banyak dibandingkan kolar lunak
(soft collars ), kecuali pada gerak fleksi dan ekstensi. Kelebihan kolar lunak :
memberikan kenyamanan yang lebih pada pasien. Pada salah satu studi menunjukkan
bahwa tingkat kepatuhan pasien untuk menggunakan kolar berkisar 68-72%.
Penggunaan kolar sebaiknya selama mungkin sepanjang hari. Setelah gejala membaik,
kolar dapat digunakan hanya pada keadaan khusus , seperti saat menyetir kendaraan dan
dapat tidak digunakan lagi bila gejala sudah menghilang. Sangatlah sulit untuk
menyatakan waktu yang tepat kolar tidak perlu digunakan lagi, namun dengan
berpatokan : hilangnya rasa nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit
motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.

5.Modalitas terapi lain


Termoterapi dapat digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas
terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot.
Kompres dingin dapat diberikan selama 15-30 menit, 1 sampai 4 kali sehari, atau
kompres panas /pemanasan selama 30 menit , 2 sampai 3 kali sehari jika dengan
kompres dingin/pendinginan tidak efektif. Pilihan antara modalitas panas atau dingin
sangatlah pragmatik tergantung pada persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
Traksi leher merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan meskipun
efektifitasnya belum dibuktikan dan dapat menimbulkan komplikasi sendi
temporomandibular. Ada beberapa jenis traksi, namun yang dapat dilakukan di rumah
adalah door traction. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit , dan dapat
dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah
keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi dikontraindikasikan pada
pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan adanya arthritis dengan subluksasi
atlanto-aksial. Latihan yang menggerakan leher maupun merangsang nyeri sebaiknya
dihindari pada fase akut. Saat nyeri hilang latihan penguatan otot leher isometrik lebih
dianjurkan.
Penggunaan terapi farmakologik dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
mungkin mengurangi inflamasi di sekitar radiks saraf (meskipun inflamasi sebenarnya
tidak pernah dapat dibuktikan di radiks saraf maupun diskus).
Jika gejala membaik dengan berbagai modalitas terapi di atas , aktivitas dapat secara
progresif ditingkatkan dan terapi dihentikan atau kualitas diturunkan. Jika tidak ada
perbaikan atau justru mengalami perburukan sebaiknya dilakukan eksplorasi yang lebih
jauh termasuk pemeriksaan MRI dan dipertimbangkan dilakukan intervensi seperti
pemberian steroid epidural maupun terapi operatif. Tidak ada patokan sampai berapa
lama terapi non-operatif dilanjutkan sebelum tindakan operatif. Defisit neurologis pada
herniasi diskus daerah lumbal yang cukup besar dilaporkan bisa terjadi perbaikan tanpa
operasi. Mungkin hal ini juga bisa terjadi pada herniasi diskus di servikal.
6. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
7. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi
lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
8.Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di
bawah pelvis kemudian mengikatnya.

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan Keperawatan
Aktifitas dan istirahat     : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
Sirkulasi                           : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
hipotensi,bradikardia,ekstremitasdinginataupucat
Eliminasi                           : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi
perut,peristaltikusushilang
Integritas ego                   : Menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisahdanmenarikdiri.
Pola makan                      : Mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang Pola
kebersihandiri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
Neurosensori                   : Kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis
flasid,hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,perubahan reaksi
pupil,ptosis.
Nyeri/kenyamanan         : Nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
mengalamideformitapadaderahtrauma.
Pernapasan                      : Nafas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
Keamanan                        : Suhu yang naik turun

Daftar Masalah Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan (diafragma), kompresi
medulla spinalis.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada cervikalis
3. Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d kerusakan saraf perkemihan
4. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan peristaltik usus akibat kerusakan
persarafan usus & rectum.
5. Hambatan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota gerak

Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola napas tidak efektif Tujuan perawatan : pola 1. Pertahankan jalan nafas;
berhubungan dengan nafas efektif setelah posisi kepala tanpa gerak.
kelumpuhan otot diberikan oksigen
Rasional : pasien dengan cedera
diafragma
Kriteria hasil :  cervicalis akan membutuhkan
a)      ventilasi adekuat bantuan untuk mencegah
aspirasi/ mempertahankan jalan
b)      PaCo2<45
nafas.
c)      PaO2>80
2. Lakukan penghisapan lendir
d)     RR 16-20x/ menit bila perlu, catat jumlah, jenis
e)      Tanda-tanda dan karakteristik sekret.
sianosis(-) : CRT  2 detik Rasional : jika batuk tidak
efektif, penghisapan dibutuhkan
untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi
pernapasan.
3. Kaji fungsi pernapasan.
Rasional : trauma pada C5-6
menyebabkan hilangnya fungsi
pernapasan secara partial,
karena otot pernapasan
mengalami kelumpuhan.
4. Auskultasi suara napas.
Rasional : hipoventilasi
biasanya terjadi atau
menyebabkan akumulasi sekret
yang berakibat pnemonia.
5Observasi warna kulit.
Rasional : menggambarkan
adanya kegagalan pernapasan
yang memerlukan tindakan
segera

5. Kaji distensi perut dan


spasme otot.
Rasional : kelainan penuh pada
perut disebabkan karena
kelumpuhan diafragma
6. Anjurkan pasien untuk
minum minimal 2000
cc/hari.
Rasional : membantu
mengencerkan sekret,
meningkatkan mobilisasi sekret
sebagai ekspektoran.
7. Lakukan pengukuran
kapasitas vital, volume tidal
dan kekuatan pernapasan.
Rasional : menentukan
fungsi otot-otot pernapasan.
Pengkajian terus menerus
untuk mendeteksi adanya
kegagalan pernapasan.
8. Pantau analisa gas darah.
Rasional : untuk mengetahui
adanya kelainan fungsi
pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan
PaCO2 meningkat.
9. Berikan oksigen dengan cara
yang tepat.
Rasional : metode dipilih sesuai
dengan keadaan isufisiensi
pernapasan.
10. Lakukan fisioterapi nafas.
Rasional : mencegah sekret
tertahan

2. Gangguan rasa nyaman Tujuan 1. Kaji terhadap nyeri dengan


nyeri berhubungan keperawatan : rasa skala 0-5.
dengan adanya cedera nyaman terpenuhi
Rasional : pasien melaporkan
setelah diberikan
nyeri biasanya diatas tingkat
perawatan dan
cedera.
pengobatan
2. Bantu pasien dalam
Kriteria hasil :
identifikasi faktor pencetus.
melaporkan rasa
nyerinya Rasional : nyeri dipengaruhi
berkurang dengan oleh; kecemasan, ketegangan,
skala nyeri 6 dalam suhu, distensi kandung kemih
waktu 2 X 24 jam dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan
kenyamanan.
Rasional : memberikan rasa
nayaman dengan cara
membantu mengontrol nyeri.
4. Dorong pasien menggunakan
tehnik relaksasi.
Rasional : memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol.
5. Berikan obat antinyeri sesuai
pesanan.
Rasional : untuk menghilangkan
nyeri otot atau untuk
menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat

3. Perubahan pola eliminasi Tujuan perawatan : 1.      Kaji pola berkemih, dan


urine berhubungan pola eliminasi catat produksi urine tiap jam.
dengan kelumpuhan kembali normal
Rasional : mengetahui fungsi
syarat perkemihan. selama perawatan
ginjal
Kriteria hasil :
2.      Palpasi kemungkinan
a)    Produksi urine adanya distensi kandung kemih.
50cc/jam
3.      Anjurkan pasien untuk
b)   Keluhan minum 2000 cc/hari.
eliminasi urin tidak
Rasional : membantu
ada
mempertahankan fungsi ginjal.
4.      Pasang dower kateter.
Rasional membantu proses
pengeluaran urine

4. Gangguan eliminasi Tujuan perawatan : 1.    Auskultasi bising usus,


alvi /konstipasi pasien tidak catat lokasi dan
berhubungan menunjukkan karakteristiknya.
dengan gangguan adanya gangguan
Rasional : bising usus mungkin
persarafan pada eliminasi
tidak ada selama syok spinal.
usus dan rektum. alvi/konstipasi
2.    Observasi adanya distensi
Kriteria hasil :
perut.
pasien bisa b.a.b
secara teratur sehari 3.    Catat adanya keluhan mual
1 kali dan ingin muntah, pasang NGT.
4.    Rasional : pendarahan
gantrointentinal dan lambung
mungkin terjadi akibat trauma
dan stress.
5.    Berikan diet seimbang
TKTP cair
Rasional : meningkatkan
konsistensi feces
6.    Berikan obat pencahar
sesuai pesanan.
Rasional: merangsang kerja
usus
Kasus 1
Pasien F, laki-laki usia 40th , pekerjaan pegawai swasta, masuk RS Dr Soetomo
pada tanggal 20 April 2020 atas rujukan RS Soedono, dengan keluhan utama sesak
nafas, RR 29x/menit. Pasien juga mengeluh kelemahan anggota gerak sejak 5 hari yang
lalu. Klien merasa kelemahan anggota geraknya semakin memberat. Makan dan
minumnya baik. Klien tampak menggunakan colar neck. Satu bulan sebelum masuk RS
Dr Soetomo, pasien mengalami kecelakaan. Mobil yag ditumapngi pasien masuk ke
lubang dan kepala pasien terbentur atap mobil sampai 4x. Saat itu pasien pingsan,
lamanya kira-kira 20 menit, perdarah THt tidak ada, muntah tidak ada dan pasien
masih ingat peristiwa sebelum kejadian. Pasien mengalami kelemahan pada keempat
anggota gerak, nyeri hebat di area leher bagian belakang dan dipasang colar neck.
Pasien bisa BAB, klien dirawat di RS Soedono selama 10 hari. Pasien masih
menggunakan kateter sejak dari RS Soedoono. Pasien menjalani fisioterapi sebanyak 9
kali yang dilakukan oleh fisioterapist. Saat fisioterapist kepala pasien ditarik. Riwayat
hipertensi, DM, penyakit jantung disangkal. Riwayat pemberian steroid di RS Soedono
tidak diketahui. TD= 100/60 mmHg, N=80x/menit, RR 29x/meni.
 Hasil pemeriksaan laboratorium : Terapi yang sudah diberikan :
Hb 13,2 g/dl O2 sungkup rebreathing 6l/m
Ht 36% IVFD NaCl 0,9% per 12 jam
Leukosit 16.500/uL Imobilisasi leher dengan colar neck
Trombosit 244.000/uL Metilprednison tab 4x8mg
LED 25mm Ranitidin 2x1amp IV
Ureum 23mg/dL NaCl tab 3x500mg
Kreatinin darah 0.6 mg/dL
GDS 126mg/dL
Na 105 meq/I
K 4,2 meq/I
CI 73 meq/I
 Foto Cervical : dislokasi C1-C2
 MRI : fraktur C1 dengan dislokasi ke posterior,stenosis berat medulla spinalis
setinggi C1-C2

Anda mungkin juga menyukai