PENDAHULUAN
terutama ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat
Penyebaran perubahan patologis secara luas ini terutama berkembang pada mata,
terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. (2)
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa dan biasanya mengenai penderita
(2) (3)
berusia 20-64 tahun. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah 10
tahun dan meningkat setelah pubertas. (1) Pada kasus retinopati terjadinya kelainan
mikrovaskular pada retina. Berdasarkan gejala dan tanda klinik, retinopati diabetik
1
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu; retinopati diabetik non-proliferatif dan
akhir dari retinopati tipe non-proliferatif yang ditandai dengan adanya dilatasi
merupakan ciri stadium lanjut dari retinopati yang dikenal dengan retinopati
The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18 pusat
gangguan retina yaitu usia dan lamanya seseorang menderita DM, ketergantungan
insulin pada DM tipe 2, jenis kelamin serta penyakit yang menyertai, misalya
nefropati dan hipertensi. Selain itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat
sebaiknya dilakukan sebelum gejala penyulit seperti ablasi retina dan perdarahan
2
badan kaca timbul dan memberikan kerusakan. Selain kontrol gula darah dan
vitrektomi akan sangat berhasil untuk menghentikan penurunan penglihatan. (5) (10)
periode 2014.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
3
1.3.1 Tujauan Umum
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi para
4
VEGF, sehingga timbul kepedulian untuk bekerja sama dalam mengurangi
akan datang.
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak instansi yang berwenang untuk digunakan
diabetik.
BAB 2
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENDAHULUAN
dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat gangguan sekresi
(1)
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada
beberapa organ tubuh, terutama ginjal, mata, jantung, saraf dan pembuluh darah,
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yang meliputi usia dan
kelamin serta penyakit yang menyertai, misalya nefropati dan hipertensi. Selain
oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment
2.2. Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan terjadi
6
terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. (2) (4)
ternyata pasien retinopati diabetik memiliki resiko 29 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding orang yang nondiabetes. (11) Resiko mengalami retinopati pada
dideritai.
2.3. Patogenesis
Jika pembuluh darah terpapar dengan kondisi hiperglikemik pada tempoh waktu
yang lama, keadaan ini bisa menyebabkan perubahan fisiologi dan biokomia yang
prevalensi dan beratnya retinopati antara lain: 1) adhesi platelet yang meningkat,
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf,
kapiler retina. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak
pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri tiga lapisan dari luar ke
dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel
endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak
diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan
7
sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan
erat antara satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
(5) (7) (5)
10:1. Keadaan ini mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah.
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa retina, 5) kontraksi dari
jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
8
Hal ini menimbulkan area non-perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.
Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan
oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal
kelainan DM dini pada mata yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau
(5) (7)
terjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular
retina yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun
(7)
local. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
berwarna kuning, iregular, kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar
(7)
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula. Eksudat
9
Gambar 1: Mikroaneurisma, intraretinal hemorrhage, hard exudates (panah) dan
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyalaan api
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
plasma, (7)
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth
ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapis sel endotel
tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi
penampakan berupa bercak berwarna merah, abu-abu atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri
dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi
10
dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina. (7)
11
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Metode diagnostik terkini yang
maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata yang terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp
retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media
refraksi.(2)
proses neovaskularisasi, kebocoran darah atau plasma dan proses non perfusi
12
Tabel 1: Klasifikasi Retinopati Diabetik
(7)
Tahap Deskripsi
Tidak ada retinopati Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada
normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
13
Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke
retinopati diabetik.
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau
IRMA
3. Retinopati non-proliferatif berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
14
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
non-proliferatif berat.
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencaup <1/4 dari daerah
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif resiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup >1/4
daerah diskus
d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus
optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
15
Tabel 3: Perbedaan antara NPDR dan PDR
(7)
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina (+) Oedema retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA (+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan vitroeus (-) Perdarahan vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
2.5 Penatalaksanaan
untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan
kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh
16
edema makula diabetik, perdarahan vitreus dan edema makula sekunder pada
(12) (16)
oklusi vena retina. Bevacizumab merupakan anti angiogenik yang tidak
hanya menahan dan mencegah pertumbuhan proliferasi sel endotel vaskular tapi
juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel.
(7)
Untuk penggunaan okuler, bevacizumab diberikan via intra vitreal injeksi ke
dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,05 mL atau 1,25 mg dengan
prosedur steril 1 kali setiap bulan (4 minggu) selama 3 bulan pertama. Pengobatan
lanjut dapat diberikan bila terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan atau
(7) (14)
edema makula kembali setelah terapi. Ranibizumab, merupakan versi
dengan fragmen antibodi yang lebih kecil bagi memudahkan penetrasi ke retina
yang lebih baik, dengan dosis 0,05 mL atau 0,5 mg diinjeksikan secara intravitreal
(7) (12) (14)
dengan prosedur steril 1 kali setiap bulan ( 4 minggu) selama 3-6 bulan.
perdebatan para ahli. Namun karena perbandingan biaya, lebih banyak klinisi
(14)
menggunakan bevacizumab dibanding ranibizumab. Komplikasi injeksi
5) Perdarahan vitreus
17
6) Glaukoma neovaskuler
mengalami serangan jantung atau stroke dalam 3 bulan terakhir dan pada pasien
yang memiliki angina yang tidak terkendali atau mempunyai tekanan darah tinggi
2.6 Prognosis
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. (7) Menurut Nago (2014),
retina. Obat ini efektif dalam mencegah hilangnya penglihatn sentral sehingga
90% dari mata total mata yang diobati. Efek samping dari injeksi anti-VEGF
dapat berupa infeksi mata yang kronis (1 dalam 3000 kasus), pelepasan retina,
BAB 3
18
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
retinopati diabetik menyebabkan kebutaan paling sering pada usia dewasa 20-64
(2) (3)
tahun. Untuk menghambat terjadinya perburukan ketajaman visus, maka
terdapat berbagai faktor risiko dari retinopati diabetik anatara lain : usia, jenis
kelamin,lama menderita DM, kolesterol total, kadar gula darah dan HbA1c.
Namun karena terbatasan waktu , faktor resiko yang diteliti hanyalah usia, jenis
kelamin dan kadar gula darah sewaktu, pemeriksaan visus dan funduskopi.
1) Usia
Usia adalah lama seseorang hidup. Penderita penyakit diabetes melitus banyak
perubahan fisiologi yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes
sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut. Masa dimana
fungsi tubuh yang dimiliki oleh manusia semakin menurun terutama fungsi
disebabkan gaya hidup dan pola makan yang keliru. Semakin dewasa seseorang
19
maka resikonya tekena diabetes semakin tinggi. (7)
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies
sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk
akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan
Kadar gula darah sewaktu merupakan kadar gula yang diambil dari darah
4) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan tekanan yang dialami darah pada pembuluh darah
arteri darah ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.
5) Visus
merupakan pegukuran fungsi visual yang paling sering digunakan dalam klinik.
6) Funduskopi
menggunakan alat yang disebut oleh ophtalmoskop. Beberapa struktur yang dapat
Oleh karena keterbatasan waktu dan tempat penelitian, maka penelitian ini
20
VEGF, khususnya injeksi Avastin di Klinik Mata Orbita sepanjang periode 2014.
anti-VEGF
Vikterektomi Laser
Usia
Jenis Kelamin
Retinopati Diabetik:
I) Diabetik retinopati Visus
Kadar Gula non-proliferatif
Darah Sewaktu II) Diabetik retinopati
(GDS) Funduskopi
prolferatif
Tekanan Darah
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Variabel Diteliti
menyebabkan kebutaan.
21
diabetik retinopati proliferatif yang mendapatkan terapi anti-VEGF dari
rekam medik.
3.3.1.2 Visus
c. Cara ukur : Dicatat hasil pengukuran visus pasien dari rekam medik.
3.3.1.3 Funduskopi
ophtalmoskop
3.3.2.1 Usia
a. Definisi : Lama waktu hidup dimulai sejak dilahirkan sampai dengan waktu
penelitian dilakukan.
22
b. Alat ukur : Tabel pengisian data.
c. Cara ukur : Dicatat usia pasien saat berobat ke klinik dari rekam medik.
1. < 40 tahun
2. 40-50 tahun
3. 51-60 tahun
4. 61-70 tahun
5. > 70 tahun
c. Cara ukur : Dicatat jenis kelamin dari pasien saat masuk ke klinik dari
rekam medik.
1. Laki-laki
2. Perempuan
a. Definisi : Kadar gula darah sewaktu merupakan kadar gula yang diambil
c. Cara ukur : Dicatat hasil laboratorium GDS pasien dari rekam medik.
23
3.3.2.4 Tekanan Darah
a. Definisi : Tekanan yang dialami darah pada pembuluh darah arteri ketika
c. Cara ukur : Dicatat hasil tekanan darah pasien dari rekam medik.
1. <120/<80 : Normal
2. 120-139/80-90 : Prehipertensi
3.3.2.5 Anti-VEGF
rekam medik.
VEGF.
BAB 4
24
METODE PENELITIAN
VEGF di Klinik Mata Orbita melalui penggunaan rekam medik sebagai data
penlitian.
Penelitian ini direncanakan diadakan pada bulan November 2015 sampai bulan
25
Populasi terjangkau adalah penderita retinopati diabetik yang berobat di Klinik
4.3.3 Sampel
Orbita
1. Pasien DM tipe 1.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui rekam
26
4.4.2 Instrumen Penelitian
penelitian ini terdiri dari lembar pengisian data dengan tabel-tabel tertentu untuk
Kemudian nomor rekam medik pasien retinopati diabetik dalam periode yang
Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam tabel check
Pengolahan data anlisa data dibagi dalam beberapa tahapan , yaitu pengumpulan
rekam medik pasien, pengolahan data screening pasien retinopati diabetik yang
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram untuk
27
4.6 Etika Penelitian
penelitian.
sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian
yang dilakukan.
BAB 5
28
HASIL PENELITIAN
Mata Orbita pada periode 2014” yang dilakukan pada bulan November 2015
sehingga bulan Desember 2015. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data
sekunder dari rekam medik di Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar sepanjang
periode 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel secara
total sampling yaitu mengambil seluruh data pasien retinopati diabetik yang
Orbita pada periode 2014 yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 55
orang. Sebanyak 85 sampel mata yang telah diteliti untuk melihat bagaimana
rekam medik. Data yang diambil adalah nama, no. rekam medik, usia, jenis
kelamin, kadar gula darah sewaktu (GDS), visus dan hasil funduskopi.
29
Injeksi Avastin Menurut Jenis Kelamin
56.36%
43.64%
Laki-laki
Perempuan
30
<40 2 3.64
41-50 10 18.18
51-60 26 47.27
61-70 13 23.64
>70 4 7.27
Total 55 100
Sumber: Rekam Medik Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar
7.27% 3.6
4%
18.18% <40 tahun
23.64%
41-50 tahun
51-60 tahun
47.27%
61-70 tahun
>70 tahun
Usia termuda yang menderita retinopati diabetik adalah pada usia 33 tahun
dan yang tertua adalah pada usia 81 tahun. Dari hasil penelitian, distribusi usia
pasien antara <40 tahun (3.64%), 41-50 tahun (18.18%), 51-60 tahun (47.27%),
61-70 tahun (23.64%), >70 tahun (7.27%). Usia rata-rata subjek adalah 57.05
tahun. (SD ± 9.75) Usia yang terbanyak menderita retinopati diabetik adalah pada
usia 51-60 tahun, yaitu sebesar 47.27%. Proporsi terkecil adalah pada kelompok
31
Gula Darah Sewaktu
(gr/dl)
<200 32 58.18
>200 23 41.82
Total 55 100
Sumber: Rekam Medik Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar
41.82%
58.18%
<200gr/dl
>200gr/dl
Dari data yang didapatkan dari rekam medik, secara keseluruhan didapati
proporsi gula darah sewaktu (GDS) dari pasien saat berobat ke Klinik Spesialis
Mata Orbita yaitu dengan GDS <200 gr/dl adalah sebanyak 58.18% dan GDS
(JNC 7)
Normal 5 9.09
Prehipertensi 15 27.27
32
Hipertensi Grade 1 22 40
Hipertensi Grade 2 13 23.64
Total 55 100
Sumber: Rekam Medik Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar
9.09%
23.64%
Normal
27.27%
P.hipertensi
H.Grade 1
40% H.Grade 2
hipertensi grade 1 sebesar 40%. Proporsi tekanan darah yang paling rendah adalah
tekanan darah normal, yaitu sebesar 9.09%. Sebesar 27.27% subjek menderita
33
18.82%
NPDR
81.18% PDR
Daripada total 85 mata pasien yang diteliti terdapat sebanyak 69 biji mata
Total 58 100
Sumber: Rekam Medik Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar
34
Berdasarkan data penelitian, penderita memiliki hasil funduskopi terbanyak
sebanyak 23 biji mata atau sebesar 39.66%. Hasil Funduskopi terendah adalah
pada pasien yang memiliki tipe diabetik retinopati NPDR bilateral dengan jumlah
4 biji mata atau 6.9%. Sebanyak 8 biji mata atau 13.79% mata pasien yang
14.12%
1 kali
85.88%
>1 kali
mata penderita yang menerima 1 kali injeksi Avastin dengan presentase sebesar
35
85.88% dan sebanyak 12 orang penderita yang mendapatkan lebih dari 1 kali
Normal
Low 7 33 40 47.06 8 33 41 48.24
vision
(Near-) 2 20 22 25.88 2 16 18 21.18
Blindnes
s
Total 85 100 Total 85 100
Sumber: Rekam Medik Klinik Spesialis Mata Orbita, Makassar
Keterangan:
N = Jumlah % = Persentase
36
Berdasarkan data penelitian, didapatkan persentase visus terbesar sebelum dan
selepas injeksi adalah low vision yaitu sebesar 47.06% sebelum injeksi dan
30.59% setelah injeksi. Derajat visus (near-) blindness pada mata kanan
setelah injeksi.
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, setelah diberi injeksi Avastin dapat dilihat
bahwa terjadinya perbaikan visus terutamanya pada pasien diabetik retinopati tipe
PDR karena jumlah pasien PDR pada derajat (near-) blindness sebelum injeksi,
yaitu sebanyak 20 biji mata telah berkurang menjadi 16 biji mata setelah injeksi
dan terjadi peningkatan jumlah pasien PDR pada derajat (near-) normal setelah
injeksi, yaitu dari 16 biji mata menjadi 20 biji mata pada derajat (near-) normal.
Pada pasien NPDR terjadi pengurangan jumlah sampel pada derajat (near-)
normal yaitu dari 7 biji mata menjadi 6 biji mata. Manakala pada derajat low
vision telah terjadi peningkatan jumlah sampel, yaitu dari 7 biji mata sebelum
Retinopati N % N % N % N %
37
NPDR 1 6.25 12 75 3 18.75 16
Keterangan:
N = Jumlah % = Persentase
50
45
40
35
30
Meningkat
25
Statik
20
15 Menurun
10
5
0
NPDR PDR
komplikasi diabetik retinopati tipe NPDR dan PDR yang paling banyak setelah
diberi terapi injeksi Avastin adalah visus statik, sebanyak 57 sampel mata
(7.06%). Pada visus statik, tipe NPDR memiliki persentase sebesar 75% manakala
65.22% pada tipe PDR. Persentase perubahan visus yang paling rendah setelah
38
pemberian injeksi Avastin pada pasien NPDR adalah pada visus meningkat, yaitu
sebanyak 6.25% manakala pada tipe PDR persentase perubahan visus terendah
BAB 6
PEMBAHASAN
Spesialis Mata Orbita pada Periode 2014, didapatkan 85 sampel mata. Metode
pengambilan sampel adalah total sampling. Data diambil dari data sekunder yang
retinopati diabetik adalah berusia 33 tahun dan yang tertua berusia 81 tahun. Dari
hasil penelitian, distribusi umur pasien antara <40 tahun (3.64%), 41-50 tahun
(18.18%), 51-60 tahun(47.27%), 61-70 tahun (23.64%), >70 tahun (7.27%). Usia
rata-rata subjek adalah 57.05 tahun. (SD ± 9.75) . Usia terbanyak yang menderita
diabetik retinopati adalah usia 51-60 tahun, yaitu sebesar 47.27%. Proporsi
Menurut Candi S.(2012), diabetik retinopati paling banyak terjadi pada usia
51-60 tahun dengan persentase 47.1%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
39
dilakukan dimana persentase usia terbanyak yaitu usia 51-60 tahun sebesar
47.27%. dan insidens retinopati diabetik yang paling sedikit terjadi pada penderita
yang berusia <40 tahun sebesar 3.64%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
dimana didapatkan persentase penderita yang berusia <40 tahun paling kecil (0%).
(7)
Hal ini sesuai dengan rujukan bahwa umumnya manusia mengalami perubahan
Sedangkan proporsi bagi laki-laki adalah sebanyak 24 orang (43.64%). Hal ini
sesuai dengan penelitian dari Mahar dkk yang mendapatkan kecenderungan kasus
28.31%. Hal ini mungkin disebabkan kerana prevalensi terbanyak yang menderita
diabetes mellitus adalah jenis kelamin perempuan, oleh kerana itu jumlah
penderita diabetik retinopati juga lebih banyak pada jenis kelamin perempuan.
didapatkan proporsi gula darah sewaktu dari pasien saat berobat ke Klinik
Spesialis Mata Orbita yaitu dengan GDS <200 mg/dl sebanyak 32 orang atau
sebesar 58.18% dan GDS >200 mg/dl sebanyak 23 orang atau sebesar 41.82 %.
40
kimiawi yang terjadi pada endotel pembuluh darah. Kadar gula darah sewaktu
merupakan indikator apakah seseorang memiliki kadar gula darah yang terkontrol
atau tidak. Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan risiko terjadinya
Data yang diambil ini adalah profil gula darah dari pasien yang sudah
melakukan injeksi anti-VEGF itu selalu mengusahakan agar gula darah bisa
mendekati normal.
yaitu hipertensi grade 1 sebesar 40%. Persentase tekanan darah normal adalah
yang paling kecil, yaitu sebanyak 9.09%. Sebesar 27.27% subjek menderita
Berdasarkan referensi, tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko yang
factor risiko terjadinya diabetik retinopati meningkat 1.5x pada pasien yang
memiliki tekanan darah sistolik 125-139 mmHg dan meningkat 2.8x pada pasien
Daripada total 85 mata pasien yang diteliti terdapat sebanyak 69 biji mata
41
mengalami komplikasi diabetik retinopati tipe NPDR. Pada tipe PDR bilateral dan
sebesar 39.66%. Hasil Funduskopi terendah adalah pada pasien yang memiliki
tipe diabetik retinopati NPDR bilateral dengan jumlah 4 biji mata atau 6.9%.
Sebanyak 8 biji mata atau 13.79% mata pasien yang ditemukan menderita NPDR
unilateral.
menyebabkan kelainan pada pembuluh darah retina dan hal tersebut dapat
mata penderita yang menerima 1 kali injeksi Avastin dengan presentase sebesar
85.88% dan sebanyak 12 orang penderita yang mendapatkan lebih dari 1 kali
Injeksi Avastin biasanya diberikan lebih dari 1 kali jika mata pasien
selepas injeksi adalah low vision yaitu sebesar 47.06% sebelum injeksi dan
42
48.24% setelah injeksi. Kategori derajat visus (near-) normal mengalami
30.59% setelah injeksi. Derajat visus (near-) blindness pada mata kanan
setelah injeksi.
Berdasarkan hasil pada tabel 5.8, setelah diberi injeksi Avastin dapat dilihat
bahwa terjadinya perbaikan visus terutamanya pada pasien diabetik retinopati tipe
PDR karena jumlah pasien PDR pada derajat (near-) blindness sebelum injeksi,
yaitu sebanyak 20 sampel mata telah berkurang menjadi 16 sampel mata setelah
injeksi dan terjadi peningkatan jumlah pasien PDR pada derajat (near-) normal
setelah injeksi, yaitu dari 16 sampel mata menjadi 20 sampel mata pada derajat
(near-) normal.
Pada pasien NPDR terjadi pengurangan jumlah sampel pada derajat (near-)
normal yaitu dari 7 biji mata menjadi 6 biji mata. Manakala pada derajat low
vision telah terjadi peningkatan jumlah sampel, yaitu dari 7 biji mata sebelum
manifestasi dari diabetik retinopati adalah edema makula. Edema makula ini dapat
43
komplikasi diabetik retinopati tipe NPDR dan PDR yang paling banyak setelah
diberi terapi injeksi Avastin adalah visus statik, sebanyak 57 sampel mata
(67.06%). Pada visus statik, tipe NPDR memiliki persentase sebesar 75%
manakala 65.22% pada tipe PDR. Manakala komplikasi diabetik retinopati yang
paling rendah setelah pemberian injeksi Avastin adalah visus menurun, sebanyak 6
sampel mata (7.06%). Persentase perubahan visus yang paling rendah setelah
pemberian injeksi Avastin pada pasien NPDR adalah pada visus meningkat, yaitu
sebanyak 6.25% manakala pada tipe PDR persentase perubahan visus terendah
44
BAB 7
7.1 Kesimpulan
di Klinik Spesialis Mata Orbita pada periode 2014, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
45
6. Distribusi pasien berdasarkan jumlah dilakukan injeksi Avastin yang
sebelum dan selepas injeksi adalah low vision yaitu sebesar 47.06%
paling banyak setelah diberi terapi injeksi Avastin adalah visus statik,
51-60 tahun.
7.2 Saran
2. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya maka
46
Daftar Pustaka
Medan.
5. Ilyas HS, Yulianti SR, 2014. Ilmu penyakit mata. 5th edition, Jakarta : Fakultas
6. Kumar V, Abbas AK, Fausto n, & Aster JC, 2004. Robbins and contran :
1131.
9. Lang GK dkk, 2000. Ophthalmology. 1st edition, Germany : Thieme. Hal 316.
10. Greenberg MI, . Teks atlas kedokteran kedaruratan. 1st edition, Philadelphia.
47
Hal 108.
11. Abraham C & Mathai A, 2009. Diabetic retinopathy. 1st edition, New Delhi :
12. Ilery T, Sumual V, & Rares L. Prevalensi retinopati diabetik pada poliklinik
ilmu kesehatan mata selang satu tahun. Disertasi, Universitas Sam Ratu Langi,
Manado.
Denpasar.
14. Anzali RA, 2011. Pemakaian anti-VEGF pada retinopati diabetik. Disertasi,
48