Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi perpindahan
cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Menurut Huldani edema
paru secara klasik dikategorikan berdasarkan patofisiologinya, yaitu edema paru
hidrostatik dan edema paru permeabilitas. Pada keadaan normal, cairan pada
kapiler paru berada dalam keadaan seimbang dengan cairan yang berada di ruang
interstisial. Sejumlah kecil plasma kapiler (air dan sedikit zat terlarut) terus-
menerus memasuki ruang interstisial, yang kemudian dialirkan melalui saluran
limfe menuju sirkulasi vena sistemik.1
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak itu
penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980
sudah mencakup seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun
luas wilayah.2
Umumnya, edema paru pada bayi dan anak-anak lebih jarang dibanding
panderita dewasa, dengan insidensi 1: 1000 pada bayi dan anak-anak. Menurut
Uejima T insidensi kejadian edema paru akut pada pasien anak disebabkan tidak
adanya penyakit arteri koroner.3 Edema paru akut adalah kondisi dimana terjadi
akumulasi cairan yang berlebihan pada paru yang terjadi secara mendadak,
apabila pada kondisi ini turut disertai komplikasi maka hal ini merupakan suatu
keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang tinggi.3
Berdasarkan etiologinya 65% daripada edema paru adalah disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru, penurunan tekanan osmotik plasma
yang disebabkan oleh penyakit hati yang berat, hipoproteinemia berat, gagal ginjal
dan penyakit ginjal lainnya. Seterusnya, edema paru juga disebabkan oleh
obstuksi sistem limfatik, yaitu pada kelainan refluks limfatik.3
Sementara itu, 20% dari edema paru diakibatkan oleh peningkatan
permeabilitas kapiler paru kausa kerusakan endotel kapiler, endotoksin, inhalasi
gas yang mengandung konsentrasi oksigen atau zat toksik lainnya yang tinggi.
Menurut Saguil A, pada pasien anak yang dirawat di unit perawatan intensif,

1
dapat terjadi peningkatan insiden edema paru akibat dari peningkatan kejadian
sindrom distress pernapasan akut yang dipicu oleh penggunaan ventilasi
mekanikal. Mortilitas terkait kondisi ini adalah 34-55%, dengan kematian yang
dikarenakan kegagalan multi organ.4
Disamping itu, 10% dari edema paru disebabkan oleh peningkatan
ketegangan permukaan paru pada anak-anak dengan kurangnya surfaktan paru.
Sisanya 5%, yaitu kelainan neurogenik yang diakibatkan oleh trauma kepala atau
lesi pada otak. 3

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Edema paru adalah kondisi dimana terdapat akumulasi cairan yang berlebihan
di dalam sel, ruang interstitial dan rongga alveoli pada paru. Edema paru dapat
dikategorikan sebagai edema paru hidrostatik dan edema paru permeabilitas.
Edema paru hidrostatik ( tekanan tinggi, transudatif, atau kardiogenik) ditandai
dengan peningkatan tekanan mikrovaskular paru yang menyebabkan transudasi
cairan melalui endotel ke ruang antar sel paru dan kemudian ke ruang alveolar. 5
Pada edema paru permeabilitas ( tekanan-rendah, eksudatif, atau nonkardiogenik),
trauma pada endotel mikrovaskular memungkinkan cairan yang tinggi dengan
protein untuk memasuki ruang ekstravaskular.9
2.2 Anatomi dan fisiologi
Berdasarkan anatomi dan fisiologi, paru dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Vaskular
Bagian ini terdiri dari pembuluh darah yang turut aktif dalam
pertukaran cairan dengan ruang interstisial. Bagian vaskular dibatasi oleh
endotel. Kebocoran vaskular bisa diakibatkan oleh kerusakan endotel oleh
berbagai mediator inflamasi endogen dan eksogen.7
2. Ruang interstisial
Ruang ini terletak di antara vaskular dan alveolar. Cairan dari vaskular
dikumpulkan terlebih dahulu di ruang interstitial sebelum dibawa ke
rongga alveoli.5
3. Membran alveoli
Membran ini terdiri dari sel epitelial tipe 1 dan 2. Sel ini turut aktif
pada perpindahan cairan dari ruang alveoli. 5
4. Pembuluh limfe paru
Merupakan rangkaian jaringan limfatik paru yang mengalirkan cairan
berlebih ke sirkulasi sistemik. Apabila jumlah cairan melebihi
kapasitasnya, maka terjadi penumpukan cairan. 5
Secara fisiologis, cairan pada kapiler paru berada dalam keadaan
seimbang dengan zat cairan yang berada di ruang interstisial. Sejumlah

3
kecil plasma kapiler akan terus menerus memasuki ruang intersial dan
seterusnya dialirkan melalui saluran limfe menuju sirkulasi vena sistemik.
Faktor yang menentukan keseimbangan cairan di kapiler dan ruang
interstisial adalah tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik. Tekanan
hidrostatik merupakan tekanan intravaskular yang mendorong cairan
keluar dari kapiler paru. Manakala tekanan onkotik mempertahankan
cairan agar tetap berada di intravaskular. 6

Gambar 3. Anatomi paru7


Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah7:
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru. Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi
yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot
pernafasan dibagi menjadi dua yaitu,
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

4
2.3 Etiologi klinis
Berikut merupakan beberapa etiologi dari terjadinya edema paru:
1. Kardiogenik
Peningkatan tekanan yang terjadi akan menyebabkan pengeluaran
cairan dari mikrovaskular. Edema paru kardiogenik akan berkembang jika
tekanan sangat tinggi, melebihi kemampuan sistem limfatik untuk
menyerap cairan. 5
Lesi obstruktif pada jantung seperti kor triatum, stenosis mitral dan
obstruksi vena pulmonal kongenital secara langsung menimbulkan
hipertensi vena pulmonal. Berbeda pada koartasio aorta dan stenosis aorta,
edema paru muncul apabila telah terjadi gagal jantung kiri.4
Hipertensi sistemik akibat retensi cairan pada gagal ginjal akut akan
menyebabkan peningkatan volume cairan intravaskular.5 Peningkatan
aliran darah dan tekanan vaskular pulmonal dapat terjadi pada kelainan
jantung bawaan seperti Ventricle Septal Defect (VSD) atau Patent Ductus
Arteriosus (PDA). 8
Penambahan cairan yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan dilusi protein plasma, seperti pemberian cairan
pada diare dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Selain itu keadaan ini juga
dapat disebabkan oleh sekresi hormon ADH yang berlebihan yang
ditemukan pada pneumonia berat dan asma (Syndrome inappropriate
antiduretic). 5
2. Permeabilitas kapiler
Trauma difus pada unit-unit alveokapiler akan meningkatkan
permeabilitas endotel kapiler dan epitel alveolar terhadap molekul-molekul
besar saperti protein. Keadaan ini menyertai kondisi-kondisi berbagai
penyakit seperti sepsis dan aspirasi cairan lambung. Secara klinis trauma
paru akut bermanifestasi sebagai rangkaian gejala dan tanda yang
seringkali disebut sebagai acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Sebuah kaskade kompleks dari mediator-mediator inflamasi yang dipicu
oleh serangan akut menyebabkan aktivasi dan penggunaan makrofag,
neutrofil, dan limfosit. Mediator-mediator sitotoksik, radikal-radikal

5
oksigen bebas, protease dan metabolit-metabolit asam arakidonat
dilepaskan, menyebabkan kerusakan sel-sel endotel dan epitel. Hasilnya
adalah peningkatan konduktansi barier alveolokapiler terhadap cairan dan
protein. 5
3. Obstruksi saluran respiratorik
Edema paru pascaobstruksi jalan napas dikenal dengan nama edema
paru tekanan negatif. Pada keadaan obstruksi jalan napas, seperti asma,
maka akan terdapat peningkatan tekanan negatif intratorakal, sehingga
terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonal dan menyebabkan
perpindahan cairan ke interstitial. 5
4. Re-ekspansi paru
Keadaan ini terjadi pada pasien yang mengalami pengembangan paru
yang cepat setelah pemasangan water sealed drainage (WSD) pada
pneumotoraks atau efusi pleura. Sindrom ini dihubungkan dengan
penurunan tekanan interstitial yang mendadak. Ketidakseimbangan daya
Starling karena pembentukan tekanan negatif intratoraks yang tinggi
selama penyedotan eksternal diduga yang menyebabkan terjadinya edema
paru. 5
5. Uremia
Diakibatkan oleh overhidrasi, bertambahnya volume darah,
peningkatan tekanan mikrovaskular paru disertai dengan anemia dan
penurunan tekanan koloid osmotik . Permeabilitas kapiler paru juga dapat
berubah akibat meningkatnya produk metabolik uremia. 5
6. Neurogenik
Dapat terjadi setelah trauma kepala, perdarahan sub arakhnoid, tumor
otak, dan meningitis. Mekanisme kejadiannya dimulai dengan adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang mengaktivasi saraf simpatik, yang
mengakibatkan peningkatan volume afterload ventrikel kiri jantung.
Selanjutnya, akibat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Edema
paru pada keadaan ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik. 5

7. Dataran tinggi

6
Edema paru pada keadaan ini diduga akibat hipoksia lama yang
menyebabkan hipertensi pulmonal. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa predisposisi konstitusional dari beberapa individu terhadap
hipertensi paru dengan hipoksia, kenaikan yang tidak sama dalam
resistensi prekapiler bertanggungjawab terhadap tekanan yang sangat
tinggi dan terlihat dalam beberapa kapiler paru. 5
8. Inhalasi zat toksik
Gas toksik pada paru yang paling sering adalah asap api kebakaran,
dengan toksisitasnya ditentukan oleh jenis barang yang terbakar. 5
9. Obat-obatan
Ditemukan bahwa setelah penyuntikan paraldehid atau heroin
(narkotik), terjadi edema paru secara klinis dan radiologis. Edema paru
juga dapat terjadi sebagai komplikasi lambat dari keracunan salisilat yang
berat. Keadaan ini adalah disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskular karena perubahan fungsi platelet dan inhibisi sintesis
prostaglandin. Pemakaian zat intravena juga beresiko terhadap terjadinya
mikroemboli di pembuluh darah paru yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. 5
10. Neonatal Respiratory Distress Syndrome (NRDS)
Terjadi akibat kelebihan cairan paru janin pada masa lahir. Tekanan
dan aliran darah yang tinggi pada arteri pulmonal, tekanan ruang
interstitial yang rendah, konsentrasi protein plasma yang rendah,
peningkatan permeabilitas kapiler, kerusakan endotel paru akibat
inflamasi, tekanan jalan napas yang tinggi, dan konsentrasi oksigen yang
tinggi. 5
2.4 Patogenesis
Edema paru terjadi apabila volume plasma berlebihan memasuki ruang
insterstitial dan alveoli. Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari
mikrovaskular terutama melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan
interstisial sesuai dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein,
serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi
ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan

7
memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang
peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke
sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan
hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru
sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh
gradien tekanan onkotik protein. Hal ini terjadi gangguan fisiologis yang
menyebabkan terjdinya hipoksemia karena adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (ventilation perfution missmacth).5
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya edem paru :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik mikrovaskular paru
Kenaikan tekanan mikrovaskular paru dapat dikarenakan pemberian
cairan intravena yang berlebihan, dan defek-defek kardiak seperti shunt
kiri-ke-kanan, obstruksi vena paru dan atrium kiri, serta disfungsi ventrikel
kiri. 5
2. Penurunan tekanan osmotik koloid
Terjadi akibat kadar protein yang rendah. Biasanya terjadi pada
malnutrisi berat, enteropati yang menyebabkan kehilangan protein dan
nefrosis. 5
3. Penurunan tekanan hidrostatik interstitial
Penurunan nilai tekanan interstitial terjadi karena keadaan seperti
penurunan tekanan intratorakal, peningkatan tekanan hidrostatik
intravaskular, dan peningkatan tekanan negatif pleura.5
4. Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Peningkatan permeabilitas kapiler paru terjadi melalui dua
mekanisme, yaitu penambahan jumlah total poros dan pelebaran diameter
poros. Keadaan ini dapat disebabkan oleh lepasnya mediator inflamaso,
inhalasi zat toksik, terbakar, toksin dan lain-lain. 5
5. Aliran pembuluh limfatik
Merupakan salah satunya edema paru yang sejauh ini tidak
dideskripsikan dalam persamaan starling. kontribusi relatif dari faktor-
faktor di dalam sistem limfatik, seperti valvula limfatik dan otot polos,

8
yaitu berkerja sebagai pompa untuk mengatasi peningkatan tekanan vena
sistemik, masih diperdebatkan. 5
6. Peningkatan luas permukaan vaskular paru
Area permukaan vaskular yang berisi darah lebih luas pada bayi dan
anak dibanding dewasa. Oleh karena itu, keadaan tersebut mempermudah
terjadinya perpindahan cairan paru. 5
2.5 Patofisiologi
Edema paru akan mempengaruhi kemampuan mekanik dan pertukaran gas di
paru. Produksi lapisan surfaktan terganggu karena alveoli terendam cairan, serta
adanya protein dan sel debris. Keadaan ini menyebabkan peningkatsn tegangan
permukaan pada alveoli, sehingga memudahkan terjadi kolaps (atelektasis).
Adanya penumpukan cairan berlebihan di ruang interstitial juga mengurangi
kelenturan paru dan mempermudah kolaps alveoli dan saluran respiratorik kecil. 5
Resistensi jalan napas juga meningkat akibat kompresi saluran respiratorik
kecil oleh cairan dan penumpukan cairan di interstitial peribronkial. Efek ini
bersama-sama mengurangi komplians paru dan meningkatkan resistensi jalan
napas yang meningkatkan kerja pernapasan, akhirnya terjadi kelelahan otot
respiratorik dan terjadi gagal napas. 5
Pada edema paru, terjadi gangguan pertukaran gas. Pada edema interstitial
pertukaran gas hanya sedikit terganggu karena membran kapiler mencegah
penumpukan cairan, tetapi pada edema alveoli pertukaran gas sangat terganggu
kerana terjadi ketidakseimbangan ventilasi-perfusi akibat dari unit paru yang tidak
mengembang akibat terendam cairan, atau karena obstruksi saluran respiratorik,
sehingga aliran darah ke unit paru yang tidak mengembang akan berkurang karena
vasokonstriksi akibat hipoksia. 5
Hiperventilasi dengan hipokapnia merupakan keadaan yang sering muncul
pada awal edema paru. Hiperventilasi terjadi akibat keadaan seperti kompensasi
adanya hipoksemia arteri, ansietas, serta stimulasi reseptor J oleh edema saluran
respiratorik. 5
Hipertensi arteri pulmonal merupakan keadaan yang juga sering ditemukan
pada edema paru, pada edema paru yang berat. Hipertensi arteri pulmonal adalah

9
akibat dari vasokonstriksi hipoksia pada unit paru yang mempunyai ventilasi
buruk dan juga kompresi vaskular langsung oleh edema peribronkial. 5
Kecepatan resolusi pada edema paru berlangsung bergantung pada mekanisme
yang mendasarinya. Jika terletak di ruang interstitial, cairan dapat menghilang
dalam beberapa jam, tetapi jika di ruang alveolar maka membutuhkan beberapa
hari. 5
2.6 Diagnosis
1. Gejala klinis
Bergantung pada mekanisme terjadinya edem paru. Edema interstitial
dan alveoli menghambat pengembangan alveoli, serta menyebabkan
atelektasis dan penurunan produksi surfaktan. Akibatnya, komplians paru
dan volume tidal berkurang. Sebagai usaha agar ventilasi semenit tetap
adekuat. Secara klinis dapat timbul gejala sesak napas, retraksi interkostal
pada saat inspirasi, dan perubahan berat badan. Suara merintih juga dapat
dijumpai, hal ini terjadi akibat usaha untuk mencegah kolaps paru. 5
2. Pemeriksaan fisis
Secara umum, beberapa derajat distres pernapasan bermanifestasi
dalam bentuk peningkatan laju pernapasan, retraksi interkostal, dan
penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Sianosis dapat terlihat dan
mungkin terdengar bising pada aukultasi. Khususnya pada lapangan paru
yang terkena. Peningkatan "aliran" bising dapat terdengar bersamaan
dengan distensi vena jugularis dan hepatomegali. Sputum yang sangat
berbuih dan berwarna merah muda terlihat hampir pada semua edema paru
berat. 5
Krepitasi tidak selalu ditemukan, kecuali bila sudah terjadi
perpindahan cairan alveoli ke bronkhiolus terminal. Bila penumpukan
cairan sudah sampai ke saluran respiratorik besar, maka ronki dan mengi
dapat didengar. 5
Gejala-gejala iskemia miokardial yang berhubungan dengan tanda-
tanda kegagalan ventrikel kiri mengarah kepada diagnosis edema paru
hidrostatik, sedangkan riwayat aspirasi cairan lambung dan respons

10
kardiovaskular hiperdinamik mengarah kepada diagnosis edema paru
permeabilitas. 5
3. Radiografi
Gambaran radiografi pada edema paru tidak spesifik. Bentuk-bentuk
edema paru yang lebih berat seringkali menghasilkan gambaran radiolusen
perihiler, kemungkinan karena terdapat kumpulan cairan yang banyak di
perivaskular dan peribronkial di daerah ini. Penebalan septum (edema
septum interlobular) terlihat sebagai garis tipis, lurus, sepanjang 2−6 cm.
Pada daerah perihiler disebut sebagai garis Kerley “A”. Garis-garis yang
mirip, tidak lebih dari 2 cm, ditemukan pada lapangan paru perifer tegak
lurus terhadap garis pleura, disebut sebagai garis Kerley “B”. Garis-garis
Kerley “C” lebih pendek dan membentuk pola retikuler di bagian basiler
sentral paru dan biasanya paling baik terlihat pada foto lateral. 5
Gambaran lain yang bisa terlihat adalah penebalan perivaskular dan
peribronkial, gambaran pembuluh darah yang lebih menonjol, serta
gambaran diafragma yang terlihat rendah.5

2.7 Tatalaksana
1. Terapi awal
Terapi awal adalah pemberian oksigen, jika perlu dengan ventilasi
mekanik. Pemberian ventilasi mekanik bertujuan tidak hanya untuk
mengurangi kerja pernapasan saja, tetapi juga meningkatkan oksigenasi
dengan mencegah kolaps alveoli memakai Positive end-expiratory

11
pressure (PEEP). Peningkatan oksigenasi menyebabkan cairan keluar ke
interstitial sehingga tidak menggangu pertukaran gas. 5
2. Edema paru kardiogenik
Fungsi ventrikel kiri diperbaiki dengan menurunkan preload dan
afterload, juga dengan stimulasi langsung kontraktilitas miokard.
Perbaikan fungsi jantung juga dapat diperbaiki dengan cara pemberian
oksigen, dan digitalis untuk meningkatkan volume semenit. 5
a. Preload
Tatalaksana yang dapat diberikan adalah dengan pemberian morfin
untuk mengurangi preload dan afterload dengan cara menurunkan
ansietas, memperbaiki posisi duduk dan pemberian ventilasi tekanan
positif. 5
b. Afterload
Aminofilin dapat diberikan bagi menurunkan afterload, disamping
memperbaiki kontraktilitas dan menyebabkan bronkodilatasi. 5
c. Perbaikan kontraktilitas miokardium
Stimulasi adrenergik dengan obat-obat inotropik seperti dopamin,
dobutamin, atau isoproterenol dengan memingkatkan curah jantung
dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel. 5
d. Pemberian duretik
Untuk mengurangi volume plasma dan pengisian atrium kiri, juga
untuk meningkatkan tekanan koloid osmotik. Duretik mengatasi
edema paru dengan meningkatkan kapasitas vena dan meningkatkan
ekskresi garam dan air sehingga mengurangi pengeluaran cairan dari
mikrovaskular paru. 5
e. Terapi suportif
Pemberian cairan dengan memberikan cairan pengganti dehidrasi,
koreksi asam basa dan kemudian pemberian cairan pemeliharaan. 5
3. Edema paru berat
Furosemid dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-2
mg/KgBB. Dosis ini menghasilkab diuresis nyata yang menurunkan
tekanan mikrovaskular paru dan meningkatkan konsentrasi protein di

12
dalam plasma. Dua perubahan ini menghambat filtrasi cairan ke dalam
paru dan mempercepat masuknya air ke dalam mikrosirkulasi paru dari
interstitial. Terapi berkelanjutan dengan furosemid dengan atau tanpa
disertai penggunaan duretik lain seperti tiazid dan spironolakton juga
digunakan. Terapi jangka panjang dengan duretik sering terjadi kehilangan
sejumlah bersar kalium klorida. Deplesi elektrolit ini dapat dicegah dengan
pemberian suplementasi kalkum klorida 3-5 mEq/kgBB setiap hari. 5
4. Edema paru dengan hipotensi
Dapat diberikan zat inotropik seperti dopamin dan dobutamin. Jika
terdapat resistensi vaskular yang tinggi, maka dobutamin lebih efektif
karena dapat meningkatkan voleme jantung semenit tanpa meningkatkan
resistensi vaskular sistemik, bahkan menyebabkam vasodilatasi sistemik. 5
5. Edema paru yang disebabkan oleh penurunan tekanan koloid osmotik
Dapat diberikan albumin intravena bagi mencegah penumpukan cairan
sementara. Pemberiannya harus lambat dan disertai duretuk. Pada bayi
serta anak-anak dengan edema paru berat, infus albumin atau plasma
biasanya tidak memberikan keuntungan. Malah cenderung menigkatkan
tekanan mikrovskular paru sebagai usaha mengimbangi efek peningkatan
tekanan osmotik protein intravaskular. Selanjutnya protein yang diberikan
dapat bocor ke interstitial paru sehingga memperberat edema. 5
6. Edema paru yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas kapiler
Pada pasien ARDS, dapat ditambahkan steroid dan nonsteroid
antiinflammatory drugs( NSAID) dosis tinggi. Jika disebabkan oleh
disseminated intravascular coagulation (DIC), maka dapat diberikan
heparin dan dekstran. Pemberian antioksidan dapat dipertimbangkan pada
beberapa kasus ARDS atau NRDS. 5
7. Anemia dan edema paru berat
Jika anemia dan edema paru berat terjadi bersamaan, bisa diberikan
transfusi pengganti dengan packed red blood cells (PRC) akan lebih aman
dan memberikan keuntungan yang lebih besar. 5 Jika tindakan-tindakan ini
tidak berhasil mengurangi edema, perlu diberikan dukungan ventilator
dengan PEEP dan continuous positive airway pressure (CPAP). PEEP

13
dapat mengurangi penumpukan cairan di paru sedangkan CPAP dapat
mencegah terjadinya kolaps unit alveoli dan membuka kembali unit alveoli
yang sudah kolaps. Keadaan ini akan meningkatkan kapasitas residu
fungsional (Functional residual capacity, FRC). Peningkatan FRC akan
memperbaiki komplians paru, meningkatkan produksi surfaktan dan
menurunkan resistensi vaskular. Hasil akhirnya adalah penurunan kerja
pernapasan, peningkagan oksigenasi, dan penurunan afterload jantung.4
2.8 Prognosis
Menurut IDAI setelah memantau 94 pasien dengan edema paru hidrostatik,
Goldberger dkk melaporkan mortalitas di RS sebesar 17% dan data selama satu
tahun adalah 51.2% . Pada pasien dengan edema paru kardiogenik yang
membutuhkan ventilator mekanik pula, Feddulo dkk melaporkan angka mortalitas
sebesar 56% dan menemukan bahwa derajat penurunan fungsi ventrikel kiri
berhubungan dengan mortalitas. 5
Pasien-pasien dengan edema paru permeabilitas memiliki prognosis
keseluruhan yang buruk, terutama pada pasien dengan ARDS dengan angka
mortalitas sebesar 68%, diikuti dengan 16% yang disebabkan oleh kegagalan
respirasi yang irreversible.5 Sebagian besar kematian tersebut terjadi pada tiga hari
pertama karena penyakit atau trauma yang mendasarinya, hal ini dapat terjadi
tergantung penyebab, beratnya gejala penyakit dan respon terapi.8

14
BAB 3
KESIMPULAN
1. Edema paru edema paru dapat dikategorikan sebagai edema paru hidrostatik
dan edema paru permeabilitas. Edema paru hidrostatik ( tekanan tinggi,
transudatif, atau kardiogenik) ditandai dengan peningkatan tekanan
mikrovaskular paru yang menyebabkan transudasi cairan melalui endotel ke
ruang antar sel paru dan kemudian ke ruang alveolar.
2. Gambaran klinis yang didapat pada edema paru dapat berupa kesulitan
bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya
terdapat batuk yang sering menghasilkan lendir berbusa dan berwarna merah
muda. Terdapat takipneu serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya
penderita tampak sangat pucat dan bahkan dapat sianosis. Pada pemeriksaan
fisik, perkusi terdengar redup dan auskultasi terdapat ronki basah dan
bergelembung di bagian bawah dada.
3. Pemeriksaan foto toraks memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral
yang difus. Pengobatan edema paru yaitu berdasarkan mekanisme terjadinya
edema paru yang terjadi disertai pengobatan suportif yang bertujuan untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen
dengan teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi
cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal).
4. Pada penyakit edema paru sebagian besar kematian tersebut terjadi pada tiga
hari pertama karena penyakit atau trauma yang mendasarinya, hal ini dapat
terjadi tergantung penyebab, beratnya gejala penyakit dan respon terapi.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Huldani, 2014. Edem Paru Akut.Universitas Lambung Mangkurat:
Fakultas Kedokteran banjar Masin . Hal 17.
2. Rampengan H, 2014. Edema Paru Kardiogenik. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. Hal 150-152.
3. Uejima T, 2001. General Pediatric Emergencies: Acute Pulmonary Edema.
Anesthesiology Clinics of North Americ. Vol 19, Issue 2, 1 June 2001, Pg
383.
4. Saguil A, 2012. Acute Respiratory Distress Syndrome: Diagnosis and
Management. American Academy of Family Physicians. Pg 354.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2008. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi Pertama. Jakarta. Hal 499-510.
6. Sherwood, L, 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC. Hal 498-500.
7. Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principle of Anatomy and Physiology.
13th ed USA: John Wiley & Sons. Pg 941.
8. O’Brodovich, 2015. Pulmonary Edema in Infant and Chirdren.
Departement of Pediatrics and Lungs. Toronto Univercity. Canada. Pg
482-484.
9. Rodrigues, Lucas. 2013. Reexpansion Pulmonary Edema in Children. Pg
415.

16

Anda mungkin juga menyukai